• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro tidak rugi berbisnis dengan hati karya Pauline Leander dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II (pendekatan moral).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro tidak rugi berbisnis dengan hati karya Pauline Leander dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II (pendekatan moral)."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

viii

Meliana Fitri, Beti. 2016. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati Karya Pauline Leander dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester II (Pendekatan Moral). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander, (2) mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel tersebut ditinjau dari aspek pendekatan moral, (3) mendeskripsikan relevansi novel tersebut dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI dengan menggunakan KTSP.

Data yang diperoleh berupa kalimat yang mengandung nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel tersebut adalah Bu Sastro, sedangkan tokoh tambahannya adalah Pak Sastro, Mono, Simbolon, Kang Asep, Dasman.

Tokoh utama, Bu Sastro, digambarkan sebagai tokoh yang jujur, sabar, dan penyayang yang ditunjukkan pada saat menghadapi pelanggan warungnya. Sedangkan penokohan pada tokoh tambahan ditunjukkan oleh tokoh Pak Sastro, yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga meski tidak lagi bekerja di Toko Luwes dengan mencari penghasilan tambahan. Tokoh tambahan lainnya, Kang Asep, yang merupakan anak sulung Bapak dan Ibu Sastro memiliki kreatifitas membuat perabotan rumah tangga. Sang adik yaitu Mono memiliki sifat cerdas dan berkemauan keras untuk dapat mencapai cita-cita. Selain itu, Dasman yang merupakan pencetus asal-usul didirikannya warung Bu Sastro adalah seorang yang cerdas. Ia mampu memberikan ide yang cemerlang pada saat Bu Sastro membutuhkan jalan keluar bagi permasalahannya. Sedangkan tokoh Simbolon, merupakan mahasiswa indekos yang mampu memberikan ide secara tidak langsung dalam perkembangan warung Bu Sastro ketika ia minta.

Cerita pada novel tersebut terjadi dalam kurun waktu yang lama, yaitu semenjak Pak Sastro, suami Bu Sastro, tidak lagi bekerja di Toko Luwes hingga akhirnya Bu Sastro mampu menyekolahkan Mono ke luar negeri. Latar cerita terjadi di sekitar rumah Bu Sastro, yaitu di rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur, Taman Sari, Bandung. Di dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander terdapat tujuh nilai moral, yaitu kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggung jawab, kemandirian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis. Namun, yang paling dominan dari ketujuh nilai tersebut adalah kejujuran dan nilai otentik yang ditunjukkan oleh tokoh utama, yaitu Bu Sastro.

(2)

viii

Meliana Fitri, Beti. 2016. Moral Values in the Novel of Pauline Leander’s Warung Bu

Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati and Its Relevance in Teaching of Literature in Senior High School of Grade XI, Second Semester (Moral Approach). Script. Yogyakarta: PBSI, FKIP. Sanata Dharma University.

The aims of this research were to describe: (1) the characters and the story background in a novel entitled Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati written by Paulin Leander, the characterization, and the background of the novel of Pauline

Leander’s Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati, (2) the moral values in

that novel using morality approach, (3) the relevance of the novel and literature learning process in Senior High School using the Unit of Educational Curriculum Based.

The data which had been gathered were in form of sentences which containts of moral values in the novel. The data analysis technique which was used by the researcher was the descriptive qualitative method. The result of the analysis showed that the main character in the novel was Bu Sastro and the additional characters were Mono, Simbolon, Kang Asep, and Dasman.

The main character, Bu Sastro was an honest woman, a virtue seen in her daily life. Besides, Bu Sastro was also patient and compassionate. All of these were seen from the fact that Bu Sastro who was always being patient in dealing with her customers in her stall, and her compassionate towards her family as told in the novel. The other character was Kang Asep. He was the oldes son of Pak Sastro and Bu Sastro which has creativity in making some house equipments. Another character was Mono. He was a smart boy. The other one was Dasman. He was the one who had an idea in creating a shop for Bu Sastro. He was a smart boy. The other character was Simbolon. He was a students who live and stay in Bu Sastro’s boarding house who gave some idea for Bu Sastro’s shop indirectly.

The story happened for a long time, starting since Pak Sastro who stopped working

in Luwes’ Shop until when Bu Sastro could send Mono to study abroad. The settings were

in Bu Sastro’s House and around, a simple house of No 34A/ 58 in a small alley of Pelesiran Balubur, Taman Sari, Bandung. There are seven moral values in the novel by Pauline Leander, Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati, namely, honesty, autheticity, ready to be responsible, moral integrity, humility, and being real, and criticallity. But, the most dominant of the seven values is honesty and authentic values, integrated in the main Character, Bu Sastro.

(3)

KARYA PAULINE LEANDER

DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA KELAS XI SEMESTER II

(PENDEKATAN MORAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh Beti Meliana Fitri

101224081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

KARYA PAULINE LEANDER

DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA KELAS XI SEMESTER II

(PENDEKATAN MORAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh Beti Meliana Fitri

101224081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

Karya ini saya persembahkan sekaligus sebagai ucapan terima kasih kepada:

Allah SWT atas rahmat yang dilimpahkan sehingga selesainya skripsi ini.

Bapak dan Ibu, terima kasih banyak atas do’a dan dukungan yang senantiasa diberikan selama penyusunan skripsi.

Devi dan Tata, adek-adekku, yang sering mengejek agar segera pendadaran.

Mbak Kristin, Gregoria Septi, Cicilia Evi, Margareta Dina, Mbak Dwi, Eko Prasetyo,

Agustinus Datu, dan Yudi, teman baik selama kuliah yang telah memberikan kebahagiaan selama ini.

The Ganks (Dian, Dukut, Wendi Wendut, Wawan Baxpo, Rino, Mas Andik), yang selalu melontarkan guyonan tentang ‘kapan wisuda?’, yang memberikan semangat tersendiri.

(8)

v

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

(Imam Syafi’i)

Memahami diri sebagai orang yang belum cukup pandai, selalu berusaha bekerja keras serta senantiasa yakin bahwa Tuhan akan

menunjukkan jalan

(9)
(10)
(11)

viii

Meliana Fitri, Beti. 2016. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati Karya Pauline Leander dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester II (Pendekatan Moral). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander, (2) mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel tersebut ditinjau dari aspek pendekatan moral, (3) mendeskripsikan relevansi novel tersebut dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI dengan menggunakan KTSP.

Data yang diperoleh berupa kalimat yang mengandung nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel tersebut adalah Bu Sastro, sedangkan tokoh tambahannya adalah Pak Sastro, Mono, Simbolon, Kang Asep, Dasman.

Tokoh utama, Bu Sastro, digambarkan sebagai tokoh yang jujur, sabar, dan penyayang yang ditunjukkan pada saat menghadapi pelanggan warungnya. Sedangkan penokohan pada tokoh tambahan ditunjukkan oleh tokoh Pak Sastro, yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga meski tidak lagi bekerja di Toko Luwes dengan mencari penghasilan tambahan. Tokoh tambahan lainnya, Kang Asep, yang merupakan anak sulung Bapak dan Ibu Sastro memiliki kreatifitas membuat perabotan rumah tangga. Sang adik yaitu Mono memiliki sifat cerdas dan berkemauan keras untuk dapat mencapai cita-cita. Selain itu, Dasman yang merupakan pencetus asal-usul didirikannya warung Bu Sastro adalah seorang yang cerdas. Ia mampu memberikan ide yang cemerlang pada saat Bu Sastro membutuhkan jalan keluar bagi permasalahannya. Sedangkan tokoh Simbolon, merupakan mahasiswa indekos yang mampu memberikan ide secara tidak langsung dalam perkembangan warung Bu Sastro ketika ia minta.

Cerita pada novel tersebut terjadi dalam kurun waktu yang lama, yaitu semenjak Pak Sastro, suami Bu Sastro, tidak lagi bekerja di Toko Luwes hingga akhirnya Bu Sastro mampu menyekolahkan Mono ke luar negeri. Latar cerita terjadi di sekitar rumah Bu Sastro, yaitu di rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur, Taman Sari, Bandung. Di dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander terdapat tujuh nilai moral, yaitu kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggung jawab, kemandirian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis. Namun, yang paling dominan dari ketujuh nilai tersebut adalah kejujuran dan nilai otentik yang ditunjukkan oleh tokoh utama, yaitu Bu Sastro.

(12)

ix ABSTRACT

Meliana Fitri, Beti. 2016. Moral Values in the Novel of Pauline Leander’s Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati and Its Relevance in Teaching of Literature in Senior High School of Grade XI, Second Semester (Moral Approach). Script. Yogyakarta: PBSI, FKIP. Sanata Dharma University.

The aims of this research were to describe: (1) the characters and the story background in a novel entitled Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati written by Paulin Leander, the characterization, and the background of the novel of Pauline Leander’s Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati, (2) the moral values in that novel using morality approach, (3) the relevance of the novel and literature learning process in Senior High School using the Unit of additional characters were Mono, Simbolon, Kang Asep, and Dasman.

The main character, Bu Sastro was an honest woman, a virtue seen in her daily life. Besides, Bu Sastro was also patient and compassionate. All of these were seen from the fact that Bu Sastro who was always being patient in dealing with her customers in her stall, and her compassionate towards her family as told in the novel. The other character was Kang Asep. He was the oldes son of Pak Sastro and Bu Sastro which has creativity in making some house equipments. Another character was Mono. He was a smart boy. The other one was Dasman. He was the one who had an idea in creating a shop for Bu Sastro. He was a smart boy. The other character was Simbolon. He was a students who live and stay in

Bu Sastro’s boarding house who gave some idea for Bu Sastro’s shop indirectly.

The story happened for a long time, starting since Pak Sastro who stopped

working in Luwes’ Shop until when Bu Sastro could send Mono to study abroad.

The settings were in Bu Sastro’s House and around, a simple house of No 34A/ 58 in a small alley of Pelesiran Balubur, Taman Sari, Bandung. There are seven moral values in the novel by Pauline Leander, Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati, namely, honesty, autheticity, ready to be responsible, moral integrity, humility, and being real, and criticallity. But, the most dominant of the seven values is honesty and authentic values, integrated in the main Character, Bu Sastro.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak dapat segera selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI beserta

seluruh dosen PBSI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang selalu ramah selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan sabar dan penuh ketelitian membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Robertus Marsidiq selaku Staf administrasi Program Studi PBSI USD yang telah banyak membantu menyelesaikan keperluan administrasi selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.

6. Teman-teman seangkatan yang senantiasa memberikan dukungan dan kebahagiaan selama menempuh perkuliahan: Gregoria Septi Rahmayudati, Cicilia Ika Evi Wijayanti, Kristin Anggraeni, Dwi Rahmawati Hanung Puguh Wijayanti, Etik Safilah, Wahyu Mintarsih, Leonardus Yudi Kristianto, dan seluruh teman-teman seangkatan 2010.

7. Mas Ino yang dengan senang hati membantu dalam penyusunan abstrak skripsi. 8. Seluruh keluarga dan saudara, untuk kedua adiku, Arnelia Seneca Devi dan

(14)

xi

9. Yang utama, kedua orang tuaku, Bapak Sujarwo dan Ibu Eni Maryati.

10.Semua pihak yang telah membantu dan tidak saya sebutkan satu persatu pada kesempatan ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya pembelajaran sastra. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi.

Yogyakarta, 3 Mei 2016

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan... 8

B. Landasan Teori ... 9

1. Tokoh ... 9

2. Penokohan ... 10

3. Teknik Pelukisan Tokoh ... 11

4. Latar ... 14

(16)

xiii

6. Nilai Moral dalam Karya Sastra ... 17

7. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra ... 17

8. Bentuk Nilai Moral yang Kuat ... 17

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 20

D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)... 21

a. Silabus ... 22

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Sumber Data ... 29

C. Instrumen Penelitian ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Langkah-Langkah Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

(17)

xiv

5. Analisis Nilai Moral ... 70

1. Kejujuran ... 70

2. Nilai-Nilai Otentik ... 73

3. Kesediaan untuk Bertanggung Jawab ... 74

4. Kemandirian Moral ... 76

5. Keberanian Moral ... 77

6. Kerendahan Hati ... 78

7. Realitas dan Kritis ... 79

6. Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ... 80

1. Bahasa ... 81

2. Kematangan Jiwa ... 82

3. Latar Belakang Budaya ... 84

7. Silabus ... 86

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 86

C. Pembahasan ... 86

BAB V PENUTUP ... 87

A. Simpulan ... 87

B. Implikasi ... 90

C. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

DAFTAR LAMPIRAN ... 94

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman sering ditandai dengan berkembangnya sarana dan prasarana, tidak terkecuali bidang teknologi. Dengan perkembangan zaman, munculnya teknologi yang menyelimuti setiap aspek kehidupan seakan mampu menggiring setiap orang menuju kualitas hidup yang lebih baik. Kemajuan teknologi tentu berdampak baik positif maupun dampak negatif. Berdampak positif apabila masyarakat mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi dengan baik, sebaliknya apabila tidak mampu menggunakan dengan bijak akan menimbulkan dampak yang negatif.

Pesatnya perkembangan zaman, seharusnya diimbangi dengan sikap dan perilaku masyarakat. Namun, kenyataannya dalam masyarakat sedikit bertolak belakang dengan norma-norma. Masyarakat belum mampu memanfaatkan perkembangan tersebut dengan bijak. Sebagai contoh, akses internet yang seharusnya digunakan sebagai sarana pendukung untuk mengetahui berbagai ilmu dari seluruh dunia disalahgunakan untuk mengakses sumber-sumber yang tidak bermoral. Hal ini dapat berdampak perilaku menyimpang. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa dengan perkembangan zaman ada hal yang dilupakan masyarakat dan berangsur-angsur akan hilang dari diri masyarakat, yaitu nilai-nilai moral.

(19)

membuat seseorang lupa bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia merupakan bagian dari masyarakat, perlu berinteraksi dengan masyarakat pula. Dalam berinteraksi itu, tentu harus menggunakan norma-norma moral. 0leh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan dalam berbagai hal di dalam bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada peserta didik.

Penanaman nilai moral pada dasarnya terdapat dalam dunia pendidikan, salah satunya yaitu pembelajaran sastra dalam bentuk cerita fiksi. Pembelajaran sastra dirasa mampu memberikan pengertian tentang nilai moral kepada peserta didik. Karena, sastra tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan (Rahmanto, 2005 : 17).

(20)

Salah satu karya sastra fiksi yang dikenal oleh masyarakat adalah novel. Novel merupakan salah satu bentuk prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2007 : 9-10). Berbeda dengan cerpen, formalitas bentuk cerita novel jauh lebih panjang. Sejumlah cerita yang panjang, katakanlah berjumlah ratusan halaman jelas tidak dapat disebut sebagai cerpen, melainkan lebih tepat sebagai novel.

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menggunakan novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander sebagai subjek penelitian. Novel

ini mengisahkan kehidupan sang pemilik sekaligus pengelola warung nasi, Bu Sastro. Bu Sastro menjalankan bisnisnya dengan cara yang unik, yaitu menyediakan rumah, tangan dan kaki, bahkan telinga, dan terutama hatinya bagi setiap pelanggan yang hadir di warungnya yang mayoritas adalah mahasiswa. Perjuangan di dalam menjalankan bisnisnya sama sekali tidak ringan, namun semua tantangan senantiasa dihadapinya dengan disertai doa, cinta, dan kasih. Semua hanya untuk para mahasiswa yang dikasihinya, agar mereka tetap sehat, bisa belajar baik, berhasil, dan sukses dalam studinya.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran unsur tokoh, penokohan, dan latar membangun novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander?

2. Nilai-nilai moral apa saja yang terkandung dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander ditinjau dari aspek pendekatan

sosiologi sastra?

3. Bagaimana relevansi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 2?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan tiga masalah di atas, peneliti merumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander ditinjau dari aspek pendekatan moral.

3. Mendeskripsikan relevansi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI dengan

(22)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai aspek baik teoritis maupun paraktis. Manfaat teoritis, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap sastra Indonesia terutama novel. Sedangkan manfaat secara praktis, hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia serta mengembangkan apresiasi terhadap karya Pauline Leander khususnya novel Warung Bu Sastro tidak Rugi Berbisnis dengan Hati. Selain itu, menambah koleksi penelitian

mengenai analisis nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.

E. Batasan Istilah

Berikut ini disajikan batasan istilah untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yaitu Fiksi, Novel, Nilai Moral, Unsur Intrinsik, Pendekatan Moral, Relevansi, Kurikulum, Silabus, RPP.

1. Fiksi

Fiksi adalah prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia (Altenbernd dan Lewis via Nurgiyantoro, 2007 : 14).

2. Novel

(23)

3. Nilai Moral

Nilai Moral adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain (Esteban via Adisusilo, 2012 : 56).

4. Unsur Intrinsik

Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2009 : 23).

5. Pendekatan Moral

Pendekatan moral adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan misi sastra sebagai alat perjuangan meningkatkan mutu kehidupan umat manusia, meningkatkan budi pekerti anggota masyarakat (Semi, 2010 : 72).

6. Relevansi

Relevansi adalah hubungan atau kaitan (Depdiknas, 2008 : 37). 7. Kurikulum

Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2010 : 9).

8. Silabus

(24)

pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007 : 23).

9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007 : 53).

F. Sistematika Penyajian

(25)

8 BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sri Windarti Susiani (2005) dengan penelitiannya yang berjudul “Nilai-nilai Moral dalam Novel Ramayana karya Sunardi D.M : Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema dan Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra untuk SMA Kelas X.”Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Rama sebagai tokoh utama protagonis mempunyai sifat berbakti dan taat kepada ayahnya, bijaksana, tabah, lapang dada, mawas diri, dan setia kepada istri. Penelitian ini menganalisis tokoh, penokohan, alur, latar, tema, dan nilai- nilai moral dalam novel Ramayana karya Sumardi D.M. serta implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X. Berdasarkan hasil analisis nilai moral yang ditelitinya, Sri Windarti Susiani menemukan sembilan nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut adalah, mawas diri, cinta, taat, setia, sabar, rela berkorban, bela negara, hormat kepada orang tua, dan menjaga kesucian diri.

(26)

menginginkan kebebasan sebagai wanita modern yang mandiri dan bebas menentukan pilihan. Sedangkan di lain pihak nilai-nilai moral itu mengikat kebebasannya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, peneliti mampu mendeskripsikan nilai moral yang terkandung dalam novel Saman berdasarkan teori Maslow yaitu, (1) nilai kebaikan, (2) nilai kebenaran, (3) nilai keadilan. Peneliti memilih menganalisis novel dengan judul“Nilai-nilai Moral novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati

karya Pauline Leander dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI” sebagai subjek penelitian karena penelitian dengan menggunakan novel tersebut belum pernah dilakukan.

B. Landasan Teori

1. Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990 : 86).Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1981 : 20), tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

a). Pembedaan Tokoh

(27)

hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

(1) Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yangbersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010 : 176-177). Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).

(2) Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas, 2011 : 3). Menurut Sudjiman (1988 : 18), kriterium yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sudjiman menambahkan, judul cerita seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh protagonis.

2. Penokohan

(28)

menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Dapat disimpulkan bahwa, tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra.

3. Teknik Pelukisan Tokoh

a). Teknik Ekspositori

Teknik ekspositori yang sering disebut juga sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya. Namun, sebenarnya walau berbagai informasi kedirian tokoh cerita telah dideskripsikan, hal itu tak berarti bahwa tugas yang berkaitan dengan penokohan telah selesai.

Pengarang haruslah tetap mempertahankan konsistensi tentang jati diri tokoh itu. Tokoh harus tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan pola kediriannya itu.

b). Teknik Dramatik

(29)

membiarkan (baca: menyiasati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yangterjadi. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu: 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) teknik arus kesadaran, 5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar, dan 8) teknik pelukisan fisik Nurgiyantoro (2010 : 201-211).

(1) Teknik cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang (agak) panjang. Tidak semua percakapan, memang, mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian. Namun, seperti dikemukakan di atas, percakapan yang baik, yang efektif, yang lebih fungsional, adalah yang menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya (Nurgiyantoro, 2010 : 201).

(2) Teknik tingkah laku

(30)

tingkah laku tokoh yang bersifat netra, kurang menggambarkan sifat kediriannya. Kalaupun hal itu merupakan penggambaransifat-sifat tokoh juga, ia terlihat tersamar sekali (Nurgiyantoro, 2010 : 203).

(3) Teknik pikiran dan perasaan

Perbuatan dan kata-kata merupakan pewujudan konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Di samping itu, dalam bertingkah laku secara fisik dan verbal, orang mungkin berlaku atau dapat berpura-pura, berlaku secara tidak sesuai dengan yang ada dalam pikiran dan hatinya. Namun, orang tidak mungkin dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran dan hatinya sendiri.Dalam karya fiksi, keadaan tersebut akan lain. Karena karya itu merupakan sebuah bentuk yang sengaja dikreasikan dan disiasati oleh pengarang, maka jika terjadi kepura-puraan tingkah laku tokoh yang tidak sesuai dengan pikiran dan hatinya, hal itu akan “diberitahukan” kepada pembaca.

(4) Teknik arus kesadaran

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1981 : 187).

(5) Teknik reaksi tokoh

(31)

masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal

tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya (Nurgiyantoro, 2010 : 209).

(6) Teknik reaksi tokoh lain

Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2010: 209).

(7) Teknik pelukisan latar

Pelukisan keadaan latar sekitar tokoh secara tepat akan mampu mendukung teknik penokohan secara kuat walau latar itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di luar kedirian tokoh (Nurgiyantoro, 2010: 210).

(8) Teknik pelukisan fisik

Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif (Nurgiyantoro, 2010: 210).

4. Latar

(32)

Menurut Nurgiyantoro (2009 : 227-234) latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitulatar tempat, latar waktu dan latar sosial.

a). Latar tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk membuat pembacaterkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh terjadi, yaitu tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan itu. Namun, tidak menutup kemungkinan unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas.

b). Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, fakta yang ada kaitannya dan dikaitkan dengan peristiwa.

c). Latar sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:233).Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup,adat istiadat, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Selain itu, latar sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan misalnya kelas menengah, rendah dan kelas atas. Sudjiman (1988: 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah

(33)

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu cerita.

5. Pengertian Nilai-nilai Moral

Nilai berasal dari bahasa Latin, valere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Menurut Steeman (Eka Darmaputera, 1987 : 65) nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup.

Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan adat-istiadat atau kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melalui perbuatan. Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriah akan dinilai memiliki nilai yang baik (Suseno, 1987 : 19). Burhan Nurgiyantoro (2005 : 265), menegaskan bahwa moral, amanat, atau massage dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.

(34)

dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya.

6. Nilai Moral dalam Karya Sastra

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Pesan moral sastra lebih memberat pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan, dan dihakimi oleh manusia. Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik (Nurgiyantoro, 2010 : 322).

7. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra

Nurgiyantoro (2010: 335) mengemukakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi munngkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository. Artinya, moral yang ingin disampaikan atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit.

Bentuk penyampaian moral tidak langsung yaitu pesan hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain (Nurgiyantoro, 2010: 339). Nurgiyantoro menambahkan, yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap, dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu.

8. Bentuk Nilai Moral yang Kuat

(35)

kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar (Suseno, 1989 : 141). Menurut Suseno, sikap atau keutamaan yang mendasari kepribadian yang memiliki nilai moral yang kuat, yaitu sebagai berikut.

a). Kejujuran

Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua sikap, yaitu bersikap terbuka dan bersikap fair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (terbuka berarti: orang boleh tahu, siapa kita ini).Yang kedua, bersikap wajar atau fair, yaitu bersikap jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri kita sendiri. Dalam artian, kita harus berani melihat diri seadanya, membuang tindakan yang bersifat kepalsuan, ketidakadilan, dan kebohongan (Suseno, 1989: 142-143).

b). Nilai-nilai otentik

Otentik berarti “aseli”, yaitu kita menjadi diri kita sendiri. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadiannya yang sebenarnya (Suseno, 1989: 143).

c). Kesediaan untuk bertanggung jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Kita terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap itu tidak memberikan ruang pada pamrih kita (Suseno, 1989: 145).

d). Kemandirian moral

(36)

pandangan moral dalam lingkungan, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya (Suseno, 1989: 146). Mandiri secara moral adalah kita tidak dapat “dibeli” oleh mayoritas, bahwa kita tidak pernah akan rukun hanya demi

kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan. e). Keberanian moral

Keberanian moral menunjuk diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih lemah melawan yang kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil (Suseno, 1989: 147-148).

f). Kerendahan hati

Bersikap rendah hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatan kebaikan kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas. Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasarat kemurniannya (Suseno, 1989: 148-149).

g). Realistik dan kritis

(37)

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Rahmanto mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih bahan pengajaran sastra, yaitu : pertama dari segi bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi) dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa (1988: 27).

1. Bahasa

Bahasa merupakan aspek penting dalam berkomunikasi, begitu juga dalam pembelajaran sastra. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan faktor-faktor seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembacayang ingin dijangkau pengarang. Dalam meneliti ketepatan teks yang dipilih, guru hendaknya tidak hanya mempertimbangkan kosa kata dan tata bahasa, tetapi perlu mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada. Selain itu, perlu juga diperhatikan cara penulis menuangkan ide-idenya dan hubungan antar kalimat.

2. Kematangan Jiwa (Psikologi)

Tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya harus diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keenggaanan anak didik dalaam banyak (Rahmanto, 1988: 29– 30).

3. Latar belakang kebudayaan

(38)

kepercaayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika (Rahmanto, 1988: 31). Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka.

D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP mempunyai pengertian sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah (Muslich, 2007: 10). Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK yang disebut dengan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai kondisi dan aspirasi mereka (Muslich, 2007: 10).

Menurut Muslich (2007: 11), KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

(39)

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Berikut merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sesuai dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 2.

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Membaca

15.Memahami buku biografi, novel

hikayat

15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh

a). Silabus

Silabus adalah suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraianmateri yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007: 23). Prinsip pengembangan silabus menurut Muslich (2007: 25-26) antara lain :

(1) Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dana dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.

(2) Relevan

(40)

sosial,emosional, dan spiritual peserta didik.

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

1. Konsisten

Ada hubungan yang konsisten (ajek, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian.

2. Memadai

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk penunjang pencapaian kompetensi dasar.

3. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

4. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan tuntutan masyarakat. 5. Menyeluruh

(41)

a). Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada Standar Isi, dengan memerhatikan hal-hal berikut.

(1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan /atau tingkat kesulitan materi.

(2) Keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelaajaran.

(3) Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran. b). Mengidentifikasi Materi Pokok

Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standarkompetensi dan kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :

(1) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik.

(2) Kebermanfatan bagi peserta didik. (3) Struktur keilmuan.

(4) Kedalamaan dan keluasan materi.

(5) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan. (6) Alokasi waktu.

c). Mengembangkan Pengalaman Belajar

(42)

pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. d). Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukurdan/atau dapat diobservasi.

e). Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator.

f). Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mataa pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.

g). Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam,sosial dan budaya.

Format silabus menurut Muslich (2007: 30-37) paling tidak memuat sembilan komponen yaitu :

1. Komponen Identifikasi

(43)

3. Komponen Kompetensi Dasar 4. Komponen Materi Pokok 5. Komponen Pengalaman Belajar 6. Komponen Indikator

7. Komponen Jenis Penilaian 8. Komponen Alokasi Waktu 9. Komponen Sumber Belajar

b). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah membuat rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkanpembelajaraan secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap yang tinggi (Muslich, 2007 : 53).

(1) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD.

(44)

(3) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

(4) Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Menurut Muslich (2007:46) langkah yang patut dilakukan guru dalam penyusunan RPP, yaitu:

(1) Ambillah satu unit pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran. (2) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut. (3) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.

(4) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mecapai indikator tersebut. (5) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

(6) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/dikenakan kepada siswa untukmencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

(7) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran.

(8) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

(45)

Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/jenis materi pembelajaran.

(46)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai: (A) Jenis penelitian, (B) Subyek penelitian, (C) Sumber data, (D) Teknik pengumpulan data, (E) Instrumen penelitian, (F) Teknis analisis data. Berikut diuraikan keenam bagian metode penelitian tersebut. A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 2006 : 7). Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 1989 : 6). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.

B. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(47)

Pengarang : Pauline Leander Tebal Buku : 295 halaman Tahun Terbit : 2012

Penerbit : Kompas Gramedia

C. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data (Arikunto, 2005 : 101). Instrumen utama dalam penelitian ini adalah manusia, yaitu peneliti sendiri. Peneliti mengumpulkan data dengan cara mengutip dan mengambil dari novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, hal-hal yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut. 1. Membaca keseluruhan isi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati

karya Pauline Leander.

2. Menemukan dan menandai kata atau kalimat yang mengandung unsur intrinsik dan kata atau kalimat yang mengandung nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.

3. Menyalin kata atau kalimat yang mengandung unsur intrinsik dan kata atau kalimat yang mengandung nilai moral.

(48)

E. Langkah-langkah Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengaitkan hasil penelitian dengan pembelajaran di SMA yaitu kelas XI.

2. Menyusun hasil temuan mengenai nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander berdasarkan urutannya

(49)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis secara keseluruhan yang dikelompokkan menjadi tiga bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) analisis unsur tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati, (2) analisis nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan

Hati karya Pauline Leander, (3) relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA

kelas XI semester 2.

Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di anataranya (1) tokoh dan penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar yang terdiri dari latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Kemudian peneliti menganalisis tujuh nilai moral yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.

B. Analisis Data

1. Sinopsis Novel

(50)

penghasilan baru, melihat Bapak sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga. Namun mereka bingung akan membuka usaha apa dengan uang pesangon yang diterima Bapak, sedangkan kedua anaknya, Kang Asep dan Mono masih membutuhkan biaya sekolah serta untuk kebutuhan lainnya. Doa setiap malam selalu Ibu dan Pak Sastro panjatkan, berharap Tuhan segera memberikan jalan keluarnya. Sampai pada akhirnya, datang Dasman yang juga lulusan ITB jurusan Arsitek yang menyarankan Ibu untuk membuka warung makan dengan model Tionghoa, yaitu mematok harga sedikit lebih murah dari warung sayur lainnya pada setiap menunya.

Usaha warung sayur Bu Sastro yang awalnya hanya menyediakan menu sayur dan lauk saja, akhirnya mulai menyediakan nasi dan beragam menu baru. Hal ini dimulai ketika Simbolon memaksa dimasakkan lauk beserta nasi untuknya beserta ke-12 teman indekosnya. Bu Sastro menganggapbahwa inilah kiat baru usaha warung sayurnya. Semenjak itulah, warung Bu Sastro setiap harinya menyediakan nasi, lauk, dan beragam menu lainnya. Seiring berjalannya waktu, warung Bu Sastro mulai mengalami peningkatan, salah satunya dikarenakan pengelolaan atau metode yang dijalankan terbilang unik. Bu Sastro senantiasa menyediakan rumah, tangan dan kaki, bahkan telinga, dan terutama hatinya bagi setiap pelanggan yang hadir di warungnya yang mayoritas mahasiswa itu. Perjuangan di dalam menjalankan bisnisnya sama sekali tidak ringan, namun semua tantangan senantiasa dihadapinya dengan disertai doa, cinta, dan kasih.

2. Tokoh

(51)

1. Pak Sastro

Suami Bu Sastro; bapak Kang Asep dan Mono; dulu karyawan Toko Luwes. 2. Bu Sastro

Istri Pak Sastro; ibu Kang Asep dan Mono; pemilik warung makan. 3. Kang Asep

Anak sulung Pak Sastro dan Bu Sastro yang suka dengan kerajinan; kakak Mono. 4. Mono

Anak bungsu Pak Sastro dan Bu Sastro. 5. Dasman

Mahasiswa Arsitektur ITB yang berasal dari Padang; selama kuliah pernah dimasakkan Bu Sastro selama 5 tahun.

6. Simbolon

Mahasiswa di salah satu akademi di Jalan Sawunggaling; indekos di RT 05 bersama 12 temannya; dimasakkan Bu Satro setiap harinya untuk dirinya dan 12 teman-teman indekosnya.

Dari identifikasi tokoh-tokoh di atas, peneliti mengelompokkan tokoh-tokoh tersebut ke dalam dua kelompok, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Pengelompokkan ini berdasarkan tingkat pentingnya tokoh atau peranan tokoh-tokoh tersebut dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati. Berdasarkan analisis yang dilakukan

(52)

bagaimana cerita itu dilukiskan. Perhatian dari pengarang tersebut dapat terlihat dari analisis yang dituangkan dalam cerita ini yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan, seperti berikut.

1. “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.

Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat” (Leander, 2012 : 7).

2. Bu Sastro berangkat ke pasar sebelum matahari benar-benar tinggi. Di genggamannya terdapat uang Rp30.000 yang akan menjadi penentu masa depan dirinya dan keluarganya (Leander, 2012 : 53).

3. Ketika membahas Kang Asep beserta keluarganya pun, tidak ada penyesalan dalam suaranya. Ibu tetap bertutur bahagia (Leander, 2012 : 266).

Bu Sastro sangat memberikan pengaruh terhadap jalan cerita dari awal-tengah-hingga akhir. Sedangkan tokoh tambahannya yaitu Pak Sastro, Kang Asep, Mono, Dasman, dan Simbolon. Tokoh-tokoh tersebut memiliki keterlibatan dan mengambil bagian jalannya peristiwa yang dialami tokoh utama. Tokoh-tokoh tersebut mempunyai peran masing-masing dalam mengembangkan peristiwa yang mendukung munculnya nilai-nilai kehidupan atau nilai-nilai moral dalam diri tokoh utama.

3. Penokohan

Berdasarkan teori tentang penokohan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, peneliti akan menganalisis penokohan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati.

1. Bu Sastro

(53)

terjadi dalam hidup, salah satunya pada saat harus menerima kenyataan bahwa Bapak diputuskan dari pekerjaannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(1) “Maksudnya ditutup, Pak?” Tanya Bu Sastro mencoba tetap tenang. Suaranya juga dipertahankan untuk menurun di akhir kalimat. Bu Sastro khawatir suami yang dihormatinya itu tidak sanggup menjawab jika nada suaranya meninggi (Leander, 2012 : 6).

(2) “Tidak apa-apa Pak, ini sudah waktunya. Waktunya Tuhan, kalau Bapak harus

berhenti bekerja dari Toko Luwes yang sudah 33 tahun menghidupi kita,” jawab Ibu

Sastro perlahan. Tekadnya begitu kuat untuk menenangkan lelaki yang dikasihinya itu agar tidak menyimpan gulana dalam-dalam (Leander, 2012 : 7).

(3) “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.

Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat. Tenang saja ya, Pak,” suara lembut

Ibu Sastro meneduhkan hati suaminya (Leander, 2012 : 7).

(4) “Kita pasti akan menemukan jalan keluar ya, Wo. Anak-anak masih membutuhkan

banyak biaya, tapi saya yakin kalau Allah merestui, jalan pasti ada,” ungkap Pak Sastro sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Iya Pak, pasti,” jawab Bu

Sastro (Leander, 2012 : 8).

(5) Itulah hari ketika Bu Sastro mengukir janji dalam hatinya, tanpa kemarahan, hanya

dibumbui sedikit kesedihan. “Kalau saya punya sumur sendiri nanti, siapa saja boleh ambil air dari sumur saya. Mau mandi… boleh. Mau cuci baju… silakan.

Mau bersihkan sayur dan daging… boleh juga” (Leander, 2012 : 44).

(6) “Kalau anak SMA, mungkin karena masih kecil, belum dewasa, dan rasa tanggung jawab belum terbentuk, kalau mereka makan hati atau tempe yang kecil-kecil, disembunyikan dulu di bawah tumpukan nasi, jadi antara yang dilaporkan dan yang betul-betul dimakan, biasanya ada perbedaan. Tapi yaaa… biar saja. Rezeki ada di tangan Tuhan,” kata Bu Sastro selalu (Leander, 2012 : 226).

Bu Sastro memiliki sifat penyayang,sertanaluri keibuannya tidak hanya ia tunjukkan kepada keluarganya, namun juga kepada anak-anak mahasiswa khususnya yang biasa makan di rumahnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(54)

pasar, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah (Leander, 2012 : 16).

(8) Bu Sastro sangat mengerti situasi pagi itu. Tempe gorengnya ternyata sudah dipersiapkan duluan dan nasi hangat yang masih wangi karena baru ditanak pagi ini pun sudah siap. Sambil tersenyum lebar, Bu Sastro memandang Pak Sastro penuh makna (Leander, 2012 : 42).

(9) Menu yang disediakan Bu Sastro bergizi sekalipun sederhana. Ibu yang penuh semangat ini menyadari kalau anak-anak mahasiswa harus menerima asupan gizi yang baik sebagai nutrisi bagi otak, sehingga kuliah mereka bisa cepat selesai dan gelar sarjana bisa diraih (Leander, 2012 : 21).

(10) Menu istimewa siang semacam itu siap disantap. Wangi sambal menyeruak ke seluruh penjuru rumah, disertai decakan kepedasan yang terdengar bersahut-sahutan. Kalau sudah begini, Ibu Sastro hanya bias tersenyum-senyum sambil memandang mereka makan (Leander, 2012 : 23).

(11) Tak ia ceritakan betapa malam-malam penuh dengan doa dilewatkannya untuk ke-8 mahasiswa yang ketika itu harus menghadapi ujian kecil maupun ujian-ujian besar mereka. Sebetulnya ada 8 penggalan rasa kehilangan di dalam hati. Kusmay dan Natijah meninggalkan kamar yang mereka tempati selama 3 tahun dengan isak tangis dan memeluk hangat Bu Sastro dengan erat (Leander, 2012 : 24).

(12) “Aku boleh masuk, Bu?” tanya Simbolon agak memelas. “Wah… tentu saja. Ada

apa, Nak?” Bu Sastro bertanya agak khawatir. “Mau makan pagi di sini? Ibu

buatkan nasi goreng dulu,” tawar Bu Sastro didorong naluri keibuannya yang

selalu peka pada area seputaran lambung para anak mahasiswa di sekitarnya (Leander, 2012 : 61).

(13) Agar seluruh makanan bisa dipastikan selalu tersaji hangat bagi anak-anak mahasiswanya, Bu Sastro mempersiapkan 6 buah kompor minyak tanah. Menunya berupa menu Empat Sehat yang diyakini akan sangat bermanfaat bagi anak-anak mahasiswa, sehingga mempercepat perjalanan mereka menjadi sarjana (Leander, 2012 : 73).

(14) Semalaman Bu Sastro bolak-balik masuk ke kamar Mono. “Belum tidur, Mon?” bu Sastro bertanya dengan nada khawatir. Jam di dinding telah menunjukkan pukul 3 pagi (Leander, 2012 : 87).

(15) “Ambil menu yang lain tho, nak Alfian!” Demikian Ibu selalu mengingatkan.

“Kalau hanya makan bubukan tempe thok, nanti kurang gizinya. Nggak bisa mikir, nggak bisa belajar!” (Leander, 2012 : 130).

(16) Jika ada yang tampak kurang bersemangat makan, atau tampak pucat pasi dan kesakitan, Ibu akan menegur dan menanyakan kepadanya (Leander, 2012 : 135). (17) Jika sang mahasiswa sudah mengakui kondisinya yang sedang sakit seperti ini, Bu

Sastro akan melanjutkan penawaran pamungkasnya, “Ibu bikinkan bubur, ya. Biar

makannya enak. Kamu tunggu sebentar di sini. Jangan ke mana-mana. Minum banyak the pahit hangat dari ceret,” lanjut Bu Sastro dengan tegas dan langsung

(55)

sehatnya cepat datang!” Bu Sastro sedikit memerintah Toni. Perlakuannya ini sama seperti menginstruksikan Mono untuk menghabiskan makanan di piringnya (Leander, 2012 : 136-137).

(18) “Saya tidak lapar, Bu. Saya tidak punya uang. Saya minta minum the hangat saja

ya Bu, boleh ya…?”. Mata Bu Sastro berkaca-kaca karena tidak tega. Agak memaksa, Ibu menyodorkan piring kosong kepada Trimo (Leander, 2012 : 205). (19) Saat itu siang belum menjelang dan pagi belum lagi usai. Wajah laparnya

membuat Ibu merasa iba, padahal masakan pagi sudah habis dan lauk untuk siang

hari belumlah matang. “Ibu buatkan nasi goring ya, Ram?” sambut Ibu ketika Ram memasuki warungnya (Leander, 2012 : 214).

(20) Kalau sudah demikian, maka biasanya Ibu akan buru-buru mengeluarkan nasi hangat dan disajikan langsung dengan dada ayam pedas yang sudah disimpankannya buat Josmar. “Ayo makan segera! Kamu kecapekan belajarnya. Jangan lupa makan!” Ibu selalu berpesan demikian (Leander, 2012 : 237).

(21) Keberangkatan Josmar pagi itu untuk menghadapi ujian siding sarjana. Bu Sastro melepasnya dengan doa-doaseperti melepas anaknya sendiri pergi berjuang. Perut Bu Sastro sepanjang setengah hari itu agak mulas dan terasa lemas tidak karuan, menanti bagaimana kabar dari mahasiswa jurusan Elektro ITB itu (Leander, 2012 : 238).

Bu Sastro memiliki sifat ramah terhadap siapa pun yang ditemuinya. Hal ini dapat dibuktikan secara langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(22) Siapa pun mereka, Ibu selalu menyambutnya dengan ramah dan tangan terbuka (Leander, 2012 : 22).

Ibu Sastro memiliki sifat yang santun. Hal ini dapat ditunjukkan secara langsung dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(23)Sesampainya di sana, Mbah Burus menyapa Bu Sastro. “Nak, jangan pakai air banyak-banyak ya. Di sini yang menyewa kamar petak dan ikut tinggal menetap

banyak, jadi takut air sumurnya habis!” Mbah Burus mengemukakan alasannya.

(56)

Bu Sastro memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Beliau menyerahkan semua yang terjadi dalam hidupnya pada kehendak Yang Maha Kuasa. Hal ini dapat dibuktikan secara langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(24)Bu Sastro pun bergerak memasuki kamar, meraih Rosario di bawah bantalnya untuk mulai berdoa. (Leander, 2012 : 8).

(25) Dalam doa-doa rosarionya setiap malam kepada Tuhan, Bu Sastro selalu berdoa agar kerja kerasnya bisa senantiasa memampukan dirinya untuk membiayai sekolah kedua anaknya ini (Leander, 2012 : 81).

Selain mengurusi warung dan memenuhi kebutuhan pelanggannya, Bu Sastro juga menjalani kewajibannya terhadap keluarga yaitu mengurusi rumah tangga. Hal ini dapat ditunjukkan secara tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(26)Sudah terbayangkan oleh Bu Sastro kalau pagi ini akan diawali dengan mempersiapkan Mono berangkat ke sekolahnya di SD Pertiwi kelas 4. Dilanjutkan dengan berbelanja seperti biasa untuk makan siang dan makan malam Manto dan Airil. Setelah itu ia akan membersihkan rumah dan mencuci baju (Leander, 2012 : 32).

(27)Sekembali dari pasar, Bu Sastro membersihkan dengan cekatan semua sayuran yang ada. Ia memotong-motongnya dalam ukuran yang sesuai dengan menu masakan yang akan dibuat. Setelah itu barulah ia mulai mempersiapkan bumbu dan menyalakan kedua kompor minyak tanahnya (Leander, 2012 : 54).

Ibu Sastro selalu bersyukur dengan pemberian Tuhan. Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(28)Hatinya dipenuhi syukur. Hari ini berlangsung sungguh istimewa. Ini merupakan langkah awal menuju jualan yang lebih baik lagi, yaitu sayur dan lauk serta nasi hangat… (Leander, 2012 : 66).

(57)

Teknik pelukisan tokoh utama yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau ekspositori

dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Bu Sastro teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (1), (2), (3), (4), (5), (6), (22), (23), (24), dan (25). Teknik tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (7), (8), (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15), (16), (17), (18), (19), (20), (21), (26), (27), (28), dan (29).

(58)

2. Pak Sastro

Secara fisik, Pak Sastro digambarkan sebagai seorang yang berperawakan tinggi 172 cm serta tubuhnya kurus namun sehat. Rutinitas yang biasa ia lakukan adalah bangun pagi. Meskipun tidak lagi bekerja di Toko Luwes, Pak Sastro tetap memulai harinya dengan bangun pagi. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(30)Seperti biasa, pagi itu pukul 6, beliau telah bersiap-siap untuk mandi. Ritual pagi tetap dilakukannya seperti biasa (Leander, 2012 : 9).

Pak Sastro memiliki kebiasaan sarapan dengan tempe goreng asin serta gemar minum kopi Aroma untuk memulai harinya. Kopi Aroma harum panas buatan Bu Sastro dipercaya

mampu menenangkan hati dan pikiran dalam situasi apapun. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(31)Pak Sastro mengangkat gelas kopi yang masih tersisa panasnya, menghirup kopi aromanya perlahan, dan mencoba menikmati setiap tegukannya. Hatinya merasa tenang (Leander, 2012 : 7).

Setelah resmi tidak bekerja di Toko Luwes sebagai karyawan, Pak Sastro ingin mengabarkan hal ini kepada istri yang sangat dicintainya dengan hati-hati. Beliau ingin menjaga perasaan sang istri. Pak Sastro tidak ingin membuat istrinya kaget dengan hal ini,

dan akan menerima apapun jawaban dari sang istri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam landasan teori ini akan di bahas tiga hal yaitu, 1) penelitian yang relevan dengan penelitian ini, 2) unsur-unsur intrinsik naskah drama “Malaikat Tersesat dan Termos

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

Melihat dari fakta yangada saat proses pembelajaran berlangsung banyak mahasiswa yang ketika ditugaskan untuk membuka Schoology tidak langsung membuka Schoology tetapi

Berdasarkan hasil penelitian hubungan kadar Pb dalam darah dengan profil darah petugas operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Semarang Timur,

Permukaan Jalan Lingkungan 76% - 100% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk dan tidak sesuai standar teknis 51% - 75% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk

lain halnya jika tingkat bunga yang ditawarkan saat ini hanya 5% berarti dalam setahun Anda hanya akan memperoleh $1,050, maka akan lebih baik jika Anda memilih pilihan kedua

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap konsumen terhadap produk telepon genggam merek Nokia dan Siemens di tinjau dari