• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) OLEH: FITRI HANDAYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) OLEH: FITRI HANDAYANI"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

BERDASARKAN KARAKTERISTIK PERAWAT, ORGANISASI,

DAN SIFAT DASAR PEKERJAAN DI UNIT RAWAT INAP

RUMAH SAKIT AL-ISLAM BANDUNG PADA PERIODE 2012-2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)

OLEH:

FITRI HANDAYANI

1112101000002

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M / 1438 H

(2)
(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, April 2017

Fitri Handayani, NIM: 1112101000002

Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Perawat, Organisasi, dan Sifat Dasar Pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016

(xxii + 150 halaman, 22 tabel, 1 grafik, 1 bagan, 3 gambar, 3 lampiran)

ABSTRAK

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Penerapan program keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah dilaksanakan sejak tahun 2010. Namun, berdasarkan laporan insiden keselamatan pasien (IKP) Komite Keselamatan Pasien tercatat pada tahun 2013 terdapat sebanyak 108 insiden yang di antaranya terdiri dari 18 kasus KTD, 16 kasus KNC, dan 72 kasus KTC. Tahun 2014 tercatat sebanyak 129 insiden yang di antaranya terdiri dari 9 kasus KTD, 23 kasus KNC, dan 96 kasus KTC. Tahun 2015 tercatat sebanyak 105 insiden yang di antaranya terdiri dari 28 kasus KTD, 8 kasus KNC, dan 66 kasus KTC.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran IKP pada perawat berdasarkan umur, pengetahuan, stres, kelelahan, komunikasi, implementasi SOP, kerjasama tim, dan gangguan atau interupsi di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan sampel sebanyak 76 perawat dan pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner.

Berdasarkan hasil penelitian, perawat yang pernah melakukan IKP sebesar 39,5%. Perawat berusia ≤ 30 tahun sebesar 51,2%, pengetahuan kurang sebesar 89,5%, stres tinggi sebesar 78,6%, kelelahan tinggi 55,2%, persepsi kurang terhadap implementasi SOP sebesar 65,2%, kerjasama tim kurang baik sebesar 68,4% cenderung pernah melakukan IKP. Sedangkan, perawat yang memiliki komunikasi efektif sebesar 71,7% dan gangguan atau interupsi rendah sebesar 70,8% cenderung tidak pernah melakukan IKP.

Untuk mengantisipasi terjadinya IKP pada perawat, rumah sakit sebaiknya dapat meningkatkan faktor – faktor yang berperan dalam insiden keselamatan pasien terutama pada perawat yang berusia ≤ 30 tahun, pengetahuan, stres, kelelahan, persepsi terhadap implementasi SOP, dan kerjasama tim.

Kata kunci : Insiden Keselamatan Pasien, Perawat, Karakteritik Individu,

Karakteristik Organisasi, Karakteristik Sifat Dasar Pekerjaan

(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

HEALTH SERVICE MANAGEMENT Undergraduated Thesis, April 2017

Fitri Handayani, ID Number: 1112101000002

Description of Patient Safety Incidents Based on The Characteristics of Nurses, Organizations, and The Nature of Work in Inpatient Unit of Al-Islam Bandung Hospital in The Periode 2012-2016

(xxii + 150 pages, 22 tables, 2 charts, 3 images, 3 attachments)

ABSTRACT

Hospital patient safety is a system where hospitals make patient care safer. Application of patient safety programs in the hospital Al-Islam Bandung has been ongoing since 2010. However, patient safety incidents reported by Patients Safety Committe recorded in 2013 were 108 incidents of which 72 cases KTC, 18 cases KTD, and 16 cases of KNC. In 2014, there were 129 incidents of which 96 cases KTC, 23 cases of KNC, and 9 cases KTD. In 2015, there were 105 incidents of which 66 cases KTC, 28 cases KTD, and 8 cases KNC.

This study aims to description of patient safety incidents by nurses based of individual characteristics which include age, knowledge, stress and fatigue, organizational characteristics which consists of communication and implementation of SOP, teamwork, and disturbance/interruptions at Unit Inpatient of Al-Islam Bandung Hospital. The study design used in this research is descriptive research with cross sectional approach. The study population was all nurses in Inpatient Unit of Al-Islam Bandung Hospital. How sampling collected using purposive sampling with a sample of 76 nurses and data collected through questionnaires.

The results showed that were as much as 39,5% of nurses who had conducted patient safety incidents in Inpatient Unit of Al-Islam Bandung Hospital. Nurses age of < 30 years 51,2%, lack of knowledge 89,5%, high stress 78,6%, high fatigue 55,2%, lack of perception of the SOP 65,2%, lack of teamwork 71,7% of nurses who had conducted patient safety incidents. While nurses have effevtive communication 71,7% and low disturbance/interruptions 70,8% of nurses who hadn’t conducted patient safety incidents.

To prevent the occurrence of patient safety incidents, the hospital should be able to improve determinan of patient safety incidents, specifially to nurses age of < 30 years, knowledge, stress, fatigue, lack of perception of the SOP, and teamwork.

Keywords : Patient Safety Incidents, Nurse, Individual Characteristics,

Organizational Characteristics, The Nature of Work Characteristics

(5)
(6)
(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitias Pribadi

Nama Lengkap : Fitri Handayani Tempat / Tanggal

Lahir

: Sukabumi, 02 April 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan R. A. Kosasih Ciaul Gang Mahmud RT. 003 RW. 005 No. 52, Kelurahan Citamiang, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat

Agama : Islam

Telepon : 085720008912

Email : kesmas.fitri@gmail.com

Riwayat Pendidikan

2012 – 2017 : Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2009 – 2012 : SMA Negeri 5 Kota Sukabumi 2006 – 2009 : SMP Negeri 15 Kota Sukabumi

2000 – 2006 : SD Negeri Cijangkar 1 Kota Sukabumi 1999 – 2000 : TK Islam Assalam

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Insiden Keselamatan Pasien

Berdasarkan Karakteristik Perawat, Organisasi, dan Sifat Dasar Pekerjaan

di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode

2012-2016” dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan pada

baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta, terutama Ayahanda Suhendi Sadeli, Ibunda Juju, dan Saudara – Saudariku, Moch. Iskandar dan Keluarga, Lina Nurhayati, S. Hut. dan Keluarga, Nurdin Sayid Firdaus, untuk segala do’a, dorongan semangat, dukungan moril dan materil, perhatian, serta kasih sayang yang tiada henti kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

viii

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph. D., selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan serta bimbingannya.

4. Ibu Lilis Muchlisoh, SKM, MKM., selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan serta bimbingannya.

5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM., selaku Penanggung Jawab Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan.

6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS., Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK., dan Ibu Puput Oktamianti, SKM, MM., selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.

7. Direktur Rumah Sakit Al-Islam Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian skripsi di Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

8. dr. Rita Herawati, Sp. PK, M. Kes. selaku Kepala Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

9. Bapak Ujang Hidayatullah, SKM. selaku Staf Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk dapat melaksanakan penelitian skripsi dan juga bersedia memberikan bimbingan serta arahan selama pelaksanaan kegiatan penelitian skripsi.

10. Seluruh perawat di unit rawat inap yang telah bersedia untuk bekerja sama dan menjadi responden dalam penelitian skripsi di Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

(10)

ix

11. Sahabat terbaik, Eka Putri Hanifah, S. Pd. yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis, memberikan semangat, dan motivasinya untuk penulis dapat menyelesaikan skripsi.

12. Hipni Solehudin, S. Ked., dan Keluarga “REKISHI”, Rizki Ananda Prawira Marpaung, S. Ked., Fitria Nurannisa, S. Ked., Putri Auliya Hilfa Lubis, S. Ked., dan Muthiah Miftahul Husnayain, S. Ked. yang selalu memberikan motivasi serta semangatnya kepada penulis.

13. Teman – teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 khususnya Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan dorongan semangat dan kebersamaannya selama menyelesaikan perkuliahan.

14. Bi Ade dan Keluarga Bandung, Mbak Laily Rachmayanti, dan Keluarga Tante Dessy yang telah membantu peneliti selama melakukan penelitian. 15. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu penulis dalam

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat pahala dari Allah SWT. Terakhir penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin ya rabal ‘alamin.

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Jakarta, April 2017 Peneliti

(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR GRAFIK ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

DAFTAR ISTILAH ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Pertanyaan Penelitian ... 7 D. Tujuan Penelitian... 8 1. Tujuan Umum ... 8 2. Tujuan Khusus ... 8 E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Bagi Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 8

2. Bagi Peneliti selanjutnya ... 9

(12)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Konsep Keselamatan Pasien di Rumah Sakit ... 10

1. Definisi Keselamatan Pasien ... 10

2. Tujuan Program Keselamatan Pasien ... 11

3. Standar Keselamatan Pasien ... 11

4. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien ... 13

5. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) ... 14

6. Sasaran Keselamatan Pasien ... 15

B. Insiden Keselamatan Pasien ... 24

C. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien ... 28

D. Faktor – Faktor yang Berkontribusi dalam Insiden Keselamatan Pasien... 33

E. Kerangka Teori Penelitian ... 54

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 56

A. Kerangka Konsep ... 56

B. Definisi Operasional ... 59

BAB IV METODE PENELITIAN ... 62

A. Desain Penelitian ... 62

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

C. Populasi dan Sampel ... 62

1. Populasi ... 62

2. Sampel ... 63

3. Kriteria Sampel ... 65

D. Teknik Pengumpulan Data ... 65

(13)

xii

2. Instrumen Penelitian ... 66

E. Uji Validitas dan Realibilitas ... 71

1. Uji Validitas ... 71

2. Uji Realibilitas ... 72

F. Pengolahan Data ... 73

G. Analisis Data ... 75

BAB V HASIL PENELITIAN ... 76

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 76

B. Gambaran Umum Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung . 77 C. Distribusi Frekuensi Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016 ... 88

D. Distribusi Frekuensi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung... ... 90

1. Usia ... 90

2. Pengetahuan ... 91

3. Stres.. ... 93

4. Kelelahan... 95

E. Distribusi Frekuensi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Organisasidi Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 96

1. Komunikasi ... 96

2. Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) ... 99

F. Distribusi Frekuensi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Sifat Dasar Pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 101

(14)

xiii

2. Gangguan atau Interupsi yang Dialami oleh Perawat ... 103

BAB VI PEMBAHASAN ... 105

A. Keterbatasan Penelitian ... 106

B. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016 ... 107

C. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 115

1. Usia ... 115

2. Pengetahuan ... 117

3. Stres.. ... 124

4. Kelelahan... 129

D. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Organisasi di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 134

1. Komunikasi ... 134

2. Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) ... 138

E. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Sifat Dasar Pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung ... 141

1. Kerjasama Tim ... 141

2. Gangguan atau Interupsi yang Dialami oleh Perawat.. ... 144

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 147

A. Simpulan ... 147

B. Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... xxii

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

No.

Tabel

Nama Tabel Halaman

2.1 Faktor yang Berpengaruh terhadap Insiden Keselamatan Pasien (WHO, 2009)

34

2.2 Faktor Model Sistem yang Berkontribusi dalam Insiden Keselamatan Pasien (Henriksen et al., 2008)

35

3.1 Definisi Operasional 59

4.1 Perhitungan Jumlah Sampel 64

4.2 Nilai Cronbach Alpha pada Instrumen Penelitian 73 4.3 Skor Likert pada Pernyataan Positif dan Negatif 74 5.1 Distribusi Pernyataan Perawat terkait Insiden Keselamatan

Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016

88

5.2 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Usia Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

90

5.3 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Pengetahuan Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

91

5.4 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Pengetahuan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

92

5.5 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Stres Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

(16)

xv

No.

Tabel

Nama Tabel Halaman

5.6 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Stres di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

94

5.7 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Kelelahan Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

95

5.8 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Kelelahan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

96

5.9 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Komunikasi Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

97

5.10 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Komunikasi di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

98

5.11 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Implementasi SOP di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

99

5.12 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Implementasi SOP di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

100

5.13 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Kerjasama Tim Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

101

5.14 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Kerjasama Tim di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

(17)

xvi

No.

Tabel

Nama Tabel Halaman

5.15 Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Gangguan atau Interupsi di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

103

5.16 Distribusi Jawaban Perawat Terkait Gangguan atau Interupsi yang Dialami oleh Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

No.

Bagan

Nama Bagan Halaman

5.1 Struktur Organisasi Komite Mutu dan Keseelamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung Tahun 2016

79

(19)

xviii

DAFTAR GRAFIK

No.

Grafik

Nama Grafik Halaman

5.1 Distribusi Pernyataan Perawat Berdasarkan KTD, KNC, KTC di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016

(20)

xix

DAFTAR GAMBAR

No.

Gambar

Nama Gambar Halaman

2.1 Faktor – Faktor yang Berkontribusi terhadap Insiden Keselamatan Pasien pada Pelayanan Kesehatan (Henriksen et al., 2008)

38

2.2 Kerangka Teori Penelitian 55

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Al-Islam Bandung Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

(22)

xxi

DAFTAR ISTILAH

Nama Singkatan Kepanjangan

AHRQ = Agency For Healthcare Research and Quality

Depkes = Departemen Kesehatan

GKPRS = Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit

IKP = Insiden Keselamatan Pasien

IOM = Institute of Medicine

IPSG = International Patient Safety Goals

JCAHO = Joint Commission on Acreditation of Healthcare Organization

JCI = Joint Commission International

KKPRS = Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

KNC = Kejadian Nyaris Cedera

KPC = Kejadian Potensial Cedera

KTC = Kejadian Tidak Cedera

KTD = Kejadian Tidak Diharapkan

LASA = Look Alike Sound Alike

NIOSH = National Institute for Occupational Safety and Health

NORUM = Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip

PERSI = Persatuan Rumah Sakit Indonesia

PPNI = Persatuan Perawat Nasional Indonesia

SBAR = Situation, Background, Asessment, Recommendation

SOP = Standar Operasional Prosedur

TBAK = Tulis, Baca, Konfirmasi Kembali

TKPRS = Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

SPM = Standar Pelayanan Minimal

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang di dalamnya terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan peluang terjadinya kejadian yang tidak diharapkan sehingga dapat mengancam keselamatan pasien (Depkes, 2006).

Keselamatan pasien adalah sistem pelayanan dalam rumah sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Resiko pasien tidak aman di rumah sakit bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan terhadap siapa saja. Hal tersebut tergantung pada lamanya kontraktual pelayanan, keadaan pasien, kecakapan petugas kesehatan, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas rumah sakit(Sofyan, 2010).

Terjadinya insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah semakin meningkatnya perasaan tidak puas hingga maraknya tuntutan pasien atau keluarganya. Dengan demikian keselamatan pasien merupakan hal yang sangat penting dalam bidang kesehatan terutama dalam pelayanan rumah sakit (Sofyan, 2010).

(24)

2

Dampak lain yang dapat terjadi menurut Apriningsih (2013) adalah memperpanjang masa rawat, meningkatkan cedera, kematian, perilaku saling menyalahkan, konflik antara petugas dan pasien, tuntutan dan proses hukum, blow up media massa, dapat menurunkan citra dari sebuah rumah sakit, serta dapat mengindikasikan bahwa mutu pelayanan di rumah sakit masih kurang baik. Kondisi ini harus mampu diantisipasi oleh penyelenggara layanan kesehatan agar keselamatan pasien terjamin, kontinuitas pelayanan, dan organisasi tetap berjalan.

Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes, 2006). Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat di antaranya melalui Program Keselamatan Pasien, dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) di Indonesia dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005.

Pada tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan “To Err Is Human, Building a Safer Health System”. Laporan tersebut mengemukakan penelitian di rumah sakit yakni di Utah dan Colorado, serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sebesar 2,9%, dimana 6,6% di antaranya meninggal. Di New York ditemukan KTD sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 - 98.000 per tahun. Publikasi

(25)

3

WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka – angka penelitian di rumah sakit berbagai Negara, yakni: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2% - 16,6%. Dengan data – data tersebut, berbagai negara melakukan penelitian dan mengembangkan keselamatan pasien (Depkes, 2006).

Berdasarkan data insiden keselamatan pasien yang diterbitkan oleh KKPRS tahun 2006 – 2007, di Indonesia ditemukan sebanyak 145 laporan, tahun 2008 sebanyak 61 laporan, tahun 2009 sebanyak 114 laporan, tahun 2010 sebanyak 103 laporan, dan tahun 2011 sebanyak 34 laporan. Total keseluruhan laporan dari tahun 2007 – triwulan I tahun 2011 sebanyak 457 laporan insiden keselamatan pasien yang terjadi di rumah sakit yang ada di Indonesia (KKPRS, 2012). Pelaporan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) lebih banyak dilaporkan, yakni sebesar 47,6%. Angka tersebut jelas lebih tinggi jika dibandingkan dengan KTD yang hanya sebesar 46,2% (KKPRS, 2008). Data – data yang dilaporkan tersebut menunjukkan bahwa jumlah insiden keselamatan pasien di Indonesia sangatlah tinggi.

Berdasarkan laporan KKPRS tahun 2011 Triwulan I, jumlah laporan insiden keselamatan pasien sebesar 11,23% terjadi di unit keperawatan, 6,17% di unit farmasi, dan 4,12% oleh dokter. Hal tersebut disebabkan karena ruang perawatan di rumah sakit merupakan tempat yang berkontribusi paling besar dalam perawatan pasien. Sebagai tempat yang langsung berhubungan dengan pasien, maka risiko untuk terjadi kesalahan ataupun insiden keselamatan pasien sangat besar.

(26)

4

Menurut Cahyono (2015), tenaga perawat merupakan tenaga profesional yang berperan penting dalam fungsi rumah sakit. Hal tersebut didasarkan atas jumlah tenaga perawat yang memiliki porsi terbesar, yakni 40% - 60% di dalam pelayanan rumah sakit karena perawat merupakan staf yang memiliki kontak terbanyak dengan pasien selama 24 jam. Perawat juga merupakan bagian dari suatu tim yang didalamnya terdapat profesional lain, salah satunya yakni dokter. Luasnya peran perawat memungkinkan lebih besar terjadi risiko kesalahan pelayanan yang mengancam keselamatan pasien. Untuk itu, perawat harus menyadari perannya dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan di rumah sakit dan harus dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan keselamatan pasien.

Masalah terkait keselamatan pasien harus segera ditangani oleh pihak rumah sakit. Menurut Mustikawati (2011), keselamatan pasien dapat diperoleh bila faktor yang berkontribusi terhadap insiden keselamatan pasien dapat diminimalisir bahkan dihindari. Faktor – faktor yang berkontribusi terhadap insiden keselamatan pasien menurut Henriksen et al. tahun 2008 adalah karakteristik individu, organisasi, sifat dasar pekerjaan, manajemen, lingkungan eksternal, dan lingkungan fisik. Adapun menurut WHO tahun 2009, empat faktor yang sangat berpengaruh dalam insiden keselamatan pasien, yakni karakteristik individu, organisasi dan manajerial, kerjasama tim, dan lingkungan.

Selain penyebab insiden yang dikemukakan sebelumnya, penyebab lain terjadinya insiden keselamatan pasien dikemukakan pula oleh Cooper & Clarke pada tahun 2003 yakni stres di tempat kerja (WHO, 2009). Mattox (2012) juga

(27)

5

berpendapat bahwa kelelahan perawat merupakan faktor yang dapat berkontribusi terjadinya insiden keselamatan pasien.

Penelitian Schaefer et al. (1994) dalam WHO (2009) mengemukakan bahwa 70% - 80% dari kesalahan terkait insiden keselamatan pasien disebabkan karena komunikasi dan kerjasama tim yang buruk. Begitu pula laporan insiden keselamatan oleh KKPRS tahun 2011 menyebutkan bahwa penyebab insiden keselamatan pasien sebesar 19,58% berasal dari tim kerja yang kurang.

Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) tahun 2003 juga mengungkapkan bahwa faktor yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah masalah sumber daya manusia dalam pelaksanaan alur kerja atau prosedur yang tidak adekuat. Begitu pula laporan KKPRS tahun 2011 menyebutkan bahwa kesalahan terkait insiden keselamatan pasien sebesar 9,26% disebabkan pada proses atau prosedur klinik.

Menurut Kuncoro (2012) dalam menerapkan keselamatan pasien di rumah sakit ada beberapa aspek yang harus dibangun, salah satunya adalah aspek pengetahuan. Pengetahuan perawat tentang keselamatan pasien sangat penting untuk mendorong pelaksanaan program keselamatan pasien.

Rumah Sakit Al-Islam Bandung merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe B yang telah menerapkan program keselamatan pasien sejak tahun 2010. Dalam PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa terjadinya insiden keselamatan pasien standarnya adalah 0% atau 100% tidak terjadi di rumah sakit. Namun, insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung masih terjadi. Hal ini didasarkan atas

(28)

6

laporan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung, yakni pada tahun 2013 terdapat sebanyak 108 insiden yang terdiri dari 18 KTD, 16 KNC, dan 72 Kejadian Tidak Cidera (KTC). Tahun 2014 terdapat sebanyak 129 insiden yang terdiri dari 9 KTD, 23 KNC, dan 96 KTC. Tahun 2015 terdapat sebanyak 105 insiden yang terdiri dari 28 KTD, 8 KNC, dan 66 KTC. Sebagian besar insiden keselamatan pasien yang dilaporkan terjadi di ruang rawat inap.

Adanya kejadian terkait insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung menunjukkan bahwa standar yang ditetapkan belum dapat terpenuhi, serta mengindikasikan bahwa terdapat banyak kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan mengancam keselamatan pasien. Atas dasar tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Perawat, Organisasi, dan Sifat Dasar Pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016”.

B. Rumusan Masalah

Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang difokuskan untuk meningkatkan mutu dan citra rumah sakit. Fokus tentang keselamatan pasien tersebut didorong karena masih tingginya angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit baik secara nasional maupun global.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah adanya kejadian terkait insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung sehingga standar yang ditetapkan dalam Permenkes No. 129 tahun 2008 belum dapat terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa perawat dalam

(29)

7

memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien di unit rawat inap belum mengutamakan aspek keselamatan pasien secara optimal dan mengindikasikan bahwa terdapat banyak kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan mengancam keselamatan pasien. Keadaan ini dapat disebabkan karena belum diketahuinya gambaran faktor yang berkontribusi dalam insiden keselamatan pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

C. Pertanyaan Penelitian

Adapun beberapa pertanyaan penelitian yang selanjutnya hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada periode 2012-2016?

2. Bagaimana distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik perawat (usia, pengetahuan, stres, dan kelelahan) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung?

3. Bagaimana distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik organisasi (komunikasi dan implementasi SOP) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung?

4. Bagaimana distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik sifat dasar pekerjaan (kerjasama tim dan gangguan atau interupsi yang dialami oleh perawat) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung?

(30)

8

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilaksanakan antara lain: 1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik perawat, organisasi, dan sifat dasar pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada periode 2012-2016.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada periode 2012-2016. b. Diketahuinya distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien

berdasarkan karakteristik perawat (usia, pengetahuan, stres, dan kelelahan) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

c. Diketahuinya distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik organisasi (komunikasi dan implementasi SOP) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

d. Diketahuinya distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik sifat dasar pekerjaan (kerjasama tim dan gangguan atau interupsi yang dialami oleh perawat) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan kepada pasien yang aman, nyaman, dan bermutu tinggi. Dengan meningkatnya

(31)

9

keselamatan pasien diharapkan pula dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan insiden keselamatan pasien dan dapat menjadi bahan – bahan referensi untuk melakukan penelitian lain atau serupa.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran insiden keselamatan pasien berdasarkan karakteristik perawat, organisasi, dan sifat dasar pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada periode 2012-2016. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kejadian terkait insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung yang menunjukkan tidak tercapainya salah satu target SPM Rumah Sakit dalam PMK No. 129 tahun 2008 pada poin keselamatan pasien. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional.

(32)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

1. Definisi Keselamatan Pasien

World Health Organization (WHO) (2007) mengungkapkan bahwa pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk pecaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan kesehatan.

Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) (2008), keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard). Keselamatan pasien adalah pasien bebas dari cedera (harm) yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik, sosial, psikologi, cacat, kematian, dan lain – lain) terkait dengan pelayanan kesehatan.

Dalam PMK RI No. 1691 tahun 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah tejadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

(33)

11

2. Tujuan Program Keselamatan Pasien

Dalam KKPRS (2008), tujuan dari program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat. c. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan di rumah sakit.

d. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

3. Standar Keselamatan Pasien

Setiap rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar ini disusun dengan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Acreditation of Health Organization (JCAHO), Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia (Depkes, 2006). Standar keselamatan pasien di rumah sakit terdiri dari:

a. Standar 1: Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.

b. Standar II: Mendidik pasien dan keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

(34)

12

c. Standar III: Jaminan keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

d. Standar IV: Penggunaan metoda – metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor, dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

e. Standar V: Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. 2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan.

3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit, serta meningkatkan keselamatan pasien.

(35)

13

5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

f. Standar VI: Mendidik staf tentang keselamatan pasien

1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. g. Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai

keselamatan pasien

1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

4. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif terhadap insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor – faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh

(36)

14

langkah keselamatan pasien rumah sakit. Menurut Depkes (2006), tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari:

a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

b. Pimpin dan dukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit.

c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asessmen hal yang potensial bermasalah.

d. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf di rumah sakit agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKPRS.

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

5. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)

Dalam PMK No. 1691 tahun 2011, rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada Kebijakan Nasional KKPRS PERSI. Setiap rumah sakit wajib

(37)

15

membentuk TKPRS yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien. TKPRS yang dimaksud bertanggung jawab kepada kepala rumah sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. Menurut Depkes (2008), tugas dari TKPRS sebagai berikut:

a. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut.

b. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

c. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring), dan penilaian (evaluasi) tentang penerapan (implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit.

d. Bekerjasama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit.

e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden, serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran.

f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit. g. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

6. Sasaran Keselamatan Pasien

Dalam PMK No. 1691 tahun 2011, pelaksanaan sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life – Saving Patient Safety Solutions dari

(38)

16

WHO (2007) yang digunakan juga oleh KKPRS PERSI, dan dari The Joint Comission International (JCI).

Tujuan dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian – bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti, serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Enam sasaran keselamatan pasien terdiri dari:

a. Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan dan pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,

(39)

17

gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain – lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I:

1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien misalnya nama dan tanggal lahir pasien. Tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

5) Kebijakan dan/atau prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien sehingga akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan

(40)

18

pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laporan laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan, dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di instalasi gawat darurat atau intensive care unit.

Elemen Penilaian Sasaran II:

1) Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

2) Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3) Perintah atau pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

(41)

19

4) Kebijakan dan/atau prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten. c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High Alert

Medications)

Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat – obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan – kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome), seperti obat – obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look Alike Sound Alike/ LASA). Obat – obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat –obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

(42)

20

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di instalasi gawat darurat atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit yang benar dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja atau kurang hati – hati. Elemen Penilaian Sasaran III:

1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

2) Implementasi kebijakan dan prosedur.

3) Elekrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien, kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati – hati diarea tersebut sesuai kebijakan. 4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus

diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

d. Kepastian Tepat – Lokasi, Tepat – Prosedur, Tepat – Pasien Operasi Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif didalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient

(43)

21

Safety (2009), juga The Joint Commitions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Persont Surgary.

Salah lokasi, salah prosedur, dan salah pasien pada operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asessmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible hand writing), dan pemakaian singkatan adalah faktor – faktor kontribusi yang sering terjadi.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator atau orang yang melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

(44)

22

2) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan yang tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.

3) Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau inplant – inplant yang dibutuhkan.

Tahap “sebelum insisi” (time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat dimana tindakan akan dilakukan tepat sebelum tindakan dimulai dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV:

1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.

2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat praoperasi tepat – lokasi, tepat – prosedur, tepat – pasien operasi dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia tepat dan fungsional.

3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi” (time out). Tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.

4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat-lokasi, tepat – lokasi, tepat –

(45)

23

prosedur, tepat – pasien operasi, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan diluar kamar operasi.

e. Pengurangan Risiko Infeksi terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi – infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi sebagai petunjuk di rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran V:

1) Rumah sakit mengadopsi dan mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antara lain dari WHO Patient Safety).

2) Rumah sakit menerapkan hand hygiene yang efektif.

3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

(46)

24 f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila pasien jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi obat, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu yang digunakan oleh pasien.

Elemen Penilaian Sasaran VI:

1) Rumah sakit melakukan proses assesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asessmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain – lain.

2) Langkah – langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asessmen berisiko jatuh.

3) Langkah – langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh dirumah sakit.

B. Insiden Keselamatan Pasien

Dalam PMK No. 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada

(47)

25

pasien. Menurut Depkes (2008), insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).

Adapun jenis – jenis kejadian yang terkait insiden keselamatan pasien dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Event

Reason (2000) mengungkapkan bahwa KTD dapat terjadi di semua tahapan dalam pemberi pelayanan kesehatan mulai dari diagnosis, pengobatan, dan pencegahan. Cahyono (2008) berpendapat bahwa KTD ada yang dapat dicegah (preventable adverse event) dan ada yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event). KTD yang dapat dicegah berasal dari kesalahan proses asuhan pasien. KTD sebagai dampak dari kesalahan proses asuhan sudah banyak dilaporkan terutama di negara maju. KTD yang tidak dapat dicegah adalah suatu kesalahan akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah.

Menurut KKPRS (2008), KTD merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena penyakit dasarnya (underlying disease) atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis.

Bentuk KTD yang dilaporkan oleh Ballard (2003) meliputi: 28% reaksi dari pengobatan atau obat – obat yang diberikan, 42% adalah kejadian yang mengancam kehidupan tetapi dapat dicegah, 20% pelayanan yang

(48)

26

didapat di poliklinik, 10% - 30% merupakan kesalahan hasil laboratorium. Yahya (2006) memaparkan di Indonesia sepanjang tahun 2004 – 2005 laporan dari berbagai sumber tentang dugaaan malpraktek didapatkan data 47 insiden meliputi: pasien meninggal karena operasi, meninggal saat melahirkan, operasi yang mengakibatkan luka dan cacat, keracunan obat, salah pemberian obat, dan kelalaian yang mengakibatkan kematian.

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau Near Miss

Aspden (2004) mengungkapkan bahwa KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan KTD, frekuensi kejadian ini tujuh sampai seratus kali dibandingkan dengan KTD. Bentuk KNC yang dilaporkan oleh Shaw et al. tahun 2005 dari total insiden sebanyak 28.998 kasus yang dilaporkan sebanyak (41%) pasien tergelincir, tersandung dan jatuh, (9%) insiden terkait manajemen obat, (8%) insiden terkait sumber dan fasilitas, dan (7%) terkait pengobatan sebanyak 138 laporan merupakan masalah besar (katastropik) dan 260 laporan KTD. Kejadian tergelincir, tersandung, dan jatuh dilaporkan merupakan hal yang paling besar (n = 11.766).

Data KNC harus dianalisis agar pencegahan dan pembentukan sistem dapat dibuat sehingga cedera aktual tidak terjadi. Pada sebagian besar kasus KNC dapat memberi dampak pada pembuatan model penyebab dari insiden (incident causation model) atau proses hingga KNC terjadi. Model penyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai pelopor awal sebelum terjadinya KTD. KNC menyediakan dua tipe informasi terkait dengan keamanan pasien: 1) kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan termasuk tidak adekuatnya sistem pertahanan), dan 2)

(49)

27

kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan, yaitu tidak ada perencanaan atau tindakan pemulihan secara informal (Robert, 2002 dalam Aspden, 2004).

Berdasarkan KKPRS (2008), KNC adalah suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena:

a) “keberuntungan” (misalnya: pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat).

b) “pencegahan” (misalnya: secara tidak sengaja pasien akan diberikan suatu obat dengan dosis lethal, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan).

c) “peringatan” (misalnya: pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat dengan dosis lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya, sehingga tidak menimbulkan cidera yang berarti).

Menurut Cahyono (2008), terciptanya keselamatan pasien sangat didukung oleh sistem pelaporan yang baik setiap kali insiden terjadi. Faktor penyebab KNC sulit didapatkan jika tidak didukung oleh dokumentasi yang baik (sistem pelaporan). Hal ini dapat mengakibatkan langkah pencegahan dan implementasi untuk perbaikan sulit dilakukan.

Menurut Kaplan (2002), tujuan sistem pelaporan KNC terdiri dari: 1) pemodelan: bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau kesalahan berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kejadian diawal, bagaimana meningkatkan keamanan pasien, bagaimana mencegah hal tersebut tidak

(50)

28

terjadi, dan memberi penguatan pada model pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya, 2) arah atau kecenderungan: bertujuan melihat kecenderungan terjadinya masalah (masalah apa yang sering terjadi, faktor apa saja yang berkontribusi terhadap terjadinya masalah, menyediakan cara pemecahan masalah yang paling efektif, dan prioritas untuk dijalankan, 3) meningkatkan kesadaran dan kehati – hatian.

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)

KTC adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera.

C. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien

Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis, dan solusi untuk pembelajaran (PMK No. 1691 tahun 2011).

Menurut KKPRS (2008), KTD dan KNC sangat rentan terjadi di rumah sakit. Pada tahun 2005, WHO menyebutkan kecelakaan yang terjadi di rumah sakit adalah 1 : 3000 lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan kecelakaan di penerbangan sebesar 1 : 3.000.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan kecelakaan di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan kecelakaan akibat penerbangan. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi keberhasilan dari prosedur pengendalian insiden keselamatan pasien membutuhkan sebuah metode untuk mengidentifikasi risiko, salah satu cara yang dilakukan dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Sistem pelaporan ini dipastikan akan mengajak semua orang dalam

(51)

29

organisasi kesehatan untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error, sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Beberapa ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan Panduan Nasional KKPRS (2008) sebagai berikut: 1. Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal proses

pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

2. Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.

3. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.

4. Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama menemukan kejadian atau yang terlibat dalam kejadian.

5. Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.

KKPRS menganalisis semua insiden keselamatan pasien yang telah dilaporkan oleh pihak rumah sakit setelah mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Sistem pelaporan ini akan mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisis dan mencari solusi untuk dijadikan

(52)

30

pembelajaran, sistem pelaporan yang bersifat rahasia, dijamin keamanannya, dibuat anonim, dan tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.

Pelaporan insiden keselamatan pasien mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Pelaporan insiden keselamatan pasien bertujuan untuk menurunkan angka insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC), meningkatkan mutu pelayanan, dan keselamatan pasien.

2. Tujuan Khusus

a. Rumah Sakit (Internal)

1) Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan pasien di rumah sakit.

2) Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar masalah.

3) Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien agar dapat mencegah kejadian yang sama dikemudian hari.

b. KKPRS (Ekternal)

1) Diperolehnya data atau peta nasional angka insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC).

2) Diperolehnya pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien bagi rumah sakit lain.

3) Ditetapkannya langkah – langkah praktis keselamatan pasien untuk rumah sakit di Indonesia.

(53)

31

Berdasarkan buku Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung, adapun alur pelaporan insiden keselamatan pasien secara internal dan eksternal sebagai berikut:

1. Pelaporan Internal

a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak diharapkan oleh pihak yang terkait.

b. Setelah ditindak lanjuti, segera dibuat laporan insiden dengan mengisi laporan insiden pada akhir jam kerja/shift yang ditujukan kepada atasan langsung (paling lambat 2 x 24 jam). Pelaporan insiden tidak boleh ditunda terlalu lama.

c. Setelah selesai mengisi format laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor. Atasan langsung disepakati sesuai keputusan manajemen, yaitu: supervisor/kepala unit/kepala instalasi/kepala bagian/Kepala SMF/ketua komite medis.

d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading resiko terhadap insiden yang dilaporkan.

e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan sebagai berikut:

1) Grade biru: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu.

2) Grade hijau: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu.

(54)

32

3) Grade kuning: Investigasi komprehensif/ analisis akar masalah /RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.

4) Grade merah: Investigasi komprehensif/ analisis akar masalah / RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.

f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.

g. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan re-grading.

h. Untuk grade kuning/merah, Tim KP di RS akan melakukan analisis akar masalah/ RCA.

i. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk perbaikan serta “pembelajaran” berupa petunjuk ”safety alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi. k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan umpan

balik kepada unit kerja terkait.

l. Unit Kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan kerjanya masing - masing.

m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KP di RS. 2. Pelaporan Eksternal

a. Laporan hasil investigasi sederhana/ analisis akar masalah/ RCA yang terjadi pada pasien dilaporkan oleh Tim KP di RS (Internal)/ Pimpinan

Gambar

Tabel 2.1 Faktor yang Berpengaruh terhadap Insiden Keselamatan Pasien  (WHO, 2009)  No  Kategori  Topik  1  Individu  1
Tabel 2.2 Faktor Model Sistem yang Berkontribusi dalam Insiden  Keselamatan Pasien (Henriksen et al., 2008)
Gambar  2.1  Faktor    –  Faktor    yang  Berkontribusi  Pada  Insiden  Keselamatan Pasien di Pelayanan Kesehatan  (Henriksen et al, 2008)
Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gelombang dari laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu yang disebut dengan

2016). Analisis Laporan Keuangan, Edisi V. Kieso, Donald E., Jerry J. Intermediate Accounting Volume 1 IFRS Edition, John Wiley &amp; Sons. Intermediate Accounting Volume 2

Himbauan dari pihak pertamina untuk menjual minyak tanah hanya kepada masyarakat sekitar. telah dia penuhi // Tidak jarang Aswin harus m emasang tulisan “Minyak Habis” /

Hal ini tentunya menjadi ajang hiburan bagi penonton sekaligus tempat menuangkan kreasi bagi pemain// bukan tidak mustahil jika dalam pembuatan ketapel menghabiskan

Dalam suatu perjalanan, Usman ingin menjalankan shalat Dzuhur dengan Ashar dengan cara

Gambar 1.3 Pekerjaan Pengangkutan Limbah kedalam truk pengangkut. Universitas

Sedangkan [Valery, 2007], Kepemimpinan pelayan (Servant Leadership) adalah sebuah pendekatan terhadap kepemimpinan, dengan altruistik dan etika yang kuat yang

Terlampir bersama surat ini kami sertakan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam Pengumuman Pelelangan Terbuka Pengadaan dan Penggantian HP dan LP Element IAC