• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2002

TENTANG

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN GEOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA BARAT

Menimbang : a. Bahwa bumi Indonesia dengan sumberdaya yang terkandung didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat b. Bahwa untuk memanfaatkan bumi dan sumberdaya yang terkandung

didalamnya secara bijaksana sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 perlu mengatur inventarisasi sumberdaya yang terkandung di bumi Indonesia khususnya di Jawa Barat dengan memperhatikan segala aspeknya termasuk aspek konservasi, lingkungan dan tata ruangnya;

c. Bahwa Jawa Barat mempunyai potensi lingkungan geologi yang merupakan salah satu unsur penting bagi keselamatan dan kehidupan manusia, disamping kecenderungan bencana geologi yang besar yang bekum dilakukan pengelolaan secara efektif dan belum dapat diusahakan antisipasi atau eliminasi dampak negatifnya;

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b dan c di atas perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tanggal 4 Juli Tahun 1950) jo Undang- Undang Nomor 23 tahun 200 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan lembaran Negara Nomor 4010)

2. Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

(2)

(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

8. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung;

9. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1670.K/08.MPE/1998 tentang Pengesahan 10 (sepuluh) Standar Bidang Pertambangan Sub Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral Menjadi Standar Nasional Indonesia;

10. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan Penyusunan Peta Geologi dan Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah;

11. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456/K/MEM/2000 tentang Kars;

12. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk- produk Hukum Daerah;

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

16. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 3 Tahun 1994 tentang Rencana Tata RuangWilayah Propinsi Daerah Tingkat I jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 1994 Nomor 4 Seri D);

17. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Tahun 1996 Nomor 1 Seri C);

18. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 200 tentang Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 2 Seri D);

19. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 3 Seri D);

20. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 200 tentang Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 20 Seri D) jo Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor....

Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2000 tentang Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor... Seri D);

21. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 16 tahun 2000 tentang Lembaran Teknis Daerah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 21 Seri D) jo Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 10 Seri D);jo

(3)

22. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2001 tyentang Pengelolaan Air Bawah Tanah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 16 Seri D);

23. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2001 tentant Pengelolaan Pertambangan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 17 Seri D).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA BARAT MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN GEOLOGI

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Jawa Barat.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif daerah.

3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.

4. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat.

5. Peraturan Daerah adalah Peraturan daerah Propinsi Jawa Barat tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.

6. Lingkungan Geologi adalah bentang alam bagian paling atas dari kulit bumi, bahan galian dan air tanah yang terkandung didalamnya serta proses alam yang terdapat di dalamnya yang mempengaruhi kehidupan manusia.

7. Perlindungan Lingkungan Geologi adalah upaya melindungi keberadaan sifat serta jenis lingkungan geologi dari dampak kegiatan manusia maupun pembangunan dan upaya melindungi hasil pembangunan dari unsur lingkungan geologi yang membahayakan.

8. Bencana Geologi adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa alam yang dikontrol oleh tatanan dan proses geologi yang terjadi secara alami atau dampak dari kegiatan manusia, antara lain bencana tektonik, bencana gempa bumi, bencana gunung api, bencana tsunami, bencana banjir, penurunan muka tanah, abrasi pantai, intrusi air laut dan bencana tanah longsor.

9. Geologi Bencana adalah penerapan informasi lingkungan geologi untuk mengantisipasi terjadinya bencana, mencegah terjadinya kerugian dan kerusakan akibat bencana, serta memperbaiki lingkungan di daerah terlanda bencana baik yang terjadi secara alami maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

10. Penurunan muka tanah adalah pergerakan massa batuan/tanah yang mengalami penurunan dengan kecepatan yang tinggi kearah vertikal.

11. Tanah longsor adalah turunnya sebagian massa batuan/tanah melalui suatu bidang atau permukaan tanah.

12. Abrasi pantai adalah pengikisan dinding pantai oleh pecahan ombak air laut.

13. Kawasan Karst adalah kawasan batuan karbonat (batuan gamping dan atau dolomit) yang memperlihatkan bentang alam karst. Bentang alam atau morfologi karst adalah bentang alam batuan karbonat yang ditandai oleh bukit berbangun kerucut dan menara, lembah dolina, gua, stalaktit dan stalakmit serta sungai bawah tanah.

14. Kawasan karst Kelas I adalah Kawasan Karst yang mempunyai ciri-ciri antara lain : a. Berfungsi sebagai penyimpanan air tanah secara permanen.

b. Banyak terdapat jaringan aliran sungai bawah tanah.

c. Banyak terdapat goa yang mengandung speleotem, peninggalan sejarah, objek budaya dan objek wisata.

(4)

d. Mempunyai nilai tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

15. Kawasan Karst Kelas II adalah Kawasan Karst yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Berfungsi sebagai pengimbah air fisik yang pengambilan bahan bakunya bawah

tanah;

b. Banyak terdapat goa dan jaringan aliran sungai bawah tanah yang sudah kering dan runtuh/rusak;

c. Sebaran batuannya sangat terbatas tapi mengandung unsur-unsur ilmiah bernilai tinggi.

16. Kawasan Karst Kelas III adalah Kawasan Karst yang tidak memiliki ciri/kriteria sebagaimana kawasan Karst Kelas I dan Kelas II, termasuk batuan karbonat yang masih dalam prosesd karsifikasi luar tingkat awal.

17. Kawasan rawan bencana geologi adalah kawasan yang berpotensi untuk mengalami bencana geologi.

18. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mempertimbangkan aspek optimalisasi pemanfaatan bahan galian dan aspek kelestarian fungsi lingkungan tempat pengambilan bahan galian tersebut.

19. Inventarisasi adalah pengumpulan data geologi lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan survai dan penyelidikan dalam rangka penetapan, konservasi, pengelolaan serta perencanaan pengembangan wilayah.

20. Tatanan Geologi adalah kondisi kebumian yang dapat mempengaruhi dan memperlihatkan sebaran serta keterdapatan sumberdaya yang dihasilkan oleh bumi dan seisinya, baik yang tidak terbaharui maupun yang terbaharui.

21. Survai adalah kegiatan pengamatan atau pengukuran dimensi atau pengambilan data di lapangan (misalnya : data posisi, jenis batuan dan struktur batuan).

22. Penelitian adalah kegiatan penyelidikan atas hasil survai lapangan untuk maksud perencanaan wilayah perlindungan geologi.

23. Konservasi lingkungangeologi adalah pelestarian keseimbangan fungsi-fungsi geologi lingkungandengan kebutuhan makhluk hidup di sekitarnya.

24. Kawasan resapan air adalah suatu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi dalam meresapkan air kelapisan pengandung air bawah tanah.

25. Kawasan Cagar Alam Geologi adalah kawasan cagar alam yang memiliki wujud dan ciri geologi unik, langka dan khas sebagai hasil proses geologi masa lalu dan yang sedang berjalan , yang tidak boleh dirusak atau diganggu.

26. Geologi Bahan Galian adalah tatanan geologi di lokasi dan sekitar lokasi terdapatnya bahan galian yang mempengaruhi kelayakan teknik, lingkungan dan ekonomi pemanfaatan/penambangannya.

27. Daerah konservasi Geologi adalah lahan yang mempunyai ciri geologi unik/khas, langka dan atau mempunyai fungsi ekologis yang berguna bagi kehidupan dan menunjang pembangunan (berkelanjutan) dan atau mempunyai nilai ilmiah tinggi untuk pendidikan.

28. Geologi Tata Lingkungan adalah penerapan atau pemakaian informasi lingkungan geologi dalam penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

29. Erosi adalah pengikisan tanah atau batuan oleh air tawar dan angin.

30. Intrusi air asin adalah masuknya air asin kedalam akifer air tawar sebagai akibat pengambilan air bawah tanah tawar yang berlebihan.

31. Tsunami adalah gelombang pasang air laut yang terjadi akibat gempa bumi atau letusan gunung api.

32. Mitigasi Kawasan Bencana Geologi adalah upaya terpadu dan terus menerus berupa inventarisasi, pencegahan, pengaturan dan penanggulangan bencana geologi serta pemulihan dan pembangunan kembali suatu kawasan bencana geologi.

BAB II

WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB Pasal 2

(1) Gubernur memiliki wewenang dan tanggungjawab dalam perlindungan lingkungan geologi yang terdiri atasinventarisasi dan perencanaan pendayagunaan dan konservasi, mitigasi bencana geologi serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

(2) Gubernur berwenang memberikan Pertimbangan Perlindungan Lingkungan Geologi dan memberikan Surat Izin Penelitian Lingkungan Geologi.

(5)

(3) Pelaksanaan inventarisasi dan perencanaan, pendayagunaan dan konservasi, mitigasi bencana geologi serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, pemberian Pertimbangan Perlindungan Lingkungan Geologi dan Pemberian Surat Izin Penelitian Lingkungan Geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Dinas.

Pasal 3

(1) Wewenang dan tanggungjawab pengelolaan perlindungan lingkungan geologi sebagaimana dimaksud pada pasal 2 Ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini meliputu wewenang dan tanggungjawab dalam hal :

a. menyusun kriteeria dan panduan/pedoman penetapan wilayah pengembangan dan konservasi lingkungan geologi.

b. menetapkan suatu daerah menjadi kawasan Lindung Lingkungan Geologi.

c. melakukan survai, menginventarisasi, mitigasi dan pemetaan Lingkungan Geologi.

d. mengatur, mengurus, membina dan mengembangkan unsur Lingkungan Geologi.

e. melakukan upaya penertiban terhadap kegiatan pengembangan wilayah yang tidak memenuhi ketentuan perlindungan Lingkungan Geologi.

f. melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pengembangan wilayah yang berkaitan dengan pengelolaan Lingkungan Geologi.

(2) Pelaksanaan kewenangan dan tanggungjawab sebagimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas bersama-sama dengan Pemerintah kabupaten/Kota setempat.

(3) Tatacara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

BAB IV

LINGKUNGAN GEOLOGI Pasal 4

Wilayah Lingkungan Geologi terbentuk secara alamiah yang dapat meliputi beberapa wilayah administrasi pemerintahan.

Pasal 5

Dalam kaitannya dengan perlindungan Lingkungan Geologi, Lingkungan Geologi meliputi Geologi Bahan Galian, Derah Konservasi Geologi, Geologi Bencana dan Geologi Tata Lingkungan.

Pasal 6

Ruang lingkup Geologi Bahan Galian sebagaimana dimaksud pada pasal 5 Peraturan daerah ini meliputi lahan lokasi keterdapatan dan seluruh kekayaan bahan galian yang terkandung di dalam bumi.

Pasal 7

Ruang lingkup Daerah Konservasi Geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Peraturan daerah ini meliputi :

a. Kawasan resapan Air.

b. Kawasan Cagar Alam Geologi.

c. Kawasan Karst.

Pasal 8

Bencana Geologi yang terjadi secara alami atau sebagai dampak kegiatan manusia sesuai Kewenangan Daerah antara lain :

a. Penurunan Muka Tanah b. Tanah Longsor.

c. Abrasi Pantai.

d. Gempa Bumi.

e. Intrusi Air Asin.

(6)

f. Erosi.

g. Tsunami.

Pasal 9

Ruang lingkup Geologi Tata Lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Peraturan Daerah ini meliputi Tatanan Geologi yang mencakup bentang alam, kemiringan lereng, struktur dan susunan batuan, air tanah dan sumberdaya geologi lainnya, serta proses-proses geologi yang mempengaruhinya.

BAB IV

KEGIATAN PERLINDUNGAN Bagian Pertama

Inventarisasi Perencanaan Pasal 10

(1) Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui keanekaragaman, kualitas dan kuantitas potensi lingkungan geologi.

(2) Kegiatan Inventarisasi dilakukan terhadap objek lingkungan geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Peraturan daerah ini adalah dalam rangka perencanaan perlindungan lingkungan geologi.

(3) Kegiatan inventarisasi dilaksanakan oleh Dinas.

(4) Berdasarkan data-data hasil kegiatan Inventarisasi Dinas membuat Perencanaan, Konservasi dan Pendayagunaan, mitigasi bencana geologi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

(5) Konservasi dan pendayagunaan lingkungan Geologi menjadi bagian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

(6) Tatacara pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan perencanaan diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 11

(1) Tahap awal dari kegiatan inventarisasi adalah survai dan penelitian.

(2) Survai dan penelitian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh pihak lain setelah mendapatkan izin dari Gubernur.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) pasal in dituangkan dalam Surat Izin Penelitian yang diterbitkan oleh Dinas.

(4) Ketentuan pelaksanaan survai dan peneliian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan (2) pasal ii serta tata cara pemberian izinnya diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Bagian Kedua

Konsevasi dan Pendayagunaan Pasal 12

(1) Setelah kegiatan inventarisasi dan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Daerah ini, Gubernur menetapkan wilayah tertenu menjadi Kawasan perlindungan Lingkungan Geologi.

(2) Pelaksanaan penetapan wilayah menjadi Kaasan Perlindungan Lingkungan Geologi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dilaksanakan oleh Dinas.

Pasal 13

(1) Penetapan wilayah menjadi kawasan resapan air, kawasan cagar alam, geologi dan kawasan kars sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini diatur lebih Lanju oleh Gubernur.

(2) Penetapan kawasan rawan bencana geologi sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini, itetapkan oleh Gubernur berdasarkan usulan dari Bupati / Walikota.

(7)

Pasal 14

Setiap perencanaan pengembangan wilayah yang berada pada wilayah yang telah ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi, Kawasan resapan Air dan Kawasan Kars sebagaomana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini wajib mendapatkan pertimbangnan geologi dari Dinas.

Pasal 15

(1) Konservasi dimaksudkan untuk melindungi unsur Lilngkungan Geologi dilaksanakan melalui penetapan wilayah yang secara geologis tetutup bagi pengembangan wilayah.

(2) Pendayagunaan dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan dilaksanakan melalui pemberian pertimbangan geologi terhadap setiap pengembangan wilayah.

Bagian Ketiga Mitigasi Bencana Geologi

Pasal 16

(1) Terhadap Kawasan Rawan Bencana Geologi perlu dilakukan mitigasi.

(2) Gubernur bersama-sama Bupati/walikota berkewajiban melaksanakan upaya mitigasi yang mencakup kesiapsiagaan, pemantauan, inventarisasi, penyelidikan dan memberikan peringatan, pembinaan masyarakat serta penanggulangan akibat bencana geologi.

(3) Tatacara pelaksanaan upaya miigasi sebagaimana tercantum pada Ayat (2) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Bagian Keempat

Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pasal 17

(1) Pembinaan, Pengawasan dan pengendalian kegiatan perlindungan lingkungan geologi dilaksanakan oleh Dinas bersama-sama dengan lembaga Teknis terkait serta Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

(2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksudb pada Ayat (1) pasal ini, meliputi :

a. penyebarluasan informasi hasil mitigasi kepada masyarakat.

b. pengidentifikasian wilayah yang ada pada daerah-daerah rawan bencana geologi.

c. melaksanakan koordinasi penanggulangan akibat bencana geologi.

(3) Tatacara pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

BAB V

KETENTUAN PIDANA Pasal 18

(1) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 11 Ayat (2) dan Pasal 14 Peeraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling besar Rp.

5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Denda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini disetorkan pada Kas Daerah.

(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, tindak pidana kejahatan dan atau tindakan yang menyebabkan perusakan dan pencemaran lingkungan geologisebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(8)

BAB VI PENYIDIKAN

Pasal 19

(1) Selain pejabat Penyidik POLRI yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil .

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini berwenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian serta melakukan pemeriksaan;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda atau surat;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan hubungannya dengan pemeriksa perkara;

h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum, tersangka atau keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik berada di bawah koordinasi penyidik POLRI

BAB VII PENGAWASAN

Pasal 20

(1) Pelaksanaan pengawasan dari Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas bersama-sama dengan Dinas Polisi Pamong Praja, Instansi dan Lembaga Teknis terkait.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini meliputi pengawasan preventif dan pengawasan represif.

Pasal 21

Pengawasan preventif sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 Ayaty (2) Peraturan Daerah ini meliputi :

a. pembinaan kesadaran hukum bagi aparatur dan masyarakat;

b. peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana;

c. peningkatan peran dan fungsi pelaporan.

Pasal 22

Pengawasan represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Ayat (2) Peraturan Daerah ini meliputi :

a. tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatabn warga masyarakat yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya

b. pengenaan sanksi administrasi dan hukum disiplin kepada para pegawai yang melanggar peraturan Daerah.

c. Penyerahan penanganan pelanggaran Peraturan daerah kepada lembaga peradilan.

(9)

Pasal 23

Masyarakata dapat m,elakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini secara perorangan, kelompok maupun organisasi masyarakat.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24

Pmanfaataan lingkungan geologi untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatu dalam Peraturan Daerah ini, dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 25

Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 26

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Barat.

Ditetapkan di Bandung Pada tanggal 12 April 2002 GUBERNUR JAWA BARAT,

R. N U R I A N A Diundangkan di Bandung

Pada tanggal 18 April 2002

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

DANNY SETIAWAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2002 NOMOR 2 SERI E

(10)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2002

TENTANG

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN GEOLOGI

I. UMUM.

Lingkungan geologi secara umum terdiri atas 3 (iga) hal pokok yakni lahan, sumberdaya dan bencana alam. Propinsi Jawa Barat memiliki potensi tiga unsur Lingkungan Geologi tersebut.

Kenyataan menunjukkan bahwa di Jawa Barat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan mengalami perkembangan yang cukukp pesat. Dalam hal pengembangan wilayah baik brupa pembangunan prasarana fisik maupun pengembangan lahan untuk kepentingan sektor tertentu, lingkungan geologi belum sepenuhnya mendapat perhatian Daerah baik dalam upaya pencefgahan bencana maupun dalam pengembangan wilayah tersebut.

Dalam rangka mengimbangi perkembangnan dan pertumbuhan ekonomi serta pembangunan dan sejalan dengan beberapa peraturan yang berlaku kiranya Lingkungan Geologi perlu dikelola sevcara baik dan benar. Hal tersebut sesuai dengan pasal 10 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa apabila dikaitkan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yakni Sumberdaya dikelola pemerintah untuk kemakmuran rakyat dan pasal 2 Undangn-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan ruang yakni penataan ruang berazaskan pemanfaatan ruang terpadu berkelanjutan, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya serta melestarikan obyek-obyek peninggalan geologi perlu disusun suatu Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.

Peraturan Daerah ini memuat tentang kewenangan Pemerintah Daerah, Ketentuan pengelolaan yang meliputi inventarrisasi, pemanfaatan, konservasi, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta ketentuan tentang pidana penyidikan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 : Cukup jelas

Pasal 2 Ayat (1) : Kewenangan Gubernur dalam penetapan wilayah pengembangan/pendayagunaan dan konservasi serta pengelolaan lingkungangeologi dilaksanakan oleh Dinas.

Ayat (2) : Pertimbangan lingkungan geologi diberikan kepada pemohon perencanaan pengembangan wilayah. Surat Izin Penelitian Geologi diberikan kepada pihak diluar Instansi Pemerintah/Pemerintah Daerah yang akan mengadakan penelitian dalam rangka inventarisasi lingkungan geologi yang telah memenuhi syarat diantaranya persetujuan dari sejenis Asosiasi Geologi Indonesia dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Dinas.

Pasal 3 Ayat (1) e : Penertiban dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap pengembangan wilayah yang membahayakan kehidupan manusia dan kelestarian peninggalan proses geologi.

Pasal 4 : Cakupan wilayah Lingkungan Geologi dapat berada dalam satu wilayah Kabupaten/Walikota, lintas Kabupaten/Kota, lintas Propinsi atau bahkan lintas negara.

Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : Cukup jelas Pasal 7 : Cukup jelas

(11)

Pasal 8 : Sehubungan kawasan rawan bencana berpotensi mengalami bencana geologi maka kawasan rawan bencana perlu ditetapkan oleh Gubernur melalui suatu mitigasi yang terus menerus oleh Dinas.

Pasal 9 : Cukup jelas Pasal 10 : Cukup jelas Pasal 11 : Cukup jelas Pasal 12 : Cukup jelas Pasal 13 : Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) : Cukup jelas

Ayat (2) : * Pengembangan wilayah pada kawasan resapan air wajib memelihara fungsi resapan air sesuai dengan peraturan yang berlaku.

• Kawasan cagar alam geologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya sejauh tidak mengganggu keberadaan dan fungsinya, dan pada daerah cagar alam geologi dilarang dibuat bangunan hunian permanen, prasarana umum dan pemukiman penduduk;

• Kawasan kars dibagi menjadi kawasan kars kelas I, kelas II dan kelas III..

Pasal 15 : Penetapan daerah konservasi dilaksanakan melalui pembahasan yang melibatkan unsur Pemerintah, dunia usaha dan potensi masyarakat lainnya.

Pasal 16 Ayat (1) : Tujuan mitigasi adalah mencegah terjadinya korban jiwa, kehilangan, kerusakan harta benda dan prasarana umum serta menanggulangi akibat bencana geologi.

Ayat (2) : Cukup jelas Ayat (3) : Cukup jelas Pasal 17 : Cukup jelas Pasal 18 : Cukup jelas Pasal 19 : Cukup jelas Pasal 20 : Cukup jelas Pasal 21 : Cukup jelas Pasal 22 : Cukup jelas Pasal 23 : Cukup jelas Pasal 24 : Cukup Jelas Pasal 25 : Cukup jelas Pasal 26 : Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Citra Adipratama Sakti ingin memperoleh lebih banyak kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak instasi pemerintah, swasta dan perusahan kontraktor lain untuk

Pemesanan ekonomis yang sebaiknya diaplikasikan oleh Perum Bulog Sub Devisi Regional Aceh adalah dengan melakukan pemesanan sebesar 526,87 ton setiap kali pemesanannya dengan

Berdasarkan hasil data perhitungan, perancangan dan pengujian rancang bangun sistem anti overloading pada kendaraan barang berbasis mikrokontroler menggunakan sensor jarak

Oleh sebab itu pengaruh-pengaruh keadaan cuplikan tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan metode ekstraksi menggunakan ekstraktan TBP 30% dalam kerosin l 4 l Pada

Realisasi Pendapatan Negara di Sumatera Barat sampai dengan triwulan III tahun 2018 yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Variabel DPR (kebijakan dividen) memiliki nilai koefisien jalur sebanyak 0,23 dan p value 0,05, di mana nilai p-value terkait sama dengan dari α=0,05, hingga dapat

Kontrol bahasa dilakukan oleh keluarga Karim sejak ia telah dapat memproduksi bunyi yang telah memiliki makna fonemis. Hal ini dilakukan ketika Karim melakukan kesalahan

Data penelitian diperoleh melalui data skunder, data tersebut diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id yang kemudian data tersebut dianalisis dengan