ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK-TALK-WRITE
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
MACHRANI ADI PUTRI SIREGAR
NIM: 809725012
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TESIS
ANALISIS KEMAMPUAN
KOMIJNII(ASI
MATEMATIK
SISWA
SEKOLAH
MEI\TENGAHPERTAMA MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN
KOOPERATTF
TIPE
THINK-TALK.WRITE
Disusun dan diajukan oleh:
MACHRAM ADI PUTRI SIREGAR
I{IM:
80972i5012Telah Dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada Tanggal 13 September 2013 dan Dinyatakan Telah Memenuhi
Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Medan, 13 September 2013
Menyetujui:
Tim Pembimbing
Pembimbing
II
Prof. Dr. Sahat Saraqih M.Pd.
NIP. 19610205 198803 1003 NrP. 19590807 198303 1033
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Pembimbing
I
@
Lembar Pengesahan Tesis
ANALISIS KEMAMPUAN KOMT'NIKASI
MATEMATIK
SISWA
SEKOLAH MEI\IENGAH PERTAMA
MELALTII
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK-TALK-WRITE
TESIS
Disusun dan diajukan oleh:
MACIIRAI\II ADI PUTRI SIREGAR NIIM: 809125012
Medan, 13 September 2013 Menyetujui:
Tim Pembimbing
Pembimbing
I
PembimbingtI
M
,,,r.*.K**.r0.
,."r.#**il/*r.*u.
Nrp. 19610205 198803
1003
NIP. 19590807 198303 1033Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
frry
Dr. Edi Syalryutra- M.Pd.
PERSETUJUAI\T DEWAI\I
PENGUJI
UJIAN TESIS
MAGISTER
PENDIDIKAI\T
No.
NAMA Tanda Tanganl.
Prof. Dr. Sahat Saragih,MJd.
N[rP. 19610205
rlmOr
1 003Prof. I)r. Mukhtar, M.Pd. rIrP.19590807 198303 1 033
Dr. Edi Syahputrq M.Pd. rrIP.19570121 198903 1 001
Dr. Hasratuddin Siregar, 1VL,Pd. NIP.19631231 199103
I
030i
ABSTRAK
MACHRANI ADI PUTRI SIREGAR. Analisis Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013.
Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write,
Kemampuan Komunikasi Matematik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori; (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa antara siswa yang berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah; (3) interaksi antara strategi pembelajaran dengan kemampuan matematik (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa; (4) peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW ditinjau dari kemampuan matematik siswa (tinggi, sedang, rendah); (5) bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa pada strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dan strategi pembelajaran ekspositori.
Penelitian ini berbentuk kuasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa siswa kelas VII SMP Negeri 28 Medan yang memiliki rombongan belajar lebih dari 1. Secara acak, dipilih 2 kelas dengan kemampuan sama untuk menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW, sedangkan kelas kontrol diberi strategi pembelajaran ekspositori. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan matematika siswa, tes kemampuan komunikasi matematik siswa dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,78 untuk kemampuan komunikasi matematik.
ii
ABSTRACT
MACHRANI ADI PUTRI SIREGAR. Analysis of the Mathematical
Communication Ability of Junior High School through the Cooperative Learning Strategy with Think-Talk-Write type. Thesis of Mathematics Educational Program of Graduate School of State University of Medan. 2013.
The purposes of this research are to examine: (1) the increasing of students’ mathematical communication ability for those who obtained the Cooperative Learning Strategy with Think-Talk-Write type and the Expository Learning Strategy; (2) the increasing of students’ mathematical communication ability for those who have high, middle and low math skills; (3) the interaction between learning strategy with math skills against the increasing of students’ mathematical communication ability; (4) the increasing of students’ mathematical communication ability for those who obtained the Cooperative Learning Strategy with Think-Talk-Write type in terms of their math skills; (5) form of students’ problem solving processes in each of learning strategy.
This research is a quasi-experimental. The population of this research is all of the seventh grade students in SMP Negeri 28 Medan who have more than one learning group. Randomly, two classes with the same ability were chosen to clasify the experiment class and control class. The experiment class is treated with the Cooperative Learning Strategy with Think-Talk-Write type, while the control class is treated with the expository learning strategy. The used instruments consist of: students’ mathematical ability test, students’ mathematical communication ability test and observation sheet. The validity requirements of those instruments have been declared with the score of reliability coefficient is 0,78 for mathematical communication ability.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH sang pemilik jiwa raga ini, atas segala Rahmad dan Karunia-Nya yang sangat berharga sehingga tesis yang
berjudul “Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write” ini dapat terselesaikan. Sholawat beriring salam juga saya panjatkan kepada Rasulullah MUHAMMAD sebagai suri tauladan, beserta para kerabat dan sahabat-sahabat beliau.
Penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Dalam proses penulisan tesis ini, saya menyadari bahwa tanpa bimbingan,
bantuan, motivasi dan do’a dari berbagai pihak, segala kekurangan dan
iv
bidang studi Matematika setempat, yang telah banyak membantu saya selama proses penelitian berlangsung; Mama Ayumi Harahap, S.Pd. dan Papam Sofyan Siregar, S.Ag., yang tak putus-putusnya dengan sabar dan tulus selalu memberikan dukungan spiritual dan material kepada saya; Abangda Amir Syarif Siregar, S.S. serta adik-adik tersayang: Anggita Dwi Putri, S.S., Sarah Nofyanti,
S.Kom. dan Rabiatul ‘Adawiyah, yang selalu memberikan warna dalam hidup saya; Keluarga di Brastagi: Ayah, Ibu dan adik-adik Andryan Hanafi, Neni Tryana dan Anil Himawan, yang tak bosan-bosannya selalu mendo’akan saya dari jauh; Para Kakanda seperjuangan: Irmayanti, S.Si., M.Pd., Hamni Fadlilah Nasution, M.Pd., Shafridla, M.Pd., Husna Rahmi, M.Pd., Angelia Novrieni Nasution, M.Pd. dan Hijrah Hidayah, M.Pd., yang selalu bersedia memberikan bantuan dan motivasi bagi saya selama proses perkuliahan dan penulisan tesis ini; Para Sahabat: Utary Dwi Listiarini, M.Kes., Dede Riyanti, Ani Deswita, S.Pd. dan Windy Gustari, yang selalu ada untuk saya dalam suka dan duka; seluruh teman sekelas Pendidikan Matematika Angkatan V Eksekutif B yang selalu kompak selama proses perkuliahan; seluruh kakak-kakak dan adik-adik stambuk yang tak mungkin saya tuliskan satu per satu di sini, serta seluruh pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat atas terselesaikannya tesis ini, hanya ucapan terima kasih yang dapat saya berikan. Semoga ALLAH selalu melimpahkan Rahmad dan hidayah-Nya kepada kita. Hanya Dia-lah sebaik-baik pembalas.
Akhir kata, semoga karya sederhana ini dapat dicatat sebagai amal di sisi ALLAH dan bermanfaat bagi kita semua.
Amiin ya Robbal ‘alamin...
Medan, September 2013
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Identifikasi Masalah 13 1.3 Batasan Masalah 14
1.4 Rumusan Masalah 14
1.5 Tujuan Penelitian 15 1.6 Manfaat Penelitian 15 1.7 Defenisi Operasional 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA 19
2.1 Komunikasi Matematik 19 2.2 Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think-Talk-Write (TTW) 26
2.3 Strategi Pembelajaran Ekspositori 38 2.4 Perbedaan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW
dengan Strategi Pembelajaran Ekspositori 42 2.5 Teori Belajar yang Mendukung 43 2.6 Hasil Penelitian yang Relevan 46 2.7 Kerangka Konseptual 48 2.8 Hipotesis Penelitian 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 53
3.1 Jenis Penelitian 53 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 53 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 54 3.4 Rancangan Penelitian 56 3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian 57 3.6 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 58 3.7 Prosedur Penelitian 69 3.8 Teknik Analisis Data 73
BAB IV HASIL PENELITIAN 79
4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan
Instrumen Penelitian 79 4.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan
vi
4.3 Hasil Penelitian 84 4.3.1 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa 85 4.3.2 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 88
4.3.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Faktor
Pembelajaran dan Kemampuan Matematika Siswa 93 4.3.4 Gambaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 107 4.3.5 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Proses
Pembelajaran 124
4.4 Pembahasan 128
4.4.1 Faktor Pembelajaran 128 4.4.2 Kemampuan Matematika Siswa 132 4.4.3 Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 134
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 136
5.1 Kesimpulan 136
5.2 Saran 137
DAFTAR PUSTAKA 139
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif 30 Tabel 2.2 Perbedaan Strategi Pembelajaran Matematika
Kooperatif Tipe TTW dengan Ekspositori 42 Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian 54 Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel
Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol 57 Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan Siswa berdasarkan Tes
Kemampuan Matematika Siswa 61 Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 62
Tabel 3.5 Keterkaitan antara Permasalahan Penelitian, Hipotesis Statistik dan Jenis Uji Statistik yang digunakan dalam
Analisis Data 77
Tabel 4.1 Hasil Validasi Ahli terhadap Perangkat Pembelajaran 80 Tabel 4.2 Hasil Validasi Ahli terhadap Instrumen Penelitian 81 Tabel 4.3 Hasil Analisis Validitas Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 82
Tabel 4.4 Hasil Analisis Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 82
Tabel 4.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa 83 Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa 83 Tabel 4.7 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa tiap Kelas
Sampel berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Matematika
Siswa 86
viii
Tabel 4.9 Uji Mann Whitney U Nilai Tes Kemampuan Matematika
Siswa 87
Tabel 4.10 Sebaran Sampel Penelitian 88 Tabel 4.11 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Kelompok Strategi Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori berdasarkan Kemampuan Matematika
Siswa 89
Tabel 4.12 Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 94
Tabel 4.13 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 95
Tabel 4.14 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa 96 Tabel 4.15 Uji Scheffe Rerata Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa untuk Faktor Kemampuan Matematika 98 Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa yang diberi Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe TTW 103 Tabel 4.17 Rangkuman Uji ANAVA Satu Jalur Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa yang diberi Strategi
Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW 103 Tabel 4.18 Uji Scheffe Rerata Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa yang diberi Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe TTW 105 Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Taraf
Signifikansi 5% 106
Tabel 4.20 Jumlah dan Persentase Siswa yang telah mencapai Standar Ketuntasan 65 atau lebih pada Postes
Kemampuan Komunikasi Matematik berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika Siswa 107 Tabel 4.21 Rerata Skor Pretes, Postes dan Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa tiap Item Soal
ix
Tabel 4.22 Perolehan Skor Item Soal Nomor 1 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Kelompok Strategi
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori 112 Tabel 4.23 Perolehan Skor Item Soal Nomor 2 Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa pada Kelompok Strategi
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori 114 Tabel 4.24 Perolehan Skor Item Soal Nomor 3 Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa pada Kelompok Strategi
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori 116 Tabel 4.25 Perolehan Skor Item Soal Nomor 4 Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa pada Kelompok Strategi
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori 118 Tabel 4.26 Perolehan Skor Item Soal Nomor 5 Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa pada Kelompok Strategi
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan Ekspositori 120 Tabel 4.27 Rata-rata Hasil Perhitungan Aktivitas Guru dan Siswa
pada Kelompok Strategi Pembelajaran Kooperatif tipe
TTW 125
Tabel 4.28 Rata-rata Hasil Perhitungan Aktivitas Guru dan Siswa
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Desain Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW 35 Gambar 3.1 Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Bahan Ajar
dan Instrumen Penelitian 68 Gambar 3.2 Skema Prosedur Penelitian 72 Gambar 4.1 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran 89 Gambar 4.2 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa berdasarkan Faktor Kemampuan
Matematika Siswa 90
Gambar 4.3 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran
dan Kemampuan Matematika Siswa 90 Gambar 4.4 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa berdasarkan Faktor Kemampuan
Matematika Siswa dan Pembelajaran 91 Gambar 4.5 Diagram Selisih Rerata Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa antara Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe TTW dengan Ekspositori berdasarkan
Faktor Kemampuan Matematika Siswa 91 Gambar 4.6 Grafik Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan
Kemampuan Matematika Siswa terhadap Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 101 Gambar 4.7 Diagram Garis Rerata Skor Pretes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa tiap Item Soal
berdasarkan Faktor Pembelajaran 108 Gambar 4.8 Diagram Garis Rerata Skor Postes Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa tiap Item Soal
berdasarkan Faktor Pembelajaran 109 Gambar 4.9 Diagram Garis Rerata Skor Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa tiap Item Soal
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Perangkat Pembelajaran 143 Lampiran 2 Instrumen Penelitian 193 Lampiran 3 Hasil Validasi Ahli terhadap Perangkat Pembelajaran
dan Instrumen Penelitian 227 Lampiran 4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian 234 Lampiran 5 Data Hasil Penelitian Tes Kemampuan Matematika
Siswa 249
Lampiran 6 Data Hasil Penelitian Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa 257
Lampiran 7 Data Hasil Observasi Kegiatan Guru dan Siswa
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berkembang sangat pesat, sangat memudahkan dalam berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi mengenai IPTEK tersebut dibutuhkan kemampuan yang memadai, bahkan lebih. Dengan kata lain, dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mampu bersaing secara global. Oleh karena itu, untuk memperoleh SDM yang memenuhi kriteria tersebut, diperlukan kemampuan tingkat tinggi, yaitu berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama.
Cara berpikir seperti inilah yang dapat dikembangkan melalui belajar matematika. Hal ini memungkinkan karena hakekat pendidikan matematika adalah membantu siswa agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung jawab dan percaya diri. Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan jelas satu sama lain, serta membentuk pola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Selain itu, matematika merupakan alat bantu yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang sifatnya abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi, untuk memudahkan pemecahan masalah.
2
proses ini diharapkan tujuan pendidikan akan dapat dicapai, antara lain dalam bentuk terjadinya perubahan sikap, keterampilan serta meningkatnya kemampuan berpikir siswa.
Jika dicermati secara teliti, sangat jelas tampak bahwa mata pelajaran matematika dalam setiap kurikulum selalu diajarkan di setiap satuan pendidikan dan di setiap tingkatan kelas dengan porsi jam pelajaran jauh lebih banyak dari pada mata pelajaran lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa para ahli pendidikan dan para perancang kurikulum menyadari bahwa mata pelajaran matematika dapat memenuhi harapan dalam penyediaan potensi SDM yang handal, yakni manusia yang memiliki kemampuan bernalar secara logis, kritis, sistematis, rasional dan cermat; mempunyai kemampuan bersikap jujur, objektif, kreatif dan terbuka; memiliki kemampuan bertindak secara efektif dan efisien; serta memiliki kemampuan bekerja sama, sehingga memiliki kesanggupan untuk menjawab tantangan era globalisasi serta pesatnya perkembangan IPTEK saat ini dan masa yang akan datang.
3
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Wardhani, 2008:8).
4
Mengenai pentingnya matematika, Cockroft (dalam Abdurrahman 2009:253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dari paparan di atas terlihat bahwa salah satu kemampuan yang perlu ditingkatkan di kalangan siswa adalah kemampuan komunikasi matematik. Hal ini senada dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:7) mengenai
kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika, yakni meliputi: (1) komunikasi matematis (mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) koneksi matematis (mathematical
connection); dan (5) representasi matematis (mathematical representation).
Pentingnya kemampuan komunikasi matematik ini juga dikemukakan oleh Baroody (1993:2-99) yang menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan
5
for communicating a variety of ideas clearly, precisely and succinctly. Kedua,
mathematics learning as social activity; artinya, sebagai aktivitas sosial dalam
pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa. Hal ini merupakan bagian penting
untuk “nurturing children’s mathematical potential”.
Di sisi lain, Cockroft (dalam Shadiq, 2004:19) juga menyatakan bahwa: “we believe that all these perceptions of the usefulness of mathematicsarise from
the fact that mathematics provides a means of communcation which is powerful,
concise and unambigous”. Pernyataan ini menunjukkan tentang perlunya para siswa belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti dan tidak membingungkan. Sebagai contoh, notasi 20 x 3 dapat digunakan untuk menyatakan berbagai hal, seperti : (1) Jarak tempuh sepeda motor selama 3 jam dengan kecepatan 20 km/jam; (2) Luas permukaan kolam renang dengan ukuran panjang 20 meter dan lebar 3 meter; (3) Banyak roda pada 20 becak.
6
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Suriasumantri (dalam Shadiq
2004:20) yang menulis bahwa: “matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan padanya. Dengan demikian, lambang-lambang yang digunakan harus ditafsirkan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan atau diperjanjikan dan
tidak bisa ditafsirkan lain”.
Pendapat ahli yang juga mengutarakan bahwa meningkatkan kemampuan komunikasi di kalangan siswa adalah penting diantaranya adalah Greenes dan Schulman (dalam Ansari 2009:4) yang mengatakan bahwa komunikasi matematik merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:140) juga
menyatakan bahwa: “Banyak persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan
masyarakat”.
7
masalah. Sehingga komunikasi dianggap sangat penting, karena siswa harus mempelajari bagaimana mendeskripsikan suatu keadaan dalam bentuk yang bervariasi, yakni: tertulis, lisan dan visual.
Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematik dalam pembelajaran matematika bagi siswa, maka model pembelajaran matematika di kelas harus lebih ditingkatkan kualitasnya. Sehingga tugas dan peran guru dituntut bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pendorong siswa untuk belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti berkomunikasi. Sejalan dengan hal ini, Sullivan (dalam Ansari 2009:3) mengatakan bahwa peran dan tugas guru adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan: (1) melibatkannya secara aktif dalam eksplorasi matematika; (2) mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka; (3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi; (4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; (5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengar ide temannya.
8
afektif dan psikomotorik siswa. Dengan kata lain pembelajaran matematika yang masih sering digunakan oleh guru adalah pembelajaran yang tradisional. Sebagaimana Supinah (2008:1) menuliskan:
“Orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented dan manajemen bersifat sentralistis. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah, guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, guru lebih berperan sebagai subyek pembelajaran atau pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa sebagai obyek, serta pembelajaran tidak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Akibatnya banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari mereka tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan.
Pembelajaran seperti di atas dapat dikatakan lebih menekankan kepada siswa untuk mengingat tetapi tidak menekankan kepada siswa untuk berkomunikasi, bernalar, memecahkan masalah ataupun pemahaman. Hal ini mengasumsikan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih belum diasah secara maksimal, karena selama proses pembelajaran yang berlangsung di kelas, jarang sekali memungkinkan bagi siswa untuk berpikir dan berpartisipasi secara penuh. Sebagaimana hasil laporan Trends International Mathematics and
9
Wardhani dan Rumiati, 2011:55) mengenai lemahnya kemampuan berkomunikasi siswa dalam mengerjakan soal berikut:
Total biaya perjalanan untuk semua siswa harus sebesar Rp.5.000.000,- atau kurang. Semuanya ada 30 siswa. Di bawah ini adalah biaya kunjungan untuk masing-masing kota.
Kota mana yang dapat mereka kunjungi? Tuliskan langkah-langkah penyelesaiannya!
Laporan hasil studi menyebutkan bahwa ternyata hanya 3% saja dari siswa yang menjawab dengan benar, sebanyak 4,6% siswa menjawab benar sebagian, sementara 92,4% siswa menjawab salah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal yang menuntut kemampuan berkomunikasi matematik, siswa masih dikatakan lemah.
Soal kedua TIMSS yang juga menunujukkan siswa lemah dalam kemampuan komunikasi matematik terdapat pada soal berikut:
Buku Gito dua kali lebih banyak dari buku Budi. Buku Hari enam buah lebih banyak dari buku Budi. Jika Budi memiliki � buku, berapa buku yang dimiliki ketiga anak tersebut?
a. 3�+ 6 b. 3�+ 8 c. 4�+ 6 d. 5�+ 6 e. 8�+ 2
Ke kota A atau C TARIF PELAJAR
Tiket Pulang-Pergi: Rp.250.000,- Potongan harga 1/3 untuk rombongan 25 siswa atau lebih
Ke kota B atau D TARIF PELAJAR
10
Untuk soal di atas, hanya 20% siswa saja yang menjawab dengan benar, sementara 80% siswa lainnya menjawab salah, padahal soal tersebut masih di dalam kategori soal yang sederhana.
Laporan hasil studi TIMSS tahun 2003 tersebut secara umum menyimpulkan bahwa: (1) siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya secara optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah; (2) proses pembelajaran matematika belum mampu menjadikan siswa mempunyai kebiasaan membaca sambil berpikir dan bekerja, agar dapat memahami informasi esensial dan strategis dalam menyelesaikan soal; (3) dari penyelesaian soal-soal yang dibuat siswa, tampak bahwa dosis mekanistik masih terlalu besar dan dosis penalaran masih rendah; (4) mata pelajaran matematika bagi siswa belum menjadi
“sekolah berpikir”. Siswa masih cenderung ”menerima” informasi kemudian
melupakannya, sehingga mata pelajaran matematika belum mampu membuat siswa cerdik, cerdas dan cekatan.
11
Dari hasil penyelesaian salah satu siswa tersebut di atas, dapat dilihat bahwa siswa tersebut masih belum mahir dalam menterjemahkan bahasa matematika ke dalam bentuk simbol matematika, sehingga dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan komunikasi matematik yang masih rendah. Kemudian peneliti juga melalukan diskusi dengan siswa yang mengosongkan lembar penyelesaiannya. Dari hasil diskusi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa alasan mereka mengosongkan lembar penyelesaiannya adalah karena mereka sama sekali tidak mengerti apa yang hendak dikerjakan dari permasalahan yang disajikan oleh soal tersebut. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa di kota Medan masih sangat rendah.
12
(Ansari 2009:5), sedangkan esensi dari masalah yang bersifat kontekstual adalah lebih mengedepankan keaktifan berpikir siswa untuk menemukan penyelesaian permasalahan dengan caranya sendiri (Wardhani 2004:6).
13
kooperatif tipe TTW mempengaruhi kemampuan komunikasi matematik siswa ditinjau dari kemampuan matematik siswa (tinggi, sedang, rendah).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang berfokus pada pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik sehingga dapat memperbaiki hasil belajar matematika siswa, menjadi penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang berjudul Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, hal yang teridentifikasi menjadi pokok permasalahan adalah:
1. Kemampuan komunikasi matematik siswa yang masih rendah.
2. Kemampuan komunikasi matematik belum dilatihkan secara maksimal. 3. Penggunaan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan komunikasi
matematik siswa belum sepenuhnya diterapkan.
4. Pembelajaran yang biasa dilakukan dapat dikatakan lebih menekankan kepada siswa untuk mengingat tetapi tidak menekankan kepada siswa untuk berkomunikasi, bernalar, memecahkan masalah ataupun pemahaman.
14
1.3 Batasan Masalah
Cakupan masalah yang teridentifikasi di atas sangatlah luas dan kompleks, serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji, maka perlu pembatasan masalah. Penelitian ini difokuskan pada materi Skala dan Perbandingan yang melibatkan siswa kelas VII. Berkaitan dengan lokasi, penelitian ini terbatas pada SMP Negeri 28 Medan.
1.4 Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dengan siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran ekspositori?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah? 3. Apakah terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan kemampuan
matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa?
15
5. Bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa yang diberi strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dan ekspositori?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah untuk:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dan ekspositori. 2. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah.
3. Mengetahui interaksi antara strategi pembelajaran dengan kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.
4. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW ditinjau dari kemampuan matematik siswa (tinggi, sedang, rendah).
5. Mendeskripsikan proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa yang diberi strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW dan ekspositori.
1.6 Manfaat Penelitian
16
1. Untuk menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, khususnya dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW.
2. Untuk peneliti, penelitian ini memberikan gambaran atau informasi tentang peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW.
3. Untuk para siswa, penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW selama penelitian pada dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa untuk membiasakan diri terlibat aktif dalam berkomunikasi selama pembelajaran, sehingga selain kemampuan komunikasi matematik siswa meningkat, pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.
17
1.7 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1) Kemampuan komunikasi matematik, yaitu kemampuan menggunakan bahasa matematika dalam merepresentasikan ide-ide, cara-cara atau argumen-argumen dalam menyelesaikan masalah. Pada penelitian ini kemampuan komunikasi matematik akan diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diukur melalui beberapa indikator, yakni: (a) menafsirkan makna (ide) dari suatu kalimat matematika dengan cara menuliskannya; (b) menyatakan suatu situasi ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematik; (c) mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.
2) Strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW, yaitu pembelajaran yang dimulai dengan bagaimana siswa menyelesaikan suatu masalah kontekstual, kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil pemikirannya tersebut melalui diskusi, sehingga membantu siswa untuk dapat menuliskan dan memperbaiki kembali hasil pemikirannya tersebut.
3) Pembelajaran ekspositori, yaitu pembelajaran yang biasa dilakukan guru di sekolah pada saat ini, dimana proses pembelajaran dimulai dengan menjelaskan konsep matematika, memberikan contoh soal, lalu memberikan latihan yang kemungkinan besar membuat siswa menjadi pasif.
18
kedalam tiga kelompok, yaitu: kelompok siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah.
136
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Pembelajaran matematika baik dengan strategi pembelajaran Kooperatif tipe TTW maupun Ekspositori dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut.
1) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi strategi pembelajaran Kooperatif tipe TTW dan dibandingkan dengan siswa yang diberi strategi pembelajaran Ekspositori. Siswa yang diberi strategi pembelajaran Kooperatif tipe TTW mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematik yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang diberi strategi pembelajaran Ekspositori. 2) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa antara siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah. 3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan matematik
137
4) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik secara signifikan antara siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW ditinjau dari kemampuan matematik siswa (tinggi, sedang, rendah).
5.2Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka berikut beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan strategi pembelajaran Kooperatif tipe TTW dalam proses pembelajaran matematika khususnya. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bagi para guru, agar pelaksanaan strategi pembelajaran Kooperatif tipe TTW
dapat lebih berhasil dengan baik di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sebagai latihan serta soal-soal yang berkenaan dengan kemampuan matematik, dan juga mempertimbangkan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah kontekstual dalam LAS tersebut. 2) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi pembelajaran Kooperatif
138
memiliki ide ataupun tanggapan untuk dijadikan acuan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan untuk diajukan pada diskusi kelompoknya. Sehingga mereka lebih memilih untuk diam pada saat diskusi kelompok berlangsung. Para siswa yang seperti inilah yang dikhawatirkan peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya kurang. Untuk menanggulangi kejadian seperti ini, peran guru amat sangat diperlukan di dalam kelas untuk memberikan pengarahan bagi para siswa pada saat tahap think berlangsung, khususnya pada siswa berkemampuan matematika rendah. Sebisa mungkin guru mengkondisikan mereka dengan memberikan arahan, perhatian dan perlakuan khusus, agar mereka memiliki ide ataupun tanggapan untuk dibawa ke dalam diskusi kelompoknya, sehingga mereka bisa ikut aktif berdiskusi di dalam kelompoknya pada saat tahap talk berlangsung dan dapat mengikuti proses pembelajaran selanjutnya dengan baik.
139
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ansari, B.I. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik melalui Strategi Think-Talk-Write (Eksperimen di SMUN Kelas I Bandung). Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
__________. 2009. Komunikasi Matematik: Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan.
Arikunto. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs). Jakarta: BSNP.
Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8:
Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan
Publishing Company.
Helmaheri. 2004. Mengembangkan Kemempuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SLTP melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil (Studi Eksperimen di SMPN 3 Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau). Tesis pada FPMIPA UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Karlimah. 2010. Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Online), (http://www.pdf-archive.com/2011/03/16/73-karlimah/preview/page/1/ diakses pada 03 Maret 2011).
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 1989. Curriculum and
Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
____________. 1991. Professional Standard for Teaching Mathematics. Reston. VA: NCTM.
140
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi
Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi (Online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf diakses pada 26 Januari 2011).
Shadiq, F. dan Mustajab, N. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Suherman, E., dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI: Bandung.
Sumarmo, U. 2005. Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat tinggi Siswa
SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. UPI: Bandung.
__________. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik (Online), (http://dc370.4shared.com/download/7sJw4QV9/berfikir-dan-disposisi-matemat.pdf?tsid=20130919-232341-15aedf42 diakses pada 30 Maret 2011).
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual
dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Depdiknas.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT. Leuser Cita Pustaka.
Van de Walle, J.A. 2008. Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah
Dasar dan Menengah Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Wardhani, S. 2004. Permasalahan Kontekstual – Mengenalkan Bentuk Aljabar di SMP. Yogyakarta: Depdiknas.
__________. 2008. Analisis SI dan SKI Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs
untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika (Online),
141
Wardhani, S. dan Rumiati. 2011. Instrumen Penelitian Hasil Belajar Matematika
SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Pusat Pengembangan