• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi body mass index terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi body mass index terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Kristi Natalia 128114106

INTISARI

Antropometri merupakan metode sederhana, mudah, dan murah yang dapat digunakan sebagai indikator kesehatan dan status nutrisi seseorang. Pengukuran Body Mass Index (BMI) adalah salah satu metode antropometri yang sering digunakan dan dapat memprediksi adanya obesitas. Obesitas dapat memicu terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin menyebabkan diabetes melitus tipe 2 yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara body mass index terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat pada lingkup masyarakat pedesaan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Pemilihan responden dilakukan secara non-random dengan teknik purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 46 responden berjenis kelamin laki-laki yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Variabel yang diukur adalah nilai BMI dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, uji komparatif Mann-Whitney, serta uji korelasi Pearson dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata karakteristik responden yaitu rerata usia 49,72±6,58 tahun; rerata BMI 24,44±2,98 kg/m2; rerata HbA1c 5,51±0,30%; serta rerata Hb 14,80±1,01 g/dL. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi yang tidak bermakna, berkekuatan lemah dengan arah korelasi positif antara BMI terhadap HbA1c (r=0,237; p=0,112) pada pria dewasa sehat di desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

Kata kunci : Body Mass Index, HbA1c, Pria Dewasa Sehat ABSTRACT

Anthropometry is a simple method, easy, and inexpensive that can be used as an indicator of the health and nutritional status of a person. Measurement of Body Mass Index (BMI) is one of the frequently used anthropometric methods and can predict the presence of obesity. Obesity leads to insulin resistance. Insulin resistance causes diabetes mellitus type 2, which is a risky factor for cardiovascular disease. This study aims to determine the correlation between Body Mass Index on HbA1c in healthy adult males in rural communities.This study is an observational analytic study with cross-sectional design. The selection of respondents is done in a non-random purposive sampling technique. The number of respondents are 46 male respondents who have met the inclusion and exclusion criteria. The measured variable is the value of BMI and HbA1c levels. The analysis of data uses the Shapiro-Wilk normality test, comparative test of Mann-Whitney and Pearson correlation test with 95% confidence level. The results shows the average value of

respondents’ characteristics, profile of age 49,72 ± 6,58 years; BMI 24,44 ± 2,98 kg/m2; HbA1c 5,51 ± 0,30%; and Hb 14,80±1,01 g/dL. The conclusion of this study is that there is no significant correlation, weak strength with the direction of a positive correlation between BMI on HbA1c (r = 0,237; p = 0,112) in healthy adult males in Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

(2)

KORELASI BODY MASS INDEX TERHADAP HbA1c PADA PRIA DEWASA SEHAT DI DESA KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN SLEMAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Kristi Natalia

NIM: 128114106

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

i

KORELASI BODY MASS INDEX TERHADAP HbA1c PADA PRIA DEWASA SEHAT DI DESA KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN SLEMAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Kristi Natalia

NIM: 128114106

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

Pcilrttnisil Pe,utruHry

KOmI/f$

WDY

IIASS^AYDE)TTERHADAP trbAlc ?ADA PRIA DEWASA

SEEAT

I}I I}ESA KEHUTANJO

KECAMATAN CANGKRIilCAI{ SI,EIIfiAN YOGYAI(ARTA

Sldpoi ymg

dieiuh

oleh :

KristiNelb

NIM:12t1141tr

tclahdfuEffijui oletu:

Pembimhingums

(5)

Pengeehau S*rlpci Beriudul

KORELASI BOD:Y *TASSI?VDtrTERIIADAP HbAIc PADA PRIA I}E}YASA

sEIrAr

rlr DESA

or*f;"H,m;fl

cArrrcKRrNGAN SLEMAN

Oleh:

Kristi Natalia

NIM:128114106

Dipertahankan di hdapan Panitia Penguji Slaipsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanara Dhema

Januari 2015

to*ry

tahui,

Farmasi

Ph.D., Apt.

1. dr. Feoty,

2. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.

3. Dita Maria

Virgriq

M.Sc.,

Apt

lu

(6)

iv

Kupersembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus sumber kekuatan hidupku

Bapak, mama, kakak, abang dan janu penyemangat hidupku

Sahabat dan teman-teman yang selalu setia membantuku

(7)

PERNTATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan demgan sesungguhnya bahwa stripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lairu kectrali yang telah disebutkan

dalam

htipm

dao daftar pustdr& sebog&imma tayaknya kaqxa ilmi&.

Apabila di kemtdian hari ditem*an inOitasi plagiarisme dalam naskah ini

maka saya bersedia m€nanggung segala sanksi sesuai p€raturan psrundangudangan yang berlalu.

(8)

LEMBAR PER}IYATAA}I PERSETUJUAIT PT'BLIKASI KARYA

ILMIAH

T]NTT]K KEPENTINGAI\I AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharrra :

Nama

: Kristi Natalia

Nomor

Mahasiswa :

1281 14106

Demi pengembangan

ilmu

pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KORELASI BODY MASS II$DH( TT,RIIADAP

lfbAlc

PADA PRIA DEWASA SEHAT

DI DESA KEPUIIAR.IO KECAMATAN CAI{GKRINGAI\I SLEMAN

YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhamra hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media

lai&

mengelolanya

dalam bentuk

pangkalan data. mendistribusikan secaraterbatas, danmempublikasikannya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memkrikan

royalti kepada saya selamatetap mencantumkan narna saya sebagai penulis. Demikian perryataan ini saya buat dengan sebenamya

Dibuat di Yogyakarta

Padatanggal : 15 Februari 2016 Yang menyatakan

(I{risti Natalia)

(9)

PRAKATA

Fuji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penulis panjatkan atas segala

berkat, iahmaq dan limpahan kasih-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul *Korelasi Body Mass Index terhadap

HbAlc

pada Pria Dewasa Sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta" sebagai syarat memperoleh gelar sarjana farrnasi (S.Farm)

di

Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Pada Kesempatan ini, penulis ingin menyanrpaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis melalui dukungan tenaga, pikiran, waktu, dan memberikan banyak nasihat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

baik. Rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada :

l.

dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

membanfu dalam berbagi

itnu,

pengetatuan, dan wawasan, serta bersedia

meluangkan waktu, tenag4 dan pikiran untuk berdiskusi dan mengarahkan penulis dalaur penyusuum skripsi ini.

2.

Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharrna serta selaku dosen ponguji atas semua saran dan dukungan yang membangun.

3.

Dita Maria Virgioiq M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas semua saran, dan

dukungan yang membangun.

(10)

4.

Kepalas Desa Kepuharjo yang memberikan

ijin

kepada peneliti untuk

mengadakan penelitian dan penganrbilan data.

5.

Komisi

Etik

Penelitian Kedokteran

dan

Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah

Madq

yang telah memberikan

ijin

untuk melakukan penelitian.

6.

Laboratorium Pramitha Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam

menganalisis darah untuk kepentingan penelitian.

7.

Masyarakat Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangtringan, Slemarq Yogyakana yang

tetah bersedia terlibat dalam penelitian sebagai responden.

8.

Selunrh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama

proses perkuliahan.

9.

Bapak, mama, kakak, abang,

janu

yang terkasih dan tercinta, sumber

semangatku, yang tiada pemah berhenti memhrikan kasih

syilg,

cint4

dukungan, perhatian" kesabaran dalar.n membimbingku hingga saat ini.

10. Teman-teman Sanggar Bukonk Betajq keluarga keduaktr" sekolah hidup dan

pengalamankq yang tiada lelah mendukung dan menyernangatiku.

11. Semua sahabat-salrabatku Dindq Widi, Osalq Bertha Astri4 Cica, Noven, Tika

Tiwi, Tata, Nuri, dan Lisa yang selalu mendukungku.

(11)

12. Teman-teman

fKK

B 20t2, dan semua angkatan 2Al2 yang telatr bersama-sama

berproses dan.berbagi suka duka di Fakultas Farmasi Sanata Dharrra

13. Teman-teman seperjuangan skripsiku

"Lisq

Noven, Nuri, Ven4

Mithq

Atih

Vani, Siti, Ida yang selalu hrsama-sama berjuang dan memberikan semaugat

kepadaku.

14. Semua pihak yang telah membantukq yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skxipsi

ini

masih terdapat banyak

serta masih jauh dari kesempumaan. Penulis sangat mengharapkan kxitik dan saran yang membangun de,mi sempurnanya skripsi

ini.

Semoga skripsi

ini

dapat

memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetatruan.

*ffi

Penulis

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………..…iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………..………….iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………...……vi

PRAKATA...vii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

INTISARI...xviii

ABSTRACT...xix

BAB I. PENGANTAR...1

A. Latar Belakang...1

1. Perumusan Masalah...4

2. Keaslian Penelitian...4

3. Manfaat Penelitian...8

B. Tujuan...8

(13)

xi

A. Antropometri...9

1. Body Mass Index (BMI)...10

B. Obesitas...11

C. Diabetes Melitus Tipe 2...12

D. Hemoglobin...14

E. HbA1c………...15

F. Penyakit Kardiovaskular...17

G. Landasan Teori...18

H. Hipotesis………..20

BAB III. METODE PENELITIAN...21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...21

B. Variabel Penelitian...21

C. Definisi Operasional...22

D. Responden Penelitian...23

E. Lokasi dan Waktu Penelitian...27

F. Ruang Lingkup Penelitian...27

G. Teknik Pengambilan Sampel...29

H. Instrumen Penelitian...29

I. Tata Cara Penelitian...30

1. Observasi Awal...30

(14)

xii

3. Pembuatan Informed Consent dan Leaflet...31

4. Pencarian Responden...32

5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian...33

6. Pengukuran Parameter...33

7. Penyerahan hasil pemeriksaan kepada responden...34

8. Pengolahan data...34

J. Analisis Data...34

K. Keterbatasan Penelitian...36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...37

A. Profil Karakteristik Responden...37

1. Usia...38

2. Body Mass Index (BMI)...40

3. Hemoglobin...43

4. HbA1c………45

B. Perbandingan Rerata HbA1c pada Kelompok Body Mass Index ≥25kg/m2 dan Body Mass Index <25kg/m2...47

C. Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c...49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...54

A. Kesimpulan...54

B. Saran...54

(15)

xiii

LAMPIRAN...63

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Keaslian Penelitian...5

Tabel II. Klasifikasi Body Mass Index ………...10

Tabel III. Klasifikasi Nilai HbA1c...15

Tabel IV. Penelitian Korelasional Antara BMI terhadap HbA1c...20

Tabel V. Interpretasi Hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi...35

Tabel VI. Profil Karakteristik Responden...37

Tabel VII. Hasil Perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body mass index ≥25kg/m2 dan body mass index <25kg/m2 ...47

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Pencarian Responden...26

Gambar 2. Bagan Kajian Penelitian Payung...28

Gambar 3. Grafik Distribusi Usia Responden...38

Gambar 4. Grafik Distribusi Body Mass Index Responden...41

Gambar 5. Grafik Distribusi Hemoglobin Responden...43

Gambar 6. Grafik Distribusi HbA1c Responden……….45

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ethical Clearence...64

Lampiran 2. Surat Ijin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta...65

Lampiran 3. Surat Ijin Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta...66

Lampiran 4. Sertifikat Lisensi Analisa Data Statistik……….…67

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Responden………...68

Lampiran 6. Leaflet Tampak Depan...69

Lampiran 7. Leaflet Tampak Belakang...69

Lampiran 8. Informed Consent ...70

Lampiran 9. Pedoman Wawancara...71

Lampiran 10. Form Pengukuran Antropometri...72

Lampiran 11. Sertifikat Peneraan Timbangan Berat Badan...73

Lampiran 12. Sertifikat Peneraan Pengukur Tinggi Badan ...74

Lampiran 13. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian...75

Lampiran 14. Data Pemeriksaan darah Responden………...76

Lampiran 15. SOP Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan...78

(19)

xvii

Lampiran 17. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Kelompok Body Mass

Index ≥25kg/m2 dan <25kg/m2...82

Lampiran 18. Uji Komparatif antara HbA1c pada kelompok Body Mass Index

≥25kg/m2 dan <25kg/m2...84

(20)

xviii

INTISARI

Antropometri merupakan metode sederhana, mudah, dan murah yang dapat digunakan sebagai indikator kesehatan dan status nutrisi seseorang. Pengukuran Body Mass Index (BMI) adalah salah satu metode antropometri yang sering digunakan dan dapat memprediksi adanya obesitas. Obesitas dapat memicu terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin menyebabkan diabetes melitus tipe 2 yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara body mass index terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat pada lingkup masyarakat pedesaan.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Pemilihan responden dilakukan secara non-random dengan teknik purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 46 responden berjenis kelamin laki-laki yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Variabel yang diukur adalah nilai BMI dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, uji komparatif Mann-Whitney, serta uji korelasi Pearson dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata karakteristik responden yaitu rerata usia 49,72±6,58 tahun; rerata BMI 24,44±2,98 kg/m2; rerata HbA1c 5,51±0,30%;

serta rerata Hb 14,80±1,01 g/dL. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi yang tidak bermakna, berkekuatan lemah dengan arah korelasi positif antara BMI terhadap HbA1c (r=0,237; p=0,112) pada pria dewasa sehat di desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

(21)

xix

ABSTRACT

Anthropometry is a simple method, easy, and inexpensive that can be used as an indicator of the health and nutritional status of a person. Measurement of Body Mass Index (BMI) is one of the frequently used anthropometric methods and can predict the presence of obesity. Obesity leads to insulin resistance. Insulin resistance causes diabetes mellitus type 2, which is a risky factor for cardiovascular disease. This study aims to determine the correlation between Body Mass Index on HbA1c in healthy adult males in rural communities.

This study is an observational analytic study with cross-sectional design. The selection of respondents is done in a non-random purposive sampling technique. The number of respondents are 46 male respondents who have met the inclusion and exclusion criteria. The measured variable is the value of BMI and HbA1c levels. The analysis of data uses the Shapiro-Wilk normality test, comparative test of Mann-Whitney and Pearson correlation test with 95% confidence level.

The results shows the average value of respondents’ characteristics, profile of age 49,72 ± 6,58 years; BMI 24,44 ± 2,98 kg/m2; HbA1c 5,51 ± 0,30%; and Hb 14,80±1,01 g/dL. The conclusion of this study is that there is no significant correlation, weak strength with the direction of a positive correlation between BMI on HbA1c (r = 0,237; p = 0,112) in healthy adult males in Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

(22)

1

BAB I

PENGANTAR A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian paling umum di

seluruh dunia. Penyakit kardiovaskular menyebabkan hampir 40% kematian di

negara maju dan sekitar 28% di negara miskin dan berkembang (Gaziano, 2008).

Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang berhubungan dengan pola perilaku

modern sehingga penyakit ini tidak hanya menyerang masyarakat di negara-negara

maju tetapi sudah menjadi ancaman bagi masyarakat di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia. World Health Organization melaporkan sebanyak 17,3 juta

orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008 dan diprediksikan

pada tahun 2030 akan meningkat hingga 23,3 juta orang (WHO, 2013).

Diabetes melitus merupakan suatu sindroma kronik gangguan metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak akibat insufisiensi sekresi insulin atau resistensi

insulin pada jaringan sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (Dorland,

2010). Sekitar 90% dari jumlah keseluruhan pengidap diabetes, mengidap diabetes

melitus tipe 2 dengan lebih dari 80% hidup dan tinggal di negara miskin dan

berkembang (WHO, 2013). Prevalensi diabetes melitus di seluruh dunia pada semua

tingkat umur diperkirakan meningkat dari 2,8% pada tahun 2000 yaitu sekitar 177

(23)

Indonesia diperkirakan prevalensi diabetes melitus mencapai 21,3 juta orang pada

tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, Sicree, and King, 2004).

Menurut Schalkwijk and Stehouwer (2005) diabetes melitus dapat

menyebabkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi

makrovaskular dapat menyebabkan percepatan pembentukan aterosklerosis yang

dapat mengganggu fungsi kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian

diantara pasien dengan diabetes melitus tipe 2. Faktor risiko penyakit kardiovaskular

pada penyandang diabetes melitus meliputi obesitas, hipertensi, overweight, dan

dyslipidemia. Indikator overweight, adalah Body Mass Index (BMI) 25,0–29,9 kg/m2

sedangkan indikator obesitas adalah BMI ≥ 30 kg/m2 (WHO, 2013).

Obesitas merupakan akumulasi lemak abnormal berlebihan yang

mengakibatkan beberapa risiko penyakit seperti hipertensi, hyperlipidemia, resistensi

insulin, serta hiperurisemia yang akan memperburuk kardiovaskular (Zang, et al.,

2013). Sebanyak 7,1% kelompok umur dewasa yang overweight menderita diabetes

melitus dan sebanyak 12,1% kelompok umur dewasa yang obesitas menderita

diabetes melitus (Chan, et al., 2009). Obesitas merupakan faktor risiko yang penting

terhadap terjadinya penyakit diabetes melitus. Pada seseorang yang obesitas, karena

masukan makanan yang berlebih, kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk

menormalkan kadar glukosa darah akibat masukan makanan yang berlebihan.

Mula-mula kelenjar pankreas masih mampu mengimbangi dengan memproduksi insulin

(24)

normal. Tetapi pada suatu ketika sel beta kelenjar pankreas tidak mampu lagi untuk

memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori.

Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan akan mengalami toleransi glukosa

terganggu yang akhirnya akan menjadi diabetes melitus (Waspadji, 2007).

Pemeriksaan HbA1c dapat digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah

pada penderita diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan salah satu faktor risiko

pengembangan penyakit kardiovaskular sehingga peningkatan HbA1c dapat menjadi

indikator tercetusnya risiko penyakit kardiovaskular. Nilai HbA1c merupakan cermin

rata-rata kadar gula darah dalam beberapa bulan dan merupakan prediktor kuat

terhadap komplikasi diabetes melitus. Nilai HbA1c ≤ 7 % telah terbukti menurunkan

komplikasi mikrovaskular dan pemeriksaan nilai HbA1c rutin dapat menurunkan

risiko jangka panjang makrovaskular (Sacks, et al., 2011; Stratton, Adler, and Neil,

2000; ADA, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu upaya yang dapat

memprediksi risiko penyakit diabetes melitus tipe 2. Salah satu cara yang paling

sederhana, mudah, dan murah di aplikasikan adalah pengukuran antropometri.

Pengukuran antropometri meliputi pengukuran body mass index, berat tubuh ideal,

rasio lingkar pinggang panggul, skinfold thickness, presentase massa lemak, dan

massa muskular total. Body mass index merupakan pengukuran antropometri yang

menggunakan nilai pengukuran dari berat dan tinggi badan. Nilai body mass index

(25)

obesitas (Tamus and Bourdon, 2006). Semakin tinggi nilai body mass index

seseorang maka semakin berisiko pula orang tersebut untuk mengalami obesitas

dimana hal tersebut berhubungan dengan beberapa masalah kesehatan daripada

seseorang dengan body mass index normal (Centers for Disease Control and

Prevention of United States, 2011). Oleh karena itu, penelitian yang berjudul

Korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa

Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta” ini bertujuan untuk

mengetahui korelasi antara Body Mass Index terhadap HbA1c pada masyarakat pria

dewasa sehat di daerah pedesaan sebagai deteksi dini atau upaya pencegahan penyakit

diabetes melitus tipe 2 yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.

1. Perumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi yang bermakna antara Body Mass Index (BMI)

terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan,

Sleman, Yogyakarta?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian informasi terkait penelitian mengenai korelasi

Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c, dapat dinyatakan belum pernah dilakukan

penelitian ini sebelumnya, namun terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan

penelitian ini seperti penelitian yang juga melihat korelasi antara Body Mass Index

(26)

pada penelitian ini baik itu Body Mass Index atau HbA1c, walaupun demikian

terdapat perbedaan pada penelitian ini dan penelitian-penelitian lainnya seperti pada

jumlah responden, rentang usia, lingkup penelitian dan jenis kelamin responden yang

terlibat pada penelitian.

Tabel I. Keaslian Penelitian

Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan

“Glycated

Hemoglobin and Associated Risk Factors in Older

Adults”(Martins, Jones, Cumming, Silva, Teixeira, and Verrissimo, 2012).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan korelasi yang bermakna namun lemah antara pengukuran body mass index tehadap kadar HbA1c (p=0,01; r=0,3). Pada penelitian ini meneliti korelasi antara salah satu pengukuran antropometri yaitu body mass index terhadap HbA1c. Responden yang terlibat berjumlah 118 responden yang terdiri dari 72 responden wanita dan 46

responden pria dengan rentang usia 65-95 tahun.

“Hubungan Obesitas dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung”(Putri dan Larasati, 2013).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan

bermakna antara obesitas menurut BMI terhadap HbA1c pasien diabetes

melitus tipe 2, analisis data dengan uji Fisher menghasilkan p-value sebesar 1,000 (2-tail) dan 0,579(1-tail), hasil yang diperoleh adalah p-value > α.

Pada penelitian ini menggunakan pengukuran body mass index untuk menilai obesitas pada responden yang kemudian dilihat korelasinya terhadap HbA1c. Responden yang terlibat berjumlah 46 responden yang terdiri dari 19 responden pria dan 27 responden wanita dengan rentang usia 45-54 tahun. Responden penelitian yang terlibat

(27)

Tabel I. Lanjutan

Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan

Correlation among BMI, fasting plasma glucose, and HbA1c levels in subjects with glycemic anomalies visiting Diabetic Clinics of Lahore”(Farasat, Cheema, and Khan, 2009).

Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi antara glukosa darah puasa dengan BMI (r=-0,0091; p>0,05) namun terdapat korelasi yang bermakna dengan HbA1c (r=0,298; p<0,005) pada pasien impaired glucose tolerance. Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara glukosa darah puasa dengan BMI (r=-0,0093; p>0,05) namun terdapat korelasi yang bermakna dengan HbA1c (r=0,460; p<0,005) pada pasien diabetes melitus. Pada penelitian ini menggunakan metode antropometri yaitu body mass index dan menggunakan nilai HbA1c untuk melihat korelasi. Responden yang terlibat berjumlah 508 responden yang terdiri dari 228 responden pria dan 280 responden wanita dengan rentang usia 27-87 tahun. Responden penelitian yang digunakan merupakan responden yang telah didiagnosa Diabetes melitus dan IGT. “Korelasi Lingkar Pinggang Panggul Terhadap HbA1c Pada Karyawan Pria Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma” (Darmayanti, 2014).

(28)

Tabel I. Lanjutan

Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan

Korelasi Bodi Mass Index terhadap HbA1c pada Staf Wanita Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” (Pramudyo, 2014).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan profil karakteristik rerata usia responden 44,08±3,14; rerata BMI responden 25,31±3,29; serta rerata HbA1c responden 5,52±0,47. Terdapat korelasi yang tidak bermakna, berkekuatan sangat lemah dengan arah korelasi negatif antara BMI terhadap HbA1c (r = -0,039 ; p =0,781). Pada penelitian ini meneliti korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara non-random purposive sampling. Responden yang terlibat adalah wanita sehat dengan rentang usia 40-50 tahun. Ruang lingkup penelitian yaitu pada mayarakat perkotaan yang bekerja. Korelasi Abdominal Skinfold Thickness dan Body Mass Index Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Kabupaten Temanggung (Ludji, 2014).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan korelasi yang tidak bermakna antara skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa pada

responden pria (p=0,330; r=-0,160) namun

(29)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat

di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dan dapat

dijadikan sebagai referensi pada penelitian yang serupa lainnya.

b. Manfaat Praktis. Pengukuran BMI diharapkan mampu memberikan gambaran

awal kepada masyarakat mengenai obesitas dan kadar HbA1c sebagai upaya

pendeteksian dini terhadap penyakit diabetes melitus.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara

Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo,

(30)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Antropometri

Antropometri berasal dari kata Yunani “anthropo” yang berarti manusia dan

“metron” yang berarti ukuran (Cahyono, 2008). Antropometri adalah pengukuran

tubuh manusia yang meliputi berat badan, tinggi badan, dan ukuran tubuh, termasuk

ketebalan lipatan kulit (skinfold thickness), lingkar pinggang (circumferences),

panjang, dan luas (breadths). Hasil pengukuran antropometri dapat menggambarkan

dan mengevaluasi status gizi dan status kesehatan seseorang atau suatu populasi,

sesuai dengan indikator antropometri yang diinginkan (NHANES, 2007). Pengukuran

antropometri merupakan pengukuran yang sederhana, mudah dan sedikit adanya

paparan radiasi (Bush, et al., 2010). Pada umumnya antropometri digunakan sebagai

prediktor untuk berbagai macam penyakit, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,

dan dyslipidemia (Chadha, Singh, Kharbanda, Vasdev, and Ganjo, 2006).

Salah satu pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah

pengukuran Body Mass Index (BMI). Pengukuran body mass index ini berhubungan

dengan pengukuran tinggi dan berat badan. Metode pengukuran body mass index

sering digunakan sebagai prediktor obesitas ataupun tidak obesitas. BMI merupakan

metode yang murah dan mudah untuk melakukan skrining kategori berat badan yang

(31)
[image:31.612.97.532.122.477.2]

Tabel II. Klasifikasi Body Mass Index berdasarkan Central for Disease Control and Prevention (CDC, 2012).

BMI (kg/m2) Kategori

<18,5 Rendah

18,5 – 24,9 Normal

25,0 – 29,9 Overweight/Pre Obesitas

≥30 Obesitas

1. Body Mass Index (BMI)

Pengukuran Body Mass Index (BMI) didapat dengan perhitungan berat badan

dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter persegi (m2) (Wildman,

Gu, Reynolds, Duan, and He, 2004).

berat badan (kg) Body Mass Index (BMI) =

tinggi badan(m2)

Body Mass Index (BMI) secara luas diterima sebagai alat untuk

mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas. BMI merupakan indikator yang

cukup handal dari obesitas bagi kebanyakan orang. BMI tidak mengukur lemak tubuh

secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa BMI berkorelasi dengan

lemak tubuh pada manusia dimana dapat menggambarkan status berat badan

seseorang. Disamping kelebihan BMI sebagai indikator overweight dan obesitas,

BMI juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu kurang tepat digunakan pada orang

dewasa yang mempunyai volume otot yang besar, dan pada orang lanjut usia yang

berusia 65 tahun ke atas. Penggunaan BMI juga tidak dapat diterapkan pada bayi, ibu

(32)

asites, dan hepatomegaly (WHO, 2000; Roberts, Uterberger, Kuhnlein and Egeland,

2005; Fajar, Bakri, dan Supariasa, 2002).

B.Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu

makan dan metabolisme energi yang dikendalikan beberapa faktor biologik spesifik

dan secara fisiologis terjadi akumulasi jaringan lemak yang tidak normal atau

berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Soegondo,

2007). Obesitas terjadi ketika asupan energi melebihi pengeluaran energi. Tiga faktor

utama yang memodulasi berat badan, yaitu: faktor metabolik, diet, dan aktivitas fisik.

Aktivitas fisik yang berkurang dapat menjadi faktor yang paling penting sebagai

penyebab meningkatnya prevalensi obesitas (Atikah, 2007). Body mass index

merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat digunakan untuk menentukan

apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak. Nilai BMI yang berada di antara

25-29,9 kg/m2 disebut kelebihan berat badan (overweight) sedangkan nilai BMI ≥30

kg/m2 disebut obesitas (WHO, 2013).

Secara umum, massa lemak berhubungan dengan penurunan sensitivitas

insulin tubuh. Bila lemak di tubuh berlebih (obesitas), akan berdampak terjadinya

intoleransi glukosa dan perlawanan terhadap aksi insulin. Hal ini berkaitan dengan

jaringan adiposa abdomen yang berlebih kemudian akan berakibat hiperglikemia

(33)

terhadap sensivitas insulin dimana sebagai penanda terjadinya diabetes melitus tipe 2,

meliputi :

1. Pada kondisi obesitas terjadi penurunan produksi adiponektin dan adipokin.

Adiponektin berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas reseptor terhadap

insulin dengan meningkatkan efek insulin. Jika produsen adiponektin dan

adipokin menurun maka insulin menjadi kurang sensitif untuk berikatan

dengan reseptor insulin akibatnya efek insulin menjadi lemah.

2. Pada kondisi obesitas terjadi peningkatan jumlah jaringan lemak. Jaringan

lemak sendiri berperan dalam menghasilkan hormon resistin yang dapat

memicu terjadinya resistensi insulin dengan mengganggu kerja insulin.

3. Pada kondisi obesitas juga terjadi peningkatan produksi asam-asam lemak

bebas akibat meningkatnya jumlah jaringan lemak. Asam-asam lemak tersebut

lambat laun data menumpuk secara abnormal pada otot sehigga hal tersebut

dapat mengganggu kerja dari insulin (Sherwood, 2011).

C. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama

mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Soegondo, 2009). Resistensi

(34)

berkurang. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk

mengatasi kenaikan kadar gula darah. Pada tahap ini, kemugkinan individu tersebut

akan mengalami gangguan toleransi glukosa (tahap prediabetes), tetapi belum

memenuhi kriteria penderita diabetes melitus. Kondisi resistensi insulin akan terus

berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus

menerus meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol

gula darah. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan

kenaikan kadar gula darah bertambah berat. Perubahan proses toleransi glukosa,

mulai dari kondisi normal, toleransi glukosa terganggu dan diabetes melitus tipe 2

dapat dilihat sebagai keadaan yang berkesinambungan (Soewondo, 2007).

Gejala yang sering muncul pada penderita diabetes melitus adalah polyuria

(sering buang air kecil), polodipsia (merasakan haus yang berlebihan), dan poliofagia

(merasakan lapar yang berlebihan). Kriteria diagnostik untuk diabetes melitus

mencakup: glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL, gejala diabetes plus glukosa plasma

sewaktu ≥ 200 mg/dL atau kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL setelah pemberian 75g

glukosa per oral (uji toleransi glukosa oral) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik, 2005).

Diabetes melitus tipe 2 yang cenderung diderita oleh orang dewasa ini

berkorelasi dengan obesitas, aktivitas fisik, maupun riwayat keluarga yang

memberikan sumbangan hingga 90% terjadinya diabetes melitus tipe 2. Diabetes

(35)

kardiovaskular, peripheral vascular, ocular, neurologic, abnormalitas renal yang

menyebabkan penyakit jantung, stroke, kebutaan, kerusakan saraf ginjal hingga

kematian (Ceriello and Motz, 2004). Diabetes United Kingdom memperkirakan

75-90% penderita diabetes menderita diabetes melitus tipe 2, disebabkan 80% kelebihan

berat badan atau obesitas. Diabetes melitus tipe 2 mulai meningkat pada BMI 23

kg/m2, risiko hipertensi, dyslipidemia, aterosklerosis, dan kematian dini akibat

penyakit kardiovaskular semua meningkat dengan meningkatnya obesitas pada

penderita diabetes melitus tipe 2. Risiko kematian dini dapat terjadi sepuluh kali lipat

pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan BMI diatas 36 kg/m2. Sebaliknya,

penurunan berat badan yang disengaja antara 8-13 kg bisa mengurangi angka

kematian sebesar 33% pada penderita diabetes melitus dengan obesitas (Frost,

Domhorst, and Moses, 2003).

D. Hemoglobin

Hemoglobin merupakan zat warna darah yang menyebabkan warna merah

pada eritrosit. Hemoglobin adalah suatu protein majemuk yang tersusun atas protein

sederhana (globin) dan radikal prostetik hem. Salah satu fungsi terpenting

hemoglobin yaitu mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan

mengangkut karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru (Sumardjo, 2009).

Seseorang yang kekurangan hemoglobin dapat mengalami anemia. Anemia

merupakan keadaan menurunnya kadar eritrosit (sel darah merah) dan kadar

(36)

biasanya ditandai dengan penurunan daya tahan tubuh, kepucatan pada tubuh dan

penurunan kerja fisik (Amaylia, 2012).

Menurut International Expert Committee (2009) HbA1c merupakan bagian

dari hemoglobin keseluruhan sehingga setiap perubahan jumlah eritrosit, kadar dan

susunan hemoglobin dapat mempengaruhi kadar HbA1c misalkan perubahan masa

hidup eritrosit (perdarahan, anemia, hemolysis, kekurangan zat besi ataupun kelainan

hemoglobin) sehingga diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lain pada keadaan

tersebut. Pada keadaan gagal ginjal, pengaruh zat yang tidak dapat dikeluarkan dari

tubuh dan obat-obatan juga dapat mempengaruhi kadar HbA1c seseorang.

E. HbA1c

HbA1c atau yang dikenal dengan hemoglobin glikat adalah salah satu fraksi

hemoglobin di dalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik.

Hal ini dapat pula diartikan bila kadar glukosa yang berlebih akan selalu terikat di

dalam hemoglobin, juga dengan kadar yang tinggi (Acton, 2013). Pembentukan

HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup

sel darah merah. HbA1 terdiri dari atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c

sebesar 70%, HbA1c dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa).

Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang

tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah

(37)

2009). Kriteria HbA1c menurut American Diabetic Association dapat dilihat pada

[image:37.612.101.533.181.570.2]

tabel dibawah ini:

Tabel III. Klasifikasi nilai HbA1c berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2014)

Klasifikasi Nilai HbA1c (%)

Normal <5,7

Prediabetes 5,7-6,4

Diabetes ≥6,5

Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang yang

menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120

hari. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan diabetes melitus yang tidak

terkendali dan berisiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti

nefropati, retinopati, atau kardiopati. Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan

komplikasi sebesar 35%. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara

rutin pada pasien diabetes melitus, pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan

glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan

pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (American Diabetic Association,

2014).

Faktor-faktor yang menjadi alasan pendukung penggunaan HbA1c sebagai

alat skrining dan diagnosis diabetes antara lain pemeriksaan dapat dilakukan kapan

saja, dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama serta

tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek, lebih stabil dalam

(38)

yang menjadi kekuranggan HbA1c sebagai alat skrining atau diagnosis antara lain

perubahan karena faktor-faktor selain glukosa misalnya perubahan masa hidup

eritrosit dan etnis, pengujian HbA1c belum tersedia di beberapa laboratorium di

dunia, dan biaya yang mahal (Sacks, 2011).

F. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang menyerang sistem peredaran

darah manusia, terutama organ jantung dan pembuluh darah. Penyebab penyakit

kardiovaskular adalah adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

jantung akan darah teroksigenasi sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis.

Aterosklerosis merupakan suatu keadaan menebalnya lumen pembuluh darah yang

disebabkan oleh penumpukkan lipid. Pada beberapa penelitian yang dilakukan

beberapa tahun terakhir ini membuktikan tingginya prevalensi obesitas pada

masyarakat usia lanjut menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskular (Kumar, et al., 2010; Gotera, Aryana, Suastika, Santosa, dan

Kuswardhan, 2006).

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada pasien

diabetes melitus yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular pada diabetes

melitus. Penyulit makrovaskular ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang

dapat mengenai organ-organ vital seperti jantung dan otak. Penyebab aterosklerosis

pada pasien diabetes melitus tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi

(39)

oksidatif, penuaan dini dan hiperinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses

koagulasi dan fibrinolysis. Pada pasien diabetes melitus risiko payah jantung

kongestif meningkat 4 sampai 8 kali dibanding dengan pasien lain (Shahab, 2007).

G. Landasan Teori

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang meliputi berat badan,

tinggi badan, dan ukuran tubuh, termasuk ketebalan lipatan kulit (skinfold thickness),

lingkar pinggang (circumferences), panjang, dan luas (breadths). Hasil pengukuran

antropometri dapat menggambarkan dan mengevaluasi status gizi dan status

kesehatan seseorang atau suatu populasi, sesuai dengan indikator antropometri yang

diinginkan (NHANES, 2007). Salah satu pengukuran antropometri yang paling sering

digunakan adalah pengukuran Body Mass Index (BMI). Pengukuran body mass index

ini berhubungan dengan pengukuran tinggi dan berat badan. Metode pengukuran

body mass index sering digunakan sebagai prediktor obesitas ataupun tidak obesitas

(CDC, 2009). Nilai BMI yang berada di antara 25-29,9 kg/m2 disebut kelebihan berat

badan (overweight) sedangkan nilai BMI ≥30 kg/m2 disebut obesitas(WHO, 2013).

Bila lemak di tubuh berlebih (obesitas), akan berdampak terjadinya intoleransi

glukosa dan perlawanan terhadap aksi insulin. Hal ini berkaitan dengan jaringan

adiposa abdomen yang berlebih kemudian akan berakibat hiperglikemia bahkan

diabetes melitus (Steyn, et al., 2004).

Diabetes melitus tipe 2 yang cenderung diderita oleh orang dewasa ini

(40)

memberikan sumbangan hingga 90% terjadinya diabetes melitus tipe 2. Diabetes

melitus tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti penyakit

kardiovaskular, peripheral vascular, ocular, neurologic, abnormalitas renal yang

menyebabkan penyakit jantung, stroke, kebutaan, kerusakan saraf ginjal hingga

kematian (Ceriello and Motz, 2004). HbA1c adalah suatu pemeriksaan yang

bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit diabetes melitus terkendali dengan baik

atau tidak. HbA1c dapat digunakan untuk memperkirakan kadar rata-rata glukosa

darah seseorang selama 3 bulan terakhir (Reinhold and Earl, 2014). Kadar HbA1c

yang rendah bukan berarti penderita DM bebas dari risiko komplikasi, namun tingkat

risiko akan lebih rendah dibanding penderita DM dengan kadar HbA1c yang tinggi,

oleh sebab itu International Expert Comitte menetapkan pentingnya pemeriksaan

HbA1c dalam skrining diagnosis penyakit diabetes melitus (American Diabetic

Association, 2014).

Pada tabel di bawah ini terdapat tabel penelitian korelasional antara BMI

terhadap HbA1c, hal ini menunjukkan bahwa sebelum penelitian ini dilakukan telah

terdapat penelitian yang serupa pernah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan

terdapat korelasi yang bermakna antara BMI terhadap HbA1c yang dapat menguatkan

hipotesis peneliti. Pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya terdapat

perbedaan-perbedaan misalnya dari jenis kelamin responden yang digunakan, jumlah responden,

tempat penelitian di lakukan hingga rentang usia responden yang dilibatkan dalam

(41)
[image:41.612.103.535.142.572.2]

Tabel IV. Penelitian Korelasional antara BMI terhadap HbA1c

Peneliti Judul Rancangan

Penelitian

Responden Hasil Penelitian

Ismail, et al. (2011) Control of glycosylated haemoglobin (HbA1c) among type 2 diabetes mellitus patients attending an urban health clinis in Malaysia Cross sectional 307 responden (177 laki-laki dan 190 perempuan) berusia diatas 18 tahun Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara BMI terhadap HbA1c dengan nilai p=0,387 Dofuor (2013) Evaluation of HbA1c as an objective marker for monitoring blood glucose control for Diabetes patients on Treatment at Dormaa Prebyterian Hospital Cross Sectional 150 responden yang telah terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 21-86 tahun Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara BMI terhadap HbA1c dengan korelasi negative sangat lemah (r= -0,1112; p=0,705) Martins, et al. (2012) Glycated hemoglobin and associated risk factors in older adults

Cross sectional

118 responden (46 laki-laki dan 72 perempuan) dengan rentang usia 65-95 tahun

Terdapat korelasi yang bermakna namun lemah antara nilai BMI terhadap HbA1c dengan nilai p=0,01 dan r=0,31

H. Hipotesis

Terdapat korelasi yang bermakna antara Body Mass Index (BMI) terhadap

kadar HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan,

(42)

21

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan

cross sectional. Penelitian observasional analitik adalah jenis penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

Selanjutnya dilakukan analisis korelasi antara faktor risiko dan faktor efek. Faktor

risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya suatu efek, sedangkan

faktor efek adalah akibat dari adanya faktor risiko (Notoatmodjo, 2010). Pada

penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengukuran antropometri yaitu

Body Mass Index yang sebagai faktor risiko dan HbA1C sebagai faktor efek pada pria

dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta.

Pendekatan rancangan pada penelitian ini dilakukan secara cross sectional

yang berarti penelitian dimana variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang

terjadi pada objek penelitian diukur dan dilakukan pengumpulan data pada waktu

yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Body Mass Index (BMI)

(43)

3. Variabel Pengacau:

a. Terkendali: usia, jenis kelamin dan hemoglobin

b. Tidak Terkendali: keadaan patologis, gaya hidup responden

C. Definisi Operasional

1. Responden penelitian adalah pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan

Cangkirngan, Sleman, Yogyakarta yang bersedia ikut serta dalam penelitian ini,

serta telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan.

2. Karakteristik penelitian meliputi pengukuran antropometri dan hasil pemeriksaan

laboratorium. Pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan

yang kemudian dihitung ialah BMI. Hasil pemeriksaan laboratorium yang

dianalisis ialah HbA1c.

3. Pengukuran Body Mass Index adalah perhitungan dari penimbangan berat badan

dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter persegi (m2).

4. Kadar HbA1c diperoleh dari hasil pemeriksaan di Laboratorium Pramitha

Yogyakarta yang dinyatakan dalam persen (%).

(44)

6. Kriteria Body Mass Index berdasarkan Central For Disease Control and

Prevention (2012) dengan cut-off Body Mass Index normal <25 kg/m2 dan

Obesitas ≥25 kg/m2.

D. Responden Penelitian

Responden penelitian yaitu pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan

Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang

telah ditetapkan dalam penelitian ini. Pemilihan responden penelitian di Desa

Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta didasarkan pada beberapa

pertimbangan yaitu kemudahan dalam berinteraksi dengan responden terkait lokasi

yang dekat dan untuk meningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan

dalam lingkup masyarakat pedesaan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah

reponden pria yang berusia antara 40-60 tahun dan bersedia menandatangani

informed consent, serta bersedia berpuasa selama 10-12 jam sebelum dilakukan

pengambilan darah. Kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah responden tidak hadir

saat pengambilan data, mengidap penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes

melitus dan penyakit kardiovaskular, keadaan oedem dan mengkonsumsi obat-obatan

rutin seperti obat-obatan terkait penyakit diabetes melitus, penyakit kardiovaskular,

dyslipidemia dan hipertensi. Pada penelitian ini subjek dipilih secara non-random

yang artinya tidak semua subjek mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih

(45)

sampel atau subjek yang dipilih berdasarkan suatu kriteria yang telah ditetapkan

dalam penelitian.

Pemilihan Kecamatan Cangkringan pada penelitian ini dikarenakan responden

yang diinginkan adalah masyarakat pedesaan sehingga dipilihlah Kecamatan

Cangkringan yang merupakan Kecamatan yang menurut peta persebaran penduduk

merupakan Kecamatan pedesaan, selanjutnya Kecamatan Cangkringan

merekomendasikan Desa Kepuharjo karena Desa Kepuharjo sesuai dengan kriteria

pada penelitian ini.

Jumlah calon responden penelitian diperoleh dengan cara mengetahui data

jumlah keseluruhan warga setiap Padukuhan di Desa Kepuharjo yang ikut terlibat di

dalam penelitian. Desa kepuharjo terdiri dari 7 Padukuhan, antara lain: Padukuhan

Kepuh, Padukuhan Kaliadem, Padukuhan Pagerjurang, Padukuhan Batur, Padukuhan

Kopeng, Padukuhan Petung, dan Padukuhan Manggong. Padukuhan yang diambil datanya dalam penelitian ini yaitu sebanyak 5 Padukuhan, antara lain: Padukuhan

Kepuh, Padukuhan Pagerjurang, Padukuhan Kaliadem, Padukuhan Petung, dan

Padukuhan Batur sementara sisanya sebanyak 2 Padukuhan, yaitu: Padukuhan

Manggong dan Padukuhan Kopeng tidak diikutsertakan dalam pengambilan data

penelitian ini dikarenakan responden dari padukuhan tersebut telah digunakan untuk

subyek validasi kuesioner. Data warga pada 5 Padukuhan yang digunakan pada

penelitian didapatkan dari pendataan di Kantor Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan,

Sleman, Yogyakarta yaitu sebanyak 2209 orang, selanjutnya data yang diperoleh

(46)

kemudian diperoleh populasi sebanyak 120 orang, namun hanya 100 orang yang

bersedia menandatangani inform consent dan bersedia melakukan pengambilan darah,

dengan jumlah responden pria yang menandatangani inform consent dan bersedia

untuk diambil darah adalah 50 responden. Sebanyak 4 orang diekslusi setelah

dilakukan pengambilan darah karena didapatkan nilai HbA1c >6,5 % sehingga

didapatkan jumlah responden pria dewasa sehat yang digunakan dalam penelitian

yaitu 46 responden.

Pengambilan data sampel dilakukan sebanyak tiga kali. Pengambilan data

pertama dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2015 di Balai Desa Kepuharjo dengan

total responden yang terdata sebanyak 44 orang dengan jumlah responden pria yang

terdata adalah 16 orang. Pengambilan data kedua dilaksanakan pada tanggal 18 Juni

2015 di Balai Desa Kepuharjo dengan total responden yang terdata sebanyak 36

orang dengan jumlah responden pria yang terdata adalah 24 orang. Pengambilan data

ketiga dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2015 di Gedung Serbaguna Padukuhan

Huntap Pagerjurang, Desa Kepuharjo dengan total responden yang terdata sebanyak

21 orang dengan jumlah responden pria yang terdata adalah 10 orang. Total

responden yang terdata secara keseluruhan adalah 100 orang dengan total responden

(47)
[image:47.792.108.701.142.432.2]

Gambar 1. Skema Pencarian Responden

Dipilih berdasarkan usia 40-60 tahun

Jumlah penduduk

dari 5 Padukuhan 2.209 orang

120 responden

6 orang tidak hadir saat pengambilan

data 3 orang menderita hipertensi

1 orang menggunakan

Pil KB

100 responden

pria dan wanita

50 responden wanita

50 responden pria

46 responden pria dewasa sehat tanpa

diabetes melitus 9 orang sudah

menopouse

(48)

E. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali dengan perincian waktu penelitian

sebagai berikut :

a. Tanggal 30 Mei 2015 bertempat di Balai Desa Kepuharjo, Kecamatan

Cangkringan, Sleman Yogyakarta, pukul 08.00-13.00.

b. Tanggal 18 Juni 2015 bertempat di Balai Desa Kepuharjo, Kecamatan

Cangkringan, Sleman Yogyakarta, pukul 08.00-13.00.

c. Tanggal 19 Juni 2015 bertempat di Gedung Serbaguna Padukuhan Huntap

Pagerjurang, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman,

Yogyakarta, pukul 13.00-17.00.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi Antropometri dan Faktor Risiko

Penyakit Kardiovaskular pada Masyarakat Pedesaan” dan telah memperoleh ijin dari

Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta dengan nomor Ref: KE/FK/502/EC. Penelitian payung ini

bertujuan untuk mengkaji korelasi antara pengukuran antropometri terhadap faktor

risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini dilakukan secara berkelompok dengan

jumlah anggota 10 orang dengan kajian yang berbeda – beda. Pada penelitian kali ini,

(49)

sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Kajian yang

[image:49.612.101.508.178.589.2]

diteliti dalam penelitian payung ini sebagai berikut:

Gambar 2. Bagan Kajian Penelitian Payung

LP & RLPP

Pria HbA1c

Wanita

HbA1c

lp(a)

hs-CRP Body Mass

Index

Pria HbA1c

Wanita

HbA1c

hs-CRP

Body Fat Percentage

Pria HbA1c

Wanita

HbA1c

(50)

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara non-random

dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling merupakan cara

pengambilan sampel dimana tidak semua anggota populasi diberi kesempatan untuk

dipilih menjadi sampel. Teknik purposive sampling berarti dalam penelitian ini

pengambilan sampel dilakukan dengan suatu tujuan yaitu pengambilan sampel sesuai

dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan. Jenis purposive sampling

merupakan teknik yang berdasarkan pada ciri/sifat tertentu yang diperkirakan

mempunyai sangkut paut erat dengan ciri/sifat yang ada dalam populasi yang sudah

diketahui sebelumnya sehingga ciri/sifat yang spesifik dalam populasi tersebut

digunakan sebagai kunci untuk pengambilan sampel (Notoatmodjo, 2010).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah timbangan berat badan dengan merek

Idealine® dan alat pengukur tinggi dengan merek Height® dimana hasil dari

pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung Body Mass Index. Pengukuran

kadar HbA1c menggunakan Cobas C 501® dan dilakukan dengan menggunakan

(51)

I. Tata Cara Penelitian

1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi mengenai jumlah

penduduk di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, serta mencari

tempat atau lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian. Pencarian

laboratorium yang tepat untuk menganalisis darah responden juga

dilakukan kemudian dipilihlah Laboratorium Pramitha Yogyakarta untuk

menganalisis sampel darah pasien karena laboratorium tersebut telah

terakreditasi dan merupakan salah satu laboratorium yang terpercaya di

Yogyakarta.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin pertama diajukan kepada Komisi Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearance. Ethical clearance

dibutuhkan karena di dalam penelitian ini menggunakan sampel darah

manusia serta agar hasil penelitian dapat dipublikasikan. Ethical clearance

diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan nomor Ref:

(52)

Permohonan izin selanjutnya diteruskan kekantor Kecamatan

Cangkringan agar dapat memperoleh izin untuk melibatkan penduduk

yaitu pria dan wanita di Kecamatan Cangkringan dalam penelitian.

Permohonan izin terakhir ditujukan kepada kantor Kepala Desa Kepuharjo

dimana penelitian akan dilakukan di Desa ini yang melibatkan warga desa

pria dan wanita yang memenuhi kriteria penelitian.

Permohonan kerjasama pertama diajukan ke bagian Laboratorium

Pramitha Yogyakarta untuk pengambilan dan analisis darah. Permohonan

kerjasama selanjutnya diajukan kepada calon responden penelitian dengan

menggunakan informed consent.

3. Pembuatan informed consent dan leaflet

Informed consent merupakan bukti tertulis pernyataan kesediaan calon

responden untuk mengikuti penelitian ini. Informed consent disusun

berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Komisi Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta. Responden yang bersedia bekerja sama dalam

penelitian ini selanjutnya mengisi informed consent berupa nama lengkap,

usia, tanggal lahir, alamat dan menandatangani informed consent tersebut

sebagai tanda persetujuan.

Leaflet digunakan untuk membantu responden dalam memahami

(53)

manfaat penelitian bagi responden, pengukuran antropometri meliputi

pengukuran body mass index serta pemeriksaan HbA1c.

4. Pencarian responden

Waktu pencarian responden dilakukan setelah mendapatkan izin dari

Kecamatan Cangkringan. Kecamatan Cangkringan merekomendasikan

Desa Kepuharjo terkait kriteria penduduk yang diinginkan dalam

penelitian. Selanjutnya peneliti meminta izin langsung ke Kantor Kepala

Desa Kepuharjo dan didapatkan informasi mengenai jumlah penduduk

Desa Kepuharjo serta Padukuhan-Padukuhan yang terdapat di Desa

Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta. Peneliti

kemudian berkoordinasi dengan kepala Dukuh masing-masing Padukuhan

untuk mengetahui persebaran rumah penduduk dan batas-batas padukuhan

yang kemudian setiap calon responden didatangi satu persatu ditiap-tiap

rumah (door to door) yang selanjutnya diwawancarai sesuai kriteria

inklusi dan ekslusi yang digunakan pada penelitian. Calon responden yang

masuk dalam kriteria inklusi rumahnya ditandai untuk memudahkan

peneliti dalam memberikan undangan untuk pengambilan sampel darah.

Calon responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian akan

diberikan informed consent, yang selanjutnya diisi dan ditandatangani

oleh responden sebagai bukti kesediaannya untuk mengikuti penelitian ini.

Responden juga kemudian diberi informasi mengenai tempat dan waktu

(54)

5. Validasi, reabilitas, dan kalibrasi instrumen penelitian

Pengujian reabilitas dilakukan pada alat timbangan berat badan dan

pengukur tinggi badan dengan replikasi pengukuran sebanyak lima kali.

Pada pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan pengukuran

sebanyak lima kali berturut-turut oleh subyek yang sama (pria berumur 53

tahun) dengan nilai CV pada alat timbangan berat badan adalah

0,0415481% sedangkan nilai CV pada alat pengukur tinggi badan adalah

0,151918%. Alat timbangan berat badan dan alat pengukur tinggi badan

dikatakan reliable karena nilai CV yang diperoleh yaitu ≤ 5%. Alat

timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan ini juga dapat dikatakan

valid karena telah dikalibrasi oleh Badan Meterologi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Alat Cobas C 501® yang digunakan untuk mengukur kadar

HbA1c juga telah divalidasi oleh Laboratorium Pramitha Yogyakarta. 6. Pengukuran parameter antropometri dan pengambilan darah untuk

pengukuran kadar Hb dan HbA1c

a. Parameter antropometri. Pengukuran antropometri diperoleh dengan

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan. Berat badan,

responden menimbang berat badan dengan timbangan yang telah

disediakan, responden harus melepas alas kaki untuk mengurangi

faktor koreksi. Responden harus berdiri dengan posisi tegak lurus

dan pandangan kearah depan di atas timbangan. Tinggi badan,

(55)

dinding datar. Responden harus melepas alas kaki untuk mengurani

faktor koreksi, berdiri tegak lurus sampai meteran menyentuh ujung

kepala responden.

b. Pengambilan darah responden yang sebelumnya telah berpuasa 8-12

jam. Pengambilan darah untuk pengukuran nilai Hb dan HbA1c ini

dilakukan oleh tenaga ahli dari Laboratorium Pramitha Yogyakarta.

7. Penyerahan hasil pemeriksaan kepada responden

Hasil pengukuran antropometri serta hasil analisis sampel darah dari

Laboratorium Pramitha Yogyakarta diberikan kepada responden kemudian

peneliti memberikan penjelasan mengenai hasil pengukuran antropometri

dan analisis darah responden disertai dengan memberikan saran mengenai

perbaikan atau perubahan gaya hidup responden.

8. Pengolahan data

Pada pengolahan data langkah pertama yang dilakukan yaitu

menyusun data yang sejenis yang kemudian digolongkan kedalam

kategori yang telah ditetapkan, yaitu BMI, Hb, HbA1c, dan usia. Proses

terakhir yang diakukan yaitu analisis data.

J. Analisis Data Penelitian

Data diolah secara statistik dengan taraf keperayaan 95% menggunakan program

SPSS versi 17. Proses analisis data yang pertama kali dilakukan adalah uji normalitas

(56)

menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena responden yang terlibat sebanyak 46 orang.

Suatu data dikatakan memiliki distribusi normal jika nilai p>0,05. Langkah

selanjutnya yaitu melakukan uji komparatif. Uji komparatif dilakukan pada dua

kelompok data yaitu HbA1c dengan body mass index ≥25 kg/m2 dan HbA1c dengan

body mass index <25 kg/m2. Dalam hasil yang diperoleh terdapat satu kelompok data

yang tidak terdistribusi normal, maka uji komparatif yang digunakan yaitu uji

Mann-Whitney. Pada uji komparatif, kelompok data dikatakan tidak berbeda bermakna jika

p>0,05. Tahap terakhir dalam analisis data adalah uji korelasi, pada penelitian ini data

BMI dan HbA1c terdistribusi normal, sehingga digunakan uji Pearson. Suatu korelasi

[image:56.612.107.529.291.683.2]

dianggap bermakna jika nilai p<0,05 (Ahmad, 2011; Dahlan, 2014).

Tabel V. Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2014)

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan korelasi (r) 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000 Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat

Nilai (p) p< 0,05

p>0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel

Tidak terdapat korelasi bermakna antara dua variabel

Arah korelasi +(positif)

-(negatif)

Searah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula variabel lainnya

(57)

K. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti adalah kesulitan mencari responden

dikarenakan harus mencari calon responden satu-persatu yang kemudian harus

diwawancarai langsung terkait kriteria dalam penelitian. Selain itu juga kesulitan

dalam bertemu warga dikarenakan warga yang sebagian bekerja disawah atau ladang

(58)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penelitian

Responden pada penelitian ini merupakan pria dewasa sehat di Desa

Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta yang berusia 40-60 tahun.

Terdapat 46 orang yang bersedia terlibat di dalam penelitian dimana responden

tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan. Jumlah

responden dalam penelitian ini telah melebihi batas minimum sampel yaitu 30 sampel

untuk penelitian korelasional (Spiegel and Stephens, 2007). Analisis deskriptif

digunakan untuk menggambarkan karakteristik data responden dari hasil penelitian.

Profil karakteristik yang dianalisis yaitu usia, body mass index, dan HbA1c. Teknik

pe

Gambar

Tabel V. Interpretasi Hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan
Gambar 2. Bagan Kajian Penelitian Payung...........................................................28
Tabel I. Keaslian Penelitian
Tabel I. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

science for young children is a process of doing and thinking, a process that anyone can participate in and contribute to, not a list of facts and information discovered by other

[r]

It presents a 3D- Reflection-Pre-Filter Approach to identify specular reflective and transparent objects in point clouds of a multi-echo laser scanner.. Furthermore, it filters

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Quality Management Systems (ISO 9001:2008) adalah Merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek - praktek standar untuk manajemen sistem,

D INAMIKA PSIKOLOGIS PENERIMAAN D IRI PASIEN KANKER PAYUD ARA PRIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. DAFTAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan higiene perorangan, pengetahuan pedagang, sikap pedagang, tindakan pedagang, sanitasi tempat penjualan dengan

[r]

Pada hari ini, Selasa tanggal tujuh bulan Maret tahun dua ribu tujuh belas, melalui situs website LPSE : http://lpse.bali.polri.go.id, Pokja Barang Pengadaan