• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. 1.1 Latar Belakang. untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. 1.1 Latar Belakang. untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

 

Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak individu dilahirkan di dunia ini. Individu memiliki sebuah dorongan sosial yang timbul untuk memenuhi kebutuhannya terhadap hubungan dengan lingkungan sosialnya (Crimon, Messick, & Heckhausen, 2009). Sebanyak 73% sosialisasi/

komunikasi yang dilakukan oleh individu selama masa hidupanya adalah komunikasi interpersonal, dimana komunikasi ini melibatkan individu atau kelompok lain dalam sebuah lingkungan sosial (Larasati, 1992).

Erik Erikson( dalam Slavin, 2009) melihat bahwa pertumbuhan seorang

individu tidak dapat terlepas dari interaksinya dengan orang lain. Hal ini dapat

kita lihat sendiri dari kebutuhan biologis manusia yang membutuhkan orang lain

untuk dapat dipenuhi, seperti seorang bayi yang baru lahir tidak mungkin bisa

memenuhi kebutuhannya tanpa kedua orang tuanya. Dimulai dari keluarga inilah

yang berperan sebagai agen sosial pertama dalam kehidupan seorang individu,

yang kemudian dilanjutkan kedalam Lingkup sosial sosial lainnya (Echotuts,

2015). Social Ecology/Lingkungan sosial (Bronfenbrenner, 1994) merupakan

sebuah sistem yang aktif dimana sistem ini akan terus berkembang, menyesuaikan

dengan pertumbuhan individu ketika mereka menjalani sebuah peran dalam

kehidupan atau berpindah tempat.

(2)

Sistem yang berkembang sesuai dengan pertumbuhan individu ini juga tentunya berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seorang individu harus mampu menghadapi perubahan-perubahan dalam lingkungan sosialnya sebelum dapat melanjutkan kedalam tahapan perkembangan lainnya (Slavin, 2009). Inilah yang membuat kemampuan komunikasi interpersonal menjadi penting bagi individu, untuk dapat beradaptasi dengan tuntutan sosial, dan belajar serta menganalisa situasi sosial (Maureen, 2014).

Sebuah penelitian longitudinal oleh Damon E. Jones dkk (2015), menunjukan bahwa anak-anak yang memiliki kemampuan sosial yang baik cenderung lebih sukses ketika telah mencapai usia produktif, begitu pula sebaliknya, ketika anak-anak tidak dapat mengembangkan kemampuan sosial mereka dengan baik, cenderung terjadi kegagalan-kegagalan dalam kehidupan mereka, seperti narkoba, sulit mendapatkan pekerjaan ataupun terlibat dengan hukum. Penelitian ini membuktikan bahwa diperlukannya perhatian lebih untuk memastikan perkembangan keterampilan sosial dan emosi anak-anak berkembang dengan baik, terutama dalam era global dimana kompetisi antar individu semakin tinggi.

Persaingan individu dalam era global ini menuntut individu untuk dapat terus terhubung dengan dunia disekitar mereka. Informasi, berita, obrolan dan berbagai fenomena masyarakat lainnya, yang baik secara langsung dan tidak langsung terkait dengan kehidupan sehari-hari individu. Kebutuhan yang tinggi akan komunikasi dan informasi inilah yang mendorong berkembangnya alat komunikasi yang dapat memenuhi Immediacy tersebut(Lundquist, Lefebvre, &

Grramone, 2014).

(3)

Saat ini industri komunikasi telah mempersembahkan berbagai perangkat

komunikasi yang benar-benar kecil. Artinya

alattersebutdapatdigunakandimanasaja dan kapansaja.

Berbagaiprodukteknologiportableinilah yang disebutdengangadget. Gadget adalah sebuah alat elektronik kecil dengan berbagai fungsi tertentu dan sering dinilai sebagai sesuatu yang baru (Merriam Webster, 2014). Gadget sendiri memiliki berbagai bentuk yang telah sampai di pasaran masyarakat, salah satunya yang paling populer di masyarakat Indonesia saat ini adalah smartphone. Gadget ini memiliki bentuk minimalis, portabledisertai berbagai fitur canggih didalamnya.

Sejak tahun 2000 hingga 2014, pengunaan teknologi komunikasi kian marak di Indonesia terutama perangkat yang berbentuk smartphone.

Smartphone(telefon cerdas) sendiri merupakan gadgetyang memiliki sistem

operasi dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, atau mengubah tampilan perangkat tersebut sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon cerdas merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon (Shiraishi, 2009).Kerja smartphoneyang tidak terbatas pada komunikasi saja, namun juga terdapat berbagai aktifitas lainnya, seperti membaca dokumen, membuat jadwal harian, membaca buku elektronik (e-book), memutar video, main musik, dan yang terpenting adalah internet mobile, membuatnya sulit untuk ditinggalkan(Sarwar, 2013).

Berbagai Aplikasi-aplikasi yang mendukung berbagai kegiatan ini telah

meiiputi berbagai aspek kehidupan ( Pekerjaan, hiburan, pendidikan,dll.) yang

menyebabkan perangkat ini dapat digunakan oleh berbagai kalangan(Prasettya,

(4)

2012). Pengguna smartphone saat ini tidak hanya orang dewasa dan remaja, namun juga telah merambah ke kalangan anak-anak. Dari semua pengguna smartphone, ditemukan rentang usia paling muda dalam menggunakan kedua

perangkat ini, adalah balita dan anak-anak. Kedua golongan usia ini termasuk pengguna yang dominan, dan hal ini juga didukung oleh berbagai aplikasi permainan edukatif yang mendorong orangtua untuk mengizinkan anaknya bermain smartphone. Tercatat bahwa terdapat sekitar 1000 lebih aplikasi yang diperuntukkan bagi anak-anak, sehingga Smartphone dapat digunakan dengan konten yang disesuaikan dan menarik untuk usia mereka(Merwe, 2012).

 

Dari general survei yang dilakukan oleh penelititerhadap 40 orang anak

SMP Yogyakarta, yang dilakukan saat pulang sekolah, subjek mendapatkan

quisioner yang berisi pertanyaan seputar penggunaan smartphone dalam

keseharian mereka. didapatkan bahwa anak-anak SMP kelas 1 sampai 3 rata-rata

telah memiliki Tablet PC dan smartphone dengan jangka waktu kepemilikan

minimum 1 tahun. Dari 40 subjek, terdapat 7 yang menggunakan Tablet PC dan

33 orang yang menggunakan smartphone. Sebanyak 35 subjek mengatakan bahwa

mereka menerima smartphone/Tablet PC yang mereka gunakan dari orangtua, 5

orang lainnya mengatakan bahwa mereka membelinya sendiri. 27 subjek dulunya

menggunakan handphone biasa sebelum beralih menggunakan smartphone atau

tablet PC, 17 lainnya telah menggunakan smartphone/tablet PC semenjak

sebelum memasuki SMP. Hampir 90% siswa menyatakan mereka menggunakan

smartphone sebagai alat komunikasi, namun disamping itu mereka juga

menggunakan fitur lainnya seperti browsing, bermain game dan streaming video,

(5)

juga mengerjakan tugas sekolah. 29 orang subjek memilih kartu sim yang digunakannya sendiri dan 11 lainnya dipilihkan oleh orangtua.

Survei yang dilakukanolehThe Asian ParentsInsightbekerjasamadengan Samsung, mengikutsertakan 2500 orangtuadariberbagai Negara di AsiayaituSingapura, Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Filipina

untukmenjadiresponden. Sebanyak 98% dari orang

tuamengizinkananaknyamenggunakanSmartphonedenganleluasa.

KebanyakanalasanuntukmemberikanSmartphonesendiriadalahuntukpendidikan, namuntidakjarang orang tua yang memberikanSmartphone- nyasebagaibujukanbagianaknyauntukdiamataumenemaninyabermaindisaatorangtu asedangsibuk(Jenny S. Radesky, 2015). Chip juga mencatat sebanyak 35% anak- anak Indonesia menginginkan Smartphone, dan 40% anak-anak sudah memiliki smartphone(Kartika, 2013). Peningkatan jumlah penggunaan smartphone

menandakan bahwa akses anak-anak terhadap perangkat teknologi ini semakin mudah.

 

Dari berbagai hasil survei diatas dapat dilihat bahwa smartphone kini

begitu mudah memasuki keseharian, dengan fungsi utama sebagai alat

komunikasi, dan fitur tambahan lainnya yang dapat memfadilitasi mulai dari

pekerjaan, hiburan, bahkan sampai kebutuhan personal ini menjadi

mengkhawatirkan. Waktu rata-rata penggunaan smartphone perhari yang

didapatkan dalam general survei adalah 2-5 jam dengan total subjek 22 orang,

sedangkan sisanya adalah 11 subjek menggunakan perangkat elektroniknya lebih

dari 6 jam, dan 7 lainnya menggunakan sampai lebih dari 12 jam per harinya

(6)

dengan naiknya total waktu penggunaan setiap harinya yang meningkat sebanyak 15 menit setiap harinya.

Jika dalam sehari seseorang lebih sering menghabiskan waktunya hanya untuk menggunakan smartphonetentunya terjadi perubahan dalam keseharian individu. Dalam sebuah artikel di Inggris mulai bermunculan kasus dimana anak berusia 4 tahun membutuhkan terapi untuk menghilangkan adiksi pada ipadnya, dilaporkan bahwa anak-anak tersebut mengamuk ketika ipadnya diambil dan juga menunjukan gelaja “putus obat” seperti yang dialami oleh pecandu alkohol dan narkoba(Seales, 2013). Seperti yang kita ketahui seseorang yang kecanduan, apapun bentuk kecanduannya akan mengalami gangguan-gangguan dalam kehidupannya. Gangguan pertama yang paling mudah diperhatikan adalah gangguan rutinitas sehari-hari. Jam istirahat, jam makan dan jam belajar anak- anak cenderung terganggu dikarenakan waktu-waktu tersebut telah digunakan untuk menggunakan smartphone atau tablet mereka. Sehingga dapat diperkirakan bahwa telah terjadi gangguan pada jadwal kebutuhan biologis pada anak, serta kemampuannya untuk konsentrasi dalam belajar. Tidak berhenti sampai disitu, anak-anak juga mengalami gangguan lainnya yang tidak dapat langsung terlihat dalam jangka waktu pendek, namun jika diperhatikan anak-anak mulai mengalami kemunduran dalam ketahanan dan kekuatan tubuh mereka.

Tidak hanya berhenti disini, masih banyak lagi gangguan lain yang

disinyalir dapat menjadi berbahaya jika intensitas penggunaan kedua perangkat

teknologi ini tidak diturunkan pada anak-anak. Dalam penelitiannya Emily Drago

(2015) memaparkan bahwa perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh

negatif terhadap komunikasi face-to-face, kebanyakan subjek merasa bahwa

(7)

kualitas komunikasi mereka menurun ketika teman atau keluarga mereka menggunakan teknologi ketika sedang mengobrol bersama, serta berkurangnya kedekatan dan komunikasi antara anak dan orang tua karena penggunaan teknologi yang sulit dikendalikan (Turkle, 2012). Anak-anak dengan usia belia, seharusnya belajar dan berkembang melalui contoh langsung dari interaksinya dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya(Heather L.Kirkorian, 2008).

 

Dari hasil survei diatas dapat dilihat bahwa anak-anak telah terlibat cukup jauh dengan penggunaan perangkat digital ini. Intensitas penggunaan yang tinggidikhawatirkan akan menyebabkan perilaku adiktif, dan dikhawatirkan akan mengganggu perkembangan potensi anak secara maksimal, terutama dalam aspek perkembangan sosio-emosional. Hal inilah yang membuat peneliti ingin melihat lebih jauh lagi sejauhmana adiksi terhadap dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan komunikasi interpersonal anak.

1.2 Permasalahan :

 

1.Apakah kecanduan Gadget pada anak-anak Indonesia dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan Interpersonal mereka?

 

 

1.3 Manfaat Teoritis :

1. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapseberapa besar adiksi

smartphone mempengaruhi perkembangan keterampilan interpersonal

pada anak.

(8)

2. Menjadi ranah dan isu baru yang perlu diperhatikan mengingat betapa cepatnya perkembangan teknologi dibandingkan dengan ilmu lainnya, sehingga dapat dilakukan usaha preventif yang efektif jika sebuah perubahan/perkembangan baru memberikan dampak yang negatif.

3. Menambah ranah pengetahuan ilmu psikologi beserta aspek-aspek perkembanganya.

1.3.1ManfaatPraktis :

 

1.

Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, orangtua mau lebih terlibat dalam memperhatikan perkembangan-perkembangan teknologi serta efeknya pada anak-anak.

 

2.

Memperluas wawasan orangtua mengenai teknologi yang dekat dengan anak-anak.

 

3.

Memberikan gambaran yang cukup terperinci mengenai efek positif dan negatif yang diberikan teknologi pada anak-anak, salah satunya adalah smartphone.

 

4.

Menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dan pemerintah untuk

“melek teknologi”, sehingga teknologi disekitar dapat dimanfaatkan secara positif dengan semaksimal mungkin.

 

         

(9)

     

Referensi

Dokumen terkait

pasal 36 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa Kelompok Belanja Tidak Langsung merupakan

Dengan melihat hasil pada siklus II, maka refleksi terhadap hasil yang diperoleh peneliti pada siklus II ini adalah adanya peningkatan kemampuan guru dalam membuat tata

Perangkapan kepemimpinan dapat dengan mudah digunakan pemimpin untuk mengakumulasi kekuasaan dengan alasan demi kepentingan masyarakat, sehingga munculnya

Gambaran umum pendidikan tinggi disajikan pada Tabel 3 yang dirinci menurut variabel pendidikan, status lembaga, dan jenis lembaga.. Dengan demikian, jenis lembaga

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan

Pola komunikasi yang dibangun Pemkot Cimahi kepada dua target audiens yaitu pelaku UMKM dan masyarakat dalam kampanye perubahan merek Kota Cimahi sebagai Creative City terbagi

[r]

masangan kamera pengaman pada ruang brankas masih banyak belum dilakukan.Untuk itu, perlu diterapkan kamera pengaman pendeteksi gerak yang berbasis internet