• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pada dasarnya perkembangan anak ada yang cepat ada pula yang lambat. Khususnya pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pada dasarnya perkembangan anak ada yang cepat ada pula yang lambat. Khususnya pada"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoretis

2.1.1 Hakikat Keterampilan Motorik Halus 1. Pengertian

Pada dasarnya perkembangan anak ada yang cepat ada pula yang lambat. Khususnya pada perkembangan motorik halus, ada yang perkembangan motik halusnya cepat ada pula yang yang lambat. Oleh sebab itu Menurut Soetjiningsih (2011:187) motorik halus pada usia empat tahun, koordinasi motorik halusnya sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih tepat, bahkan cenderung ingin sempurna dalam melakukan sesuatu, misalnya dalam menyusun balok-balok, sehingga mereka suka membongkar lagi balok-balok yang sudah disusun sebelumnya. Saat usia lima tahun koordinasi motorik anak makin sempurna. Tangan, lengan dan jarinya semua bergerak bersama di bawah perintah mata. Bila menyusun balok-balok, anak tidak lagi membuat menara secara sederhana, yaitu dengan menyusun/menumpuk balok secara lurus saja, tetapi anak ingin membangun sesuatu yang lebih lengkap/kompleks, seperti rumah atau gudang dengan menaranya.

Hurlock (dalam Suyadi, 2009:88) menjelaskan perkembangan motorik halus adalah meningkatnya koordinasi gerak tubuh yang melibatkan otot dan saraf yang jauh lebih kecil atau detail. Kelompok otot dan saraf inilah yang nantinya mampu mengembangkan gerak motorik halus, seperti meramas kertas, menyobek, menggambar, menulis dan sebagainya.

Selanjutnya Sujiono (2009:63) mengemukakan melalui pengembangan kemampuan motorik, memberikan kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk

(2)

menemukan, aktivitas sensori motor yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik.

Di sisi lain, Sujiono (2009:65) menyatakan bahwa perkembangan fisik motorik anak pada usia lima sampai enam tahun adalah peningkatan perkembangan otot yang kecil, koordinasi antara mata dan tangan yang berkembang dengan baik. Peningkatan dalam penguasaan motorik halus, dapat menggunakan palu, pensil, gunting dan lain-lain. Hildayani, dkk (2004:8.7) menjelaskan keterampilan motorik halus yaitu gerakan terbatas dari bagian-bagian yang meliputi otot kecil, terutama di bagian jari-jari tangan, contohnya adalah menulis, memegang sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk.

Yang dimaksud dengan keterampilan motorik halus adalah pengendalian otot tangan, bahu dan pergelangan. Keterampilan ini akan berkembang dengan cepat selama masa kanak-kanak, dan pada umur 12 tahun anak mencapai tingkat kesempurnaan dalam keterampilan motorik halusnya. Contohnya anak sudah dapat memegang pensil, crayon, cat warna, menjahit, meronce, menggunting dan lain sebagainya, (Hurlock, 2008:150).

Pica (dalam Seefeldt dan Wasik, 2008:66) menguraikan keterampilan gerak motorik halus pada anak-anak usia empat tahun mengalami kemajuan. Mewarnai, melukis, dan menyobek serta melipat kertas memikat anak-anak dalam usia inio tatkala mereka mengembangkan peningkatan kendali atas otot-otot halus mereka. Perkembangan selama periode ini bisa sangat beragam baik karena tingkat kematangan maupun karena harapan budaya atas anak itu.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas tentang kemampuan motorik halus, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik halus sangat mempengaruhi

(3)

perkembangan aspek lainnya baik dari aspek kognitif, bahasa, seni maupun aspek lainnya. Pengembangan kemampuan motorik halus, memerlukan bimbingan maupun latihan yang intensif serta menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik anak.

2. Bentuk-bentuk Aktivitas Motorik Halus Anak TK

Adapun bentuk-bentuk aktivitas motorik halus anak usia 3-6 tahun menurut Hawadi (2001 : 7 ) adalah sebagai berikut : 1) menggambar, dalam aktivitas menggambar yang terjadi pada dalam menggambar seperti menggambar bagian-bagian dari hewan seperti kepala, tangan 2) mengecat, dalam aktivitas mengecet aktvitas yang dilakukan anak yaitu mengecet dengan kuas dan jari 3) meronce, aktivitas anak yaitu merangkai sebuah benda dari berbagai bahan seperti sedotan dan biji-bijian, 4) menggunting, aktivitas anak dalam mengunting yaitu anak menggunting sesuai pola seperti menggunting kepala kucing dan jari tangan 5) menempel, aktivitas anak dalam menempel pola yang telah disediakan misalnya menempel pola tangan yang telah digunting 6) menciplak, aktivitas siswa dalam menciplak yaitu menciplak gambar telah ada dengan menggunakan kertas tipis 7) mencocok, aktivitas anak dalam mencocok aktivitas anak yaitu menusuk-nusuk gambar yang sudah ada dan disesuaikan dengan pola sehingga akan seperti gambar yang sebenarnya 8) mewarnai, aktivitas anak dalam mewarnai yaitu menyesuaikan warna dengan bentuk benda yang ada, 9) merobek, aktivitas anak dalam merobek yaitu mencocokan gambar yang telah ada kemudian dicocokan sehingga membentuk gambar yang sebenarnya dan 10) melipat aktivitas anak dalam melipat yaitu membuat bahan dan dilipat menjadi berbagai macam bentuk. Dari bentuk –bentuk aktivitas motorik halus anak maka aktivitas inilah yang sering dilakukan anak TK dan hal ini yang menjadi dasar peneliti untuk menjadi indicator dalam peneltian ini.

(4)

3. Beberapa Hal Yang Mempengaruhi Pengembangan Keterampilan Motorik pada Anak Usia Dini

Keterampilan motorik tidak akan berkembang melalui kematangan saja, tetapi keterampilan itu harus dipelajari. Aisyah (2008:4.43) menjelaskan beberapa hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kesiapan Belajar

Pengembangan keterampilan motorik sangat berkaitan dengan kesiapan belajar anak. Anak yang telah memiliki kesiapan belajar suatu keterampilan motorik akan lebih unggul bila dibandingkan dengan anak yang belum memiliki kesiapan untuk mempelajari keterampilan tersebut. Misalnya, anak yang memiliki kesiapan untuk belajar membaca maka ia akan lebih cepat dapat membaca bila dibandingkan dengan anak yang belum memiliki kesiapan tersebut dan kesiapan yang dimiliki oleh setiap anak tidaklah sama. Oleh karenanya, pendidik diharapkan untuk tidak membandingkan antara anak yang satu dengan anak yang lain dalam hal keberhasilannya mempelajari suatu keterampilan motorik.

b. Kesempatan Belajar

Banyak anak yang sebenarnya telah memiliki kesiapan belajar suatu keterampilan mereka, namun karena tidak memiliki kesempatan untuk mempelajarinya maka anak tersebut tidak mencapai kemampuan tersebut. Hal ini disebabkan karena lingkungan di sekitarnya tidak menyediakan kesempatan belajar atau karena orang tua atau orang di sekitarnya tidak membiarkan anak belajar keterampilan tersebut dengan alas an takut terluka atau takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, seorang anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar mengendarai sepeda. Oleh kemungkinan besar dia tidak akan dapat mengendarai sepeda. Oleh karenanya, pendidk sebaiknya memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk

(5)

mempelajari berbagai keterampilan motorik dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang aman, nyaman dan memberi dorongan bahwa setiap anak pasti akan dapat melakukannya.

c. Kesempatan Berpraktik

Untuk mempelajari suatu keterampilan motorik seorang anak harus memiliki kesempatan untuk mencoba melakukannya (berpraktik) sesuai dengan kebutuhannya. Seorang anak yang tidak diberikan kesempatan untuk mencoba maka ia tidak akan pernah bisa melakukannya. Jika anak hanya diberi kesempatan untuk melakukan dengan intensitas yang sangat kecil maka kemungkinan kebiasaan untuk melakukan hal yang salah akan lebih besar. Misalnya, keterampilan menggunting yang hanya dilakukan anak sekali saja, selebihnya ia hanya melihat “model” maka keterampilan mengguntingnya akan sulit untuk memperoleh kemajuan dan kemungkinan besar dia menggunting dengan cara yang salah. Implikasinya adalah pendidik harus selalu memberi kesempatan pada anak untuk “melakukan” sehingga pendidik maupun anak itu sendiri dapat mengoreksi apabila ia melakukannya dengan cara yang tidak benar.

d. Model yang baik

Dalam mempelajari keterampilan motorik, meniru merupakan hal yang sangat penting maka agar anak memiliki suatu keterampilan motorik yang baik dia memerlukan model yang baik pula. Apabila model memberikan contoh dengan cara yang salah maka kemungkinan besar anak akan melakukan keterampilan tersebut dengan cara yang salah pula. Misalnya, cara memegang sendok ketika makan. Bila pendidik memberi contoh yang tidak benar maka besar kemungkinan anak akan meniru hal tersebut dan apabila tidak dikoreksi kebiasaan tersebut akan berlanjut sampai anak itu besar.

(6)

Agar dapat meniru suatu model dengan benar, anak memerlukan bimbingan. Selain itu bimbingan juga dapat membantu anak memperbaiki suatu kesalahan sehingga kesalahan tersebut tidak terlanjur dipelajari yang akan membuatnya menjadi lebih sulit untuk diperbaiki. Misalnya, pendidik harus membimbing anak cara makan yang baik sambil memberikan contoh.

f. Motivasi

Motivasi belajar sangat penting untuk mempertahankan minat anak untuk mempelajari keterampilan motorik. Sumber motivasi umumnya adalah kepuasan pribadi yang diperoleh anak dari kegiatan tersebut, kemandirian dan gengsi yang diperoleh dari kelompok teman sebayanya, serta kompensasi terhadap perasaan kurang mampu dalam bidang lain. Implikasinya adalah pendidik harus menyediakan keterampilan mulai dari yang mudah ke yang sukar atau sederhana ke kompleks agar anak selalu bisa menyelesaikannya dan tidak membuat anak putus asa karena tidak dapat menyelesaikan tugasnya.

g. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Keterampilan motorik harus dipelajari secara individu karena tidak ada hal yang bersifat umum dalam keterampilan tangan dan kaki. Setiap keterampilan memiliki perbedaan dan karakteristik tertentu sehingga keterampilan tersebut harus dipelajari secara individu. Misalnya, cara melempar bola besar tentu saja berbeda dengan melempar bola kecil. Implikasinya adalah penddik harus memberi kesempatan pada semua anak untuk mempelajari keterampilan tersebut dan tidak hanya satu atau dua orang saja yang diberi kesempatan untuk mencoba melakukannya.

h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu per satu

Apabila anak mempelajari keterampilan motorik secara serempak, khususnya bila menggunakan kumpulan otot yang sama maka akan membuatnya menjadi bingung dan

(7)

keterampilan yang diperoleh anak akan tidak sesuai dengan yang diharapkan sertakan terjadi pemborosan waktu dan tenaga. Apabila suatu keterampilan sudah dikuasai, maka keterampilan lain dapat dipelajari dengan lebih fokus. Implikasinya bahwa pendidik memberi latihan secara bertahap dan satu per satu. Misalnya, keterampilan memanjat diberikan terlebih dahulu sampai anak menguasainya, kemudian barulah anak diajarkan keterampilan melompat atau sebaliknya. Sebaiknya jangan mengajarkan keterampilan melompat dan memanjat sekaligus.

4. Cara Mempelajari Keterampilan Motorik

Cara yang digunakan anak untuk mempelajari suatu keterampilan motorik, termasuk motorik halus penting untuk memperoleh kualitas keterampilan yang dipelajari. Aisyah (2008:4.46) menjelaskan beberapa cara yang paling umum digunakan anak dalam mempelajari keterampilan motorik, yaitu:

a. Belajar coba dan ralat (trial and error)

Jika tidak ada model atau contoh tentang suatu keterampilan motorik, maka anak akan mempelajarinya dengan cara mencoba-coba beberapa kali, hingga dia berhasil menguasai keterampilan tersebut secara benar. Misalnya, ketika anak belajar menggunting sesuai pola, apabila tidak sesuai, anak akan berlatih terus sampai berhasil. Peran guru dan orang tua dalam hal ini yakni banyak memberi kesempatan kepada anak sehingga berhasil.

b. Meniru

Belajar dengan cara meniru atau mengamati (guru, orang tua atau anak lain yang lebih tua) lebih cepat daripada belajar dengan cara coba dan rapat, tetapi belajar dengan cara ini

(8)

dibatasi oleh kesalahan yang dilakukan oleh model. Contoh: apabila anak belajar menempel, maka guru sebaiknya memberikan contoh menempel yang baik.

c. Pelatihan

Belajar dengan bimbingan yang dikombinasi dengan meniru model akan menghasilkan keterampilan motorik yang baik. Kegiatan menggunting, menempel atau pun mencocokkan perlu adanya pelatihan yang berulang-ulang.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Motorik Halus Anak

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan motorik halus anak, antara lain:

a. Hereditas

Sunarto dan Hartono (2008:15) mengemukakan latar belakang keluarga, baik dilihat dari segi sosio-ekonomi maupun sosiokultural adalah berbeda-beda. Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda.

Kemampuan motorik halus anak banyak dipengaruhi oleh faktor hereditas, dapat diberikan contoh: apabila anak memiliki minat dalam menggunting, tetapi orang tua tidak memfasilitasi, maka minat tersebut tidak akan berkembang seperti yang diharapkan.

b. Gizi yang seimbang

Santrock (dalam Soetjininsih, 2012:290) menyatakan gizi yang baik dan seimbang berefek positif bagi seluruh aspek perkembangan anak. Perlu diperhatikan pola makan yang

(9)

sehat dan pemberian makanan bergizi seimbang pada anak, karena apa yang dimakan anak akan mempengaruhi kesehatan fisik dan perkembangan psikhisnya.

Hildayani (2004:8.6) mengemukakan kesehatan dan nutrisi/gizi sangat penting untuk memberikan energi pada anak yang sangat aktif di usia dini. Perkembangan anak yang ditunjang dengan cukup nutrisi/gizi dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh yang pada saatnya sangat membutuhkan energi dan zat-zat makanan/nutrisi/gizi, yang dapat mempercepat dan membantu proses perkembangan organ tubuh manusia.

Aisyah (2008:4.32) menjelaskan anak yang sehat adalah anak yang sehat tidak hanya fisik, namun juga psikhisnya. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh gizi dan kesehatan. Anak yang sehat akan mengalami lonjakan perkembangan yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang tidak sehat. Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar.

6. Peran Motorik Halus pada Perkembangan Anak

Sujiono (2005:1.5) menjelaskan beberapa peran motorik halus pada perkembangan anak, antara lain: a) pembiasaan anak untuk senang bergerak akan semakin baik dilakukan saat anak masih kecil (usia TK); b) melalui kegiatan motorik halus akan menghilangkan perasaan takut dan malu pada anak; c) jika anak sejak kecil dibiasakan untuk menggambar atau membuat suatu karya seni sendiri, maka kemungkinan ia semakin tertarik dengan bidang tersebut lebih besar daripada yang tidak pernah mengenalnya; d) seorang anak mempunyai kemampuan motorik yang baik akan mempunyai rasa percaya diri yang besar, contoh: seorang anak yang sedari kecil sudah dapat menggambar, kemudian ia menyenanginya dan mempunyai kemampuan

(10)

menggambar yang lebih baik daripada teman-temannya yang lain, ia akan diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya. Ia akan mempunyai banyak teman dan kegiatannya pun semakin banyak, karena ia akan diajak mengikuti berbagai kegiatan lainnya.

2.1.2 Hakikat Teknik Modeling 1. Pengertian

Modeling adalah salah satu teknik pengubahan perilaku dalam bimbingan konseling yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati siswa yang lain untuk melakukan tingkah laku sesuai yang diharapkan.

Sehubungan dengan hal ini, Husain (2004:11) menjelaskan bahwa “modeling adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati teman melakukan suatu tingkah laku sesuai yang diharapkan, sehingga akhirnya siswa tersebut dapat melakukan kegiatan yang sama sebagaimana yang diamati”. Contoh: seorang siswa yang tidak memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dalam diskusi kelompok, maka dengan melihat temannya yang tampil mendorong dirinya untuk melakukan kegiatan tersebut.

Komalasari, dkk (2011:176) menjelaskan modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan rasa mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisasi berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. Selanjutnya, Purwanto (2012:28) mengemukakan pembentukan perilaku melalui modeling merupakan perbaikan dan pembentukan perilaku melalui kondisioning respons dan kondisioning operan. Dalam modeling perilaku tidak sekedar akibat dari stimulus dan atau penguatnya, tetapi sebenarnya dalam diri individu ada proses mental internal. Proses mental ini akan menentukan apakah perilaku tersebut akan

(11)

diimitasi untuk diinternalisasi atau tidak. Modeling disebut juga observation learning, atau social learning.

Teknik modeling adalah sebuah bentuk pembelajaran keterampilan pengetahuan tertentu yang bisa ditiru dan diamati oleh siswa dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan oleh guru, atau sumber belajar yang ada. Guru memberikan contoh pada permulaan tingkah laku yang diinginkan, pemberian contoh pada awal pembiasaan itu biasanya agak sulit. Namun setelah beberapa kali guru memberi kesempatan kepada siswa untuk meniru sikap yang dicontohkan, apabila siswa menunjukkan sikap sesuai dengan harapan guru, maka guru tidak memberikan contoh lagi.

Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa modeling adalah suatu komponen dari suatu strategi di mana guru akan menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang akan menjadi tujuan pembelajaran anak usia dini. Model yang disediakan dapat berupa yang sesungguhnya (langsung) dan dapat pula secara simbolis. Model yang sesungguhnya adalah orang lain (teman, guru, orang tua). Model simbolis dapat disediakan melalui material tertulis seperti buku pedoman, film, rekaman, audio, slide atau foto. Modeling dapat dengan meminta objek (klien) mengimajinasikan seseorang melakukan tingkah laku yang menjadi target seperti yang dilakukan dalam modeling tersembunyi.

2. Fase-fase Teknik Modeling

Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) menjelaskan empat fase dalam membentuk perilaku modeling, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction phase), dan fase motivasi (motivational phase).

(12)

Fase pertama dalam modeling adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya individu akan memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa yang meniru pakaian, tata rambut, dan sikap bintang film, misalnya. Dalam kelas guru dapat sebagai model siswanya, baik lewat suara, maupun penampilannya.

b) Fase Retensi

Fase ini memberi kesempatan individu terhadap respons model untuk menyimpan aktif apa yang ia peroleh dalam memorinya. Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.

Menurut Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) “Observer who code modeled activities into either words, concise labels, or vivid imagery learns and retain behavior better than those who simply observer or are mentally preoccupied with other maters while watching”. Dari pernyataan Bandura tersebut, terlihat bahwa betapa pentingnya peran kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku.

c) Fase Reproduksi

Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memory membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Telah ditemukan bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam modeling terjadi, tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental.

(13)

Fase reporoduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh subjek atau belum. Kekurangan penampilan hanya akan diketahui, bila individu diminta untuk menampilkan perilakunya. Di sinilah perlunya umpan balik terhadap perilaku yang diharapkan. Umpan balik bukan berfungsi sebagai hukuman, tetapi sebagai upaya sedini mungkin untuk memperbaiki perilaku yang diharapkan. Umpan balik dapat ditujukan kepada perilaku yang benar atau mungkin pada perilaku yang salah (tidak dikehendaki kemunculannya).

d) Fase Motivasi

Fase terakhir dari mengubah perilaku menurut modeling adalah fase motivasi. Pada fase ini individu meniru perilaku model karena ia merasa dengan meniru perilaku tersebut dirinya akan meningkat dan kemungkinan memperoleh penguatan (reinforcement). Penguatan tersebut dapat berupa pujian, sesuatu yang menyenangkan atau yang lain. Pada gilirannya pujian dan sesuatu yang menyenangkan tersebut akan mendorong individu untuk berbuat lagi.

Pada pengembangan keterampilan motorik halus, fase perhatian, melalui media yang disiapkan guru anak memperhatikan contoh yang diberikan berkaitan dengan keterampilan motorik halus. Pada tahap ini pemodelan oleh guru benar-benar dapat menarik perhatian anak.

Fase perhatian berhubungan erat dengan fase retensi, untuk itu guru sebagai model diharapkan dapat memodelkan perilaku yang diharapkan, sehingga anak dapat mewujudkan keterampilan yang diinginkan (keterampilan motorik halus) yakni pada tahap reproduksi. Pada

(14)

fase motivasi, setelah anak dapat melaksanakan perubahan perilaku, maka penguatan dari guru segera diberikan, sehingga anak dapat melakukan keterampilan seperti yang diharapkan.

3. Prinsip-prinsip Teknik Modeling

Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa tipe modeling, yaitu: modeling tingkah laku baru yang dilakukan melalui observasi terhadap model tingkah laku yang diterima secara sosial individu memperoleh tingkah laku baru. Modeling mengubah tingkah laku lama yaitu dengan meniru tingkah laku model yang tidak diterima sosial akan memperkuat/memperlemah tingkah laku tergantung tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Modeling simbolik yaitu modeling melalui film dan televise menyanyikan contoh tingkah laku, berpotensi sebagai sumber model tingkah laku. Modeling kondisioning banyak dipakai untuk mempelajari respons emosional.

Komalasari, dkk (2011:178) mengemukakan prinsip-prinsip modeling, yaitu: a) belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan bisa tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensinya; b) kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model yang ada; c) reaksi-reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati orang lain yang mendekati objek atau situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya; d) pengendalian diri dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman; e) status kehormatan model sangat berarti; f) individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk mencontoh tingkah laku model; g) modeling dapat dilakukan dengan model symbol melalui film dan alat visual lain; h) pada konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas

(15)

meniru perilaku pemimpin kelompok atau peserta lain; i) prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar modifikasi perilaku.

2.2 Hipotesis Tindakan

Berdasar kajian teoretis yang telah dikemukakan, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Jika guru menggunakan teknik modeling, maka keterampilan motorik halus pada anak TK Sakura Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo, dapat ditingkatkan”.

2.3 Indikator Kinerja

Adapun indikator kinerja dalam penelitian adalah apabila 81% . Jika terjadi peningkatan dari jumlah anak yang memiliki keterampilan motorik halus 7 orang (44%) menjadi 13 orang (81%) dari jumlah anak 16 orang.

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan pergaulan yang dilakukann- ya tak berhenti di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, karena itu sebenarnya ko- munikasi dalang yang dilakukannya tak terbatas. Kapan saja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemahaman siswa terhadap konsep materi sudut dengan kemampuan menghitung besar sudut pada segitiga di kelas VII

Dengan melihat hasil pengujian yang diperoleh, maka pembuatan sistem ini telah memenuhi tujuan awal dari penelitian, yaitu membuat sistem navigasi gedung SMK Pancasila

Kader posyandu lansia berkunjung ke rumah lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan

Adapun ketertarikan penulis dalam melakukan penelitian terhadap masalah ini adalah untuk mengetahui implementasi peraturan daerah kabupaten kuantan singingi nomor 1 tahun

Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratnya.. Mengacu pada

Para peneliti juga menemukan bahwa tidak seperti pria, wanita biasanya tidak menambah ukuran dari latihan beban, karena dibandingkan dengan laki- laki, perempuan memiliki