• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAS KABUPAT. Memenuhi Salah. Geografi. Fakultas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAS KABUPAT. Memenuhi Salah. Geografi. Fakultas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

S STRATE PERM K GI SURV MUKIMA KABUPAT Diaju UNIVER VIVAL R AN NELA TEN SUM kan Untuk Menc VI NIRM FA RSITAS M RUMAH T AYAN KE MBAWA k Memen capai Der Fakultas Diajuk INDI DW M: 99.6.10 Ke KULTAS MUHAM 2 TANGGA ECAMAT A NUSA T nuhi Salah rajat Sarja s Geograf kan Oleh : WIPA IND 06.09010 epada S GEOGR MMADIY 009 A NELAY TAN LAB TENGGA h Satu Pers ana S-1 fi DRA .5.0094 RAFI YAH SUR YAN DI K BUHAN ARA BAR syaratan RAKARTA KAWASA BADAS RAT A AN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Sebagai bangsa yang memiliki wilayah laut luas dan daratan yang subur sudah semestinya Indonesia menjadi bangsa yang makmur. Menjadi tidak wajar manakala kekayaan yang demikian besar ternyata tidak dapat mensejahterakan. (Kusnadi, 2003).

Kelautan dan perikanan merupakan salah satu contoh bentuk salah kelola yang ada di negeri ini. Berpuluh-puluh tahun perhatian pada sektor kelautan dan perikanan dikatakan minus. Akibatnya laut dan ikan menjadi kekayaan yang terbengkalai dan ironisnya hanya dinikmati segelintir orang dan bangsa lain yang banyak meraup kenikmatan.

Beruntung rezim orde baru jatuh pada tahun 1998, sehingga muncul kesadaran kelautan pada beberapa orang di negeri ini. Kritik tajam dan arah pada pembangunan yang berorientasi pada daratan menjadi titik pacu pembangunan dunia kelautan. Laut yang selama ini termarginalisasi, hanya dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah, mulai mendapat perhatian baru. Masyarakat di daerah perairan laut yang kenyang kemiskinan, derita keterbelakangan dan kekumuhan lingkungan mendapat injeksi untuk kebangkitan dunia baru.

Tujuan akhir pembangunan nasional adalah tercapainya masyarakat sejahtera adil dan makmur yang merata pada bidang materiil dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Sampai akhir repelita 1 pada pembangunan jangka panjang pertama banyak hasil yang telah dicapai dengan ditandai meningkatnya kesejahteraan dan naiknya tingkat hidup masyarakat pada umumnya (GBHN, 1999). Namun demikian ada sebagian masyarakat yang dirasakan masih tertinggal kesejahteraannya dibanding dengan kelompok masyarakat lain yang salah satunya adalah kelompok masyarakat nelayan. Nelayan yang merupakan sebagian dari sekian banyak tenaga kerja, disamping sebagai faktor produksi juga sebagai sumberdaya manusia dan sebagai sumber pendapatan rumah tangga.

(3)

Desa-desa nelayan adalah wilayah yang merupakan potensi kemiskinan dibanding dengan golongan sosial lainnya, kehidupan sosial nelayan relatif lebih terpuruk. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan para nelayan, tidak mempunyai cukup tanah untuk mendukung keluarganya atau tidak mempunyai akses dalam lapangan pekerjaan di luar pertanian yang dapat memberi penghidupan yang layak.

Kemiskinan kehidupan nelayan tidak lepas dari kebijaksanaan modernisasi peralatan tangkap yang dimulai tahun 1970-an. Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas penangkapan ikan, produksi perikanan dan perbaikan distribusi penghasilan nelayan. Untuk menunjukkan kebijaksanaan tersebut pemerintah sejak tahun 1974 telah mengimplementasikan berbagai program kredit untuk membantu nelayan tradisional. Namun dalam kenyataannya tidak semua nelayan memiliki kesempatan untuk memanfaatkan program kredit tersebut (Dirjen Perikanan 1990).

Akibat dari keadaan tersebut nelayan terlibat dalam jaringan utang-piutang dengan penyedia modal informal. Mereka ini adalah para tengkulak atau pedagang perantara, pedagang ikan, pemilik warung atau rentenir. Dalam banyak hal keterkaitan utang-piutang dengan pemilik modal informal ini tidak menguntungkan nelayan. Kekuasaan modal dan kekuatan monopoli yang dimiliki oleh para pedagang ikan merupakan sarana yang memperlemah posisi tawar menawar nelayan dalam transaksi perdagangan hasil tangkapan mereka. Oleh sebab itu bagi nelayan tradisional tidak ada lagi ruang untuk melepaskan diri dari pengaruh pemilik modal informal mengingat penangkapan ikan memerlukan modal yang tidak sedikit. Ikatan utang-piutang itu merupakan bagian dari mata rantai yang membentuk kemiskinan dikalangan nelayan. Bahkan utang-piutang tersebut akan diwariskan kepada anak-anak nelayan jika orang tua mereka sudah tidak mampu lagi bekerja sebagai nelayan atau sudah meninggal dunia. Kemiskinan dikalangan nelayan memang sangat komplek, disamping karena faktor-faktor siklus alam, keterbatasan sumberdaya manusianya, persaingan dalam penangkapan ikan yang semakin kompetitif, jaringan perdagangan ikan yang menguntungkan pihak produsen, kemiskinan nelayan juga karena dampak kebijakan pembangunan pedesaan. Cara menanggulangi kemiskinan

(4)

nelayan secara nasional dapat dilakukan dengan mengurangi ketergantungan mereka kepada sumberdaya laut. Konversi pekerjaan ini sangat penting untuk mengurangi proses eksploitasi sumberdaya laut yang berlebihan. Ini berarti daerah pedesaan harus banyak tersedia sektor pekerjaan diluar sektor tradisional yang selama ini digeluti oleh nelayan. Penciptaan lapangan kerja baru seperti sektor jasa, perdagangan dan industri rumah tangga sangat dimungkinkan dengan bantuan pemerintah lewat bantuan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Kondisi kemiskinan nelayan ini juga terdapat di kawasan permukiman nelayan di kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat.

Kecamatan Labuhan Badas merupakan salah satu dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa mempunyai rumah tangga penduduk 24.118 jiwa yang mayoritas adalah nelayan dengan jumlah 488 orang, hal ini mencerminkan persentase yang besar antar jumlah nelayan dan jumlah rumah tangga dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Jumlah rumah tangga dan jumlah nelayan di Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga dan Nelayan di Kabupaten Sumbawa Tahun 2006 No Kecamatan Jumlah Rumah

Tangga

Jumlah Nelayan

Jarak dari Pusat Pemerintahan/ Kabupaten (km) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Jereweh Sekongkang Lunyuk Taliwang Brang Rea Seteluk Alas Alas Barat Utan-Rhee Batulanteh Sumbawa Labuhan Badas Moyohilir Moyohulu Ropang Lape-Lopok Plampang Labangka Empang 4137 1274 4478 8746 3325 5887 9575 4539 7858 2333 15464 3744 666 4694 3507 7739 7528 2341 7807 33 22 56 623 - 459 1071 545 658 - - 488 412 - - 561 958 24 857 129 154 95 114 122 97 69 77 47 17 - 8 11 20 39 30 62 79 90 Jumlah 112092 6783

Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2006

Selain itu Kecamatan Labuhan Badas mempunyai topografi datar, dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan air laut yang terdiri dari 7 desa dan

(5)

mempunyai jarak yang bervariasi dengan pusat pemerintahan kecamatan dibandingkan dengan kecamatan lainnya sehingga strategi kelangsungan hidupnya dapat bervariasi berdasarkan dari jauh dekatnya desa tersebut. Jarak Kantor Kecamatan Labuhan Badas dengan Kantor Desa dan Jumlah Nelayan dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2. Jarak Kantor Kecamatan Labuhan Badas dengan Kantor Desa dan Jumlah Nelayan

Kantor Desa Jarak (km) Jumlah nelayan

Badas 2,5 22 Karang Dima 1,2 47 Lab.Sumbawa 3 270 Labuhan Aji 54 9 Sebotok 70 16 Bajo Medang 69,25 100 Bugis Medang 69 24

Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2006

Dengan penduduk yang mayoritas nelayan dan kehidupan yang sangat bergantung dari laut, tekanan terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan terjadi ketika musim barat tiba. Masa-masa ini merupakan masa-masa paceklik, karena nelayan tidak dapat melaut. Nelayan yang memiliki barang-barang berharga yang mereka beli ketika tangkapan membaik, akan dijualnya kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun bagi nelayan yang tidak memiliki barang berharga mereka melakukan peminjaman uang atau barang-barang kebutuhan pokok ke tetangga, teman bahkan pemilik perahu. Dalam masa paceklik tersebut anak-anak dan istri nelayan berusaha untuk bekerja dalam beragam sektor pekerjaan dengan tujuan untuk menambah penghasilan suami dan bapak mereka sehingga dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya perbedaan sosial ekonomi penduduk.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “STRATEGI SURVIVAL RUMAH TANGGA

NELAYAN DI KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA NUSA TENGGARA BARAT”.

(6)

Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang) ?

2. Bagaimana strategi kelangsungan hidup nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang) ?

3. Apakah faktor jarak dari pusat perkembangan wilayah (kecamatan) berpengaruh terhadap strategi kelangsungan hidup nelayan di dua kawasan permukiman nelayan di kecamatan Labuhan Badas ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang).

2. Mengetahui strategi yang diterapkan rumah tangga nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang).

3. Mengetahui pengaruh jarak dari pusat perkembangan wilayah tersebut terhadap strategi kelangsungan hidup kedua kampung nelayan di Kecamatan Labuhan Badas.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk:

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijaksanaan khususnya bagi pemerintah daerah setempat untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi nelayan.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kehidupan di kawasan nelayan dan strategi untuk melangsungkan hidup.

3. Melengkapi syarat akhir dalam ujian tingkat Sarjana di Fakultas Geografi UMS.

(7)

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

Dalam Geografi terpadu (integrated geography) untuk mendekati atau menghampiri masalah dalam geografi digunakan bermacam-macam pendekatan atau hamparan (approach) yaitu pendekatan analisa keruangan, analisa ekologi dan analisa kompleks wilayah. Analisa keruangan merupakan pendekatan geografi yang mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting suatu wilayah. Perhatian pokok analisa keruangan ini adalah penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang akan dirancangkan.Analisa ekologi merupakan pendekatan geografi yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Analisa kompleks wilayah merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi. Dalam analisa ini, wilayah-wilayah tertentu didekati dengan pengertian “areal differentiation”, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah yang lain.

Menurut Bintarto (1987) dalam hubungannya dengan analisa keruangan akan banyak berhubungan dengan beberapa unsur yaitu : (a) unsur jarak, baik jarak absolute maupun jarak relatif, (b) unsur pola atau pattern, (c) unsur site dan situasi yang erat hubungannya dengan sifat dan fungsi sebuah kota, sebuah desa atau wilayah, (d) unsur aksesibilitas yang erat hubungannya dengan topografi dan teknologi dari suatu wilayah tertentu, (e) unsur keterkaitan ini banyak menentukan hubungan fungsional antara beberapa tempat.

Untuk mempertahankan hidup ataupun dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, setiap kelompok masyarakat memiliki kiat-kiat atau disesuaikan dengan faktor-faktor maupun kemampuan yang dimilikinya.

Nooteboom (1977) dalam Gutomo Bayu Aji (1997), mengatakan karena ketidakpastian masa depan yang tidak bisa diramalkan akan mendorong orang untuk mensiasati hidup dalam rangka mengatasi masalah melalui perjuangan hidup. Melalui cara ini perjuangan survival menempati pada tiga level, yaitu: 1). Basic need, 2). Strategi kelangsungan hidup dan 3). Melalui berbagai mekanisme sosial. Strategi apapun yang dikembangkan orang miskin dikatakan akan mempunyai dampak krusial

(8)

tidak hanya terhadap kehidupan mereka , tetapi juga terhadap pembangunan jangka panjang dan keterbelakangan masyarakat. Menurutnya strategi orang miskin berbeda dalam bentuk-bentuk ekonomi, sosial, politik dan demografis.

Leiten (1989) dalam Gutomo Bayu Aji (1997), membagi teori survival menjadi dua model :

1. Model survival (survival model). Model ini dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: a) Terdapat kecenderungan bagi adanya usaha untuk suatu jaminan,

b) Adanya kepercayaan diri pada seseorang terhadap keberadaan tertinggi atau takdir ketika ada pada posisi sulit,

c) Berusaha mencari dukungan secara eksternal,

d) Rumah tangga, desa, kelompok kekerabatan merupakan poin-poin penting dalam prinsip dari referensi,

e) Bentuk-bentuk kerjasama lain mengambil tempat pada poin-poin referensi tersebut.

2. Model emansipasi (emancipation model). Model ini memiliki ciri sebagai berikut: a) Adanya kecenderungan untuk memperbaiki kondisi seseorang,

b) Terdapat pendirian bahwa kegiatan yang dilakukan orang lain turut menentukan posisi orang lain secara luas,

c) Adanya keyakinan untuk mengubah aksi-aksi seseorang dengan aksi-aksi orang lain dan

d) Mengakui adanya kerjasama dengan yang lain untuk suatu dukungan bersama. Suparlan (1994) mengatakan bahwa keterlibatan golongan yang berpenghasilan rendah dalam aktivitas ekonomi merupakan upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Scott (1976) juga mengemukakan bahwa masyarakat golongan ekonomi lemah harus meraih kesempatan yang ada. Kesempatan ini dimaksudkan sebagai strategi untuk bertahan hidup dengan pilihan berupa : mempekerjakan semua anggota keluarga, mengesampingkan kewajiban-kewajiban seremonial yang dihargai, bermigrasi, bekerja atas dasar bagi hasil, minta belas kasihan orang lain dan menjadi anak buah seorang tuan tanah.

Baheri (1996) dalam penelitiannya yang berjudul ”Kemiskinan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Desa Pantai Kecamatan Lasolo Kabupaten

(9)

Kendari Sulawesi Tengah” bertujuan: 1) Mengetahui tingkat sosial ekonomi keluarga nelayan, 2) Mengetahui strategi yang digunakan untuk mempertahankan hidup di daerah penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan jenis strategi yang digunakan. Data sekunder terdiri dari data kependudukan dan peta-peta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Tingkat sosial ekonomi keluarga nelayan di daerah penelitan adalah rendah 2). Pada musim paceklik rumah tangga nelayan menempuh strategi hubungan dengan pemilik modal (tengkulak) dan meminjam kepada keluarga rumah tangga lain, memelihara ternak dan unggas belum dimanfaatkan oleh rumah tangga miskin.

Muntiyah (1996) dalam penelitiannya yang berjudul ”Strategi Kelangsungan Hidup Rumah Tangga Miskin Desa Cinderejo Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul”, bertujuan : 1). Mengetahui tingkat status sosial ekonomi penduduk di desa cinderejo, 2). Mengetahui strategi kelangsungan hidup yang dilakukan penduduk di desa Cinderejo.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan jenis strategi yang digunakan. Data sekunder terdiri dari data kependudukan dan peta-peta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Tingkat sosial ekonomi penduduk desa Cinderejo sebagian besar adalah rendah 2). Strategi yang digunakan penduduk untuk kelangsungan hidupnya adalah dengan memperpanjang jam kerja, melakukan mobilitas dan memanfaatkan sumber lain.

Adapun secara singkat perbandingan penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut:

Tabel 1.3. Perbandingan Penelitian Sebelumnya

Penulis Baheri (1996) Muntiyah 1996 Vindi D.I 2009

(10)

Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Desa Pantai Kecamatan Lasolo Kabupaten Kendari Sulawesi Tengah

hidup Rumah Tangga Miskin Desa Cinderejo Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul

Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

Tujuan -Mengetahui tingkat sosial ekonomi keluarga nelayan.

-Mengetahui strategi yang

digunakan untuk mempertahankan hidup di

daerah penelitian.

- Mengetahui tingkat status sosial ekonomi penduduk di desa Cinderejo -Mengetahui strategi kelangsungan hidup yang dilakukan penduduk di desa Cinderejo.

1) mengetahui karakteristik sosial ekonomi nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang), 2) mengetahui strategi yang diterapkan rumah tangga nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas (Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang) dan 3) mengetahui pengaruh jarak dari pusat perkembangan wilayah tersebut terhadap strategi kelangsungan hidup kedua kampung nelayan di Kecamatan Labuhan Badas. Data umur, tingkat pendidikan,

mata pencaharian, tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan jenis strategi

umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian,

tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan jenis strategi

umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian. tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan jenis strategi

Metode Survei Survei survei

Hasil 1). Tingkat sosial ekonomi keluarga nelayan di daerah penelitian adalah rendah 2). Pada musim paceklik rumah tangga nelayan menempuh strategi menempuh hubungan dengan pemilik modal (tengkulak) dan meminjam kepada keluarga rumah tangga lain, memelihara ternak dan unggas belum dimanfaatkan oleh rumah tangga miskin.

1). Tingkat sosial ekonomi penduduk desa Cinderejo sebagian besar adalah rendah 2). Strategi yang digunakan penduduk untuk kelangsungan hidupnya adalah dengan memperpanjang jam kerja, melakukan mobilitas dan memanfaatkan sumberlain.

1)karakteristik sosial ekonomi nelayan di daerah penelitian adalah sebagai berikut: a.nelayan sebagian besar berumur produktif. b. Sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga nelayan adalah SMP. c. Nelayan sebagian besar mempunyai tanggungan keluarga <3 orang. 2) strategi untuk kelangsungan hidup yang diterapkan rumah tangga nelayan Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang adalah arisan. 3) strategi kelangsungan hidup antara kampung yang dekat (Desa Labuhan Sumbawa) dan yang jauh (Desa Bajo Medang) dari pusat kecamatan, yaitu semakin dekat dengan pusat perkembangan semakin banyak strategi yang dilakukan.

1.6. Kerangka Pemikiran

Bermacam-macamnya strategi kelangsungan hidup yang digunakan dan secara umum strategi yang digunakan yang ada di daerah penelitian adalah 1) mencari bantuan pada pihak-pihak lain seperti meminjam pada tengkulak, arisan, bantuan tetangga dan keluarga, 2). Penghematan antara lain pengeluaran pangan dan non pangan, 3) Pemanfaatan waktu luang seperti berkebun dan memelihara ternak, 4) Menambah anggota keluarga yang bekerja. Strategi tersebut sebagai alternatif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi yang dialaminya dinilai bertendensi dalam mengubah kondisi-kondisi kehidupan nelayan lebih baik. Hal ini dimungkinkan

(11)

karena selain dapat meningkatkan kondisi kehidupan nelayan menjadi lebih baik juga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga .

Bentuk-bentuk strategi tersebut merupakan akumulasi cara yang tergolong agak mudah untuk dilakukannya. Selain itu perlu ditambah dengan pendidikan keterampilan (skill) nelayan lewat pelatihan-pelatihan dalam upaya diversifikasi kegiatan usaha yang tujuannya adalah agar terjadi efesiensi dan effektifitas berproduksi secara memadai dan memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Selain itu perlu dilakukan pemberian modal dengan kredit ringan dalam rangka motorisasi alat tangkap nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan. Adapun secara ringkas dari uraian di atas dapat dilihat dalam diagram alir sebagai berikut:

Desa Labuhan Sumbawa Desa Bajo Medang

Kondisi sosial ekonomi nelayan - Rendah - Sedang - Tinggi Faktor internal : - Pendapatan - Pendidikan - Jumlah anggota keluarga - Peralatan Variasi strategi kelangsungan hidup: - mencari bantuan pada

pihak-pihak lain. meminjam, arisan. - Pengaturan pola

konsumsi

Faktor eksternal: - Jarak dengan pusat

perkembangan - Transportasi - Frekwensi ke kota

(12)

Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian Sumber: Penulis 2009

1.7. Hipotesa Penelitian

1. Karakteristik nelayan di Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang adalah: a. Nelayan sebagian besar berumur produktif

b. Sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga nelayan adalah SD c. Para nelayan sebagian besar mempunyai tanggungan keluarga > 3

2. Strategi untuk kelangsungan hidup yang diterapkan rumah tangga nelayan Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang adalah pemanfaatan anggota keluarga.

3. Terdapat perbedaan strategi kelangsungan hidup antara kampung yang dekat (Desa Labuhan Sumbawa) dan yang jauh (Desa Bajo Medang) dari pusat kecamatan, yaitu semakin dekat dengan pusat perkembangan semakin banyak strategi yang dilakukan.

Variasi strategi kelangsungan hidup di daerah penelitian

(13)

1.8. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat untuk pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dalam pelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik penduduk nelayan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan strategi kelangsungan hidup yang digunakan. Data sekunder terdiri dari kepadatan penduduk, mata pencarian penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Adapun langkah-langkah penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan daerah penelitian

Pemilihan daerah penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan daerah dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kecamatan Labuhan Badas merupakan kecamatan dengan tingkat mata pencaharian penduduk sebagai nelayan cukup tinggi terutama di desa Labuhan Sumbawa dan desa Bajo Medang yang merupakan rencana lokasi penelitian.

b. Adanya variasi antar kampung nelayan berdasarkan pada jarak dari pusat perkembangan wilayah (kecamatan). Variabel ini dijadikan pertimbangan karena jarak merupakan faktor yang juga menentukan dalam melakukan frekwensi aktivitas survival ke pusat perkembangan (kecamatan)

c. Adanya perbedaan kemampuan sosial ekonomi antar kampung nelayan. 2. Penentuan responden

Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang mata pencaharian utamanya sebagai nelayan

3. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Proporsional

Rondom sampling. Pengambilan sampel dilakukan di dua wilayah yang diteliti,

(14)

(kecamatan) serta mempunyai jumlah nelayan yang besar, yaitu Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang. Jumlah populasi nelayan di dua desa tersebut adalah 370 kepala keluarga (KK), yang terbagi menjadi 270 kepala keluarga (KK) di Labuhan Sumbawa dan 100 kepala keluarga (KK)di Bajo Medang sedangkan sampel yang diambil adalah sebanyak 50 % dari seluruh jumlah populasi. Jadi dengan demikian jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 185 kepala keluarga (KK) nelayan, yang terdiri 135 KK di desa Labuhan Sumbawa dan 50 KK di desa Bajo Medang. Seperti yang terdapat dalam tabel 1.4 berikut ini:

Tabel 1.4 Jumlah dan Besar Sampel Kepala Keluarga

No Nama Desa Jumlah Kepala

Keluarga (KK) Besar Sampel 50 % 1. 2. Labuhan Sumbawa Bajo Medang 270 100 135 50 Jumlah 370 185

Sumber: Kecamatan Labuhan Badas Dalam Angka Tahun 2006 4. Analisa Data

Analisa data dimaksudkan untuk menyederhanakan bentuk agar mudah di interpretasi. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tabel frekwensi. Tabel frekwensi digunakan untuk menjawab hipotesa 1,2 dan 3, sekaligus digunakan sebagai dasar untuk pengklasifikasian kelas karakteristik sosial ekonomi nelayan (tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga). Pengklasifikasian kelas karakteristik sosial ekonomi didasarkan pada jumlah frekwensi terbanyak dikurangi jumlah frekwensi terkecil dibagi tiga, yang kemudian dikelaskan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Adapun contoh dari tabel tersebut frekwensi adalah sebagai berikut:

Tabel 1.5 Contoh Tabel Frekwensi

Variabel Jumlah (f) % A X

B Y

(15)

5. Analisa Geografi

Analisa geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa diskriptif, yaitu analisa yang memberikan penjelasan-penjelasan terhadap fenomena-fenomena/karakteristik yang terkait dengan pendekatan keruangan dan ekologi. Hal ini terutama terhadap peta yang digunakan menyangkut kondisi wilayah yang dimungkinkan mempengaruhi penduduk untuk menjadi ataupun tidak menjadi seorang nelayan.

1.9.Batasan Operasional

Rumah tangga adalah seseorang atau kelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh rumah dan makan dari suatu dapur yang sama (Baheri, 1996)

Anggota rumah tangga adalah seluruh jiwa yang biasanya tinggal dalam rumah tangga dan tidak pergi selam 6 bulan lamanya (Baheri, 1996).

Kepala Rumah tangga adalah seseorang dari anggota rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari pada keluarga tersebut (Baheri, 1996). Nelayan adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan

ikan atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya akan dijual (Dirjen Perikanan, 1990).

Tingkat pendapatan adalah penghasilan rata-rata sebulan yang diperoleh kepala rumah tangga baik dari pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan (Muntiyah, 1996).

Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang mempunyai alokasi terbanyak jika terdapat alokasi waktu yang sama maka pekerjaan utama adalah pekerjaan yang memberikan kontribusi terbesar dari total pendapatan (Muntiyah, 1996) Strategi survival adalah segala cara yang dilakukan rumah tangga beserta keluarganya

untuk bertahan hidup (Baheri, 1996).

Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang tidak mempunyai cukup tanah untuk mendukung keluarganya atau tidak mempunyai akses dalam lapangan pekerjaan di luar pertanian yang dapat memberi penghidupan yang layak (Baheri 1996).

(16)

Musim Barat atau paceklik panjang adalah suatu musim yang disebabkan oleh perubahan alam sehingga kegiatan ekonomi nelayan terhenti (Baheri, 1996).

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga dan Nelayan di Kabupaten Sumbawa Tahun 2006
Tabel 1.2. Jarak Kantor Kecamatan Labuhan Badas dengan Kantor Desa dan Jumlah  Nelayan
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian  Sumber: Penulis 2009
Tabel 1.4 Jumlah dan Besar Sampel Kepala Keluarga   No Nama  Desa  Jumlah Kepala

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari permasalahannya tersebut terdapat pada peserta didik SMP PERINTIS 2 Bandar Lampung yang mengalami perilaku membolos khususnya kelas VIII, sehingga diperlukan

 Normal : Menampilkan secara lengkap outline presentasi, isi slide dan catatan pada slide tersebut Slide Sorter : Menampilkan secara keseluruhan dari slide yang Anda buat dalam

 Salinan Laporan Kerja Praktek berupa fotokopi harus dilakukan pada jenis kertas HVS yang sama dengan naskah aslinya..  Khusus untuk lembar halaman Judul Laporan

Ruang Kelas Baik 6.669 Ruang Kelas Rusak Ringan 19.442 Ruang Kelas Rusak Sedang 2.971 Ruang Kelas Rusak Berat 2.650 Ruang Kelas Rusak Total 2.490. Ruang Kelas

siswa menunjukkan hasil kompetensi kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, hal itu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan sehingga terdapat

1 4 Maret 2009 Diklat BKD Pemkab Badung Jl.Balai Diklat Sempidi Badung -Bali 35 21 April 2009 2 4 Maret 2009 PSIK Jl.Letjen Suprapto Komp.. Jenderal Gatot

Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan fungsional. Tubuh manusia, misalnya, terdiri dari berbagai bagian-bagian yang masing-masing

Buruh berwenang sepenuhnya dalam memutuskan hubungan kerja dengan pesetujuan pihak majikan, dan itu dapat dilakukan setiap saat. Dalam hal ini kedua belah pihak