• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Manfaat Mikoriza

Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik antara cendawan dan akar tanaman tingkat tinggi. Bentuk asosiasi antara cendawan mikoriza dan akar, sebenarnya adalah suatu bentuk parasit, dimana cendawan menyerang sistem perakaran, tetapi tidak sebagaimana halnya parasit yang berbahaya (patogen). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau tidak membunuh tanaman inangnya tetapi memberikan suatu keuntungan kepada tanaman inangnya (host) dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainya dari tanaman inang (Imas dkk, 1989).

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penyerapan unsur hara

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza. Salah satunya karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsur hara mikro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Serrrano, 1985 dalam Imas dkk, 1989).

Hatch (1937,dalam Setiadi, 1989)melaporkan bahwa mikoriza pada pinus dapat menyerap 234% lebih banyak fosfat, 86% lebih banyak nitrogen dan 75% lebih banyak kalium dibandingkan dengan pinus yang tidak bermikoriza pada suatu substrat yang sama. Demikian pula De La Cruz (1981, dalam Imas, dkk.,

(2)

1989) melaporkan bahwa Pinus Elliotti yang diinokulasi dengan cendawan mikoriza dapat menyerap lebih banyak unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, Fe), dan juga unsur mikro (Cu, Mn, dan Zn)

Mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara adalah sebagai berikut : 1) Terbentuknya selubung hifa yang tebal, jaring hartig dan peningkatan areal karena hipertrofi memungkinkan sistem perakaran mengambil unsur hara lebih banyak (peningkatan permukaan absorpsi); 2) Kegiatan metabolisme akar yang bermikoriza lebih tinggi seperti dilaporkan oleh Hatc (1937, dalam Setiadi, 1989) bahwa konsumsi oksigen dari akar yang bermikoriza adalah 2-4 kali lebih tinggi dari akar yang tidak bermikoriza sehingga akar-akar mikoriza dapat memperbesar penyerapan garam-garam mineral dengan memperbesar suplai ion hidrogen yang dapat dipertukarkan; 3) Cendawan mikoriza mempunyai enzim phosphatase yang dapat membantu pembebasan fosfat tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.

2. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan

Tanaman yang bermikoriza biasanya lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza, kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar yang bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekurangan air (water stress) berlalu. Hal ini disebabkan, hifa cendawan masih mampu untuk menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah tak mampu menyerap. Selain itu penyebaran hifa didalam tanah sangat luas, sehingga dapat mengambil dan menyimpan air relatif lebih banyak.

(3)

Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini bisa diterangkan sebagai berikut (Zak, 1967 dalam Imas, dkk 1989) : 1) Adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya patogen; 2) Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan exudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen; 3) Cendawan mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen.

4. Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Cendawan mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti auxin, citokinin dan gibberelin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya. Auxin dapat berfungsi untuk mencegah atau memperlambat proses penuaan dan sumber inisiasi pada akar (feeder roots), dengan demikian fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama.

5. Manfaat lain

Manfaat lainnya yang dapat diperoleh dalam penggunaan mikoriza adalah : 1) Mikoriza dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk, bagi anakan pohon yang ditanam pada kondisi tanah jelek. Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% dari kebutuhan fosfat, 40% dari kebutuhan nitrogen dan 25% dari kebutuhan kalium untuk jenis Leucaena leucocephala (De La Cruz, 1981 dalam Imas dkk, 1989); 2) Penggunaan mikoriza dibandingkan dengan pupuk anorganik (sintesis) lebih menguntungkan disamping mampu menyerap N, P dan K mikoriza terbukti dapat mengekstrak Ca, Mg serta beberapa unsur mikro yang biasanya bukan bagian dari pupuk buatan; 3) Pemakaian mikoriza

(4)

sebenarnya merupakan keimbangan ekologi (Ecological soundness), aman dipakai (bukan patogen), tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, berperan aktif dalam siklus hara dengan transfer organik ke organik dan dapat memperbaiki status kesuburan tanah karena kemampuannya untuk mengekstraksi unsur-unsur yang terikat; 4) Sekali suatu tanaman terinfeksi oleh cendawan mikoriza maka manfaat akan diperoleh selama hidupnya tetapi pemupukan harus diulangi tiap fase pertumbuhan, karena sebagian pupuk akan hilang tercuci atau terbawa erosi.

2.2 Jenis – Jenis Mikoriza

Imas, dkk (1989) menyatakan bahwa berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yaitu : Ektomikoriza, Endomikoriza atau lebih dikenal V-A mikoriza dan Ektendomikoriza. Beberapa karakteristik yang dapat dilihat pada Ektomikoriza adalah 1) Akar yang kena infeksi biasanya membesar dan bercabang serta rambut-rambut akar tidak ditemukan; 2) Dalam suatu penampang melintang nampak permukaan akar ditutupi seluruhnya oleh miselia yang biasa disebut dengan fungal sheath (mantel); 3) Beberapa hifa yang menjorok keluar disebut sebagai rhizomorphs berfungsi sebagai alat yang efektif untuk penyerapan unsur hara dan air; 4) Hifa yang membentuk struktur seperti net (jala) diantara dinding sel-sel jaringan korteks, disebut sebagai hartig net; 5) Hifa tidak menyerang (masuk) sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks. Cendawan pembentuk ektomikoriza biasanya basidiomisetes (basidiomycetes) yang membentuk “mushrooms” atau “puff balls”. Beberapa genera cendawan pembentuk ektomikoriza diantaranya adalah : Amanita,

(5)

Boletellus, Boletinus, Boletus, Clitocybe, Collybia, Laccaria, Lactarius, Rhizopogon, Pise lithus, Scleroderma, Suillus, dan lain-lain (De La Cruz, 1979 dalam Imas, 1989).

Cendawan endomikoriza dapat dibedakan dari ektomikoriza karena beberapa karakteristik berikut ini: 1) Perakaran yang kena infeksi tidak membesar, 2) Cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi tidak setebal mantel pada ektomikoriza, 3) Hifa menyerang (masuk) kedalam individu sel jaringan korteks, 4). Adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut Vesicles dan sistem percabangan hifa yang disebut Arbuscules. Kebanyakan pembentukan endomikoriza pada pohon hutan, termasuk kedalam famili Endogonaceae (Gerdermann dan Trappe, 1976 dalam Imas, dkk. 1989). Spesies yang populer adalah Glomus mosseae (Endogene mosseae).

Ektendomikoriza merupakan suatu bentuk intermediat antara ekto dan endomikoriza. Mikola (1965, dan Laiho, 1967 dalam Imas, dkk, 1989) memberikan ciri-ciri ektendomikoriza sebagai berikut : 1) Adanya selubung tipis berupa jaringan Hartig; 2) Terdapat hifa tebal intraseluler yang menggelembung; 3) Kadang-kadang selubung tersebut hilang; 4) Hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteksnya. Penyebaran dari jenis ini terbatas dalam tanah-tanah hutan yakni hanya dijumpai pada akar-akar pohon hutan yang secara normal berektomikoriza.

2.3 Teori Pembentukan Mikoriza 2.3.1 Teori humus dan mineral

(6)

Teori ini diungkap oleh Frank (1885, dalam Setiadi, 1989) yang melihat adanya korelasi langsung antara banyaknya mikoriza dengan kadar humus tanah. Teori humus ini menyatakan bahwa mikoriza adalah organ-organ yang berhubungan dengan pemanfaatan humus hutan

Kemudian Stahl (1950, dalam Setiadi, 1989) melihat bahwa pembentukan mikoriza menurun dengan meningkatnya kesuburan tanah. Dia mengusulkan “Teori Garam Mineral” yang mengemukakan bahwa tumbuh-tumbuhan yang tidak mampu menyerap sebagian besar garam-garam mineral (unsur hara) karena terbatasnya sistem perakaran dan tersedianya unsur hara akan membentuk asosiasi mikoriza.

Hatch (1973, dalam Setiadi, 1989), mengusulkan teori “Dasar fisik Mikotrofi” dalam teori ini dikemukakan bahwa mikoriza akan dibentuk jika terdapat suatu ketidakseimbangan didalam ketersediaan satu atau lebih dari 4 unsur hara makro yakni nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) dan kalsium (Ca). 2.3.2 Teori karbohidrat bjorkman

Dilihat dari proses fisiologi tumbuhan, Bjorkman (1942, dalam Setiadi, 1989) mengusulkan teori “karbohidrat”, dimana pembentukan mikoriza sangat tergantung kepada tersedianya karbohidrat-karbohidrat sederhana yang berlebihan di dalam akar tumbuhan. Sehubungan dengan ketersediaan karbohidrat yang berlebihan, Bjorkman (1942, dalam Setiadi, 1989) menunjukkan bahwa mikoriza akan berkembang dengan baik jika tumbuhan mendapat cahaya 25% lebih dari cahaya siang penuh dan status unsur hara dalam kondisi sedikit defisien dalam N atau P.

(7)

Bjorkman juga mengemukakan bahwa ada suatu keterkaitan yang pasti antara produksi kelebihan karbohidrat larut di dalam akar-akar dengan pembentukan mikoriza. Pengaruh ketersediaan N atau P secara tak langsung mempengaruhi ketersediaan karbohidrat, dengan demikian ketersediaan N tinggi dapat menurunkan kelebihan karbohidrat sehingga dapat mereduksi pembentukan mikoriza.

2.3.3 Teori faktor “M”

Teori ini dikemukakan oleh Melin (1963, dalam Setiadi, 1989), yang mempelajari metabolisme akar terhadap pembentukan jamur mikoriza pada potongan-potongan akar Pinus sylvestris. Dari hasil studinya ia berkesimpulan bahwa akar-akar pinus dapat mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang dapat merangsang pertumbuhan, yaitu faktor “M”. Melin (1963, dalam Setiadi, 1989), mengemukakan pula akar-akar P. sylvestris yang dibiakkan, disamping berisi faktor “M” dan metabolit perangsang pertumbuhan lain juga mengandung satu atau lebih zat-zat penghambat pertumbuhan. Studi Melin di atas pada prinsipnya mengungkapkan bahwa suatu zat yang rumit, faktor “M” dan faktor penghambat yang diproduksi oleh tumbuhan, terlibat dalam pembentukkan mikoriza pohon.

2.4 Mekanisme Infeksi Mikoriza

Harley dan Smith (1983, dalam Imas dkk, 1989) mengatakan bahwa mulai terjadinya infeksi antara cendawan mikoriza dengan akar inangnya disebabkan oleh akar yang baru muncul kontak dengan benang-benang hifa, kemudian terjadi penetrasi hifa dan terbentuklah jaringan hartig. Waktu yang diperlukan untuk terjadinya infeksi antara suatu cendawan mikoriza dengan inangnya sangat

(8)

bervariasi, selain ditentukan oleh tingkat infektivitas dari simbiosisnya juga banyak ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Terdapat dua pola infeksi yang dilakukan oleh cendawan mikoriza pada akar inangnya yakni pola infeksi primer dan pola infeksi sekunder. Infeksi primer akan tampak pada anakan yang baru ditulari. Pada saat daun pertama muncul, hifa akan terbentuk pada induk akar dan pada saat ini belum terjadi penetrasi interseluler. Bersamaan dengan perkembangan akar, hifa juga akan timbul secara meluas dan menyebar. Penetrasi interseluler dan hartig net akan terbentuk pada saat protoxilem muncul didalam xilem. Infeksi sekunder akan terjadi pada akar yang baru tumbuh atau pada jaringan yang lebih tua tetapi belum mempunyai suberin, hal ini terus tumbuh bersama dengan pertumbuhan tanaman.

2.5 Pengaruh Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Mikoriza sangat penting peranannya bagi tanaman terutama pada tanah-tanah yang kandungan fosfatnya rendah. Adanya perbaikan pertumbuhan karena mikoriza tergantung pada jumlah fosfat yang tersedia didalam tanah dan jenis tanamannya. Imas, dkk. (1989) mengemukakan bahwa dua faktor yang jelas menunjukkan respon pertumbuhan karena bertambahnya penyerapan fosfat ialah: 1) konsentrasi fosfat tanaman bermikoriza pada umumnya lebih tinggi daripada tanaman tidak bermikoriza dan 2) tanaman bermikoriza dan penambahan fosfat mempunyai pengaruh yang sama pada pertumbuhan. Jika penambahan fosfat cukup, tidak ada perbedaan pertumbuhan pada tanaman yang bermikoriza dan tidak bermikoriza meskipun tanaman bermikoriza mempunyai persentase fosfat lebih tinggi.

(9)

Hasil percobaan penggunaan mikoriza pada tanaman ubi kayu yang ditanam pada tanah steril menunjukkan bahwa pada tanaman yang bermikoriza, pada umumnya kurva respon akan lebih tajam dengan penambahan fosfat yang sedikit sekali dan kemudian mendatar. Penambahan TSP sebanyak 200 kg ha-1 telah memberikan pengaruh pertumbuhan sedangkan pada tanaman yang tidak bermikoriza dapat dilihat bahwa penambahan TSP sebanyak 800 kg ha-1 tidak cukup untuk memberikan pengaruh pertumbuhan yang sebanding dengan tanaman yang bermikoriza. Hasil penelitian Siswin, dkk. (tt) menunjukkan bahwa pemberian kascing dan inokulasi MVA memberikan kontribusi yang nyata terhadap serapan hara N dan P tanaman jagung. Serapan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan 100 g pot-1 kascing dan 10 g pot-1 inokulasi MVA. Dibandingkan dengan kontrol, kontribusi pemberian kascing dan MVA pada perlakuan tersebut mampu meningkatkan serapan N sebesar 112,2% dan serapan P sebesar 60,9%. Menurut Simanungkalit (2001) kolonisasi akar kedelai oleh cendawan mikoriza arbuskuler dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai serta konsentrasi P pada tanaman kedelai, selain itu juga dapat meningkatkan nodulasi dan fiksasi N.

Menurut hasil penelitian Khan (1975, dalam Simanungkalit, 2006) dikemukakan bahwa dalam percobaan inokulasi mikoriza arbuskuler pada tanah tidak steril diperoleh kenaikan hasil tertinggi yang besar (221 %) tanpa pemberian pupuk sedangkan dengan pemberian pupuk P hasilnya sangat kecil (9 %). Kecilnya kenaikan hasil ini mungkin berhubungan dengan penurunan kolonisasi cendawan mikoriza arbuskuler sebagai akibat dari pemberian pupuk TSP (280 kg

(10)

ha-1). Penelitian Daft dan El-Giahmi (1975, dalam Simanungkalit, 2006) menunjukkan bahwa dalam percobaan mereka dengan tiga jenis kacang-kacangan mendapatkan adanya kenaikan bobot kering tanaman kacang tanah karena inokulasi cendawan mikoriza arbuskuler. Empat varietas kacang tanah yang diuji pada tanah latosol Bogor memberikan respon yang berbeda terhadap inokulasi cendawan mikoriza arbuskuler. Varietas Pelanduk memberikan respon paling besar dengan kenaikan bobot kering biji sebesar 26 %.

Referensi

Dokumen terkait

Solusi yang ditawarkan kepada mitra dari kegiatan Pengabdian Masyarakat ini adalah dengan membuatkan aplikasi web profile untuk mempermudah para pelaku bisnis

Berdasarkan permasalahan tersebut muncul suatu ide dalam membuat suatu sistem yang dapat memisahkan antara buah yang sudah matang dan belum matang dengan memanfaatkan citra warna

Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara suka rela dalam membina dan menyuluh orang tua balita tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar secara

Sementara untuk tingkat kemacetan total terjadi jika sensor 9 yang diletakkan pada persimpangan mendeteksi adanya objek antrian kendaraan, maka semua lampu merah semua

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan pada struktur beton yang keropos berdasarkan

Gaya kepemimpinan khas perempuan yang digunakan oleh lurah perempuan di Kesiman adalah gaya kepemimpinan maskulin- transformasional, dimana lurah perempuan memiliki sikap kontrol

Smith dan Zopfdalam kaitan ini mengunakan istilah kasta (caste) untuk mengambarkan kekakuan hubungan antara dua kelompok tersebut. Di sebut kasta karena antara kedua

Seorang ibu rumah tangga yang akan mencuci piring meletakkan sebuah piring kemudian disusul dengan menumpuk piring yang ke 2 diatas piring pertama dan seterusnya hingga