• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum

DALAM HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Anik Tri Haryani

Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun ABSTRAK

Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) menjadi isu yang cukup popular sekarang ini di tengah isu hak kekayaan intelektual yang ada. Pengetahuan tradisional, diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan kriteria ekspresi budaya tradisional, mengkaji dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 tahun 2014 telah diatur dalam pasal tersendiri mengenai ekspresi budaya tradisional dan mengenai perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional ini dipegang oleh Negara dengan jangka waktu tanpa batas.

Kata kunci : Perlindungan, Ekspresi Budaya Tradisional, Hak Kekayaan Intelektual ABSTRACT

Traditional knowledge is an issue that is quite popular now in the middle of the issue of intellectual property rights that exist. Traditional knowledge, defined as knowledge held or controlled and used by a community or ethnic group certain hereditary and continues to evolve according to the changing environment. The purpose of this study is to analyze and explain the criteria of traditional cultural expressions, assess and explain the legal protection for traditional cultural expressions in the Law of Intellectual Property Rights. This study uses normative. In the elucidation of Article 38 paragraph (1) of Law No. 28, 2014 has been set in a separate article on the traditional cultural expression and the protection of traditional cultural expressions are held by the State for a period indefinitely.

Keyword : Protection, Traditional Knowledge, Intellectual Property Rights

A. Latar belakang masalah

Semenjak kemerdekaan, bangsa Indonesia bertekad untuk mewujudkan suatu masyarakat

adil, makmur, sejahtera spiritual dan material seperti yang dicita-citakan bersama. Selaras dengan komitmen bangsa Indonesia untuk ikut

(2)

mewujudkan ketertiban dunia sebagaimana tertera dalam pembukaan Undang–Undang Dasar 1945, Indonesia mempunyai kebutuhan nasional untuk menyelaraskan dan memberi tempat yang layak bagi pengaturan pelbagai kekayaan intelektualnya yang sesuai dengan aturan–aturan universal.

Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia yang pada tahun mendatang memasuki era pasar bebas. Salah satu im

-plementasai era pasar bebas ialah negara dan masyarakat Indonesia akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun karya orang atau perusahaan luar negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia dapat menjual produk atau karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah produk–produk atau karya– karya lainnya yang merupakan HAKI dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak sesuai dengan persetujuan TRIPs serta konvensi–konvensi yang telah disepakati.

Oleh karena itu negara-negara yang turut dalam kesepakatan Internasional, harus menyesuaikan peraturan dalam negeri nya dengan ketentuan internasional. Akibatnya Indonesia tidak diperkenankan mem buat peraturan yang extra teritorial yang menyangkut tentang perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan semua isu yang ada dalam kerangka WTO. Dengan demikian Indonesia harus menyesuaikan kembali semua peraturan yang berkaitan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan menambah beberapa peraturan yang baru

yang belum tercakup dalam peraturan yang sudah ada.1

Secara global HKI dianggap sebagai persoalan dunia karena HKI telah menjadi salah satu agreement dalam persetujuan Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.2

Penciptaan karya-karya intelektual sebagai kekayaan intelektual bukan hanya memiliki arti sebagai karya yang secara fisik hadir, tetapi juga hadir sebagai sarana pemenuhan kebutuhan batiniah. Hal tersebut terkait dengan tingkat kemampuan dan kecerdasan manusia untuk menciptakan sesuatu melalui penggunaan sumber daya berbeda.3

Oleh karena itu hasil karya intelektual manusia tidak hanya terjadi di masa sekarang ( modern ) saja tetapi juga karya-karya intelektual masa dahulu yang berlangsung lama dan turun temurun. Ciptaan pada masa dahulu yang dihasilkan secara kelompok dalam suatu lingkungan masyarakat yang biasanya berkaitan langsung dengan alam/ lingkungan.

Proses penciptaan tersebut seringkali secara kebetulan karena umumnya apa

1 Saidin, Aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual

(Intelectual Property Right), Raja Grafindo Persada, Jakar ta, 1997, hlm.20

2 Hendra Djaja, Hukum Hak Kekayaan

Intelektual (Prinsip Dasar Dan Norma Perlindungan Varietas Tanaman Rahasia Dagang -desain Industri -desain Tata Letak Sirkuit Terpadu- Paten- Merek - Hak Cipta), Surya Pena Gemilang, Malang, 2009, hlm.13

3 Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan

Hukum Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Alumni, Bandung, 2012, hlm. 2

(3)

yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional merupakan bagian dari aktivitas keseharian mereka baik yang berupa kesenian maupun yang berupa pemenuhan kebutuhan pokok, misalnya : cerita rakyat, tarian, wayang, batik, alat dan proses membuat kerajinan tradisional, alat dan proses membuat jamu, pengembangan tanaman obat tradisioanal metode pengolahan tanah dan lain sebagainya. Pengetahuan tersebut merupakan suatu pengetahuan yang digunakan dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang akan terus dikembangkan dan perlu mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan suatu system hukum hak kekayaan intelektual baru yang kini dikenal dengan nama pengetahuan tradisonal dan ekspresi budaya tradisional.4

Terkait dengan potensi yang sangat besar atas wujud pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimiliki oleh Indonesia, maka hal ini wajib dilindungi oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah.

Konsep HKI dewasa ini menimbulkan berbagai isu strategis yang bermuara pada kepentingan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.5 Salah satu isu yang

pernah terjadi di Indonesia adalah kasus klaim pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Indonesia oleh Malaysia. Dalam sebuah iklan di Discovery Channel dalam Enigmatic Malaysia, ditayangkan tari Pendet, Wayang, dan Reog Ponorogo diklaim merupakan kekayaan tradisional Malaysia. Padahal sejatinya ketiganya merupakan

4 Ibid, h 3-4

5 Yasmi Adriansyah, Mencari Tempat Terhormat

Indonesia, Alumni, Bandung, 2010, hlm. 95-102.

ekspresi budaya tradisional Indonesia.6 Hal

ini menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk segera menentukan sikap dan membuat kebijakan untuk melindungi berbagai karya warisan budaya Indonesia. Pengaturan mengenai kekayaan-kekayaan intelektual berupa pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional juga telah menjadi isu hukum di dunia internasional.

Adapun jenis-jenis kekayaan intelektual dalam perdagangan internasional yang pengaturan perlindungan hukumnya diatur dalam Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs), mencakup:7

1. hak cipta (copyrights), 2. merek (trademarks),

3. indikasi geografis (geographical indication), 4. desain produk industri (industrial designs), 5. paten (patent),

6. desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit lay-out designs), dan

7. rahasia dagang/trade secret

Pembagian ketujuh jenis HKI di atas menimbulkan implikasi negatif bagi jenis-jenis hak yang dapat dikatagorikan sebagai HKI di luar dari ketujuh jenis tersebut seperti, pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi budaya tradisional (traditional cultural expression) tidak dilin-dungi dalam kerangka TRIPs.8

6 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

Kementerian Hukum dan HAM RI, Perlindungan Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradsional dan Ekspresi Budaya Tradisional Masyarakat Adat, Alumni, Bandung, 2013, hlm.3.

7 Hendra Djaja, op.cit, hlm.11

8 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

(4)

Berdasarkan uraian-uraian fakta tersebut, maka dapat disimpulkan mengenai rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kriteria ekspresi budaya tradisional tersebut ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum ter-hadap ekspresi budaya tradisional dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual? B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan yaitu : 3. Menganalisis dan menjelaskan kriteria

ekspresi budaya tradisional .

4. Mengkaji dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tra-disional dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual

C. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :

1. mengetahui dan mengkaji tentang kriteria ekspresi budaya Nasional

2. mengetahui dan memahami tentang perlindungan hukum ekspresi budaya tradisional dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Secara praktis penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi praktisi, mahasiswa maupun masyarakat tentang per-lindungan ekspresi budaya tradisional yang memang menjadi isu dalam masyarakat saat ini.

D. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.9 Fakta yang ada dikaitkan

dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan yang masih berlaku. Memahami kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan permasalahan hukum yang dihadapi. Undang-undang dan regulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 28 tahun2014 Tentang Hak Cipta.

Kemudian setelah metode pendekatan undang-undang (statute approach) digunakan, selanjutnya yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.10 Dalam penulisan ini, pendekatan

konseptual (conceptual approach) digunakan adalah pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam hukum kekayaan intelektual terkait dengan ekspresi budaya tradisional. 2. Bahan Hukum

Untuk memecahkan suatu rumusan masalah, diperlukan adanya sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 93.

(5)

artinya mempunyai kekuasaan.11

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.12 Sumber bahan

hukum primer dalam penelitian ini, antara lain Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. Selain menggunakan bahan-bahan hukum primer, penelitian ini juga menggunakan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.13 Bahan-bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini, antara lain buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, serta komentar-komentar para ahli atas putusan pengadilan. Terutama yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual terutama ekspresi budaya tradisional.

3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Prosedur pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan kategorisasi. Sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dikategorikan. Selanjutnya, sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dikategorikan tersebut berdasarkan cara studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari pendapat para ahli yang tertuang dalam buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan majalah hukum. Apabila berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahasa dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan.

11 Ibid.. hlm. 141 12 Ibid

13 Ibid.

4. Analisa Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, semua bahan hukum, baik sumber bahan hukum primer maupun sumber bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menganalisis ketentuan-ketentuan hukum sebagai suatu hal yang umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

E. Hasil dan Pembahasan 1. Ekspresi Budaya Tradisional

Indonesia kaya akan seni dan budaya mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa dari Sabang sampai Merauke yang mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda. Keanekaragaman inilah yang menjadikan Indonesia dikenal di seluruh dunia dengan keanekaragaman tradisi dan budayanya.

Sebagaimana telah diketahui, di Indonesia banyak sekali warisan- warisan nenek moyang yang mempunyai nilai tinggi yang merupakan karya inteketual yang merupakan potensi bagi bangsa Indonesia yang apat memberikan nilai tambah bagi masyarakat maupun bagi negara. Misalnya batik, lagu-lagu tradisional daerah, tarian daerah, upacara adat, obat-obatan tradisional dan sebagainya yang dapat digolongkan dalam pengetahuan.

Terkait dengan potensi yang sangat besar atas wujud pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimiliki oleh Indonesia, maka hal ini wajib dilindungi oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah.

Konsep HKI dewasa ini menimbulkan berbagai isu strategis yang bermuara pada kepentingan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.14 Salah satu isu yang

(6)

pernah terjadi di Indonesia adalah kasus klaim pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Indonesia oleh Malaysia. Dalam sebuah iklan di Discovery Channel dalam Enigmatic Malaysia, ditayangkan tari Pendet, Wayang, dan Reog Ponorogo diklaim merupakan kekayaan tradisional Malaysia. Padahal sejatinya ketiganya merupakan ekspresi budaya tradisional Indonesia.15

Mendasarkan pada posisi seni di dalam masyarakat seperti itu, dengan perspektif HKI dipahami seni adalah salah satu hasil kreasi bersama-sama dengan kreasi lainnya yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama secara turun-temurun di wilayah dan masyarakat tertentu, sebagai hasil kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Ini yang disebut “traditional knowledge”/pengetahuan tradisional. Istilah traditional knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial. Traditional knowledge mulai berkembang dari tahun ke tahun seiring dengan pembaruan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keanekaragaman hayati dan kekayaan intelektual.16

Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) menjadi isu yang cukup popular sekarang ini di tengah isu hak kekayaan inteletual yang ada. Pengetahuan tradisional sebagimana yang dijelaskan di atas, diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas masyarakat atau suku bangsa tertentuyang

15 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

Kementerian Hukum dan HAM RI, op.cit, hlm.3.

16 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin..

Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2005, hlm.27

bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. 17

Sebelum UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta diundangkan di Indonesia, Indonesia mengacu pada UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mengatur mengenai masalah folklore atau ekspresi budaya tradisional (traditional cultural expressions) seperti yang tertuang dalam Pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi:

a. Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya.

b. Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan hasil karya seni lainnya.

c. Untuk mengumumkan atau mem per-banyak ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara se-bagaimana dimaksud pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta tahun 2002 memberikan definisi terhadap folklor sebagai berikut :

Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan

(7)

nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun, termasuk:

a. Cerita rakyat, puisi rakyat;

b. Lagu-lagu rakyat dan musik instrument tradisional;

c. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. Hasil seni antara lain berupa: lukisan,

gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen music dan tenun tradisional.18

Namun, dengan dikeluarkannya UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka ketentuan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menjadi tidak berlaku lagi. Dalam UU No. 28 tahun 2014 telah diatur dalam pasal tersendiri.

Penjelasan Pasal 38 ayat (1) juga telah diberikan batasan mengenai apakah yang dimaksud dengan “ekspresi budaya tradisional” yaitu segala sesuatu yang mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:

a. Verbal, tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;

b. Musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental, atau kombinasinya;

c. Gerak, mencakup antara lain: tarian; d. Teater, mencakup antara lain: pertunjukan

wayang dan sandiwara rakyat;

e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya;

18 Penjelasan Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta

dan

f. Upacara adat. 19

Dalam Rancangan Undang-Undang RI tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PT&EBT) merumuskan Pengetahuan Tradisional dijelaskan pengertian-pengertian umum. Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Ekspresi Budaya Tradisional adalah karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.20 Selanjutnya dapat dijelaskan

bahwa pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kekayaan intelektual lain yang telah mendapat perlindungan seperti hak cipta, merek, paten, desain industry, desain tata letak sierkuit terpadu, rahasia dagang, dan perlindungan varietas tanaman. Pemberian perlindungan bagi pengetahuan tradisional menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya.21

Lebih mengerucut lagi, meskipun peng-ertian mengenai ekspresi budaya tradisional memang telah diberikan dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun demikian pene

-rapannya dalam praktik ternyata tidak

19 Penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta

20 Afrillyanna Purba, op.cit, hlm. 120 21 Ibid, hlm. 125

(8)

mudah untuk dilakukan. Ada tiga alasan yang menjadi penyebabnya, pertama, definisinya mengandung rumusan yang kurang jelas; kedua, belum diaturnya prosedur untuk membedakan Ciptaan yang terkategori eks-presi budaya tradisional dengan Ciptaan yang bukan ekspresi budaya tradisional; ketiga, tidak diaturnya lembaga pelaksana yang berwenang untuk menetapkan suatu Ciptaan sebagai suatu ekspresi budaya tradisional.22

Pasal 38 UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta tersebut masih sulit untuk dilaksanakan karena dalam Pasal 38 ayat (4) disebutkan bahwa segala hal yang berhubungan dengan Hak Cipta yang dipegang oleh Negara akan diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah, namun faktanya hingga saat ini belum ada Peraturan Pelaksananya.

2. Perlindungan ekspresi budaya tradi-sional dalam Hak Kekayaan Intelektual Sebagai salah satu isu baru dalam perkembangan hak kekayaan intelektual, pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional perlu mendapatkan perlindungan hukum seperti halnya bentuk hak kekayaan intelektual modernyang sudah ada terlebih seperti hak cipta, hak merek, paten, desain industry, desain tata letak sirkuit terpadu , rahasia dagang dan perlindungan varietas tanaman.23

22 Mencari Format Kebijakan Hukum yang

Sesuai Untuk Perlindungan Folklor di Indonesia, http://www.Ikht.net/index.php?option=com_cont ent&view=article&id=102:format-perlindungan-hukum-folklor&catid=1:hki-telematika&Itemid=37, diakses 5 September 2016

23 Afrillyanna Purba,op cit, hlm. 30

Suatu pengetahuan tradisional dapat berupa suatu karya intelektual yang berkaitan dengan kaidah seni atau karya intelektual dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik, warisan yang dihasilkan, di-kembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.24

Suatu karya intelektual dapat dikatakan sebagai Pengetahuan Tradisional apabila tumbuh dan secara komunal dimiliki oleh satu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu. Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai Pengetahuan Tradisional manakala pengetahuan tersebut:

a. Diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi;

b. Merupakan pengetahuan yang meliputi pengetahuan tentang lingkungan dan hubungannya dengan segala sesuatu; c. Bersifat holistik, sehingga tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat yang mem-bangunnya;

d. Merupakan jalan hidup (way of life) yang digunakan secara bersama-sama oleh komunitas masyarakat, dan karenanya di sana terdapat nilai-nilai masyarakat.25

Salah satu potensi mereka yang bisa digarap untuk perkembangan ekonomi adalah keterampilan dan pemahaman (traditional knowledges) mereka akan seni, termasuk tari-tarian, ukir-ukiran, tenunan, pengetahuan pemuliaan tanaman dan pengetahuan tentang tanaman obat- obat. Selain itu juga pemahaman masyarakat adat akan khasiat tumbuhan obat-obatan. Jika pengetahuan mereka akan tumbuhan obat-obatan dikembangkan melalui

24 Ibid, hlm.31

25 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan

Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm.96

(9)

perlindungan hak eksklusif, tentunya akan memberi semangat kepada mereka untuk tetap mempertahankan. Bahkan meningkatkan pengetahuan itu. Untuk itu perlindungan terhadap pengetahuan dan karya mereka perlu dipikirkan, salah satu caranya adalah dengan memberikan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas pengetahuan dan buah karya mereka. Di Indonesia sendiri, belum ada pihak yang khusus mendalami aspek hukum HAKI bagi masyarakat adat. UU tentang HAKI sama sekali tidak mengatur hal di atas.26

Perlindungan atas pengetahuan tradisional sangat penting bagi seluruh komunitas masyarakat di semua negara di dunia, khu-susnya bagi negara-negara berkembang (developing countries) seperti Indonesia, di mana pengetahuan tradisional mempunyai peran yang sangat penting di sektor ekonomi dan sosial kehidupan masyarakat.

Sebagai langkah awal perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kepemilikan ekspresi budaya tradisional tersebut kepada Negara. Dengan harapan akan menumbuhkan rasa kepemilikan bersama sehingga kita dapat terhindar dari proses diisintegrasi bangsa. Perlindungan yang dilakukan nantinya akan bersifat mengatur,perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.27

Sementara itu, dalam diskurs akademik, terdapat beberapa alternatif cara perlindungan bagi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang mengemuka, diantaranya, cara perlindungan positif,

26 http://www.pacific.net.id, diakses 14

September 2016

27 Afrillyana Purba,op cit, hlm. 146

perlindungan negatif, dan perlindungan defensif. 28

a. Perlindungan Positif

Cara perlindungan positif bagi Penge-tahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dilakukan melalui pembentukan hukum. Disebut perlindungan positif karena perlindungan ini mengandalkan pembuatan ketentuan-ketentuan hukum baru yang menjadi positif melalui pemberlakuan. Kemajuan signifikan yang perlu dicatat dalam upaya perlindungan positif ini ialah disepakatinya Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 dan Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expression 2005 dalam forum United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dalam ranah pelestarian. Indonesia sendiri telah menandatangani dan meratifikasi kedua Konvensi UNESCO ini. Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 diratifikasi dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (Konvensi Untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda); sedangkan Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expression 2005 diratifikasi dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expression (Konvensi tentang Proteksi dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya).

28 Miranda Risang Ayu, Harry Alexander,

Wina Puspitasari, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia, Alumni, Bandung, 2014, hlm. 114.

(10)

Dalam konvensi-konvensi tersebut telah diuraikan mengenai pentingnya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Konvensi ter-sebut memberikan jalan bagi negara-negara berkembang untuk dapat melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisionanya, maka Indonesia sebagai negara berkembang dapat menjadikan konvensi tersebut sebagai pedoman dalam membentuk Undang-Undang sui generis. Dalam dimensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kedua Konvensi UNESCO tersebut menegaskan pentingnya perlindungan Hak Moral komunal dan bahkan Hak Moral suatu bangsa terhadap Warisan Budaya yang berasal dari anggota-anggota UNESCO.

b. Perlindungan Negatif

Pada prinsipnya, perlindungan negatif dilakukan dengan sepenuhnya mengandalkan sistem perlindungan hukum yang telah ada. Di Indonesia, ketentuan hukum positif dalam hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat digunakan sebagai salah satu bentuk perlindungan negatif bagi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional ialah dengan diundangkannya Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014. UU ini telah memiliki kaidah khusus yang dapat dipergunakan untuk melindungi sejumlah Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), terutama dalam Pasal 38 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi:

a. Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara,

b. Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

c. Penggunaan ekspresi budaya tradisional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya, d. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak

cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan mengenai masalah jangka waktu perlindungan atas ekspresi budaya tradisional diatur dalam Pasal 60 ayat (1) UU No. 28 tahun 2014 sebagai berikut :

“Hak Cipta atas ekspresi budaya tradi-sional yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu.”

Sesungguhnya, Hak Cipta juga mem-punyai beberapa kelemahan bila hendak diterapkan guna melindungi folklor. Ke-lemahan Pertama, Hak Cipta mensyaratkan adanya individu Pencipta, sementara itu dalam suatu masyarakat lokal, folklor biasanya tidak memiliki Pencipta individual. Kedua, rezim Hak Cipta menyangkut perlindungan aspek komersial dari hak yang bersangkutan dalam hitungan waktu yang terbatas, seperti terlihat dalam UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dimana masa berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait diatur dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 63 UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, sedangkan isu perlindungan Pengetahuan Tradisional merupakan isu perlindungan atas warisan budaya suatu masyarakat tertentu. Ekspresi Budaya Tradisional (Traditional Cultural Expressions) biasanya terkait dengan cultural identity sehingga perlindungannya harus bersifat permanen atau selamanya. Ketiga, Hak Cipta mempersyaratkan bentuk formal atau fixation, sementara itu folklor biasanya tidak dalam bentuk tertentu tetapi biasanya

(11)

diekspresikan secara lisan dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam masyarakat yang bersangkutan. Kondisi itulah yang membuat rezim Hak Cipta sulit untuk diterapkan untuk melindungi folklor.29

c. Perlindungan Defensif

Perlindungan Defensif dilakukan dengan melakukan register data dalam pendoku-mentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

Pendokumentasian Pengetahuan Tradi-sional sangat penting untuk melestarikan penge tahuan tersebut bagi generasi mendatang dan melindungi pengetahuan tersebut sebagai aset Kekayaan Intelektual.30.

Selain itu pada tahun 1997 diselenggarakan pertemuan di Phuket Thailand berupa forum dunia yaitu World Forum on the Protection of folklore. Pada lingkup regional, UNESCO/ WIPO juga memberikan dorongan dalam penyelenggaraan pertemuan tingkat Afrika berupa The African Regional Consultation on the Protection of Expressions of Folklore di Pretoria Afrika Selatan pada tanggal 23-25 Maret 1999.31

Sejalan dengan berbagai usaha melindungi kebudayaan tradisional di beberapa negara Indonesia niat serta usaha dalam melestarikan dan mengembangkan pengetahuan tradisional (traditional knowlegde) dan budayanya telah disepakati suatu piagam yang disebut Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003 yang

29 Agus Sardjono, Hak Kekayaan lntelektual &

Pengetahuan Tradisional, Bandung, Alumni, 2006, hlm. 88.

30 Miranda Risang Ayu, Harry Alexander, Wina

Puspitasari, op.cit., hlm. 129

31 Afrillyanna Purba, op.cit, hlm. 137

dideklarasikan pada bulan Desember 2003 di Ciloto Jawa Barat.32

Adapun pengertian pelestarian yang dianut dalam Piagam Pelestarian Pusaka tersebut adalah upaya pengelolaan pusaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan. Pelestarian mencakup pengem bangan secara selektif untuk men-jaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika jaman.33

Baik perlindungan maupun pelestarian terhadap budaya tradisional dapat dianggap sebagai dua sisi mata uang yang sama. Memang terdapat perbedaan dalam meman-dangkeduanya tapi bukan berarti keduanya tidak dapat saling melengkapi. Sebab akan sangat sulit bicara soal pelestarian budaya tanpa bicara soal perlindungan dan sebaliknya sulit bicara soal perlindungan tanpa bicara soal pelestarian.34

Oleh karena itu di Indonesia sebagai langkah perlindungan preventif perlu diada-kan pendataan atau inventarisasi budaya tradisional Indonesia untuk mencegah terjadinya kasus kasus penklaiman budaya oleh negara lain yang tentunya akan merugikan bangsa Indonesia sendiri. Pendataan ini juga penting bagi pelestarian budya Indonesia untuk meariskan dari generasi ke generasi. F. Kesimpulan

1. Istilah traditional knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat

32 Ibid, hlm. 137 33 Ibid, hlm. 137 34 Ibid, hlm. 142

(12)

mengidentifikasi unit sosial. Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) diarti-kan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Penjelasan Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta tahun 2002 memberikan definisi terhadap folklor sebagai berikut :

Folklor dimaksudkan sebagai sekum-pulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun, termasuk:

a. Cerita rakyat, puisi rakyat;

b. Lagu-lagu rakyat dan musik ins-trument tradisional;

c. Tari-tarian rakyat, permainan tra-disional;

d. Hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen music dan tenun tradisional.

Dengan dikeluarkannya UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka ketentuan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menjadi tidak berlaku lagi. Dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 tahun 2014 memberikan batasan mengenai apakah yang dimaksud dengan “ekspresi budaya tradisional” yaitu segala sesuatu yang mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:

a. Verbal, tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa mau-pun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;

b. Musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental, atau kombinasinya; c. Gerak, mencakup antara lain: tarian; d. Teater, mencakup antara lain:

pertun-jukan wayang dan sandiwara rakyat; e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua

dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan f. Upacara adat.

Dalam Rancangan Undang-Undang RI tentang Perlindungan dan Pe man faatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) me-ru muskan Pengetahuan Tradisional dijelaskan pengertian-pengertian umum. Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Ekspresi Budaya Tradisional adalah karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan di-pelihara oleh komunitas atau masya rakat tertentu. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional mempunyai

(13)

karakteristik yang berbeda dengan ke-kayaan intelektual lain yang telah mendapat perlindungan seperti hak cipta, merek, paten, desain industry, desain tata letak sierkuit terpadu, rahasia dagang, dan perlindungan varietas tanaman. Pemberian perlindungan bagi pengetahuan tradisional menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya.

2. Sebagai langkah awal perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kepemilikan ekspresi budaya tradisional tersebut kepada Negara. Dengan harapan akan me numbuhkan rasa kepemilikan ber-sama sehingga kita dapat terhindar dari proses diisintegrasi bangsa. Perlin-dungan yang dilakukan nantinya akan bersifat mengatur,perlindungan, peng-embangan, dan pemanfaatan penge-tahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Sementara itu, dalam diskurs akademik, terdapat beberapa alternatif cara perlindungan bagi Penge tahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang mengemuka, diantaranya, cara perlindungan positif, perlindungan negatif, dan perlindungan defensif.

G. Saran

1. Pemerintah Indonesia perlu segera membuat aturan hukum baru yang responsif dan khusus (sui generis) berkaitan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang khusus mengatur mengenai pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional kalaupun rancangannya sudah ada perlu

kiranya segera disyahkan dan peraturan pelaksanya juga perlu segera disusun. 2. Pemerintah harus melakukan upaya

perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dengan cara melakukan identifikasi dan me-notivikasi menginventarisasi dan men-daftarkan seluruh pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisonal yang ada melalui lembaga yang berwenang secara Internasional melalui UNESCO.

Daftar pustaka

Agus Sardjono, Hak Kekayaan lntelektual & Pengetahuan Tradisional, Bandung: PT. Alumni, 2006

Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2010

Afrillyana Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Alumni, Bandung, 2012

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

Kementerian Hukum dan HAM RI, Perlindungan Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradsional dan Ekspresi Budaya Tradisional Masyarakat Adat, Alumni, Bandung, 2013

Hendra Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Prinsip Dasar Dan Norma Perlindungan Varietas Tanaman Rahasia Dagang -desain Industri -desain Tata Letak Sirkuit Terpadu- Paten- Merek - Hak Cipta), Surya Pena Gemilang, Malang, 2009

(14)

Miranda Risang Ayu, Harry Alexander, Wina Puspitasari, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia, Alumni, Bandung, 2014

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007

Saidin, Aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Right), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997

Yasmi Adriansyah, Mencari Tempat Terhormat Indonesia, Alumni, Bandung, 2010

Peraturan Perundang-Undangan

UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Internet

http://www.pacific.net.id,

Mencari Format Kebijakan Hukum yang Sesuai Untuk Perlindungan Folklor di Indonesia,http://www.Ikht.net/index. php?option=com_content&view=ar ticle&id=102:formatperlindunganh u k u m f o l k l o r & c a t i d = 1 : ticle&id=102:formatperlindunganh k i -telematika&Itemid=37

Referensi

Dokumen terkait

Many homeland secu- rity functions, such as law enforcement, transportation, food safety and public health, information technology and emergency management, are dispersed across a

[r]

Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia), keuangan (manajemen keuangan), logistik-obat dan peralatan (manajemen logistik), pelayanan

Hal ini berarti pembelajaran pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan dengan nilai rata-rata daya serap klasikal minimal 65% dan ketuntasan belajar

Jadi, untuk menjadi seorang guru yang prefesional selain memiliki wawasan keilmuan yang luas, harus mempunyai keahlian-keahlian yang harus di miliki agar terciptanya

[r]

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan

elektronik.” Kemudian dalam pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Walikota Kediri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan PTSP dijelaskan pada ayat (1)