• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang sangat penting dan harus dilakukan untuk menghindari adanya tumpang tindih objek penelitian dan kajian. Ada beberapa tulisan yang ditulis oleh para peneliti terdahulu, baik itu berupa penelitian ataupun buku yang relevan untuk dikaji dalam hubungannya dengan penelitian ini. Adapun tulisan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Suarta (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Pola Pemakaian Bahasa pada Keluarga Perkawinan Campuran Jawa-Bali di Kota Administratif Denpasar“. Teori yang digunakan dalam penelitian Suarta ini adalah teori sosiolinguistik. Dalam mengumpulkan datanya, Suarta menggunakan metode wawancara dengan teknik bebas libat cakap, yakni dengan mengirimkan daftar tanyaan tertulis kepada responden. Hasil penelitian Suarta menunjukkan bahwa frekuensi pemakaian bahasa Indonesia baik pada pasangan suami Bali dengan istri Jawa maupun sebaliknya tetap menunjukkan frekuensi pemakaian tertinggi sehingga dapat dikatakan bahwa sikap keluarga perkawinan campuran Jawa–Bali terhadap bahasa Indonesia cenderung positif.

Sikap positif juga ditunjukkan oleh keluarga yang bersuku Bali terhadap bahasa ibunya (bahasa Bali) karena frekuensi pemakaiannya menempati urutan kedua. Sikap yang cenderung kurang positif ditunjukkan oleh keluarga

(2)

9

perkawinan campuran yang bersuku jawa terhadap ibunya bahasa Jawa karena frekuensi pemakaiannya sangat kecil sekali. Bahkan pada variabel-variabel tertentu bahasa Jawa sama sekali tidak pernah digunakan sebagai alat komunikasi oleh keluarga yang bersuku Jawa.

Penelitian ini banyak memberikan arahan terhadap penelitian yang dilakukan. Penelitian ini sama-sama meneliti penggunaan bahasa dalam keluarga kawin campur. Penelitian yang dilakukan oleh Suarta meneliti pola penggunaan bahasa yakni bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa campuran pada antarsubvariabel dan setiap variabel, namun dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada penggunaan bahasa Bali saja. Perbedaan lainnya adalah penelitian Suarta menggunakan sampel suami Bali-istri Jawa dan istri Bali–suami Jawa, namun dalam penelitian ini menggunakan sistem keluarga purusa, dimana sampel yang diambil adalah suami dari Bali dan melakukan perkawinan campuran dengan istri dari Jawa. Penelitian yang peneliti lakukan tidak menggunakan istri dari Bali walaupun ia melakukan perkawinan dengan orang dari luar Bali.

Purwiati (1993) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Keluarga Kawin Campur Bali–Asing di Kabupaten Badung”. Teori yang digunakan dalam penelitian Purwiati adalah teori sosiolinguistik. Berdasarkan kualitas pemakaian bahasanya, Purwiati membedakan atas lima tingkatan, yaitu : 1) tingkat sangat penting dikategorikan berdasarkan persentase pemakaian 84%-100%, 2) tingkat penting, dengan persentase pemakaian 63%-83%, 3) tingkat cukup penting, persentase pemakaiannya 42%-62%, 4) tingkat kurang penting dengan persentase 21%-41%, dan 5) tingkat tidak penting dengan persentase

(3)

0%-10

20%. Metode yang digunakan Purwiati dalam mengumpulkan data adalah metode observasi, lalu dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan jumlah perbedaan frekuensi pemakaian bahasa dan peranan bahasa dalam keluarga campuran Bali–asing.

Hasil penelitian Purwiati menunjukkan bahwa frekuensi bahasa campuran berada paling tinggi dan pada posisi yang paling penting pemakaiannya, hampir pada keempat variabel yakni latar, situasi, topik pembicaraan, dan partisipan. Kecuali pada variabel hubungan peran pastisipan tak akrab, frekuensi pemakaian bahasa campuran berada lebih rendah dari bahasa asing dan bahasa Indonesia. Frekuensi bahasa asing berada pada urutan kedua dan tergolong kurang penting pemakaiannya, frekuensi pemakaian bahasa Bali berada pada urutan ketiga dan tergolong kurang penting, dan bahasa Indonesia berada pada urutan keempat dan tergolong bahasa tidak penting.

Penelitian ini sama-sama meneliti pemilihan bahasa dalam keluarga kawin campur di Kabupaten Badung, namun penelitian yang dilakukan oleh Purwiati menggunakan sampel keluarga kawin campur Bali dengan orang asing. Penelitian yang peneliti lakukan lebih memfokuskan kawin campur suami Bali dengan istri Jawa. Penelitian Purwiati dan peneliti sama-sama meneliti wilayah Kabupaten Badung, namun di Kecamatan yang berbeda. Penelitian yang peneliti lakukan adalah di Kecamatan Kuta Utara di kelurahan Kerobokan Kelod, sedangkan Purwiati melakukan penelitian di Kecamatan Kuta. Penelitian Purwiati mencari frekuensi dan kualitas pemakaian bahasa, namun dalam penelitian ini peneliti

(4)

11

membahas sejauh mana penggunaan bahasa Bali dan faktor yang menyebabkan bahasa Bali bertahan dalam keluarga kawin campur Bali-Jawa.

Laksminy (2001) dalam tesisnya yang berjudul “Kebertahanan Bahasa dalam Keluarga Campuran Etnik Bali-Orang Asing di Bali“. Dalam menstransfer bahasa kepada anak, Laksminy menggunakan teori Romaine yang mengenalkan 6 strategi orang tua dalam mentransfer bahasa kepada anaknya yaitu, 1) satu orang satu bahasa, 2) bahasa rumah adalah bahasa yang tidak dominan dalam masyarakat, 3) bahasa rumah tidak sama dengan bahasa lingkungan, 4) dua bahasa rumah tanpa dukungan bahasa lingkungan, 5) bahasa yang tidak sama dengan bahasa ibu orang tua, dan 6) bahasa campuran. Laksminy juga menggunakan teori Fishman yakni pemilihan bahasa dibagi berdasarkan ranah yaitu ranah keluarga, kekariban, pendidikan, ketetanggaan, pemerintah, dan agama yang didasarkan pada faktor-faktor konteks situasi sosial lainnya seperti yang diajukan oleh Holmes yaitu hubungan sosial antarpartisipan, hubungan status antarpartisipan, latar, situasi, dan fungsi bahasa.

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa frekuensi pemakaian bahasa Indonesia yang tertinggi berada pada keluarga kawin campur Bali–Timur dan Bali–Barat. Kecuali di Denpasar untuk faktor situasi, bahasa Jepang lah yang justru mendominasi dengan persentase sebesar 42,5% dalam keluarga. Sebanyak 71,44% orang tua dalam keluarga kawin campur Bali–Timur di Denpasar memakai strategi nomor 2 dalam menstranfer bahasa kepada anaknya, sedangkan dalam keluarga kawin campur Bali–Timur di Ubud 57,1% orang tua memakai strategi nomor 1. Dalam keluarga kawin campur Bali–Barat 57,14% memakai

(5)

12

strategi yakni bahasa ibu tidak sama sehingga orang tua memakai bahasa lingkungan yang dominan untuk mentransfer bahasa kepada anaknya.

Penelitian ini banyak memberikan arahan terhadap penelitian yang dilakukan. Penelitian ini sama-sama meneliti pemilihan bahasa dalam keluarga kawin campur. Penelitian yang dilakukan oleh Laksminy hanya terbatas pada keluarga kawin campur etnik Bali (suami-istri Bali) dengan orang asing, namun penelitian yang peneliti lakukan lebih memfokuskan kawin campur suami Bali dengan istri Jawa. Penelitian Laksminy menjelaskan strategi transfer bahasa dari orang tua kepada anak, bahasa mana yang akan dipilih dalam lingkungan keluarganya, namun dalam penelitian ini peneliti membahas sejauh mana penggunaan bahasa Bali dalam keluarga kawin campur Bali–Jawa dan faktor yang menyebabkan bahasa Bali bertahan dalam keluarga tersebut.

Beberapa penelitian di atas membuktikan bahwa ternyata penelitian terdahulu belum pernah ada yang meneliti penggunaan bahasa Bali dalam keluarga kawin campur Bali–Jawa di Kelurahan Kerobokan Kelod. Ketiga penelitian tersebut sama-sama menggunakan teori sosiolinguistik sehingga penelitian tersebut peneliti jadikan perbandingan sekaligus acuan dalam penyusunan penelitian ini.

2.2 Konsep

Konsep memberikan batasan terhadap apa yang dibahas. Dengan kata lain, konsep merupakan landasan berpikir yang dipegang sebagai dasar untuk memahami objek dan kajian karena salah satu fungsi konsep yaitu mengarahkan

(6)

13

dan memberi batas pembahasan. Ada beberapa konsep dasar yang dijabarkan dan berhubungan dengan masalah dalam tulisan ini, yaitu: (1) komunikasi bahasa, (2) situasi dan peristiwa tutur, dan (3) pemilihan bahasa. Ketiga konsep tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Komunikasi Bahasa

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Tiga komponen yang harus ada dalam setiap berkomunikasi menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2010: 17), yaitu (1) pihak yang berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, (2) informasi yang dikomunikasikan, dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi. Pihak yang terlibat dalam suatu komunikasi tentunya ada dua orang atau lebih, yaitu pertama yang mengirim informasi dan yang kedua yang menerima informasi. Informasi yang disampaikan tentunya berupa suatu ide, gagasan, keterangan atau pesan, sedangkan alat yang digunakan dapat berupa simbol/lambang seperti bahasa, tanda-tanda, gambar, dan dapat juga berupa gerak-gerik anggota badan.

Berdasarkan alat yang digunakan ini dibedakan adanya dua komunikasi, yaitu (1) komunikasi non verbal dan (2) komunikasi verbal atau komunikasi bahasa. Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa seperti bunyi peluit, cahaya (lampu, api), dan termasuk juga alat komunikasi dalam masyarakat hewan, sedangkan komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya (Chaer, 2010: 20).

(7)

14

Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan dan penerima pesan. Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan informasi berupa gagasan, saran, pikiran, dan sebagainya itu disebut pesan (Chaer, 2010: 20). Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2010: 20) setiap proses komunikasi bahasa dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal dengan istilah semantic encoding. Gagasan itu lalu disusun dalam bentuk kalimat atau kalimat-kalimat yang gramatikal. Proses ini disebut grammatical encoding. Setelah tersusun dalam kalimat yang gramatikal, lalu kalimat (yang berisi gagasan) diucapkan. Proses ini disebut phonological encoding. Kemudian oleh si pendengar atau penerima, ujaran pengirim tadi diterjemahkan atau di decoding. Pada mulanya ujaran yang diterima (phonological decoding) tadi merupakan sesuatu yang harus diterjemahkan (grammatical decoding). Selanjutnya komunikasi bahasa diakhiri dengan diterimanya gagasan dari pengirim (semantic decoding).

Dalam praktiknya urutan-urutan proses ini berlangsung dengan cepat. Apalagi bila yang terlibat dalam proses komunikasi itu mempunyai kemampuan berbahasa yang sangat tinggi. Semakin tinggi kemampuan berbahasa dari kedua pihak yang berkomunikasi, maka semakin lancarlah proses komunikasi itu terjadi.

2.2.2 Situasi dan Peristiwa Tutur

Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa

(8)

15

pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap komunikasi terjadilah peristiwa tutur dalam satu situasi tutur. Tutur adalah ucapan, kata, dan perkataan.

Hymes (dalam Sumarsono, 2007: 319) menggambarkan bahwa situasi tutur (speech situation) itu sebagai situasi yang dikaitkan dengan (atau ditandai dengan tiadanya) tutur. Konteks situasi semacam itu misalnya adalah situasi resmi dan tidak resmi seperti saat upacara, bersantai, bertengkar, dan lain sebagainya. Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya komunikasi yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam tempat, dan situasi tertentu. Menurut Hymes (dalam Sumarsono, 2007: 320) peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur. Misalnya dalam suatu pesta (situasi tutur), ada percakapan selama pesta berlangsung (peristiwa tutur).

2.2.3 Pemilihan Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat dibutuhkan manusia dalam menyampaikan suatu maksud dan pikiran tertentu. Keluarga merupakan tempat pertama seseorang mengenal bahasa. Keluarga dari perkawinan campuran tidak hanya mempunyai satu bahasa namun paling sedikit dua bahasa. Penggunaan dua bahasa oleh seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain disebut bilingualisme atau dwibahasawan, sedangkan penggunaan lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam berkomunikasi disebut multilingualisme atau aneka bahasa (Chaer, 2010: 85).

(9)

16

Pemilihan bahasa (language choice) adalah tindakan atau perilaku penutur dalam menggunakan bahasa terpilih berdasarkan situasi yang tersedia. Timbulnya pemilihan bahasa disebabkan oleh terjadinya kontak bahasa, sosial, dan budaya sehingga tumbuh kelompok masyarakat tutur yang memiliki kemampuan untuk memilih bahasa dalam peristiwa tertentu. Misalnya, dalam keluarga kawin campur Bali–Jawa, suami yang berasal dari Bali memiliki bahasa ibu bahasa Bali, sedangkan istrinya memiliki bahasa ibu bahasa Jawa dan mereka mampu berbahasa Indonesia yang baik pula. Jika istri dari masing-masing keluarga dan anak-anak mereka memahami bahasa ibu dari suami/ayah yang berasal dari Bali dan berbahasa ibu bahasa Bali, maka komunikasi tidak merupakan rintangan bahkan dapat mempertahankan bahasa Bali tersebut. Namun, bagi mereka yang kurang memahami bahasa ibu/bahasa daerah dari pihak suami maka komunikasi sulit terjadi sehingga mereka beralih pada bahasa lain. Penggunaan bahasa dalam keluarga kawin campur Bali-Jawa yang mempunyai latar belakang sosial budaya yang berbeda tentu menjadi satu kendala yang perlu diatasi. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dalam keluarga kawin campur memilih bahasa yang mana yang harus digunakan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

2.3 Landasan Teori

Setiap penelitian memerlukan suatu teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Teori digunakan sebagai dasar, tuntunan, dan arah kajian berkaitan dengan penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik.

(10)

17

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada, sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 2010: 2).

Menurut Nababan (1991: 2), studi dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat disebut sosiolinguistik. Lebih lanjut J.A. Fishman (dalam Chaer, 2010: 3) mengungkapkan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pengguna bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat. Kalau disimak definisi-definisi itu, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah studi bahasa yang menitiberatkan pada penggunaan bahasa oleh penuturnya sebagai makhluk sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

Dalam keluarga kawin campur biasanya terjadi pemilihan bahasa yang akan digunakan dalam berkomunikasi. Menurut Fasold (dalam Chaer, 2010: 153) pemilihan bahasa tidak sesederhana yang dibayangkan, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan dalam komunikasi. Dalam memilih bahasa ini ada 3 jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu yang pertama dengan alih kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan

(11)

18

campur kode (code mixing), artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain. Di Bali, campur kode sering kali digunakan saat orang berkomunikasi, yang dicampur biasanya ialah bahasa Bali dan bahasa Indonesia. Ketiga, dengan memilih satu variasi bahasa yang sama (intra language variation). Apabila seorang penutur bahasa Bali berbicara kepada orang Bali lainnya dengan menggunakan bahasa Bali alus, maka ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori ketiga ini.

Di samping teori di atas digunakan pula teori lain yakni komponen tutur yang diungkapkan oleh Hymes. Hymes (dalam Chaer, 2010: 48) menggambarkan delapan komponen dalam peristiwa tutur yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu yaitu, 1) Setting and scene (waktu dan tempat), 2) Participants (partisipan/penutur), 3) Ends (tujuan), 4) Act sequences (bentuk dan isi), 5) Keys (nada/tekanan), 6) Instrumentalities (jalur bahasa), 7) Norms of interaction and interpretation (norma), dan 8) Genres (jenis).

Komponen tutur yang dikemukakan Hymes dalam rumusan lain tidak berbeda dengan etnografi berbahasa dari P.W.J Nababan dan ranah pemilihan bahasa dari Fishman. Menurut Nababan (1991: 7) pengkajian bahasa dan laku bahasa disebut etnografi berbahasa. Etnografi berbahasa digunakan untuk lebih jelas menggambarkan penggunaan bahasa dan mengkaji unsur-unsur yang terdapat dalam pemilihan bahasa. Unsur-unsur itu antara lain, siapa berbicara dengan siapa, tentang apa (topik), dalam situasi (setting) yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa (tulisan, lisan, telegram, dan sebagainya), dan ragam

(12)

19

bahasa yang mana. Menurut Fishman (Chaer, 2010: 154) ranah dipandang sebagai faktor yang menyebabkan pemilihan bahasa seperti lokasi, topik, dan partisipan.

Dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana penggunaan bahasa Bali yang digunakan di dalam rumah mengenai beberapa topik pembicaraan sehari-hari keluarga, seperti topik pembicaraan mengenai agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya, saat bersosialisasi, bertengkar, bersenda gurau, dan sebagainya. Selain itu juga akan diteliti penggunaan bahasa Bali dengan latar berada di luar rumah, seperti berada di pasar, sekolah, warung, dan sebagainya.

Selanjutnya teori mengenai sikap bahasa yang dirumuskan oleh Garvin dan Mathiot untuk meneliti faktor-faktor yang menyebabkan bahasa Bali bertahan dalam keluarga kawin campur Bali-Jawa. Garvin dan Mathiot (dalam Chaer, 2010: 152) mengemukakan bahwa ciri sikap bahasa ditandai dengan, 1) kesetiaan bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan mencegah adanya pengaruh bahasa lain, 2) kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat, dan 3) kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; serta merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). Teori ini akan digunakan untuk menganalisis faktor yang menyebabkan bahasa Bali mampu bertahan dalam keluarga kawin campur Bali–Jawa di Kelurahan Kerobokan Kelod.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Micfrosoft Publisher merupakan bagian dari suatu software desain grafis yang tergabung dalam microsoft office dan biasanya digunakan untuk mengolah kata dan bisa juga

R4.19 Kalo dari conference call for paper itu eemm pengetahuan tentang bahasa mungkin mas ya karena bahasa Inggris ini kan luas tidak hanya dari Amreika saja dari British saja

Dari hasil diatas, maka dapat disimpulkan belajar passing sepakbola dengan penerapan possession game sudah terlaksana dengan baik, ini dibuktikan pada tabel 5 ada

 Terimakasih kepada semua dosen Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember..  Kepada Dosen Pembimbing saya :

Consumer acceptance of electronic commerce: integrating trust and risk with the technology acceptance model. Punya Aplikasi Ini Pembayaran Lebih Praktis Tanpa Perlu

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat

Intervensi (perencanaan) keperawatan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan