• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2012

TENTANG

RETRIBUSI JASA USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka ketentuan mengenai pengenaan Retribusi Daerah Golongan Jasa Usaha sebagaimana telah diatur dalam beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Karawang sebelumnya, perlu ditinjau kembali dan disempurnakan untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Usaha.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undnag-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

(3)

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

13. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 14. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

15. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4535); 16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 17. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 20. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

(4)

21. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 22. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

23. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

24. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

25. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undnag-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);

(5)

29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4702); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

(6)

37. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230);

40. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 41. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

42. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

43. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

44. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);

(7)

46. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;

47. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;

48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;

49. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;

50. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota;

52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 53. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 4

Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah;

54. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

55. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARAWANG dan

BUPATI KARAWANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA.

(8)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Karawang.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Karawang.

3. Bupati adalah Bupati Karawang.

4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

6. Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/ pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pihak swasta.

7. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

8. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

(9)

9. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.

10. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual.

11. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.

12. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

13. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

14. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.

15. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

16. Utilitas adalah jaringan telepon, listrik, gas, air minum, minyak dan sanitasi.

17. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

18. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

19. Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat.

(10)

20. Hewan adalah makhluk hidup, meliputi : sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi dan unggas. 21. Ternak besar bertanduk betina produktif adalah sapi,

dan kerbau betina yang dapat dimanfaatkan sebagai bibit ternak.

22. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.

23. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 24. Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi atas jasa yang

disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

25. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain, pemakaian tanah dan/atau jalan, bangunan/ gedung, pemakaian ruangan pesta, pemakaian kendaraan/ alat-alat berat milik Daerah.

26. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

27. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

28. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

29. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

30. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.

(11)

31. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

33. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

34. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

35. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.

BAB II

RETRIBUSI JASA USAHA Pasal 2

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

(12)

Pasal 3 Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan;

d. Retribusi Terminal;

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan;

h. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; dan i. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Bagian Kesatu

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 4

Dengan nama Retribusi Pemakaian kekayaan daerah dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah.

Pasal 5

(1) Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah pemakaian kekayaan Daerah.

(2) Dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.

Pasal 6

(1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan pemakaian kekayaan daerah yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

(13)

Paragraf 2 Ketentuan Perijinan

Pasal 7

(1) Pemakaian Kekayaan Daerah tidak berlaku, apabila : a. Masa berlaku telah berakhir;

b. Atas permintaan Subyek Retribusi; c. Subyek Retribusi meninggal dunia;

d. Subyek Retribusi mengalihkan kepada pihak lain tanpa ijin tertulis Bupati atau pejabat yang ditunjuk;

e. Subyek Retribusi tidak memakai kekayaan daerah yang bersangkutan sebagaimana yang telah ditetapkan;

f. Subyek Retribusi tidak dapat memenuhi kewajiban dan syarat-syarat yang telah ditetapkan;

g. Badan sebagai Subyek Retribusi bubar atau dibubarkan;

h. Kekayaan Daerah yang bersangkutan diperlukan untuk kepentingan Pemerintah atau kepentingan umum.

(2) Dalam hal Subyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h masih memiliki masa berlaku Obyek Retribusi maka Pemerintah Daerah wajib memberikan ganti rugi.

(3) Dalam hal Subyek Retribusi meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ahli waris dapat meneruskan pemakaian kekayaan daerah, setelah melaporkan terlebih dahulu kepada Bupati untuk diadakan perubahan Obyek Retribusi.

Pasal 8

(1) Dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah masa berlakunya pemakaian kekayaan daerah berakhir, harus dikembalikan seperti keadaan semula atas biaya Subyek Retribusi.

(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengembalian seperti keadaan semula akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas biaya Subyek Retribusi.

(14)

(3) Segala sesuatu sebagai akibat pengembalian seperti keadaan semula yang tidak diambil oleh Subyek Retribusi setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak dilakukan pengembalian seperti keadaan semula dinyatakan di bawah penguasaan Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua

Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 9

Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 10

(1) Objek Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b adalah penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas pasar yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 11

(1) Subjek Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Pasar Grosir dan/atau Pertokoan yang bersangkutan.

(15)

(2) Wajib Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan.

Bagian Ketiga

Retribusi Tempat Pelelangan Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 12

Dengan nama Retribusi Tempat Pelelangan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan.

Pasal 13

(1) Objek Retribusi Tempat Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan.

(2) Termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat yang dikontrak oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.

(3) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat pelelangan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

(16)

Pasal 14

(1) Subjek Retribusi Tempat Pelelangan adalah orang

pribadi atau Badan yang

menggunakan/menikmati pelayanan tempat pelelangan yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Tempat Pelelangan adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Tempat Pelelangan.

Bagian Keempat Retribusi Terminal

Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 15

Dengan nama Retribusi Terminal dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas penyediaan tempat pelayanan penyediaan terminal untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 16

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 17

(1) Subjek Retribusi terminal adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan terminal yang bersangkutan.

(17)

(2) Wajib Retribusi terminal adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi terminal.

Bagian Kelima

Retribusi Tempat Khusus Parkir Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 18

Dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas tempat khusus parkir yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 19

(1) Objek Retribusi Tempat Khusus Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 20

(1) Subjek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Tempat Khusus Parkir yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Tempat Khusus Parkir.

(18)

Bagian Keenam

Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi

Pasal 21

Dengan nama Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa dipungut Retribusi atas pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 22

(1) Objek Retribusi Tempat Penginapan /Pesanggrahan/Villa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f adalah pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 23

(1) Subjek Retribusi Tempat Penginapan /Pesanggrahan/Villa adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa.

(19)

Bagian Ketujuh

Retribusi Rumah Potong Hewan Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 24

Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas rumah potong hewan yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 25

(1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 26

(1) Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Tempat Rumah Potong Hewan yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Rumah Potong Hewan.

(20)

Paragraf 2

Ketentuan Hewan Potong Pasal 27

(1) Hewan besar bertanduk betina yang akan dipotong terlebih dahulu diperiksa secara khusus oleh petugas yang berwenang.

(2) Ternak besar bertanduk yang tidak produktif ditandai cap S dan boleh dipotong di rumah pemotongan hewan dengan diberi surat keterangan hasil pemeriksaan dari petugas yang berwenang.

(3) Ternak besar bertanduk yang dinyatakan tidak boleh dipotong, diberikan surat keterangan penolakan dari petugas yang berwenang.

Bagian Kedelapan

Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 28

Dengan nama Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 29

(1) Objek Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf i adalah pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

(21)

Pasal 30

(1) Subjek Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Tempat Rekreasi dan Olahraga yang bersangkutan.

(2) Wajib Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.

Bagian Kesembilan

Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Paragraf 1

Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 31

Dengan nama Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas penjualan produksi usaha daerah yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 32

(1) Objek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf k adalah penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penjualan produksi oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 33

(1) Subjek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Penjualan Produksi Usaha Daerah yang bersangkutan.

(22)

(2) Wajib Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

BAB III

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA YANG BERSANGKUTAN

Pasal 34

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan pelayanan yang diberikan.

BAB IV

PRINSIP YANG DIANUT DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 35

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

(3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.

BAB V

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 36

(1) Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan.

(23)

(2) Struktur besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran, yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali dengan memperhatikan kenaikan harga dan perkembangan ekonomi.

(2) Penetapan perubahan tarif retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kesatu

Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga Pasal 38

Dalam hal-hal tertentu seperti Hari Raya, Tahun Baru dan hari besar lainnya yang mendatangkan hiburan, ketentuan tarif mendapatkan keringanan/discount 50% dari tarif.

BAB VI

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 39

Retribusi terhutang dipungut di daerah tempat pelayanan diberikan.

BAB VII

PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan Pasal 40

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.

(3) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.

(24)

(4) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 41

(1) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai tindakan awal pelaksanaan

penagihan retribusi dikeluarkan setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal jatuh tempo

pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

(4) Tata cara penagihan dan penerbitan Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Pemanfaatan

Pasal 42

(1) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.

(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(25)

Bagian Ketiga Keberatan

Pasal 43

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 44

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.

(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

(26)

Pasal 45

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB VIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 46

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(27)

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran

Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 47

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

(28)

Pasal 48

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi kabupaten yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X PEMERIKSAAN

Pasal 49

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi.

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XI

INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 50

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(29)

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 51

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari

orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

(30)

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Usaha melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 52

Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau membayar kurang, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(31)

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA Pasal 53

Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 54

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 merupakan penerimaan daerah.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 55

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 56

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Tahun 1999 Nomor 11 Seri B);

2. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Tahun 2000 Nomor 6 Seri B) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karawang 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga (Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2006 Nomor 3 Seri C);

(32)

3. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga ( Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Tahun 2000 Nomor 6 Seri B);

4. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang Tahun 2000 Nomor 7 Seri B) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Atau Pertokoan (Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2006 Nomor 1 Seri C);

5. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan (Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2006 Nomor 2 Seri C Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1);

6. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1);

7. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata dan Kebudayaan (Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2001 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1);

(33)

Pasal 57

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Karawang.

Ditetapkan di K a r a w a n g pada tanggal 22 Mei 2012 BUPATI KARAWANG,

ttd

A D E S W A R A Diundangkan di Karawang

pada tanggal 22 Mei 2012

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN K A R A W A N G,

ttd

I M A N S U M A N T R I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2012 NOMOR : 3 SERI : C

(34)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR TAHUN 2012

TENTANG

RETRIBUSI JASA USAHA

I. UMUM

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif.

Kebijakan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, telah disesuaikan dengan Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Usaha.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

(35)

Pasal 4

Cukup jelas. Pasal 5

Ayat (1)

Pemakaian kekayaan Daerah, antara lain, penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, dan kendaraan bermotor.

Ayat (2)

Penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah, antara lain, pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/ pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas.

(36)

Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas.

(37)

Pasal 44 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “instansi yang melaksanakan pemungutan” adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Retribusi.

Ayat (2)

Pemberian besarnya insentif melalui Peraturan Bupati Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Tim Pemeriksa Pajak Kepala Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal Wajib Pajak P h ase Mulai SP2 SPPL SP2 SPPL Konsep KKP Konsep LHP Konsep SPHP Konsep LHP yang telah di

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan

Bagian yang meresap dekat dengan permukaan maka akan menguap kembali lewat tanaman (evapotransportasi) atau penguapan pada tubuh air yang terbuka (evaporasi),

Penilaian terhadap Taman di depan Gedung FIK, menunjukkan responden menilai kategori jenis tanaman baik lebih tinggi/banyak (63,3%) dibandingkan dengan yang menilai

Sejak bulan Maret s/d Agustus 2010, Balai Besar Veteriner Denpasar bekerjasama dengan Project ACIAR AH 2006-166-AUSAID telah melakukan pengujian terhadap 3.000 spesimen

(2) Pejabat Struktural yang melaksanakan tugas belajar dan dibebaskan dari jabatannya, dikenakan pengurangan Tunjangan Kinerja sebesar 2,25% (dua koma dua puluh

Wajib Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran

(2) Wajib Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk