• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD AMBARAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK PRASEKOLAH DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD AMBARAWA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK PRASEKOLAH

DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD AMBARAWA

Hannan*), Eko Susilo**), Suwanti **)

*) Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo

**) Dosen STIKES Ngudi Waluyo

ABSTRAK

Hospitalisasi memaksa anak untuk tinggal dan dirawat di rumah sakit, kondisi ini dapat berdampak pada anak prasekolah. Stresor utama pada anak yang dirawat antara lain kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, perlukaan dan nyeri. Kecemasan pada anak selama masa hospitalisasi merupakan sebuah fenomena yang seringkali terjadi di rumah sakit. Upaya untuk menurunkan kecemasan anak dapat dilakukan melalui pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat sebagai orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di rumah sakit Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa.

Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa selama empat bulan terakhir yaitu sebanyak 109 anak dengan sampel yang diteliti 32 responden menggunakan teknik random sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisis Kendall Tau.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa, dengan p-value sebesar 0,003 (α = 0,05). Hendaknya tenaga kesehatan khususnya perawat meningkatkan pelayanan bagi pasien dengan meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik yang tepat kepada pasien khususnya pasien anak, sehingga masalah psikologis pada anak sebagai salah satu upaya mendukung proses penyembuhan.

Kata Kunci : pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat, kecemasan, anak prasekolah Kepustakaan : 29 (2002-2009)

(2)

ABSTRACT

Hospitalization and forcing children to stay in hospital, the condition can have an impact on preschool children. The main stressors in children who were treated, among others, due to separation anxiety, loss of control, injury and pain. Anxiety in children during hospitalization is a phenomenon that often occurs in hospitals. Efforts to reduce child anxiety can be done through the implementation of therapeutic communication the nurse as a person who is closest to the children during hospitalization purpose of this study was to determine the relationship of the implementation of therapeutic nurse communication with the level of anxiety in preschool children in child care spaces Ambarawa Hospital.

This type of research design in the form of descriptive correlation design. The study population was all preschoolers are cared for in a child care Ambarawa hospitals during the last four months as many as 109 children in the studied sample of 32 respondents using random sampling techniques and data retrieval tool using questionnaires. Test analyzed using Kendall tau.

The results showed that there is a connection with the implementation of the therapeutic nurse communication anxiety levels in children of preschool child-care hospitals diruang Ambarawa, with a p-value of 0,003 (α = 0,05).

Health workers especially nurses should improve services for patients by improving therapeutic communication skills appropriate to the patient especially pediatric patients, so that psychological problems in children as a way to support the healing process.

Keywords : implementation of the therapeutic nurse communication, anxiety, preschoolers Bibliography : 29 (2002-2009)

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam pemenuhan kebutuhan anak untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Kesehatan anak menentukan kualitas anak dikemudian hari, karena keberhasilan anak dimasa yang akan datang akan tergantung dari bagaimana anak menjalani tahap awal kehidupannya yaitu usia bayi, toddler, prasekolah dan sekolah (Supartini, 2004).

Menurut Snowman dalam Patmonodewo (2003), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. Pertama pada ciri fisik, anak prasekolah terlihat lebih aktif sehingga membutuhkan kontrol pada tubuhnya untuk istirahat yang cukup. Hal ini dikarenakan anak prasekolah seringkali tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat yang cukup. Kedua pada ciri sosial, pada tahap ini anak prasekolah lebih cepat bersosialisasi dengan teman-temannya.

Ketiga pada ciri emosi, dimana pada tahap ini anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka, sedangkan pada ciri perkembangan kognitif anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dicapai secara optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak diantaranya pemberian nutrisi yang adekuat, memfasilitasi kegiatan bermain, dan melakukan upaya pemeliharaan kesehatan untuk pencegahan penyakit (Supartini, 2004).

Kecemasan merupakan suatu penyerta yang normal dalam merespon sesuatu yang baru dan belum pernah dialami. Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan kecemasan bagi anak maupun orang tua. Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit antara lain lingkungan rumah sakit, bangunan fisik, bau khas rumah sakit, obat-obatan, alat-alat medis, petugas kesehatan, warna seragam, dan sikap petugas kesehatan seperti dokter dan perawat (Moersintowati, dkk 2008).

Menurut Supartini (2004), perawatan di rumah sakit seringkali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu, bersalah, cemas dan takut. Anak juga sering merasa takut pada hal-hal yang tidak logis, seperti takut gelap dan monster. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak usia prasekolah yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum

(3)

pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan serta lingkungan rumah sakit (Wong, 2004).

Upaya untuk mengatasi kecemasan pada anak antara lain yang pertama melibatkan orang tua anak, agar orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam. Jika tidak mungkin, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara mereka.

Yang kedua melakukan modifikasi lingkungan rumah sakit, agar anak tetap merasa nyaman dan tidak asing dengan lingkungan baru. Upaya yang ketiga adalah peran dari petugas kesehatan rumah sakit (dokter, perawat), dimana diharapkan petugas kesehatan khususnya perawat harus menghargai sikap anak karena selain orang tua perawat adalah orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di rumah sakit. Sekalipun anak menolak orang asing (perawat), namun perawat harus tetap memberikan dukungan dengan meluangkan waktu secara fisik dekat dengan anak menggunakan komunikasi yang baik yaitu suara bernada tenang, pilihan kata yang tepat, kontak mata dan sentuhan secara empati (Wong, 2004).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai efek penyembuhan. Karena komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya terhadap klien, sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya. Apabila perawat dalam berinteraksi dengan klien tidak memperhatikan sikap dan teknik dalam komunikasi terapeutik dengan benar dan tidak berusaha untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, maka hubungan yang baik antara perawat dengan klienpun akan sulit terbina (Anggraini, 2009).

Cara berkomunikasi pada anak berbeda dengan komimikasi terapeutik pada orang dewasa.

Komimikasi terapeutik pada anak hendaknya selalu memperhatikan nada suara, jarak interaksi dengan anak, sentuhan yang diberikan kepada anak harus atas persetujuan anak (Mundakir, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2004), yang berjudul hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam

komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di RSUD Dr.Soetomo Surabaya (2003), didapatkan hasil pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di RSUD Dr.Soetomo adalah 56,3%

berpengetahuan baik dan 43,8% berpengetahuan kurang. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di RSUD Dr.

Soetomo adalah 65,6% bersikap positif dan 34,4%

bersikap negatif. Penelitian Hidayat menjelaskan hubungan pengetahuan komunikasi terapeutik dengan sikap perawat, sedangkan dalam penelitian ini akan ditekankan kepada komunikasi terapeutik yang dikerjakan oleh perawat sebagai salah satu upaya menurunkan kecemasan anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Penelitian Hidayat menggunakan variabel independen pengetahuan komunikasi terapeutik dan variabel dependen sikap perawat, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan variabel independen yang digunakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dan variabel dependen tingkat kecemasan.

Berdasarkan survei awal peneliti yang dilaksanakan pada tanggal 12 November 2012, peneliti mendapatkan informasi bahwa sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian di, rumah sakit ini mengenai komunikasi terapeutik pada anak di RSUD Ambarawa. Data rekam medik yang diperoleh tentang jumlah anak pra sekolah yang dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang enam bulan terakhir yaitu pada bulan Januari 2013 sebanyak 30 anak, Februari 2013 terdapat 40 anak, Maret 2013 terdapat 36 anak, April 2013 terdapat 39 anak, Mei 2013 terdapat 32 anak, Juni 2013 terdapat 38 anak. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata jumlah anak pra sekolah yang dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang enam bulan terakhir adalah 36 anak per bulan.

Hasil studi pendahuluan terhadap anggota keluarga dari anak yang dirawat pada tanggal 12 November 2012 mengungkapkan bahwa waktu kunjungan terbatas dan jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu juga terbatas, kecemasan anak bertambah selama dirawat karena anak harus berpisah dengan teman-teman dan keluarganya.

Selain itu dari hasil wawancara dengan orang tua anak yang dirawat dua hari di ruang rawat anak RSUD Ambarawa mengungkapkan dari sejak pertama kali masuk dan dirawat anak sering menangis, terlihat gelisah, juga takut jika didekati perawat dan jika akan diberikan suatu tindakan keperawatan. Sedangkan 3 dari 5 orang tua anak yang anaknya telah dirawat selama 5 hari mengungkapkan awal-awal dirawat anaknya juga

(4)

sering menangis jika didekati perawat tetapi sekarang sudah tidak takut lagi kecuali jika akan diberikan tindakan tertentu (seperti dipasang infus). Menurut lima orang tua anak yang dirawat, komunikasi yang diterapkan perawat baik kepada anak maupun kepada orang tua sudah cukup baik yaitu menyapa, mengucap salam dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, walaupun ada beberapa perawat yang dirasakan kurang menerapkan cara-cara atau komunikasi yang baik ke anak.

Hasil wawancara kepada pihak managemen yaitu kepala ruangan anak RSUD Ambarawa yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 November 2012 didapatkan data dari hasil angket yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien tingkat kepuasan pasien yang dirawat selama 3 bulan terakhir cukup bagus (85% pasien puas dengan

pelayanan yang rumah sakit berikan). Selain itu tenaga kesehatan RSUD Ambarawa sudah menerapkan komunikasi terapeutik serta tenaga keperawatan mendapatkan pelatihan tentang komunikasi terapeutik diantaranya mendengarkan keluhan pasien, bertanya apa yang dikeluhkan pasien, memberikan informasi terkait tindakan yang akan dilakukan sampai memberikan humor bagi pasien. Namun masih ada keluhan dari masyarakat yang melakukan rawat inap. Dari beberapa wawancara didapatkan keluhan bahwa ada perawat tidak mengucapkan salam ketika masuk ruangan pasien.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui, "Hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa".

KERANGKA KERJA PENELITIAN Kerangka Teori

: area yang diteliti : area yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber : Whaley & Wong (2003), Sujanto, dkk, (2004), (Fatmawati, 2010).

Hospitalisasi

1. Perpisahan dengan keluarga dan sekolah

2. Perubahan gambaran diri 3. Lingkungan baru

Faktor Yang

Mempengaruhi Kecemasan 1. Kepribadian anak 2. Posisi anak dalam

keluarga

3. Kelas dalam rumah sakit

4. Pendampingan orang tua

Kecemasan Anak Prasekolah

Komunikasi Terapeutik

Tingkat Kecemasan Anak Prasekolah

1. Tidak cemas 2. Cemas ringan 3. Cemas sedang 4. Cemas berat 5. Panik

(5)

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka Konsep

Hipotesis

Ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan

pada anak prasekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa.

Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel dependen Tingkat kecemasan pada anak prasekolah

Kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar pada anak usia pra sekolah, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya selama menjalani perawatan di rumah sakit

Alat ukur kecemasan menggunakan Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) yang dimodifiksi terdiri dari 20 item pertanyaan bagi anak usia 3-6 tahun yang dirawat di ruang anggrek RSUD Ambarawa yang diisi oleh peneliti dan diberi skor jawaban :

1. Ya : 1 2. Tidak : 0

Hasil ukur untuk kecemasan dengan jumlah nilai minimal 0 dan maksimal 20. Kecemasan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka tingkat kecemasan makin tinggi. Untuk analisis univariat data

dikategorikan sebagai berikut : 1. Tidak cemas : 0

2. Cemas ringan : 1-5 3. Cemas sedang : 6-10 4. Cemas berat : 11-15 5. Panik : 16-20

Ordinal

Variabel independen Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat

Tindakan menyampaikan pesan secara verbal dan nonverbal antara perawat dan anak usia prasekolah (3- 6 tahun) saat melakukan asuhan keperawatan dalam upaya penyembuhan pasien antara lain mendengarkan, bertanya, penerimaan, mengulangi, klarifikasi, refleksi, fokusan, diam dan humor.

Kuesioner yang berisi 20 pertanyaan tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat, dengan skor :

1. selalu : 2 2. kadang-kadang : 1 3. tidak pernah : 0

Jumlah skor yang diperoleh nilai minimal 0 dan maksimal 40. Untuk analisis data menggunakan skala kategorik, yaitu :

1. Baik : 27-40 2. Cukup : 14-26 3. Kurang : 0-13

Ordinal

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan antar variabel. Desain ini dipilih karena peneliti mencoba untuk menyelidiki hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan tingkat

kecemasan pada anak prasekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional.

Populasi

Populasi sasaran adalah seluruh anak prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak Pelaksanaan

Komunikasi Terapeutik Perawat

Tingkat Kecemasan pada anak prasekolah

(6)

RSUD Ambarawa selama empat bulan terakhir yaitu sebanyak 109 anak.

Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam bulan Juli 2013, sebanyak 32 anak dengan metode total sampling.

Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi antara lain: a) Orang tua yang mempunyai anak prasekolah yang masih dirawat di RSU Ambarawa; b) Sedang menjalani perawatan minimal 1 hari; c) Bersedia jadi responden; d) Kooperatif; e) Tidak mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kesadaran, tunawicara; f) Orang tua yang bisa membaca dan menulis

Analisis data

Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang menggambarkan setiap variabel (variabel independen dan variabel dependen) dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi, sehingga tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti meliputi: 1) Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di ruang perawatan anak di RSUD Ambarawa; 2) Tingkat kecemasan pasien anak prasekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa

Analisis Bivariat

Analisa bivariat ini menggunakan Kendal Tau karena datanya berbentuk ordinal dengan ordinal.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Pra Sekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Pelaksanaan komunikasi

terapeutik n %

Kurang 4 12,5

Cukup 16 50,0

Baik 12 37,5

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 16 dari 32 responden (50,0%).

Tingkat Kecemasan

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan pada Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Tingkat Kecemasan n %

Tidak cemas 0 0,0

Ringan 11 34,4

Sedang 17 53,1

Berat 4 12,5

Panik 0 0,0

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat kecemasan anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 17dari 32 responden (53,1%).

Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa. Guna menguji hubungan ini digunakan uji Kendall Tau.

Tabel 4. Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan pada Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik

Tingkat kecemasan

ι p value Ringan Sedang Berat Total

f % f % f % f %

Kurang 1 25,0 1 25,0 2 50,0 4 100,0 -0,537 0,003

Cukup 1 6,3 14 87,5 1 6,3 16 100,0

Baik 9 75,0 2 16,7 1 8,3 12 100,0

Jumlah 11 34,4 17 53,1 4 12,5 32 100,0

(7)

Berdasarkan hasil analisis hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa diperoleh hasil bahwa responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori kurang dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori berat sebanyak 2 dari 4 orang (50,0%), responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori cukup dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori sedang sebanyak 14 dari 16 orang (87,5%), responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori ringan sebanyak 9 dari 12 orang (75,0%).

Hasil uji statistik didapatkan nilai Korelasi Kendall Tau (ι) sebesar -0,537 dan p-value sebesar 0,003 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa. Nilai koefisien Korelasi Kendall Tau (ι) sebesar -0,537 menunjukkan kekuatan hubungan antara dua variabel pada katagori cukup kuat dan memiliki arah korelasi negatif, artinya semakin baik pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa semakin ringan

PEMBAHASAN

Gambaran tentang Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam kategori baik sebanyak 12 dari 32 responden (37,5%), dalam kategori cukup yaitu sebanyak 16 dari 32 responden (50,0%) serta dalam kategori kurang yaitu sebanyak 4 dari 32 responden (12,5%). Hal tersebut menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa sebagian besar dalam kategori cukup.

Pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat kepada anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam kategori cukup ditunjukkan dengan setiap berhubungan dengan anak perawat mengucapkan salam (70,3%).

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan yang rendah akan sulit

merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit. Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara profesional (Tamsuri, 2005).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Demianus (2008) tentang pengetahuan dengan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan pengetahuan dengan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah di Ruang Anak RSUD Kota Semarang, dengan p value 0,003 (α = 0,05).

Gambaran Tentang Tingkat Kecemasan Pasien Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam kategori ringan sebanyak 11dari 32 responden (34,4%), dalam kategori sedang sebanyak 17dari 32 responden (53,1%) serta dalam kategori berat sebanyak 4 dari 32 responden (12,5%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar tingkat kecemasan anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam kategori sedang.

Anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dengan kecemasan dalam kategori sedang ditunjukkan dengan nada bicara pelan ketika menjawab pertanyaan (43,8%).

Responden menjawab pertanyaan ketika berkomunikasi dengan perawat dengan nada bicara yang pelan dan terlihat takut. Anak yang di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa tampak tidak tertarik terhadap lingkungan sekitar (40,6%) bahkan anak menjerit / berteriak (40,6%). Mereka tidak mau diajak berkomunikasi dengan perawat.

Tingkat kecemasan anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dalam kategori sedang disebabkan oleh faktor kepribadian dari anak (introvert).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekolah diantaranya kepribadian anak.

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya

(8)

personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan. Setiap anak mempunyai tipe kepribadian yang berbeda-beda. Tidak semua anak mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada tipe kepribadiannya. Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan anti sosial. Anak juga mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka sendiri (Sujanto, 2004).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Hanum (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada anak usia prasekolah. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepribadian anak dengan kecemasan anak usia prasekolah di Bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang, dengan nilai p-value 0,031.

Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah Yang Di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Hasil analisis hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa diperoleh hasil bahwa responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori kurang dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori berat sebanyak 2 dari 4 orang (50,0%). Hal tersebut disebabkan oleh posisi anak dalam keluarga.

Menurut Sujanto (2004), posisi anak dalam keluarga yang terdiri anak tunggal merupakan tumpuan harapan orang tuanya. Orang tua tidak ada tempat yang lain kecuali kepadanya, karena itu orang tua sangat khawatir dan sangat takut untuk kehilangannya, orang tua berusaha melindungi, memenuhi segala keinginannya, membiarkan anak melakukan segala yang dikehendaki, menuruti segala keinginan tetapi melarang anak berbuat sesuatu yang sangat berat dan mengkhawatirkannya.

Anak tunggal tidak mempunyai teman bicara dan beraktivitas, kecuali dengan orang tuanya.

Oleh karena itu, kemampuan intelektual anak tunggal akan lebih cepat berkembang dan mengembangkan harga diri yang positif karena secara terus menerus berinteraksi dengan orang dewasa, yaitu orang tuanya dan mendapat stimulasi secara psikososial, akan tetapi, anak akan lebih tergantung dan kurang mandiri.

Kebiasaan anak yang diperhatikan secara lebih

oleh orang tuanya akan mengakibatkan kecemasan ketika dirawat di rumah sakit karena anak cenderung tidak mau ditinggal dan dipegang oleh orang lain yang tidak dikenal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori cukup dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori sedang sebanyak 14 dari 16 orang (87,5%). Responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori cukup dimana perawat mengucapkan salam setiap berhubungan dengan anak dan memperkenalkan diri pada awal hubungan meskipun beberapa anak nada bicara pelan ketika menjawab pertanyaan, tampak kurang tertarik terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut dimungkinkan oleh pendampingan orangtua selama menjalani perawatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah kategori ringan sebanyak 9 dari 12 orang (75,0%).

Hasil uji statistik didapatkan nilai korelasi kendall tau (ι) sebesar -0,537 dan p-value sebesar 0,003 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa. Nilai koefisien korelasi kendall tau (ι) sebesar -0,537 menunjukkan kekuatan hubungan antara dua variabel pada katagori cukup kuat dan memiliki arah korelasi negatif, artinya semakin baik pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa semakin ringan.

Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat kategori baik yang ditunjukkan perilaku perawat yang menyapa anak dengan menyebut nama anak setiap kali mereka mau melakukan tindakan intervensi. Perawat selalu menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anak setelah tindakan pengobatan dilakukan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak untuk mendukung maksud yang disampaikan sehingga tingkat cemas anak ringan yang ditunjukkan dengan wajah anak terlihat lebih bersahabat ketika mendapat perawatan. Mereka tidak mencoba membuang benda di sekitarnya bahkan mau berada ditempat tidur selama masa perawatan.

Stuart & Sundeen (2008) menyatakan bahwa kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan ini tidak

(9)

memiliki obyek yang spesifik, dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan merupakan bentuk manifestasi rasa ketakutan atau kehilangan sesuatu yang penting atau terjadinya peristiwa buruk dari kondisi yang ada sekarang, Bila kondisi ini berlangsung lama dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Kecemasan yang berlarut-larut dan tidak terkendali dapat mendorong terjadinya respon defensif sehingga menghambat mekanisme koping yang adaptif.

Sebaliknya dengan kecemasan yang terkendali, pasien dapat mengembangkan konsep diri dengan baik, sehingga pasien kooperatif terhadap tindakan perawatan.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan, diantaranya masih ada faktor lain yang mempengaruhi penelitian ini di antaranya dukungan orang tua, sehingga memungkinkan kecemasan pasien mengalami penurunan bukan karena pelaksanaan komunikasi terapeutik, akan tetapi dikarenakan pendampingan atau dukungan orang tua yang baik selama anaknya di rawat di rumah sakit.

PENUTUP Kesimpulan

Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 16 dari 32 responden (50,0%).

Tingkat kecemasan psien anak pra sekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 17dari 32 responden (53,1%).

Ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa, dengan koefisien Korelasi Kendall Tau (ι) sebesar -0,537 dan p-value 0,003

< α (0,05).

Saran

Peneliti selanjutnya hendaknya meningkatkan hasil penelitian dengan mengendalikan faktor lain yang mempengaruhi penelitian ini dengan menambah variabel penelitian misalnya sikap perawat, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.

Perawat hendaknya tenaga kesehatan khususnya perawat meningkatkan pelayanan bagi

pasien dengan meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik yang tepat kepada pasien khususnya pasien anak, sehingga masalah psikologis pada anak sebagai salah satu upaya mendukung proses penyembuhan.

Institusi Pendidikan, hendaknya institusi dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai tambahan literatur khususnya tentang pentingnya komunikasi terapeutik bagi pasien anak pra sekolah serta sebagai bahan pijakan bagi penelitian selanjutnya.

Hendaknya pihak rumah sakit meningkatkan pelayanan bagi pasien dengan meningkatkan kemampuan pelayanan tenaga medis khususnya kemampuan komunikasi terapeutik perawat dengan mengikutsertakan dalam pelatihan atau seminar-seminar.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian. Malang : UMM Press

Anggraini. (2009). Hubungan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatandengan tingkat kepuasan klien di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulonprogo Yogyakarta 2008 (http://skripsistikes.wordpress.com/2009/05/09/ikp

ivss01.Diakses tanggal 14 Desember 2012 Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu

pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta Betz dan Swoden. (2002). Buku saku keperawatan

pediatrik. edisi 2. Jakarta: EGC

Ghozali. (2007). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hidayat. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Indrawati. (2003). Komunikasi kebidanan. Jakarta : EGC

Kisanti. (2008). Psikologi konseling. Malang : UMM Press

Moersintowati. (2008). Buku ajar I tumbuh kembang anakdan remaja. cet. ketiga.

Jakarta: CV Sagung Seto.

Mundakir. (2006). Komunikasi keperawatan.

aplikasi dalam pelayanan. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Nelson. (2004). Ilmu kesehatan anak. edisi 5.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

(10)

Notoatmodjo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. dkk. (2005). Managemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan professional. Jakarta : Salemba Medika

Patmonodewo. (2003).Pendidikan anak prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Priyanto. (2009). Komunikasi dan konseling aplikasi dalam sarana pelayanan kesehatan untuk perawat dan bidan. Jakarta : Salemba medika

Riyadi. (2009). Asuhan keperawatan pada anak.

edisi 1.. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Roselina (2009). Komunikasi dalam keperawatan teori dan Aplikasi, Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Seftiani (2008), Hubungan antara perilaku caring dengan kecemasan akibat hospitalisasi pada klien anak di ruang perawatan anak RS Sentra Medika Cimanggis. Skripsi. PSIK : UPNVJ

Steven, (2004). Ilmu keperawatan jilid 1 edisi 2, Jakarta : EGC

Stuart & Sundeen. (2008). Buku saku keperawatan jiwa edisi 3. Jakarta : EGC.

Sugiono (2007).Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif kualitatif, dan R&D).

Bandung: Alfabeta

Sujanto. (2004). Psikologi perkembangan. Jakarta : Aksara Baru.

Suliswati. (2005). Konsep dasar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC.

Supartini. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC

Suryadirejo. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Nuhamedika

Suryani. (2004). Psikologi ibu dan anak.

Yogyakarta: Fitramaya

Tamsuri. (2006). Komunikasi dalam keperawatan.

Jakarta: EGC. FKUI.

Wong. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta : Penerbit. Buku Kedokteran EGC

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 3.  Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan  pada Anak Prasekolah di Ruang  Perawatan Anak RSUD Ambarawa

Referensi

Dokumen terkait

Data pada Tabel 4 tampak bahwa dengan adanya suplementasi daun gamal dan dedak padi pada ternak sapi yang digembalakan pada musim kemarau dapat

Data di atas dapat ditafsirkan bahwa penguasaan pengetahuan pembuatan batik tulis meliputi aspek penerapan langkah- langkah pembuatan batik tulis “lebih dari

[r]

According to results observed that the adsorption capacity of silica 65% is greatest, the increase of ratio of chitosan in adsorbent increasing ability to adsorbent to adsorb Cd 2+

Menemukan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kesenjangan antarwilayah di Kabupaten Bojonegoro

Penyusunan pelaporan keuangan akhir tahun Penunjang kinerja PA, PPK, Bendahara &amp; Pembantu Penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD. Prog

kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,

Pasal 98: (1) jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang