• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang terjadi saat ini

menuntut negara-negara maju memiliki keunggulan dalam persaingan di

bidang teknologi. Implikasinya adalah efisiensi dan efektivitas bagi para

produsen untuk memasarkan produknya melalui pasar bebas. Selayaknya

produk-produk ataupun karya-karya yang dihasilkan oleh para produsen

tersebut diberi perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak

pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta menyetujui

perjanjian multilateral dalam kerangka Persetujuan Umum tentang Tarif dan

Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade-GATT) di Marakest

Maroko tahun 1994. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang paling lengkap

yang pernah dihasilkan oleh putaran GATT dan merupakan hasil perundingan

yang disebut dengan istilah Urugay Round yang salah satunya memuat

Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual

(Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights-TRIPs).1

Persetujuan TRIPs memuat norma-norma dan standard perlindungan

bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian-perjanjian

internasional di bidang hak kekayaan intelektual sebagai dasar. Di samping

1 Kholis Roisah, 2001, Implementasi Perjanjian TRIPs tentang Perlindungan Hukum

(2)

persetujuan ini juga mengatur pula aturan pelaksanaan penegakan hukum di

bidang HaKI sangat ketat.2 Intellectual property right sebagai terminologi

hukum di Indonesia diterjemahkan menjadi beberapa istilah Hak kekayaan

intelektual, Hak Atas Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, Hak

Atas Kekayaan Intelektual. Akan tetapi pasca reformasi Perudang-undangan

dibidang Intellectual property right tahun 2000, dalam literatur hukum

Indonesia Intellectual property right lebih sering ditemukan dan

diterjemahkan sebagai Hak kekayaan intelektual, meskipun masih ada juga

akademis yang mempergunakan Hak Atas Kepemilikan Intelektual (“HAKI”) sebagai terjemahan dari istilah Intellectual property right. Intellectual

property right dipadankan menjadi hak kekayaan intelektual dalam bahasa

Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan

Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07 Tahun 2000 dan telah mendapat

persetujuan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam

suratnya Nomor 24/M/PAN/1/2000, dapat disingkat dengan “HKI” atau dengan akronim “HaKI”. Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah “Hak Kekayaan Intelektual” (tanpa “Atas”) dapat disingkat “HKI” atau akronim “HaKI” telah resmi dipakai.

HKI adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada

seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Rezim atau jenis HKI

terdiri dari: (1) paten, (2) hak cipta, (3) merek dan indikasi geografis, (4)

2

(3)

desain industri, (5) desain tata letak sirkuit terpadu, (6) rahasia dagang, (7)

perlindungan varietas tanaman.

TRIPs telah menggariskan bahwa bidang HaKI meliputi: Hak Cipta

(copyright); Merek Dagang (trademarks); Paten (patent); Design produk

industri (industrial designs); Indikasi geografi (geographical indication);

Desin tata letak (topography) sikuit terpadu atau lay-out desain (topography

of integrated circuits); dan Perlindungan informasi yang dirahasiakan

(protection of undisclosed information).

HKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap

karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas

manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut

merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan

intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya,3 yang memiliki

nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Hal inilah yang membedakan HKI dengan

hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam. Pada dasarnya yang

termasuk dalam lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir

seseorang. Salah satu diantaranya adalah merek.4 Merek sebagai salah satu

hak intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan

perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman

modal. Merek dengan brand image-nya dapat memenuhi kebutuhan

3 Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, hlm. 2.

4

(4)

konsumen akan tanda pengenal atau tanda pembeda yang teramat penting dan

merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan

bebas. Tanpa adanya merek maka akan sulit bagi konsumen untuk

membedakan kualitas dari suatu produk. Itulah sebabnya merek merupakan

salah satu aset terpenting bagi perusahaan.5 Demikian pentingnya peran

merek, maka terhadapnya dilekatkan suatu perlindungan hukum sebagai

objek yang terkait dengan hak-hak perorangan atau badan hukum. Putusan

Mahkamah Agung Nomor 34 K/Pdt.Sus/2010 merupakan contoh perkara

pentingnya merek dan perlindungan terhadapnya.

Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 34 K/Pdt.Sus/2010

merupakan gugatan yang dilayangkan oleh Car-FreshneR Corp yang

keberatan karena Thio Trio Susantono menggunakan merek yang sama untuk

kategori jenis barang yang sama. Majelis hakim dalam putusannya

menyatakan bahwa Little Trees adalah merek terkenal sebagaimana didalilkan

penggugat. Kriteria merek terkenal adalah masyarakat mengetahuinya dan

untuk mencapai reputasinya dilakukan dengan promosi yang gencar dan

mengeluarkan investasi yang besar untuk menjaga reputasinya tersebut.6

Penggugat dalam berkas gugatan memang mengklaim telah

menggunakan merek dagang Little Trees sebagai merek terkenal di seluruh

dunia sejak tahun 1952 dan produknya ada di lebih dari 75 negara. Penggugat

5 Cita Citrawinda Priapantja, 2000, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia, Biro

Oktroi Rooseno, Bogor, hlm. 1. 6

(5)

juga mengklaim peredaran produknya dalam wilayah Indonesia dalam

periode lima tahun terakhir ini mencapai 265 ribu per tahun.7

Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, majelis menilai penggugat

telah gencar melakukan promosi yang profesional melalui brosur dan artikel

serta dengan biaya investasi yang besar. Terlebih, penggugat juga telah

memproduksi barang-barang dalam jenis penyegar udara di sejumlah negara

seperti Jepang, Cina, Malaysia, Filipina, Thailand, New Zealand, Korea

Selatan, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.

Majelis juga menyatakan tergugat terbukti beritikad tidak baik.

Tergugat dinyatakan terbukti meniru merek milik penggugat sehingga

mengakibatkan kerugian pada diri penggugat. Majelis berpendapat perbuatan

tergugat menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh serta

menyesatkan konsumen. Penyesatan yang dilakukan, kata Sugeng, berupa

penyesatan penglihatan dan pendengaran sehingga dapat mengecoh

konsumen.

Atas segala pertimbangan tersebut, majelis menyatakan tergugat

terbukti melanggar Pasal 68 ayat (1) jo Pasal 6 ayat (3) huruf a UU No. 15

Tahun 2001 tentang merek. Tergugat dinyatakan terbukti telah mendaftarkan

merek tersebut secara tidak layak dan tidak jujur dengan membonceng,

meniru/menjiplak merek penggugat demi kepentingan usahanya.

Untuk itu, majelis membatalkan merek milik tergugat dengan nomor

register IDM000143419 tertanggal 29 Oktober 2007. Majelis juga

7 “Hakim Akui Little Trees Merek Terkenal”, diakses dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cf489feacd9c/hakim-akui-little-trees-merek-terkenal, 12 November 2015.

(6)

memerintahkan Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual untuk

melaksanakan pembatalan pendaftaran merek yang bersangkutan dari daftar

umum merek, dan mengumumkannya dalam berita resmi merek.

Wujud perlindungan lainnya dari negara terhadap pendaftaran merek

adalah merek hanya dapat didaftarkan atas dasar permintaan yang diajukan

pemilik merek yang beritikad baik (good faith). Hal ini ditegaskan dalam

Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa:

“Merek tidak dapat didaftar atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. Pada bagian Penjelasan Pasal 4 disebutkan bahwa: “Pemohon yang beritikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau

menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya yang berakibat

kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang,

mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin

melakukan penelitian lebih lanjut tentang permasalahan ini dengan judul tesis

“TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

(TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.34

K/PDT.SUS/2010)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik suatu

(7)

1. Apa latar belakang yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan

pembatalan merek Putusan Mahkamah Agung No.34 K/Pdt.Sus/2010?

2. Bagaimanakah bentuk proses penyelesaian sengketa Putusan Mahkamah

Agung No.34 K/Pdt.Sus/2010?

3. Apa pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam

penyelesaian sengketa gugatan pembatalan merek Putusan Mahkamah

Agung No.34 K/Pdt.Sus/2010?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis latar belakang yang menyebabkan terjadinya

sengketa gugatan pembatalan Putusan Mahkamah Agung No.34

K/Pdt.Sus/2010;

2. Untuk menganalisis bentuk penyelesaian sengketa Putusan Mahkamah

Agung No.34 K/Pdt.Sus/2010; dan

3. Untuk menganalisis pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim

dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan merek Putusan

Mahkamah Agung No.34 K/Pdt.Sus/2010.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian berkaitan dengan merek berdasarkan Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek pernah diteliti oleh pihak lain, tetapi

(8)

teliti. Penelitian berkaitan dengan merek berdasarkan Undang-undang Nomor

15 Tahun 2001 tentang Merek yang pernah diteliti tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Alasan Itikad Tidak Baik Dalam Pembatalan Merek Sebagai Wujud

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Prada Di Indonesia

(Studi kasus putusan PK MARI No. 274 PK/PDT/2003 antara Prada S.A.

melawan Fahmi Babra dan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan

Merek)8.

Rumusan Masalah:

a. Dalam kriteria apa saja alasan itikad tidak baik (Presumtion of

Bad Faith) dapat digunakan atau diterapkan hakim sebagai

pertimbangan hukum dalam membatalkan pendaftaran merek

oleh Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali kasus

Prada antara Prefel S.A. melawan Fahmi Babra dan Direktorat

Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek?

b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pemegang merek

terdaftar yang beritikad baik sesuai dengan Undang-undang Nomor

15 Tahun 2001 tentang Merek?

Kesimpulan dari penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mahkamah Agung dalam memutus perkara Peninjauan Kembali

kasus Prada antara Prefel S.A. melawan Fahmi Babra dan

8 Medya Rischa Lubis, 2014, Alasan Itikad Tidak Baik Dalam Pembatalan Merek Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Prada Di Indonesia (Studi kasus putusan PK MARI No. 274 PK/PDT/2003 antara Prada S.A melawan Fahmi Babra dan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek), Magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(9)

Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek nyata-nyata

dalam putusannya telah menggunakan dan mempertimbangkan

adanya itikad tidak baik (bad faith) dari pihak Termohon/Fahmi

Babra. Adanya alasan itikad tidak baik tersebut juga terlihat dari

pemilihan bentuk-bentuk kata pada etiket merek “Prada dan Logo”, dimana bentuk penulisan kata “Prada” oleh Fahmi Babra adalah sama pada pokoknya dengan bentuk kata “Prada” milik Prefel S.A. dan lukisan dalam etiket merek “Prada & Logo” atas

nama Termohon PK adalah sama pada keseluruhannya/identik

dengan salah satu lukisan dari merek “Prada” dan variasinya milik Prefel S.A. yang telah terkenal.

b. Bentuk perlindungan hukum bagi pemegang merek yang

beritikad baik sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun

2001 tentang Merek secara tegas diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5

Undang-undang Merek. Pada dasarnya hak atas merek adalah hak

khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang

terdaftar. Karena merupakan hak khusus, maka pihak lain tidak

dapat menggunakan merek terdaftar tanpa ijin pemiliknya. Orang

yang berminat menggunakan merek orang lain harus terlebih

dahulu mengadakan perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke

(10)

2. Analisis Penggunaan Frasa Bahasa Asing Yang Merupakan Merek

Deskriptif Dalam Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Kasus Putusan

Mahkamah Agung RI No.179PK/Pdt.Sus/2012)9.

Rumusan Masalah:

a. Apakah frasa bahasa asing yang merupakan merek deskriptif dapat

dianggap memiliki daya pembeda sebagaimana yang dimaksud UU

Merek 2001?

b. Apakah pemegang merek terdaftar yang menggunakan frasa bahasa

asing yang merupakan merek deskriptif dapat dibatalkan mereknya

atas dasar bertentangan dengan ketertiban umum dan itikad tidak

baik?

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Deskriptif dalam kamus Bahasa Indonesia, maupun kamus bahasa

asing adalah sesuatu yang bersifat menggambarkan, menguraikan,

menjelaskan, atau mengilustrasikan, sehingga merek yang

menggunakan kata deskriptif dapat dikatakan sebagai merek

deskriptif. Dalam contoh kasus yang sudah disajikan pada bab-bab

sebelumnya, beberapa pemohon di luar Indonesia mengajukan

permohonan pendaftaran merek yang menggunakan kata deskriptif,

contoh kasus El Centro De Yoga untuk merek dagang tempat

pembinaan olah raga, yang oleh Hakim kemudian dibatalkan

pendaftarannya atas dasar merek yang dimohonkan tidak melekat

9 Wahyu Shafaat, 2015, Analisis Penggunaan Frasa Bahasa Asing Yang Merupakan Merek

Deskriptif Dalam Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No.179PK/Pdt.Sus/2012), Magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(11)

suatu daya pembeda, dan El Centro De Yoga sangat

mendeskripsikan jenis jasa yang ditawarkan oleh merek tersebut.

Telah dipaparkan dan telah dijelaskan bahwa suatu merek

deskriptif tidak memiliki daya fantasi, sementara suatu merek

diharapkan memiliki suatu daya fantasi (abitrari), sehingga merek

tersebut mampu memberikan suatu daya pembeda atau menonjolkan

suatu ciri khas. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan

Indonesia maupun internasional, suatu merek dipersyaratkan untuk

memiliki suatu ciri khas atau daya pembeda sebagai identitasnya.

Dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia, merek

deskriptif diatur didalam Pasal 5 butir iv UU Merek 2001 yang

menerangkan merek tidak dapat didaftar apabila berkaitan dengan

barang atau jasa yang dimohonkannya. Pertimbangan Direktorat

Jenderal dalam menentukan merek deskriptif berdasarkan Juknis

Direktorat Jenderal adalah apabila merek tersebut menerangkan

jumlah, menerangkan rasa, menerangkan jenis barangnya,

menerangkan tujuan pemakaian, menerangkan bentuk produk, merek

yang telah menjadi keterangan barang, sehingga daya pembeda

merek tersebut melemah, dan menerangkan kualitas barang.

Mengingat merek deskriptif adalah merek yang berkaitan

atau menggambarkan barang dan/atau jasa yang ditawarkan sehingga

merek tersebut memiliki daya pembeda yang lemah maka didasarkan

(12)

merek deskriptif, maka merek deskriptif baik yang menggunakan

Bahasa Indonesia ataupun bahasa asing, oleh karenanya merek

deskriptif tidak dapat didaftarkan karena tidak memiliki daya

pembeda.

b. Didasarkan pada Pasal 68 angka (1) UU Merek 2001, gugatan

pembatalan dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan

diantaranya diajukan atas dasar itikad tidak baik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 UU Merek 2001, dan bertentangan dengan

ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) UU

Merek 2001. Pertimbangan-pertimbangan suatu merek dapat

dibatalkan, khususnya dalam hal ini pembatalan merek deskriptif

yang terdaftar adalah sebagai berikut:

1) Terdaftarnya merek deskriptif, menimbulkan suatu keadaan

persaingan usaha yang tidak sehat, karena seseorang secara

monopoli dapat menggunakan merek deskriptif tersebut secara

eksklusif sehingga pihak lain tidak dapat menggunakan frasa

deskriptif tersebut pada merek miliknya. Sebagaimana

penjelasan Pasal 4 UU Merek 2001, dikatakan bahwa pemohon

merek yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan

mereknya dan tidak mengakibatkan suatu kondisi persaingan

curang. Berdasarkan hal tersebut, itikad tidak baik dapat

(13)

pendaftarannya telah menimbulkan suatu persaingan usaha tidak

sehat; dan

2) Terdaftarnya merek deskriptif selain menciptakan suatu

persaingan usaha tidak sehat, tetapi juga menimbulkan suatu

keresahan dan menggangu ketentraman khalayak umum, atau

dari golongan masyarakat tertetu. Sejalan dengan penjelasan

Pasal 5 huruf a UU Merek 2001 yang menyatakan bahwa

pengertingan bertentangan dengann ketertiban umum adalah jika

penggunaan merek tersebut menyinggung perasaan, atau

mengganggu ketentraman khalayak umum atau golongan

masyarakat tertentu. Dalam kasus terdaftarnya merek Kopitiam,

beberapa kelompok pengusaha, perwakilan negara tetangga, dan

etnis Tionghoa mengecam eksklusifitas merek yang saat ini

dimiliki oleh Abdul Alex Soelystio, oleh karenanya pelanggaran

suatu ketertiban umum dapat dijadikan salah satu landasan

dalam mengajukan pembatalan terhadap merek deskriptif yang

telah terdaftar.

Kedua penelitian tersebut di atas memang memiliki kesamaan yaitu

membahas mengenai merek berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun

2001 Tentang Merek, tetapi dalam penelitian saudari Medya Rischa Lubis

lebih menitikberatkan pada alasan itikad tidak baik dalam pembatalan merek

sebagai wujud perlindungan hukum terhadap merek terkenal Prada di

(14)

penggunaan frasa bahasa asing yang merupakan merek deskriptif dalam

pendaftaran merek di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kepentingan

akademis maupun kepentingan praktis.

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan informasi

kepustakaan dan bahan ajar di bidang hukum pada umumnya dan Hukum

Bisnis pada khususnya yang berkaitan dengan Hak atas Merek dalam

dunia bisnis atau perdagangan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para

pengusaha dan aparat penegak hukum lainnya misalnya Advokat,

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dan pembentuk undang-undang,

dalam menetapkan dan merumuskan kebijakan pelaksanaan pendaftaran

Referensi

Dokumen terkait

Maka, bila ditinjau dari sisi penderma, waktu terbaik untuk memberikan dana adalah pada saat penderma sedang berlatih me- ditasi vipassanā dan secara otomatis hal

Pada reaksi demineralisasi menggunakan HCl 0,6 N; 0,9 N dan 1,2 N didapat model kinetika jenis Difusi Lapisan Hasil, hal ini disebabkan oleh meningkatnya

Pada Class Aplikasi terdiri dari beberapa form yang menunjangnya, antara lain Form Utama, Form Pengiriman Baru, Form Notifikasi, Form Admin, Form Tambah Cabang,

Hasil analisis unsur yang terkandung pada sampel 3 dan sampel 4 yang diambil dari lokasi bekas tambang kaolin dapat dilihat pada gambar 3 yaitu penyebaran

Berdasarkan dari hasil penelitian, analisis dan pembahasan mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian perilaku seks berisiko pada remaja tunarungu di

Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk beberapa sampel dengan kadar air yang berbeda sesuai dengan rancangan penelitian, yaitu sampel dengan kadar air OMC,

Salam Arif, Hak Milik Intelektual dalam Islam , dalam Antologi Hukum Islam , cet.1, (Yogyakarta: Program Studi Hukum Islam UIN SUKA Yogyakarta, 2010), hlm.. Salam Arif,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim-pulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dan nilai jumlah trombosit pada pasien anak dengan demam