• Tidak ada hasil yang ditemukan

DELIGNIFIKASI LIGNOSELULOSA DAUN TEBU MENGGUNAKAN ASAM SULFAT ENCER DENGAN VARIASI RASIO SOLID/ASAM DAN WAKTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DELIGNIFIKASI LIGNOSELULOSA DAUN TEBU MENGGUNAKAN ASAM SULFAT ENCER DENGAN VARIASI RASIO SOLID/ASAM DAN WAKTU"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DELIGNIFIKASI LIGNOSELULOSA DAUN TEBU MENGGUNAKAN ASAM SULFAT

ENCER DENGAN VARIASI RASIO SOLID/ASAM DAN WAKTU

DELIGNIFICATION OF SUGARCANE LEAF USING DILUTE SULFURIC ACID IN

SOLID/ACID RATIO AND TIME

Jimmy1, Tri Poespowati1, Sidik Noertjahjono2 1

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Malang 2

Jurusan Teknik Eleltro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Malang Jl. Bendungan Sigura-gura No 2 Malang 65145, Telp. 0341-551431

Email :j_roring@yahoo.com

Abstrak.Salah satu biomassa yang dapat dipertimbangkan sebagai feedstock energi adalah limbah

pertanian daun tebu.Limbah daun tebu mengandung selulosa cukup tinggi yang dapat dikonversi menjadi gula yang kemudian difermentasi menjadi etanol atau bioetanol generasi kedua. Pertimbangan lain adalah karena bioetanol yang diproduksi dari biomassa generasi pertama sudah harus ditinggalkan karena bersaing dengan bahan pangan seperti jagung dan singkong. Keberadaan hemiselulosa dan lignin akan menurunkan efisiensi hidrolisis sehingga diperlukan pretreatment bahan baku.Perlakuan ini bertujuan melepaskan selulosa dan hemiselulosa dari lignin yang mengikatnya (delignifikasi).Selain mampu menghancurkan dinding sel lignin, larutan asam sulfat ini dapat melarutkan hemiselulosa. Proses ini dilakukan pada temperatur 1210C dalam autoklaf. Variasi kondisi operasi adalah rasio serbuk daun tebu dan larutan asam sulfat yang selanjutnya disebut rasio solid/asam (1:20; 1:22; 1:24; 1:26; 1:30), waktu operasi (10, 20, 30 menit) dan konsentrasi asam sulfat (2,2%; 2,5%). Produk yang dihasilkan adalah serbuk daun tebu dengan kandungan selulosa yang tinggi dan kandungan hemiselulosa yang menurun.Delignifikasi asam sulfat encer memberikan hasil penurunan kadar hemiselulosa yang cukup signifikan. Pretreatment delignifikasi asam sulfat encer dipengaruhi oleh rasio serbuk daun tebu dan volume larutan asam sulfat encer.Semakin banyak larutan asam yang digunakan, semakin besar pula hemiselulosa yang dapat dipisahkan.Semakin lama waktu pretreatment, semakin banyak hemiselulosa yang berhasil dihilangkan.Penggunaan larutan asam sulfat 2,2% memberikan hasil lebih baik daripada larutan asam sulfat 2,5% selama proses pretreatment.Kadar kehilangan hemiselulosa (% removal) terbesar (77,8%) diperoleh dari rasio solid/asam 1:26 dengan waktu pretreatment 30 menit dan larutan asam sulfat 2,2%.

Kata kunci: daun tebu, delignifikasi, rasio solid/asam, waktu, kehilangan hemiselulosa

Abstract. One of biomass that can be considered as an energy feedstock is of agricultural waste sugar

cane leaves. Sugarcane leaves contain high cellulose that can be converted into sugars that are then fermented into ethanol. Another consideration is that bioethanol produced from biomass first generation had to be abandoned because of edible feedstock. The existence of hemicellulose and lignin will decrease the efficiency of hydrolysis. This treatment aims to release the cellulose and hemicellulose from the lignin which binds (delignification). Beside an ability to degrade lignin cell wall,sulfuric acid solution can dissolve hemicellulose. This process is carried out at 1210C in an autoclave. Variation is the ratio of operating conditions sugarcane leaf powder and sulfuric acid solution which is referred to as the solid/acid (1:20; 1:22; 1:24; 1:26; 1:30), operating time (10, 20, 30 minutes) and the concentration of sulfuric acid (2.2%; 2.5%). The resulting product is a sugarcane leaf powder with a high content of cellulose and minimumhemicellulose content. Dilute sulfuric acid delignification results hemicellulose levels decrease significantly. Delignification dilute sulfuric acid pretreatment are influenced by the ratio solid/acid. The more the acid solution is used, the greater the hemicellulose can be separated. The longer the pretreatment time, the more successful hemicellulose is removed. The use of 2.2% sulfuric acid solution gives better results than the 2.5% during the pretreatment process. Maximum hemicelluloseremoval(77.8%) was obtained from the solid/acid ratio pretreatment 1:26 in 30 minutes and a 2.2%solution of sulfuric acid.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu biomassa yang dapat dipertimbangkan sebagai feedstock energi adalah limbah pertanian daun tebu.Limbah daun tebu mengandung selulosa cukup tinggi yang dapat dikonversi menjadi gula yang kemudian difermentasi menjadi etanol atau bioetanol generasi kedua. Pertimbangan lain adalah karena bioetanol yang diproduksi dari biomassa generasi pertama sudah harus ditinggalkan karena bersaing dengan bahan pangan seperti jagung dan singkong. Penelitian ini bertujuan untuk delignifikasi lignoselulosa daun tebu dalam rangka mendapatkan kondisi operasi yang

optimal pengurangan kadar

hemiselulosa.Batasan utama yang menjadi penghambat produksi etanol dari limbah pertanian adalah ikatan fisika dan kimia antara lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) pada dinding sel serta kristalinitas selulosa.Lignin membentuk lapisan pelindung yang melapisi selulosa dan hemiselulosa

sehingga menghalangi degradasi

enzimatik.Keberadaan hemiselulosa dan lignin akan menurunkan efisiensi hidrolisis sehingga diperlukan pretreatment untuk mengurangi kadar kedua komponen tersebut sebelum dilakukan hidrolisis enzimatik.Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang konversi biomassa berselulosa menjadi gula dan/atau etanol dengan berbagai metode pretreatment bahan baku. Penelitian dibatasi pada optimasi pembentukan bahan baku berkadar selulosa tinggi.

Akhanksha (2014) melakukan penelitian mengenai konversi biomassa lignoselulosa sorghum menggunakan pretreatment asam sulfat untuk mempermudah proses hidrolisis enzim pada tahap selanjutnya. Efisiensi proses dievaluasi berdasarkan banyaknya gula reduksi yang terbentuk. Biomassa yang sudah dipretreatment dengan kondisi optimum (0,37% (v/v) H2SO4 dengan 16% loading sorghum pada 1500C selama 15 menit) dapat menghasilkan

gula reduksi 0,408 g/ g biomassa hasil pretreatment, setelah hidrolisis enzim selama 48 jam pada 20 FPU/g dari solid 10% loading. Pretreatment ini secara parsial akan melepas hemiselulosa yang meningkatkan efisiensi hidrolisis mencapai 66,74%. Kandungan selulosa setelah pretreatment pada kondisi optimum meningkat 43,37%, sedangkan kandungan hemiselulosa turun 34,26%. Proses ini efektif dan efisien karena kondisi operasinya lunak, hidrolisis langsung hemiselulosa dan produksi inhibitor rendah.

Zhang (2013) menggunakan bahan baku kayu fir dengan pretreatment asam sulfat encer (diluted acid/ DA) dan pretreatment sulfit untuk mengatasi penghalang pada lignoselulosa (SPORL). Pretreatment DA melepaskan hampir semua hemiselulosa, sedangkan SPORL pada pH 4,5 melepaskan sejumlah besar lignin (20-25%). Namun keduanya memberikan daya cerna sakarifikasi enzimatik (Substrate Enzymatic Digestibility/SED) yang rendah.DA memberikan nilai SED 25-40% sedangkan SPORL memberikan nilai SED seiktar 27%.Kombinasi keduanya melepas sekitar 90% hemiselulosa dan 10-20% lignin, dengan nilai SED 50-60%.

Anwar (2012) menggunakan sekam padi sebagai bahan baku yang dipretreatment menggunakan asam sulfat encer. Larutan asam sulfat 1,5% pada 1000C selama 30 menit memberikan hasil optimum. Selama hidrolisis enzimatik 16,52 mg/mL glukosa dihasilkan menggunakan 1 mL beban enzimatik pada 500C selama 72 jam hidrolisis.

Boopathy (2007, 2008) melakukan penelitian tentang produksi cellulosic bioethanol dari daun tebu dan bagas tebu tanpa melalui proses hidrolisis enzim. Variabel yang dilakukan adalah pretreatment dengan menggunakan hidrogen peroksida-alkali dan asam sulfat. Kondisi operasi optimum adalah pretreatment dengan hidrolisis asam berpengaduk dengan konsentrasi asam 0,8 M, waktu hidrolisis 24 jam, dan lama fermentasi 12 hari untuk daun tebu dan

(3)

18 hari untuk bagas. Etanol yang dihasilkan dari daun tebu adalah 335,67 mg/liter dan dari bagas menghasilkan 395,5 mg/liter etanol. Thongkhew (2011) melakukan hidrolisis enzimatik pada substrat daun tebu, setelah perlakuan pretreatment dengan 3% asam sulfat pada suhu 350C selama 48 jam dan konsentrasi enzim 10 FPU/gram substrat, dihasilkan 13,52 gr/liter glukosa.

Hidrolisis enzimatik bagas tebu juga dilakukan oleh Gunam (2011), sebelumnya digunakan hidrogen peroksida untuk delignifikasi. Kondisi optimal yang diperoleh adalah suhu 500C, jenis enzim selulase kasar dari Aspergillus niger, pH 4,8 selama 120 jam. Gula reduksi yang dihasilkan sejumlah 54,47 mg/100 mL. Betancur (2010) mempelajari produksi bioetanol dari ampas tebu dengan dua perlakuan utama yaitu mencari kondisi optimum hidrolisis asam, dan kondisi optimum fermentasi. Kondisi optimum tersebut adalah konsentrasi asam 1,09% (v/v) atau 0,2 M, rasio solid:liquid 1:2,8 (g:ml), dan waktu hidrolisis 27 menit pada suhu 1210C. Kondisi ini menghasilkan xilosa sebesar 50 g/L. Waktu fermentasi optimal untuk menghasilkan 20 g/L etanol adalah 40 jam. Metode ini membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dari pada penelitian Boopathy (2008).

BAHAN DAN METODE Alat

Beberapa alat yang digunakan antara lain :hot plate magnetic stirrer, labu leher tiga, pendingin balik, autoklaf, oven dan furnace.

Bahan

Bahan baku berupa daun tebu diambil dari perkebunan tebu di kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Daun tebu kering dihancurkan menggunakan grinder (disc mill) dan diayak dengan ukuran lolos 60 mesh dan tertahan 80 mesh, selanjutnya dikeringkan dalam

oven hingga berat konstan untuk menghilangkan kadar air dan dibungkus dalam plastik HDPE tertutup hingga penggunaan selanjutnya. Pretreatment asam sulfat encer menggunakan asam sulfat pure analysis (p.a.) dari Merck. Prosedur Penelitian

Perlakuan ini bertujuan melepaskan selulosa dan hemiselulosa dari lignin yang mengikatnya (delignifikasi).Larutan asam sulfat ini sekaligus dapat melarutkan hemiselulosa. Proses ini dilakukan pada temperatur 1210C dalam autoklaf. Variasi kondisi operasi adalah rasio serbuk daun tebu dan larutan asam sulfat yang selanjutnya disebut rasio solid/asam (1:20; 1:22; 1:24; 1:26; 1:30), waktu operasi (10, 20, 30 menit) dan konsentrasi asam sulfat (2,2%; 2,5%).Produk yang dihasilkan adalah serbuk daun tebu dengan kandungan selulosa yang tinggi dan kandungan hemiselulosa yang menurun. Analisis yang dilakukan meliputi kadar Hot Water Soluble (HWS), hemiselulosa, selulosa, lignin dan abu. HASIL DAN PEMBAHASAN

Delignifikasi asam sulfat encer ini bertujuan melepaskan selulosa dan hemiselulosa

dari lignin yang mengikatnya

(delignifikasi).Larutan asam sulfat ini diharapkan sekaligus dapat melarutkan hemiselulosa. Hasil analisis awal daun tebu menunjukkan komposisi sebagai berikut : hot water soluble 23%, hemiselulosa 27%, selulosa 33%, lignin 15% dan abu 2%.

Melalui Gambar 1 dan Gambar 3, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pretreatment menunjukkan bahwa kadar hemiselulosa cenderung menurun dengan waktu 30 menit memberikan kadar hemiselulosa yang paling kecil (kurang dari 10%). Proses difusi hemiselulosa akan meningkat dengan semakin lamanya waktu kontak dengan pelarutnya selama kelarutan masih belum maksimal. Tujuan utama proses ini adalah degradasi dinding lignin

(4)

hemiselulosa.Proses pretreatment yang dilakukan kurang maksimal karena masih ada hemiselulosa yang terjebak dan tidak larut dalam asam sulfat. Ada 2 kemungkinan penyebab, kelarutan hemiselulosa yang terbatas dalam asam sulfat atau masih banyak hemiselulosa yang terjebak dalam dinding lignin.Apabila dibandingkan antara pretreatment menggunakan dua konsentrasi asam yang berbeda, diperoleh bahwa larutan asam sulfat 2,2% memberikan hasil yang lebih baik karena larutan asam sulfat pada konsentrasi tertentu akan menghidrolisis selulosa disamping melarutkan hemiselulosa. Kehilangan selulosa karena hidrolisis akan menurunkan kadar selulosa dan meningkatkan kadar lignin dalam produk.Rasio solid/asam dapat dikatakan tidak berpengaruh pada waktu proses 10 dan 20 menit. Namun pada saat 30 menit, pengaruhnya cukup signifikan yang ditunjukkan dengan penurunan kadar hemiselulosa mencapai sekitar 10%.Pada

Gambar 2 dapat dilihat bahwa

kadarhemiselulosa optimum dihasilkan dari rasio solid/asam 1:26. Pada rasio yang lebih besar cenderung terjadi penurunan meskipun tidak signifikan.Semakin besar rasio solid/asam mengindikasikan semakin banyak asam sulfat encer yang digunakan dan diharapkan semakin besar juga kemampuan delignifikasi dan semakin banyak hemiselulosa yang terlarut. Pada kondisi ini, kadar hemiselulosa relatif kecil

dibandingkan variasi yang lain. Apabila dikaji dari sudut kehilangan

hemiselulosa seperti disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 4, dapat disimpulkan bahwa dari semua rasio yang digunakan, kehilangan hemiselulosa terbesar terjadi pada rasio solid/asam 1:26 dengan waktu pretreatment 30 menit. Pada konsentrasi asam sulfat 2,2%, diperoleh kehilangan hemiselulosa hampir 80% sedangkan pada konsentrasi asam sulfat 2,5% diperoleh kehilangan hemiselulosa mencapai hampir 70%.

(5)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Pretreatment delignifikasi asam sulfat encer dipengaruhi oleh rasio serbuk daun tebu dan volume larutan asam sulfat encer. Semakin banyak larutan asam yang digunakan, semakin besar pula hemiselulosa yang dapat dipisahkan.

2. Semakin lama waktu pretreatment, semakin banyak hemiselulosa yang berhasil dihilangkan.

3. Penggunaan larutan asam sulfat 2,2% lebih baik daripada larutan asam sulfat 2,5% selama proses pretreatment.

4. Kadar kehilangan hemiselulosa (% removal) terbesar (77,8%) diperoleh dari rasio solid/asam 1:26 dengan waktu pretreatment 30 menit dan larutan asam sulfat 2,2%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akhanksha, K., A. Prasad, R.K. Sukumaran, M. Nampoothiri K, A. Pandey, Rao S S, P. Binod (2014). “Dilute Acid Pretreatment and Enzimatic Hydrolysis of Shorghum Biomass for Sugar Recovery – A Statistical Approach”. Indian Journal of Experimental Biology, Vol. 52, November 2014, pp. 1082-1089.

2. Anwar, Zahid., M. Gulfraz, M. Imran,

M.Javaid Asad, A. I. Shafi, P.Anwar, R. Qureshi (2012). “Surface Methodology fo

Bioethanol Production from cellulosic

Biomass of Rice Polish”. Pak. J. Bot., 44(1) : 169-176.

3. Betancur, Gabriel J. Vargas and Pereira Jr., Nei (2010). “Sugar cane bagasse as feedstock for second generation ethanol production. Part I: diluted acid pretreatment

optimization.” Electronic Journal of

Biotechnology, Vol.13(3).

4. Betancur, Gabriel J. Vargas and Pereira Jr., Nei. (2010). “Sugar cane bagasse as feedstock for second generation ethanol

production. Part II: Hemicellulose

Hydrolysate Fermentability.” Electronic

Journal of Biotechnology, Vol. 13(4). 5. Boopathy, R. and Dawson, L. (2007). “Use

of post-harvest sugarcane residue for ethanol production,” Bioresource Technology 98, 1695-1699.

6. Boopathy, R. and Dawson, L. (2008).

“Cellulosic Ethanol Production From

Sugarcane Bagasse Without Enzymatic Saccharification.” Bioresource 3(2), 245-460.

7. Gunam, I. B. W., Wartini N. M., Anggreni A. A. M. D., dan Suparyana P. M. (2011). “Delignifikasi Ampas Tebu Dengan Larutan

Natrium Hidroksida Sebelum Proses

Sakarifikasi Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar Dari Aspergillus Niger Fnu 6018.” LIPI Teknologi Indonesia Vol.34, 24-32.

8. Haris, Mulyadi Abdul (2005). “Proses

Pretreatment Biomassa Lignoselulosa

Sebagai Bahan Baku Bioethanol”. Seminar Nasional Proseding Teknoin

9. Thongkheaw, S., Pitiyont, B. (2011). “Enzymatic Hydrolysis of Acid-Pretreated Sugarcane Shoot.” World Academy of Science, Engineering and Technology 60, 454-458.

10. Ye, Sun., Jay, Cheng J. (2005) “Dilute Acid

Pretreatment Of Tye Straw and

Bermudagrass For Ethanol Production” Bioresource technology

11. Zhang, Chao., Lei, Xiaochum., Scott,

Tim.C., Zhu, J.Y., Li, Kecheng.

(2013). ”Comparison Of Dilute Acid and

Sulfite Pretreatment For Enzymatic

Saccharification Of Earlywood and

Latewood Of Douglass Fir”, Spinger Science and Business media New York 12. Zheng, Y., Pan, Z., Zhang, R., (2009).

“Overview Of Biomass Pretreatment For Cellulosic Ethanol Production.” Int J Agric & Biol Eng, Vol 2(3), 51-68.

13. Zhu, JY., Wang, G.S., Pan, X.J. (2009). “Sulfite PretreatmentFor Robust Enzymatic Saccharification Of Spurce and Red Pine”. Bioresource Technology 100: 2411-2418

(6)

14. Zhu, WenYuan., Zhu, J.Y., Chen, Kefu.

(2011) “Effects Of Removal Of

Hemicelluloses and Lignin During SPORL Pretreatment On Enzimatic Saccharification” From Aspen Chips process ding Of the 16 th ISWFPC

Referensi

Dokumen terkait

Verifier 3.4.1. Ketersediaan prosedur identifikasi flora dan fauna yang dilindungi dan/atau langka, jarang, terancam punah dan endemik mengacu pada

Pemberian wasiat ini sebesar-besarnya sepertiga tetapi tidak ada penjelasan tersurat mengenai sampai mana batasan sepertiga tersebut, hanya secara tersirat dapat

Jika semua tingkat pencengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada tingkat pengenceran terendah yang

Culpeper (1996) mengembangkan konsep strategi ketidaksantunan sebagai strategi yang berlawanan dengan strategi kesantunan menurut Brown dan Levinson(1987), yaitu strategi

Tinggi dari lantai ke plafon yaitu m dan "uga menggunakan dinding masif+ S$''$ng lo))y Menggunakan  pencahayaan  buatan yang  berasal dari lampu H)

Nilai TSR optimum dan koefisien daya maksimum berada pada kecepatan turbin yang bervariasi pada setiap variasi kecepatan angin, sehingga bila kita ingin mendapatkan daya output

Waktu optimal yang dibutuhkan untuk menunda investasi dengan menggunakan metode Fuzzy Real Option dapat dilakukan dengan cara mencari nilai maksimum dari semua nilai call option