• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH (DINAMIKA PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILIHAN SERENTAK 2020 DI SULAWESI TENGAH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH (DINAMIKA PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILIHAN SERENTAK 2020 DI SULAWESI TENGAH)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH

(DINAMIKA PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILIHAN SERENTAK 2020 DI SULAWESI TENGAH)

(2)

PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH

(DINAMIKA PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILIHAN SERENTAK 2020 DI SULAWESI TENGAH)

(3)

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi seba- gaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100. 000. 000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500. 000. 000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pi- dana denda paling banyak Rp 1. 000. 000. 000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang di- lakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4. 000. 000. 000,00 (empat miliar rupiah).

(4)

PARTISIPASI

POLITIK

DAN PERILAKU PEMILIH

(DINAMIKA PARTISIPASI PEMILIH

PADA PEMILIHAN SERENTAK 2020 DI SULAWESI TENGAH)

SAHRAN RADEN INTAM KURNIA RANDI ATMA R. MASSI

(5)

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH

(Dinamika Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Serentak 2020 Di Sulawesi Tengah) -Yogyakarta 2019

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang All Right Reserved

Hak Cipta © pada Penulis

Bagi mereka yang ingin memperbanyak sebagian isi buku ini dalam bentuk atau cara apa pun harus mendapat izin tertulis dari penulis dan Penerbit.

PENGARAH : Tanwir Lamaming

Sahran Raden

Samsul Y. Gafur

Naharudin

Halima

PENANGGUNG JAWAB : Mohammad Taufiq KOORDINATOR RISET : Sahran Raden

TIM RISET : Intam Kurnia

Randy Atma R Massi

SEKRETARIAT PENELITI : Sri Ardawati

Ajeng Rahayu

Moh. Ridha Zulham

Candra

Ahmad S. Mahmud

EDITOR : Ahmad S. Mahmud

DESAIN SAMPUL : Fachrul Alfajar

LAYOUT ISI : JanurJene

Diterbitkan oleh KPU PROVINSI SULAWESI TENGAH Bekerjsama dengan CAKRAWALA YOGYAKARTA x + 136 hal.; 15 x 21 cm

ISBN 978-623-6183-05-2

(6)

SAMBUTAN

KETUA KPU PROVINSI SULAWESI TENGAH

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada allah SWT, Tuhan Yang Maha esa karena berkat ramatNya hasil Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020 dapat diselesaikan dan dituangkan dalam buku PaRTISIPaSI POlITIK DaN PeRIlaKU PeMIlIH (Dinamika Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Serentak 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah).

Partisipasi pemilih menjadi bagian penting dalam penyeleng­

garan Pemilihan, artinya semakin baik partisipasi pemilih maka semakin baik legitimasi proses dan hasil penyelenggaraan sebuah Pemilihan. Sosialisasi dan pendidikan pemilih dalam peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu tugas dan kewenangan KPU Provinsi Sulawesi Tengah.

Sebagai bagian penting dari pelaksanaan tugas KPU Provinsi Provinsi Sulawesi Tengah dalam melakukan evaluasi

(7)

penyelenggaraan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur di Provinsi Sulawesi Tengah, maka KPU Provinsi Sulawesi Tengah melakukan riset partisipasi pemilih untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan partisipasi pemilih di Provinsi Sulawesi Tengah pada Pemiligan gubernur dan Wakil gubernur tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil riset ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan program peningkatan partisipasi pemilih maupun kepentingan ilmu pengetahuan.

Buku PaRTISIPaSI POlITIK DaN PeRIlaKU PeMIlIH (Dinamika Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Serentak 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah) merupakan buku yang disusun dari hasil riset KPU Provinsi Sulawesi Tengah dalam pemilihan serentak tahun 2020. Secara umum memaparkan hal­hal yang berkaitan dengan konsep Demokrasi dan Pemilu, partisipasi politik, dan Perilaku Pemilih, serta mendiskripsikan perilaku pemilih dan faktor­faktor yang memperngaruhi partsipasi pemilih pada penyelenggaraan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, dalam buku ini juga diuraikan bagaimana gambaran umum pelaksanaan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020.

Tentu pada kesempan ini tidak lupa menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi sehingga buku ini dapat terbit, khususnya Tim Riset yang telah menyelesaikan riset partisipasi pemilih ini, KPU Kabupaten/Kota yang memberikan dukungan data dan informasi, serta para pihak yang tidak dapat disebutkan satu demi satu yang telah berkontribusi dalam penyelesaian riset dan sampai pada dituangkan hasil riset ini dalam buku.

(8)

Buku ini merupakan salah satu ikhtiar KPU Provinsi Sulawesi Tengah untuk mendokumentasikan proses demokratisisasi di Provinsi Sulawesi Tengah. akhir kata, kami menerima masukan, saran maupun kritikan atas hasil riset yang telah dituangkan dalam buku ini. Tentunya masukan begitu berharga untuk perbaikan kajian dan riset­riset evaluasi KPU Provinsi Sulawesi Tengah diwaktu akan datang.

Semoga memberi bermanfat untuk peningkatan mutu demokrasi.

KeTUa KPU

PROVINSI SUlaWeSI TeNgaH ttd

TaNWIR laMaMINg

(9)
(10)

DAFTAR ISI

Sambutan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah — v Daftar Isi — ix

BaB I PeNDaHUlUaN — 1

a. latar Belakang Masalah — 1 B. Permasalahan — 6

C. Tujuan Riset — 6 D. Manfaat Riset — 6 BaB II KeRaNgKa TeORI — 9

a. Pemilu dan Demokrasi — 9 B. Partisipasi Politik — 16

C. Voting Behaviour (Perilaku Pemilih) — 23

(11)

BaB III MeTODe RISeT — 31 a. Pendekatan Riset — 31 B. lokasi Riset — 32 C. Sumber Data — 33

D. Tekhnik Pengumpulan Data — 33 e. Teknis analisis Data — 34

BaB IV HaSIl PeNelITIaN — 37

a. gambaran Umum Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 — 37 B. Partisipasi Pemilih Pemilihan gubernur dan Wakil

gubernur Provinsi Sulawesi Tengah — 39

C. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih di Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah — 52

D. Perilaku Pemilih Pemilihan Serentak 2020 Di Sulawesi Tengah — 111

BaB V PeNUTUP — 127 a. Kesimpulan — 127 B. Rekomendasi — 128 Daftar Pustaka — 131

Profil Singkat Penulis — 135

(12)

A. LATAR BELAKANg MASALAH

Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Partisipasi politik menjadi fondasi praktik demokrasi perwakilan electoral. Pemilu dan pemilihan merupakan salah satu bentuk perwujudan pelaksanaan demo­

krasi. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia telah berhasil membangun wajah demokrasi ke arah yang lebih baik. Indonesia telah mampu membuktikan kepada dunia bahwa pelaksanaan pemilu sebagai wujud demokrasi telah berhasil dilaksanakan dengan sukses. Menurut UU Nomor7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 1 bahwa Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I

PENDAHULUAN

(13)

Salah satu instrumen demokrasi lokal adalah pemilihan kepala daerah yang diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah  memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum diberlakukannya Undang­Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005 Indonesia menganut sistem pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Sehingga kewajiban memilih kepala daerah tidak hanya diberikan pada wakil rakyat saja (DPRD) akan tetapi semua masyarakat yang berdomisili di daerahnya masing­masing bertanggung dalam memilih pemimpin di daerahnya. Sementara itu, demokratisasi lokal merupakan implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah­daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal.

Keikutsertaan masyarakat dalam demokrasi electoral, sangat penting dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Salah satu tujuan dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat yaitu dengan adanya keterlibatan atau partisipasi politik rakyat dalam pemilu dan pemlihan. Partisipasi politik merupakan suatu masalah penting dalam demokrasi electoral. Partisipasi masyarakat atau partisipasi

(14)

politik merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan demokrasi. Secara konseptual, menurut Miriam Budiarjo (1998: 1­2) Pertisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (Public Policy).

Kegiatan tersebut mencakup tindakan memberikan suara dalam pemilu atau pemilihan, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan (countacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan lain sebagainya.

Sejumlah problem partisipasi pemilih dalam pengalaman pemilu dan pikada dapat menghambat kualitas jalannya proses demokratisasi. Tantangan bagi partisipasi pemilih dalam pemilihan dapat dikategorikan dalam kontek idiologi pemilih dan konteks pragmatisme politik. Dalam konteks idiologi dapat dikategorikan pada segregasi keagamaan dan idiologi politik kebangsaan.

Dalam konteks pragmatis maka problem partisipasi menyangkut perilaku pemilih dalam pemilu dan pemilihan. Pandangan miopik dan pragmatis tentang politik menjadi hambatan dan problem menumbuhkan kesadaran politik kewarganegaraan. Selain itu Voluntaritas warga sangat lemah dalam berpartisipasi dalam pemilu dan pemilihan.

Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pimpinan pemerintahan, Partisipasi politik tersebut didefenisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. partisipasi politik dapat dibedakan dalam dua hal. Pertama, partisipasi dalam warga

(15)

masyarat dalam keadaan sadar dalam hal untuk memperjuangkan hak otonom masyarakat yang tanpa didorong oleh kekuataan diluar diri individu atau partisipasi politik tidak berdasarkan mobilisasi yang dilakoni baik oleh aktor maupun pemerintah. Kedua, partisipasi politik yang dimobilisasi atau digerakan oleh aktor­

aktor politik, sehingganya partisipasi politik lebih bersifat semu bukan berpartisipasi dalam keadaan sadar.

Komponen penting dalam penyelenggaraan pemilihan selain penyelenggara pemilu, peserta pemilu yakni pemilih. Dalam pemilihan, pemilih menjadi paramater penting atas suksesnya pemilu. pemilihan dapat berjalan demokratis jika ada pemilih yang ikut serta dalam penyelenggaraan pemilihan. Dalam penyelenggaran Pemilu dan pemilihan Partisipasi Pemilih menjadi indikator penting, semakin baik partisipasi pemilih tentu sangat menentukan legitimasi hasil penyelenggaraan pemilu. Tentu ada banyak aspek yang berpengaruh terhadap partisipasi pemilih dalam Pemilu. Walaupun tidak hanya menjadi tugas KPU Provinsi, namun secara konsitusional KPU bertanggung hawab dalam mendorong dan meningkatkan partisipasi pemilih.

Pada pemilihan serentak tahun 2020 yang diikuti oleh 271 daerah di Indonesia, bersamaan dengan adanya wabag pandemi covid 19. Diantara beberapa permasalah kompleks dalam peningkatan pastisipasi pemilih, penyelengaran tahapan ditengah Pandemic Covid­19 menjadi tantangan baru serta faktor yang diyakini akan berpengaruh dan memperngaruhi pelaksanaan Pemilu.

Salah satu daerah dari 271 daerah yang melaksanakan pilkada serentak tahun 2020 yakni Provinsi Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah melaksanakan pilkada serentak di satu provinsi yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur, tujuh kabupaten dan satu kota.

(16)

Pelaksanaan Pilkada 2020 yang beririsan dengan adanya wabah Pandemic Covid 19 salah satu tantangan bagi KPU provinsi dan Kabupaten/Kota Yaitu Peningkatan partisipasi Pemilih. Pada Pemilihan Tahun 2020, tercatat sebanyak 2.055.320 Pemilih terdaftar, yang menggunakan hak pilih sebanyak 1.525.571 atau tingkat partisipasi sebesar 74,23%, tingkat partisipasi jika dibandingkan dengan Pemilihan Tahun 2015 mengalami peningkatan, dimana tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Tahun sebesar 69,71%, dengan begitu peningkatan partisipasi pemilih antara Pemilihan Tahun 2015 dengan Pemilihan Tahun 2020 sebesar 4,52%. Sementara itu, jika kita melihat target partisipasi pemilih Pemilihan Serentak Tahun 2020 yang ditetapkan KPU RI yaitu sebesar 77,5%, sehingga Provinsi Provinsi Sulawesi Tengah belum mencapai target nasional.

Berdasarkan Pemikiran diatas KPU Sulawesi Tengah penting untuk melaksanakan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Tahun 2020 di Sulawesi Tengah. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, dan rendahnya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya dalam manajemen pemilu.

Riset Pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen Pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi Pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan.

(17)

Berdasarkan itulah KPU Provinsi Sulawesi Tengah melaksanakan riset terkait dengan tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020.

B. PERMASALAHAN

Beberapa pokok masalah dalam Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan serentak 2020 sebagai berikut:

1. Bagaimana Partsipasi Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020?

2. Faktor apa yang mempengaruhi partisipasi pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsui Sulawesi Tengah tahun 2020?

3. Bagaimana Perilaku Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020?

C. TUjUAN RISET

adapun tujuan dalam Riset ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Partsipasi Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020.

3. Untuk mengatahui Perilaku Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020?

D. MANfAAT RISET

adapun manfaat Riset Partisipasi Pemilih Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020, yaitu :

(18)

1. Memberikan gambaran terkini (state of the art) Perilaku Pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020.

2. Membantu mengidentifikasi faktor apa yang mempengaruhi partisipasi pemilih pada Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020.

3. Sebagai bahan untuk menentukan strategi yang tepat bagi KPU Provinsi Sulawesi Tengah dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih dimasa mendatang secara khusus, dan secara umum sebagai bahan pihak­pihak terkait dalam merumuskan kebijakan terkait dengan peningktan partisipasi pemilih.

(19)
(20)

A. PEMILU DAN DEMoKRASI

1. Kedudukan Pemilu dalam Demokrasi

Dalam konteks negara modern, semua negara di dunia menggunakan demokrasi sebagai salah satu perwujudan pemerintahan yang efektif. Indonesia merupakan salah satu negara didunia yang menganut sistem demokrasi konstitusional dalam menjalankan sistem pemerintahannya. Sebagaimana dalam UUD 1945, bahwa negara Indonesia menganut sistem demokrasi. Bahkan dalam sejarahnya, Indonesia mengalami dinamika kemajuan demokrasi dalam membentuk pemerintahan.

Secara teoritik dalam pendekatan Jean Baechler, bahwa demokrasi dikaji dalam dua aspek yakni pertama dalam pendekatan normatif dan dan kedua dalam pendekatan empirik (afan gaffar, 1999: 11). Bahwa menurut Jean Baechler tersebut Demokrasi dalam pendekatan normatif, menekankan pada ide dasar dari demokrasi

BAB II

KERANGKA TEORI

(21)

yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat dan oleh karenanya pemerin­

tahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sedangkan demokrasi dalam pendekatan empirik menekankan pada perwujudan demokrasi dalam kehidupan politik sebagai rangkaian prosedur mengatur rakyat untuk memilih, mendudukkan dan meminta pertanggungjawaban wakilnya di lembaga perwakilan.

Pemilu merupakan salah satu tonggak penting yang merepresentasikan kedaulatan rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada negara demokrasi tanpa memberikan peluang adanya pemilihan umum yang dilakukan secara sistematik dan berkala. Oleh karenanya pemilu digolongkan juga sebagai elemen terpenting dalam sistem demokrasi.

apabila suatu negara telah melaksanakan proses pemilu dengan baik, tranparan, adil, teratur dan berkesinambungan, maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara yang tingkat demokratisasinya baik. Namun sebaliknya apabila suatu negara tidak melaksanakan pemilu atau tidak mampu melaksanakan pemilunya dengan baik yang ditandai dengan terjadinya berbagai kecurangan, deskriminasi, dan manipulasi maka negara itu pula dinilai sebagai negara yang anti demokrasi (Hendrik, 2010).

Pemilu dalam sebuah negara demokrasi merupakan suatu sarana bagi terselenggaranya proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip­prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip­prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat yang mengandung arti bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan, kebijakan publik, maupun pemimpin atau pejabat politik. Dari prinsip­prinsip pemilu tersebut dapat kita pahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik

(22)

yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip­prinsip demokrasi.

Pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga legislatif. Menurut Robert Dahl, pemilihan umum merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Pemilihan Umum dewasa ini menjadi suatu parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara, bahkan pengertian demokrasi sendiri secara sederhana tidak lain adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala.

Di Indonesia, pemilu merupakan salah satu proses politik yang dilaksanakan setiap lima tahun, baik untuk memilih anggota legislatif, maupun untuk memilih anggota eksekutif. anggota legislatif yang dipilih dalam pemulu lima tahun tersebut, terdiri dari anggota legislatif pusat/parlemen yang dalam ketatanegaraan Indonesia biasanya disebut sebagai DPR­RI, kemudian Dewan Perwakilan Daerah atau DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/

Kota. Sementara dalam konteks pemilu untuk pemilihan eksekutif, rakyat telah diberi peluang untuk memilih Presiden, gubernur dan Bupati/ Walikota. Besarnya hak rakyat untuk menentukan para pemimipin dalam lembagai eksekutif dan legislatif pada saat ini tidak terlepas dari perubahan dan reformasi politik yang telah bergulir di negara ini sejak tahun 1998, dimana pada masa­masa sebelumnya hak­hak politik masyarakat sering didiskriminasi dan digunakan untuk kepentingan politik penguasa saja dengan

(23)

cara mobilisasi, namun rakyat sendiri tidak diberikan hak politik yang sepenuhnya untuk menyeleksi para pemimpin, mengkritisi kebijakan, dan proses dialogis yang kritis, sehingga masyarakat dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan­kepentingannya (Hendrik, 2010).

2. fungsi Pemilu

Salah satu ciri negara demokrasi adalah melaksanakan pemilu dalam waktu tertentu dan telah ditentukan dalam konstitusi.

Dalam ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 bahwa pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilihan Umum merupakan sistem pemilihan pejabat publik yang banyak digunakan oleh negara­negara di dunia dengan sistem pemerintahan demokrasi.

Menurut Titik Triwulan pemilu dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi. Dengan pemilu, demokrasi dianggap sistem yang menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas (Tutik Triwulan Tutik 2010: 329).

Dalam Demokrasi Pancasila seperti di Indonesia, Pemilu sebagai sarana untuk membentuk kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Sudah menjadi kewajiban pemerintahan demokrasi melaksanakan pemilihan umum dalam waktu yang sudah ditentukan. Pelaksanaan pemilu di Indonesia dilandasi pembukaan Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea keempat, yaitu: “...disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang­Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia

(24)

yang berkedaulatan rakyat..” Perubahan Undang­Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa:

“kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang­Undang Dasar. Pemilu di Indoensia dilaksanakan secara langsung. Di mana rakyat memilih wakil­wakilnya untuk duduk di badan­badan perwakilan rakyat, seperti: Presiden dan wakil presiden DPR DPRD I DPRD II DPD . Menurut Pasal 22e ayat 1 UUD 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur serta adil. langsung artinya rakyat memilij wakilnya secara langsung sesuai hati nuraninya. Umum yaitu semua warga negara yang sudah memenuhi persayarkat untuk memilih, berhak mengikuti pemilu. arti dari bebas adalah setiap warga negara bebas menentukan pilihannya tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun. Sedangkan rahasia yaitu dalam memberikan hak suaranya, pemilih dijamin kerahasiaan data dan tidak diketahui oleh pihak manapun. Sementara itu arti jujur menekankan bahwa setiap penyelenggaraan pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas, pemantau, serta semua pihak harus bersikap jujur. asas adil, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu peserta dan pemilih mendapat perlakukan yang sama sesuai peraturan yang berlaku.

Tujuan pemilu Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, pemilu memiliki beberapa fungsi yakni;

Pertama, Pemilu memungkinkan terjadinya peralihan peme­

rintahan secara aman dan tertib. Kedua, Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat Dalam rangka melakukan hak­hak asasi warga negara Sesuai dengan apa yang dicantumkan pada Pembukaan dan Pasal 1 UUD 1945 Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat. Ketiga, Pemilu merupakan kesempatan kepada warga negara untuk melaksanakan haknya dengan tujuan: Untuk memilih wakil­wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang

(25)

dimiliki. Terbuka kemungkinan bagi warga negara untuk duduk dalam badan perwakilan rakyat sebagai wakil yang dipercaya oleh pemilihnya.

Bedasarkan fungsi pemilu tersebut maka, pada hakekatnya pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat.

asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat, karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil­

wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.

Selain fungsi diatas, pemilu sebenarnya memiliki empat fungsi utama, yaitu: Pertama Pemilu sebagai sarana pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah. Kedua, Pemilu berfungsi untuk membentuk perwakilan politik rakyat, Ketiga, Pemilu berfungsi untuk Sirkulasi elite penguasa dan keempat Pemilu merupakan sarana pendidikan politik rakyat.

Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil­wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya.

Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.

Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin atau rotasi kekuasaan secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat. Keempat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.

(26)

Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat. Melalui pemilu, keabsahan pemerintahan yang berkuasa atau pemimpin politik dapat ditegakkan, begitu pula program dan kebijakan yang dihasilkannya. Dengan begitu, pemerintah, berdasarkan hukum yang disepakati bersama, tidak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya.

Pemilu yang berfungsi legitimasi politik ini merupakan konsekuensi logis yang dimiliki oleh pemilu, yaitu untuk mengubah suatu keterlibatan politik massa dari yang bersifat sporadic dan dapat membahayakan menjadi suatu sumber utama bagi otoritas dan kekuatan politik nasional. Kelima, pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program­program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji­janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan. Terkait dengan pentingnya pemilu dalam proses demokratisasi di suatu Negara, maka penting untuk mewujudkan pemilu yang memang benar­benar mengarah pada nilai­nilai demokrasi dan mendukung demokrsi itu sendiri. Pemilihan akan system pemilu adalah salah satu yang sangat penting dalam setiap Negara demokrasi, kebanyakan dari system pemilu yang ada sebenarnya bukan tercipta karena dipilih, melainkan karena kondisi yang ada didalam masyarkat serta sejarah yang mempengaruhinya.

(27)

Pada tingkat aktor politik, kepentingan elite politik dan kepen­

tingan partai yang bersifat jangka pendek masih mendominasi arah transisi demokrasi di Indonesia. Semua ini tentu saja berdampak pada tertundanya kembali konsolidasi demokrasi.

Seperti dikemukakan oleh larry Diamond (1999), konsolidasi demokrasi tidak cukup hanya dengan terselenggaranya pemilu secara prosedural, melainkan juga melembaganya komitmen demokrasi pada partai­partai dan parlemen yang dihasilkannya.

Dengan begitu transisi demokrasi masih akan berlangsung dalam tarik­menarik kepentingan pribadi, partai dan kelompok, sehingga cenderung mengarah pada pelestarian status quo politik ketimbang menuju suatu demokrasi yang lebih baik serta pemerintahan yang bersih dan lebih bertanggung jawab.

B. PARTISIPASI PoLITIK

Partisipasi secara harfiah berarti keikutsertaan. Dalam konteks politik hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Partisipasi politik dapat juga difahami sebagai proses keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson (1994:4) dalam bukunya No easy Choice: Political Participation in Developing Countries memaknai partisipasi politik sebagai:

(28)

“By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision-making.

Participation may be individual or collective, organized orspontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective orineffective”.

Dari definisi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi­pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Selanjutnya dari definisi Huntington dan Nelson tersebut kita juga dapat menyimpulkan bahwa partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, berkelanjutan atau sporadik, berlangsung secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Dalam definisi di atas, Huntington dan Nelson melihat bahwa partisipasi politik lebih difokuskan pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam konteks berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan tidak mencakup kegiatan pejabat­pejabat birokrasi, pejabat partai, dan lobbyist professional yang bertindak dalam konteks jabatan yang diembannya.

Dalam perspektif lain McClosky (1972:20) dalam International Encyclopedia of thesocial sciences menyatakan bahwa:

“The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which membersof a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy.”

Mc Closky dalam definisi di atas memahami partisipasi politik sebagai kegiatan yang berifat sukarela dari warga masyarakat

(29)

yang ditunjukkan melalui proses pemilihan penguasa, baik secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warganegara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat­pejabat negara dan/atau tindakan­tindakan yang diambil oleh mereka. Dalam perspektif pengertian yang generik, Budiardjo (1996:183) memaknai partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya.

Partisipasi politik secara umum dimengerti sebagai aktifitas individu untuk mempengaruhi kebijakan politik, maupun negara atau pemerintahan. Verba dan Nie menyebut bahwa partisipasi politik adalah aktifitas individu untuk mempengaruhi seleksi atas personalia pemerintahan dan perilaku mereka. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik hanya memfokuskan diri pada partai sebagai pelaku utama, akan tetapi dengan berkembangnya demokrasi, banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin berpartisipasi dalam bidang politik khususnya dalam hal keputusan­keputusan mengenai kebijakan umum. Secara umum dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik. Mereka disyaratkan mempunyai pengetahuan mengenai tatacara dalam mempengaruhi pemerintah bahkan memberikan alternatif solusi

(30)

untuk masalah­masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Dalam hal ini, mereka tetap mengikuti tatacara yang diatur oleh negara.

Conway mengatakan bahwa partisipasi politik adalah untuk mempengaruhi keputusan politik dan sebagai alat untuk mencapai kebijakan politik yang diinginkan. Kaase dan Marsh mengatakan bahwa partisipasi politik berhubungan erat dengan elemen sebuah negara demokrasi seperti rasionalitas, kontrol, responsiveness, flexibilitas, legitimasi dan resolusi konflik.

Hibert McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan­kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Oleh karena itu, ada semacam rambu­rambu partisipasi politik, antara lain: Pertama, partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi.

Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya. Oleh karena itu, banyak yang mengaitkan dengan soal voter turnout dari pemilu sebagai bukti partisipasi politik. Kedua, kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternatif kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintaah. Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah. Keempat, kegiatan mempengaruhi kebijakan peme­

rintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan meng gunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah.

Kelima, mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan menulis surat atau prosedur

(31)

yang tidak wajar seperti kekerasan, demontrasi, mogok, kudeta, revolusi, dan lain­lain.

Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik merupakan keikut­

sertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Sementara Michael Rush dan Philip althof menjelaskan partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh para warga Negara untuk memilih pemimpin­pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijakan publik. Berbagai definisi partisipasi politik dari para pakar ilmu politik tersebut diatas, secara eksplisit mereka memaknai partisipasi politik bersubstansi core political activity yang bersifat personal dari setiap warganegara secara sukarela untuk berperan serta dalam proses pemilihan umum untuk memilih para pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penetapan kebijakan publik. Partisipasi politik yang merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi. Ia memiliki makna yang sangat penting dalam bergeraknya roda dan sistem demokrasi. apabila masyarakat, memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, maka proses pembangunan politik akan berjalan dengan baik, sehingga akan sangat berarti pula terhadap perkembangan bangsa dan negara ini. Sebaliknya partisipasi politik juga tidak akan bermakna apa­apa dan tidak berarti sama sekali kalau ia tidak memenuhi syarat dari segi kualitatif maupun kuantitif. Oleh karenanya, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum, merupakan hal yang sangat penting pula untuk dielaborasi, karena rendah atau tingginya suatu partisipasi merupakan sinyal dan indikator penting terhadap jalannya proses demokasi dan pengejawantahan dari kedaulatan rakyat. Partisipasi politik di negara­negara yang menerapkan sistem politik demokrasi

(32)

merupakan hak warga negara, tapi tidak semua warga Negara berperan serta dalam proses politik. Menurut pendapat beberapa ahli beberapa faktor yang menyebabkan orang mau atau tidak mau ikut berpartisipasi dalam politik antara lain:

1. Status sosial dan ekonomi

Status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan status ekonomi ialah kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik (Surbakti, 1992).

2. Situasi

Menurut Ramlan Surbakti, situasi politik juga dipengaruhi oleh keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung seperti cuaca, keluarga, kehadiran orang lain, keadaan ruang, suasana kelompok, dan ancaman (Surbakti, 1992).

3. afiliasi politik orang tua

afiliasi berarti tergabung dalam suatu kelompok atau kumpulan. afiliasi politik dapat dirumuskan sebagai keanggo­

taan atau kerjasama yang dilakukan individu atau kelompok yang terlibat ke dalam aliran­aliran politik tertentu. afiliasi politik mendorong tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan politik masyarakat untuk menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggungjawab dalam melakukan berbagai aktifitas politik, seperti ikut dalam partai politik dalam pemerintahan, ikut dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan politik (Surbakti, 1992).

(33)

4. Pengalaman berorganisasi

Organisasi merupakan suatu system yang mengatur kehidupan masyarakat atau bias diartikan sebagai suatu prilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang­orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama (Simangunsong,2004).

5. Kesadaran politik

Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang menyangkut tentang pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat diahidup (Hendrik, 2010).

6. Kepercayaan terhadap pemerintah

Kepercayaan terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah apakah ia menilai pemerintah dapat diper caya dan dapat dipengaruhi atau tidak, baik dalam pembuatan kebijakan­kebijakan atau pelaksanaan peme­

rintahan (Hendrik, 2010).

7. Stimulan partisipasi melalui sosialisasi media massa dan diskusi­diskusi Informal (Hendrik,2010)

Peran media dalam mensosialisasikan pemilu juga dianggap merupakan factor penting agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam suatu pemilu. Dengan terinformasikannya pemilu secara luas terkait dengan waktu dan tempat pelaksanaan serta cara pemilihan serta informasi yang lain terkait dengan pemilu, maka akan berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang pemilu yang akan berdampak terhadap partisipasi itu sendiri.

Tidak kalah penting dari sosialisasidi media, diskusi­diskusi tentang pemilu yang dilakukan secara ringan dan informalpun dianggap

(34)

punya andil dalam mengakumulasi pengetahuan masyarakat tentang pemilu, yang semua itu pada gilirannya akan diharapkan berdampak positif terhadap tingkat partisipasi dalam pemilu.

C. VoTINg BEHAVIoUR (PERILAKU PEMILIH) a. jenis Perilaku Pemilih

Perilaku adalah manifestasi dari sikap seseorang. Oleh karena itu sangat masuk akal apabila sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku seseorang. Dengan kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. (Bawono, Muhammad: 2008). Perilaku seseorang dalam pemilihan umum atau biasa disebut perilaku pemilih merupakan suatu elemen penting dalam pembuatan keputusan politik seseorang sebagai warga negara terhadap kepemimpinan bangsa dan negara.

Perilaku pemilih menurut Surbakti adalah aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih dan tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilu maka voters akan memilih atau mendukung kendidat tertentu. Pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang terdiri dari beragam kelompok yang memiliki keanekaragaman pemikiran dalam mengambil sebuah keputusan untuk menggunakan hak pilihnya atau tidak.

Sehingga hal ini membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk mengetahui perilaku pemilih. Paling tidak hingga saat ini terdapat tiga pendekatan teori yang seringkali digunakan oleh para ilmuwan untuk memahami perilaku pemilih yakni, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional (rational choice theory). Pendekatan sosiologis menekankan pentingnya

(35)

beberapa hal yang berkaitan dengan instrumen kemasyarakatan seseorang seperti, (i) status sosiekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan klas), (ii) agama, (iii) etnik bahkan (iii) wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir ataupun pedalaman). Beberapa hal ini menurut sarjana yang mengusungnya, lipset (1960), lazarsfeld (1968) sekadar menyebut beberapa nama saja, memunyai kaitan kuat dengan pilihan atau perilaku pemilih.

awalnya, penelitian mengenai perilaku ini dicetuskan oleh sarjana­sarjana ilmu politik dari University of Columbia yang kemudiannya pendekatan ini sering juga disebut dengan Columbia‘s school. Kajian yang dilakukan oleh sarjana ilmu politik di University of Columbia ini dibuat pada waktu pemilihan presiden amerika Serikat (aS) pada tahun 1940, dan mereka mendapati sebuah pola yang mempunyai kaitan yang erat dengan aspek­aspek yang dinyatakan di atas. Misalnya, dari segi kelas, kelas bawah dan kelas menengah berkecenderungan untuk mendukung Partai Demokrat, sementara kelas atas menyokong Partai Republik (lipset 1960:305). Demikian pula halnya jika dilihat dari aspek agama, penganut agama Kristen Protestan di amerika Serikat cenderung memilih Partai Republik dibandingkan dengan mereka yang memeluk agama Katolik (lazarsfeld 1968:21­22).

Pendekatan kedua disebut dengan pendekatan psikologis, yang dikembangkan oleh beberapa sarjana Campbell et al. (1960), Jaros & grant (1974), Rose & Mcallister (1990) dan lainnya dari Michigan University di bawah The Michigan Survey Research Centre.

Pendekatan ini tidak jarang disebut sebagai Michigan‘s school yang menerangkan bahwa perilaku pemilih sangat tergantung pada sosialisasi politik lingkungan yang menyelimuti diri pemilih.

Identifikasi kepartaian adalah wujud dari sosialisasi politik yang bisa

(36)

dibina oleh orangtua, organisasi sosial kemasyarakatan dan lainnya.

Sosialisasi ini berkenaan dengan nilai dan norma yang diturunkan oleh orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan dan lainnya sebagai bentuk penurunan dan penanaman kepada genarasi baru.

Oleh sebab itu, pilihan seorang anak yang telah melalui tahap sosialisasi politik (identifikasi kepartaian), maka tidak jarang ia akan memilih partai yang sama dengan yang dipilih oleh orangtuanya.

Selain itu, terdapat kecenderungan (dalam Michigan‘s school ini) bahwa seseorang yang telah mendapatkan sosialisasi politik lama kelamaan akan memiliki keyakinan yang kuat terhadap partai yang dipilihnya (Campbell et al. 1960:163). Untuk kasus terhadap anak­

anak, menurut Jaros dan grant (1974:132), identifikasi kepartaian lebih banyak disebabkan oleh pengimitasian sikap dan perilaku anak ke atas sikap dan perilaku orangtuanya. Hal ini juga terjadi di Inggris, khususnya pada anak­anak pekerja atau kelas buruh yang melakukan pencontohan terhadap pilihan para orangtua mereka (Rose & Mcallister 1990). Untuk kasus Indonesia, dalam pemilihan umum Orde Baru tertentu, kesetiaan para anak Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tentara (aBRI) kepada golongan Karya (golkar) tampak sangat jelas dibandingkan dengan anak­anak dari kelompok lainnya (leo agustino 2003). Pendekatan ketiga, pendekatan pilihan rasional (rational choice theory) yang dipopularkan oleh Downs (1957) yang mengasumsikan bahwa pemilih pada dasarnya bertindak secara rasional ketika membuat pilihan dalam bilik suara, tanpa mengira agama, jenis kelamin, kelas, latar belakang orangtua dan macam sebagainya. Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang bertanding, maka ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilu (Downs 1957:261). Kajian Downs diperkuat oleh argumen Pappi dalam tulisannya Political behavior:

(37)

reasoning voters and multi-party systems (1996) yang menyatakan bahwa pilihan rasional dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, di mana perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan didapatnya kelak, maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan kegiatan atau aktivitas kesehariannya. Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan berbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun, apabila partai ataupun calon presiden itu gagal mempromosikan programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih.

b. Tipologi Pemilih

Dalam memilih sebuah partai politik maupun kontestan, pemilih memiliki perilaku dalam mengambil keputusan untuk m enentukan pilihannya. Menurut Firmanzah (2012:113), pada kenyataannya pemilih adalah dimensi yang sangat kompleks.

Terkadang perilaku pemilih ini rasional dan non­rasional dalam menentukan keputusannya. Menurut Zamroni (2007:18) Tipologi yaitu karakter yang unik dan spesifik yang melekat pada orang­

orang tertentu yang membedakannya dengan orang lain. Perilaku pemilih yang terkadang rasional dan non rasional menjadikan pemilih memiliki karakter yang berbeda pada setiap pemilih. Selain itu pandangan pemilih dalam menentukan pilihan terhadap partai politik dan kontestan menjadikan karakter yang membedakan pada setiap pemilih. Sehingga pemilih memiliki peran yang berbeda­

beda pula pada pemilihan umum. Firmanzah (2012:113­114) menyatakan, bahwa dalam diri masing­masing pemilih terdapat dua orientasi sekaligus yaitu; (1) orientasi “policy-problem-solving”, dan (2) orientasi “ideology”, Ketika pemilih menilai partai politik

(38)

atau seorang kontestan dari kacamata “policy-problem solving”, yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung sacara objektif memilih partai politik atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Partai politik atau kontestan yang arah kebijakannya tidak jelas akan cenderung tidak dipilih.

Sementara pemilih yang lebih mementingkan ikatan ideology suatu partai atau kontestan, akan lebih menekankan aspek­aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kontestan, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya kepartai dan kontestan tersebut. Firmanzah (2012: 120­126) memetakan tipologi ke dalam empat kolom tipologi pemilih, yaitu :

1. Pemilih Rasional

Pemilih memiliki orientasi pada “policy problem solving” dan berorientasi rendah untuk faktor idologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik dan kontestan dalam program kerjanya. Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ideology kepada suatu partai atau seorang kontestan. Faktor seperti paham, asal­

usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan, daripada paham dan nilai partai atau kontestan.

2. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang

(39)

kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal­hal yang bersifat ideologis.

Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah pertai politik atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah “rational voter” untuk berpaling ke partai lain. Pemilih jenis ini adalah pemilih yang kritis, artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara system nilai partai (ideology) dengan kebijakan yang akan dibuat. Pemilih jenis ini harus di manage sebaik mungkin oleh sebuah partai politik atau seorang kontestan, pemilih memiliki keinginan dan kemampuan untuk terus memperbaiki kinerja partai, sementara kemungkinan kekecewaan yang bisa berakhir ke frustasi dan pembuatan partai politik tandingan juga besar.

3. Pemilih tradisional

Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideology yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial budaya, nilai asal­usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristikmendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye, loyalitas tinggi merupakan salah satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini.

(40)

4. Pemilih Skeptis

Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga sebagai sesuatu penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang mempedulikan program kerja atau platform dan kebijakan sebuah partai politik.

(41)
(42)

A. PENDEKATAN RISET

Riset ini merupakan penelitian desain kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Suhasimi arikunto(2010: 234) menyatakan, bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksukan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Selanjutnya Sugiyono menyatakan bahwa :

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur peme­

cahan masalah yang diselidiki dengan menggam barkan/

melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain­lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta­ fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Sugiono, 2010: 147).

BAB III

METODE RISET

(43)

Berangkat dari pemikiran Suharsimi arikunto dan Sugioyono maka riset ini akan mendeskripsikan mengenai partisipasi pemilih dalam pemilihan gubernur dan Waki gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020. Penelitian deskriptif ini berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, untuk itu riset ini dibatasi hanya mengungkapkan fakta­fakta yang berkaitan dengan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS , faktor­faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih dan bagaimana perilaku pemilih pada pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020.

B. LoKASI RISET

Riset ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengambil fokus lokasi di Kota Palu dan Kabupaten Morowali dengan tetap memotret seluruh kabupaten dalam Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan bahwa dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah, di daerah ini merupakan daerah yang tingkat partisipasi pemilih sangat rendah. Untuk Kota Palu capaian realisasi tingkat partisipasi pemilih 63% dan untuk Kabupaten Morowali capaiannya hanya 51,83%. Padahal kota Palu merupakan daerah perkotaan baik dari aspek pendidikan termasuk kategori tingkat pendidikan yang tinggi dan merupakan masyarakat plural.

Sedangkan Kabupaten Morowali merupakan daerah industri dimana masyarakat nya secara ekonomi termasuk masyarakat sejahtera.

(44)

C. SUMBER DATA

Jenis data yang digunakan dalam Riset ini secara umum diklasifikasikan atas dua jenis yaitu :

1. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), data primer dalam penelitian ini yaitu hasil analisis dan Focus Group Discussion (FgD) serta wawancara mendalam.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelaahan studi kepustakaan berkaitan dan kepemiluan dan dokumen­

dokumen yang berkenaan dengan masalah penelitian ini.

D. TEKHNIK PENgUMPULAN DATA

Sesuai dengan sifat dan jenis penelitian ini yakni penelitian deskriftif atau Case study dengan penelitian kasus di lapangan, maka tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini meng­

gunakan metode :

a. Studi kepustakaan, metode ini dengan menggunakan data data sekunder yang tersedia mencakup buku buku yang berke­

naan dengan kepemiluan. Selain buku, sumber data sekunder dengan menggunakan data dokumen hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020.

b. Focus Group Discussion (FgD), pengumpulan data yang dilakukan melalui diskusi terfokus dengan mengundang responden yang terlibat langsung dengan pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah

c. Wawancara, metode ini gunakan mengumpulkan data primer, dalam rangka mewawancarai responden dengan bertatap muka secara lansung dilapangan. Intervieu atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mewawancarai

(45)

beberapa informan. Instrumen penelitian yang digunakan dalam intervieu adalah alat tulis­menulis untuk transkrip wawancara dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun secara tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.

E. TEKNIS ANALISIS DATA

analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. analisis kualitatif dilakukan dalam penelitian ini adalah pada data yang tidak berupa angka angka yang menganalisis ketidakhadiran pemilih pada saat hari pemungutan suara di TPS.

Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diangkakan atau bersifat non numerik. Teknik analisis data kualitatif pada umumnya merupakan bahasan konseptual suatu permasalahan. Teknik analisis data dalam penelitian menggunakan beberapa naalisis data yakni :

1) Analisis Konten. Teknik analisis konten diperlukan dalam memahami keseluruhan tema pada data kualitatif dari hasil riset. Penggunaan analisis data ini dengan menerapkan kode warna untuk tema partisipasi pemilih atau dalam ide tertentu. Penguraian data tekstual seperti ini membantu kita menemukan rangkaian data yang paling umum.

2) Analisis Naratif, Teknik analisis naratif fokus pada faktor­faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih dan perilaku pemilih ataubagaimana sosialisasi dilakukan oleh penyelenggara pemilu yang disosialisasikan kepada pemilih. Metode ini digunakan untuk membuat interpretasi tentang penilaian penyelnggara pemilu dalam proses sosialisasi dan pendidikan pemilihnya. Teknik analisis data kualitatif naratif dapat

(46)

membantu untuk memahami dan mengembangkan kultur atau budaya suatu organisasi penyelenggara pemilu.

3) Analisis Wacana, Selain teknik analisis naratif, teknik analisis wacana juga digunakan untuk menganalisis interaksi orang.

Metode penelitian kualitatif analisis wacana lebih difokus pada konteks sosial dimana komunikasi antara pemilih dan dalam menentukan sikapnya untuk memilih pada saat pemungutan suara di TPS pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur sulawesi tengah.

analisis dalam penelitian ini adalah obyek dan sekaligus subyek penelitian atau kesatuan unit yang akan diteliti. Obyek pene litian ini adalah Faktor ketidakhadiran pemilih di TPS pada saat pemu­

ngutan suara sehingga memberikan perubahan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur di Sulawesi Tengah Tahun 2020. Subyek penelitian yaitu keseluruhan komponen yang terdapat dalam pelaksanaan Pilkada gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah.

(47)
(48)

A. gAMBARAN UMUM PEMILIHAN gUBERNUR DAN WAKIL gUBERNUR PRoVINSI SULAWESI TENgAH TAHUN 2020 Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur yang diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020 telah berlangsung dengan aman, tertib dan lancar. Suasana politik di tengah­tengah Masyarakat Sulawesi Tengah dalam pelaksanaan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Tahun 2020 pun masih kondusif sebagaimana yang terjadi pada pemilu sebelumnya. Kondisi kondusif ini tidak dibarengi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan serentak tahun 2020. Partisipasi Masyarakat di Sulawesi Tengah khususnya di Kota Palu dan Kabupaten Morowali serta di beberapa kabupaten lainnya dalam Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah tidak mencapai target nasional yang telah ditetapkan oleh KPU RI yaitu sebesar 77,5%. Tingkat partisipasi pada Pemilihan Tahun 2020 sebesar 74,23%, namun demikian

BAB IV

HASIL PENELITIAN

(49)

tingkat partisipasi jika dibandingkan dengan Pemilihan Tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pemilihan sebelumnya yaitu Pemilihan Tahun 2015 dimana tingkat partisipasi pemilih sebesar 69,71%.

KPU Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan segala usaha dalam bentuk sosialisasi, pendidikan pemilih serta beberapa kegiatan inavasi lainnya untuk mendorong partisipasi pemilih.

Tentu dibutuhkan kajian mendalam tentang fenomena ini. Selain masalah partisipasi masyarakat selama pelaksanaan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Tahun 2020 terdapat beberapa hal yang harus dicermati sebagai acuan dalam penyelenggaraan Pemilihan serentak di masa yang akan datang.

Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020 yang merupakan bagian dari Pemilihan Kepala Daerah Serentak ini diatur oleh peraturan dan kebijakan yang berlaku nasional dan ditetapkan oleh KPU RI. Selain itu peraturan dan kebijakan yang mengatur penyelenggaraan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020 banyak mengalami perubahan dikarenakan terjadi adanya Corona Virus atau Covid­19 yang melanda seluruh daerah, Kondisi ini berdampak pada proses pelaksanaan Pemilihan serentak tahun 2020 sehingga menyebabkan beberapa tahapan harus dilakukan penundaan dan kemudian dilanjutkan kembali, Pelaksanaan Pemilihan ditengah pandemi tentu memiliki tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilihan, banyak penyesuaian prosedur baru berupa penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid­19 dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan.

KPU Provinsi Sulawesi Tengah telah melaksanakan tahapan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 ditengah Pandemi Covid­19 secara langsung, Umum,

(50)

Bebas, Rahasia, Jujur dan adil serta transparan dan demokratis.

beberapa indikator Keberhasilan penyelenggaran Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 diantaranya adalah minimnya pelanggaran serta sengketa dan hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi diterima oleh Pasangan Calon dan tidak ada Perselihan Hasil Pemilihan (PHP) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (M.K.).

B. PARTISIPASI PEMILIH PEMILIHAN gUBERNUR DAN WAKIL gUBERNUR PRoVINSI SULAWESI TENgAH 1. Partisipasi Pemilih

Menurut Miriam Budiarjo (1982: 1) Secara umum Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin, mempengaruhi kebijkan pemerintah dan bahkan melalui kegiatan­kegiatan yang tidak normal seperti, berdemonstrasi, konfrontasi atau revolusi.

Dalam konteks Pemilihan, partisipasi pemilih atau memilih pemimpin sebagaimana disebutkan oleh Miriam Budiarjo, merupakan dimensi yang sangat penting, dan sangat menentukan legitimasi hasil dari sebuah pemilihan. Semakin tinggi partisipasi pemilih sebagai pemegang kedaulatan tentu semakin baik kualitas dan legitimasi pelaksanaan pemilihan.

Selama pelaksanaan Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2020, dinamika partisipasi pemilih tentu saja tidak dilihat saat kedatangan pemilih di TPS, akan tetapi dilihat dari keseluruhan partisipasi politik masyarakat selama tahapan pemilihan. partisipasi politik warga dalam pemilihan tersebut dapat dilihat kedatangan pemilih pada saat sosialisasi penyelenggara

(51)

pemilu dan kehadiran pemilih saat pelaksanaan kampanye pemilihan oleh pasangan calon. Selama sosialisasi dan pendidika pemilih yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Sulawesi Tengah dan KPU Kabupaten/Kota terlihat partisipasi pemilih sangat tinggi.

Pemilih antusias mengikuti kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih dalam bentuk tatap muka oleh penyelenggara pemilu, meskipun peserta yang ditentukan sangat terbatas. kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah dilaksanakan oleh KPU Provinsi Sulawesi Tengah tidak saja dalam bentuk tatap muka akan tetapi dilaksanakan dalam bentuk virtual atau daring, selanjutnya kegiatan partisipasi masyarakat ini juga melibatkan organisasi sipil masyarakat dan pemangku kepentingan.

Dalam rangka peningkatan partisispasi pemilih, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk relawan demokrasi sesuai konten dan sasarannya. Relawan demokrasi ini bekerja secara volunter membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih di masyarakat. Program relawan demokrasi muncul juga dilatarbelakangi oleh inflasi kualitas memilih. Tanpa mengabaikan apresiasi kepada pemilih yang menggunakan hak pilihnya secara cerdas, sebagian pemilih kita terjebak dalam pragmatisme. Tidak semua pemilih datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang­

barang kebutuhan hidup sehari­hari. Pragmatisme pemilih ini sebagian disumbang oleh tingkat literasi politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi, dan masifnya politik tuna ide dari kontestan pemilu. Program Relawan Demokrasi

(52)

yang dibentuk oleh KPU Provinsi Sulawesi Tengah melalui KPU Kabupaten/Kota melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari 11 (sebelas) basis pemilih strategis yaitu basis keluarga, basis pemilih pemula, basis pemilih muda, basis pemilih perempuan, basis penyandang disabilitas, basis pemilih berkebutuhan khusus, basis kaum marginal, basis komunitas, basis keagamaan, basis warga internet dan basis relawan demokrasi. Pelopor­pelopor demokrasi akan dibentuk di setiap basis yang kemudian menjadi penyuluh pada setiap komunitasnya. Segmentasi berdasarkan basis pemilih dilakukan dengan kesadaran bahwa tidak semua lapisan masyarakat mampu dijangkau oleh program KPU Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu segmentasi tersebut adalah strategis baik dari sisi kuantitas maupun pengaruhnya dalam dinamika sosial­politik berbangsa dan bernegara.

Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah, tercatat sebanyak 2.055.320 Pemilih terdaftar, yang menggunakan hak pilih sebanyak 1.521.571 atau tingkat partisipasi sebesar 74,23%. Sementara itu, jika kita melihat target partisipasi pemilih Pemilihan Serentak Tahun 2020 yang ditetapkan KPU RI yaitu sebesar 77,5%. Walaupun tidak mencapai target nasional berdasarkan data partisipasi pemilih, tingkat partisipasi jika dibandingkan dengan Pemilihan tahun 2015 mengalami peningkatan. Tingkat partisipasi pemilih 2020 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pemilihan sebelumnya yaitu pada Pemilihan tahun 2015 tingkat partisipasi pemilih sebesar 69,71%, dengan begitu terdapat peningkatan partisipasi pemilih antara Pemilihan Tahun 2015 dengan Pemilihan Tahun 2020 sebesar 4,52%. Sebaran partisipasi Pemilih Pemilihan Tahun 2020 per Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut :

(53)

Tabel : Tingkat Partisipasi Pemilih Pemilihan Tahun 2020 Per­Kabupaten/Kota

No Kabupaten/

Kota

Pemilihan gubernur DPT DPTb jumlah

Pemilih (DPT+DPTb)

Parti­

sipasi

1 Banggai 246.784 5.162 251.946 205.425

2 Banggai

Kepulauan 84.570 173 84.743 63.202

3 Banggai laut 47.645 778 48.423 41.442

4 Buol 100.770 414 101.184 69.795

5 Donggala 205.662 883 206.545 144.891

6 Kota Palu 250.635 9.279 259.914 163.907

7 Morowali 111.942 482 112.424 58.408

8 Morowali

Utara 84.570 1.662 86.232 69.075

9 Parigi

Moutong 294.069 1.974 296.043 216.023

10 Poso 158.646 2.624 161.270 127.168

11 Sigi 171.926 3.552 175.478 142.853

12 Tojo Una Una 114.963 2.029 116.992 95.143 13 Tolitoli 150.009 4.117 154.126 128.239   SULAWESI

TENgAH 2.022.191 33.129 2.055.320 1.525.571 Sumber Data : KPU Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020

Untuk presntase partisipasi pemilih pada Pemilihan Tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah, tampak sebagaimana dalam grafik berikut :

(54)

81,54%

74,58%

85,58%

68,98%

70,15%

63,06%

51,95%

80,10%

72,97%

78,85%

81,41%

81,32%

83,20%

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00%

Banggai Banggai Kepulauan Banggai Laut Buol Donggala Kota Palu Morowali Morowali Utara Parigi Moutong Poso Sigi Tojo Una Una Tolitoli

Presentase Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah

Tahun 2020 Per Kabupaten/Kota

Sumber Data : diolah dari Data KPU Provinsi Suawesi Tengah

Berdasarkan data­data diatas terdapat 6 (enam) daerah yang Rendah dan Tidak mencapai Target Tingkat Partisipasi pemilih 77,5% yakni Kabupaten Buol, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kota Palu, Kabupaten Morowali dan Kabupaten

(55)

Parigi Moutong. Dari 6 daerah tersebut Terdapat 5 (lima) Kabupaten Penyelenggara Pemilihan gubernur dan Kota Palu sebagai satu­

satunya daerah penyelenggara Pilkada yakti Pemilihan Walikota Palu yang tidak mencapai target nasional.

Kemudian, jika kita melihat partisipasi pemilih dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yakti Tahun 2014 s.d. 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah akan tampak grafik berikut :

78,73%

69,71%

83,77%

74,53%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

PEMILU2014 PEMILIHAN

2015 PEMILU 2019 PEMILIHAN 2020 PARTISIPASI PEMILIH 2014-2020

PROVINSI SULAWESI TENGAH

Sumber Data : diolah dari Data KPU Provinsi Suawesi Tengah

Beberapa faktor pendukung dalam mendorong partisipasi pemilih tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah diantaranya : 1) Dukungan Organisasi Masyarakat Sipil yang dapat bekerjasama

dengan KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota untuk melaksanakan Pendidikan Pemilih

Gambar

Tabel : Tingkat Partisipasi Pemilih Pemilihan Tahun 2020 Per­Kabupaten/Kota No Kabupaten/ Kota Pemilihan gubernur DPT DPTb jumlah  Pemilih  (DPT+DPTb) Parti­ sipasi 1 Banggai 246.784 5.162 251.946 205.425 2 Banggai  Kepulauan 84.570 173 84.743 63.202 3 Ban
Tabel : Partisipasi Masyarakat Kec. Bahodopi Per­Desa/
Tabel : Tingkat Partisipasi Pemilih Rendah di Kecamatan  Bahodopi per Desa dan Kelurahan Tahun 2020
Tabel : Partisipasi Pemilih Kota Palu Per­Kecamatan Dalam  Pemilihan Serentak Tahun 2020
+7

Referensi

Dokumen terkait

36 Jendral Sudirman mengambil peran serta dalam upaya penyelesaian bentrokan militer yang terjadi di Surakarta sejak peristiwa pelucutan Mobil Brigade (MOBRIG) oleh pasukan

Penerapan motto ditampilkan pada sistem sirkulasi di rumah sakit serta bentuk geometri pada tampilan ruang sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit Dian

BPIW Kementerian PUPR Hadi Sucahyono menambahkan fokus pelaksanaan Rakorbangwil untuk mendapatkan rumusan Kawasan Strategis Prioritas dan Usulan Program Prioritas

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi dan mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada proses belajar

ITMI. Diskusi-diskusi politik terselenggara pada masa tahapan sebelum tahapan pemungutan suara pemilihan umum serentk tahun 2019. Diskusi politik yang dilakukan oleh

Dari penelitian yang dilakukan penulis dengan Strategi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pangkep Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pada Pilkada 2020 ditengah

Indonesia (persero) tbk dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana pencucian yang dikaitkan dengan pelaksanaan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa CD Pembelajaran Matematika Berbantuan Software Geogebra Dengan Pendekatan Konstruktivisme Berbasis Teori Jean Piaget Pada Materi