• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)

Disusun Oleh:

SEPTONO SANNY PUTRO I 8308107 WAHYU PUTRI UTAMI I 8308112

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

(2)

commit to user

(3)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Laporan Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diambil sebagai hasil percobaan.

Penyusun menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah menbantu sehingga dapat menyelesaikan laporan ini :

1. Ibu Bregas S.T. Sembodo S.T., M.T., selaku Ketua Program Diploma III Teknik Kimia UNS.

2. Bapak Wirawan Ciptonugroho, S.T.,M.Sc., selaku dosen pembimbing laporan tugas akhir.

3. Bapak dan ibu yang telah memberikan doa dan dorongan kepada kami.

4. Semua pihak yang telah membantu atas tersusunnya laporan tugas akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penyusun mengharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan dan pembaca yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011

Penyusun

(4)

commit to user ABSTRACT

Septono Sanny Putro, Wahyu Putri Utami. 2011. Final Project Report “The Production of Liquid Soap from Used Cooking Oil” Diploma III Chemical Engineering Study Program, Engine Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

Cooking oil is one of basic materials very necessary to Indonesian society, particularly in household. The danger of consuming used cooking oil results in various diseases so that an attempt of utilizing it is taken to make it not wasted and polluting the environment by reprocessing it into cooking media or as the raw material of soap production.

The sample used was the cooking oil used for frying tofu and tempe after 2-4 times frying from the author’s household. The utilization of used cooking oil is done by purification process consisting of three stages: the process of removing dirt from the used cooking oil by filtering it using gauze, then neutralizing it by reacting the produced cooking oil to KOH 15 g/100 mL solution and paling using active carbon as much as 7.5% of used cooking oil weight. The purified cooking oil is used for producing liquid soap through soaping process and it is done using three variables: KOH concentration (g/100 mL solution): 20, 30, 40, 50, process temperature (oC): 40, 50, 60, 70, and saponification duration (minutes): 50, 60, 70, 80.

The optimum result occurs in the 2 times-used cooking oil using active carbon as much as 7.5% of cooking oil weight, KOH concentration of g/100 mL solution, operation temperature 70oC and saponification reaction duration of 80 minutes, with water level, fatty acid, free alkali and FFA level of soap consistent the SNI 06-3532-1994 as the prerequisite of standard quality of liquid soap.

(5)

commit to user INTISARI

SEPTONO SANNY PUTRO, WAHYU PUTRI UTAMI. 2011. Laporan Tugas Akhir ”Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah)” Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, terutama di dalam rumah tangga. Bahaya konsumsi minyak goreng bekas menyebabkan berbagai penyakit maka dilakukan upaya untuk memanfaatkannya agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan dengan mengolahnya kembali baik sebagai media penggorengan ataupun sebagai bahan baku pembuatan sabun.

Sampel yang digunakan adalah minyak goreng bekas menggoreng tahu dan tempe setelah pemakaian 2-4 kali penggorengan dari rumah tangga peneliti sendiri. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dilakukan dengan proses pemurnian yang terdiri dari tiga tahap, yaitu proses penghilangan kotoran pada minyak goreng bekas dengan cara disaring menggunakan kertas saring, kemudian dinetralisasi dengan mereaksikan minyak goreng hasil penghilangan kotoran dengan KOH 15 g/100 mL larutan dan pemucatan dengan menggunakan karbon aktif sebanyak 7,5 % dari berat minyak goreng bekas yang digunakan. Minyak goreng hasil pemurnian tersebut digunakan untuk pembuatan sabun cair yang melalui proses penyabunan dan dilakukan dengan tiga variabel yaitu konsentrasi KOH (g/100 mL larutan): 20, 30, 40, 50, temperatur proses (OC): 40, 50, 60, 70 dan lama waktu saponifikasi (menit): 50, 60, 70, 80,

Hasil optimum terdapat pada minyak goreng bekas pemakaian 2 kali dengan menggunakan karbon aktif sebanyak 7,5 % dari berat minyak goreng, konsentrasi KOH 40 g/100 mL larutan, suhu operasi 70 0C dan lama reaksi saponifikasi 80 menit. Dengan kadar air, jumlah asam lemak, alkali bebas dan FFA pada sabun yang telah sesuai dengan SNI 06-3532-1994 yaitu sebagai syarat

(6)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar isi ... iv

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

Intisari ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

A. Perumusan Masalah ... 2

Tujuan 2 B. Manfaat ... 2

BAB II LANDASAN TEORI ... 3

Tinjauan Pustaka ... 3

Kandungan Minyak Goreng ... 4

1. Bahaya Minyak Gorenmg Bekas ... 4

Pemurnian Minyak Goreng Bekas ... 5

2. Karbon Aktif ... 6

3. Sabun ... 6

4. Penentuan Sifat Minyak dan Lemak ... 8

Penentuan Karakteristik atau Mutu Sabun Cair ... 9

A. Kerangka Pemikiran ... 11

BAB III METODOLOGI ... 12

Alat dan bahan... 12

A. Lokasi Penelitian ... 12

Prosedur Penelitian... 13

Pemurnian Minyak Goreng Bekas ... 13

1. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ... 13

(7)

commit to user

Proses Pembuatan Sabun Cair ... 14

2. Pemeriksaan Bilangan Penyabunan ... 15

3. Pemeriksaan Uji Banyak Busa ... 16

4. Pemeriksaan Berat Jenis Sabun Cair ... 16

5. Pemeriksaan Viskositas Sabun Cair ... 17

6. Pemeriksaan Kadar Air pada Sabun Cair ... 17

7. Pemeriksaan Alkali Bebas ... 18

8. Pemeriksaan jumlah asam lemak...18

B. Bagan Alir Penelitian ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ... 24

A. Analisa Bilangan Penyabunan ... 26

Analisa Banyaknya Busa ... 29

B. Analisa Viskositas pada Sabun ... 31

Aplikasi Kondisi Operasi Pada Minyak Goreng Berbagai Frekuensi Pemakaian 33 C. Analisa Sifat Kimia Pada Sabun Cair ... 34

BAB V PENUTUP ... 36

Kesimpulan ... 36

A. Saran ... 37 Daftar Pustaka ...

Lampiran ...

(8)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi hidrolisis minyak ... 7

Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi ... 7

Gambar 3.1 Rangkaian alat refluks untuk analisa asam lemak bebas... 14

Gambar 3.2 Rangkaian alat pembuatan sabun cair ... 14

Gambar 3.3 Rangkaian alat refluks untuk analisa bilangan penyabunan... 15

Gambar 3.4 Diagram alir proses penghilangan kotoran (despicing) minyak goreng bekas... 20

Gambar 3.5 Diagram alir netralisasi minyak goreng hasil penghilangan kotoran (despicing) ... 20

Gambar 3.6 Diagram alir proses pemucatan (bleaching) ... 21

Gambar 3.7 Diagram alir pembuatan sabun cair (penyabunan) ... 22

Gambar 3.8 Diagram alir proses uji banyak busa ... 23

Gambar 4.1 Kurva kadar asam lemak bebas (FFA) terhadap bamyaknya pemakaian ... 24

Gambar 4.2 Kurva kadar asam lemak bebas (FFA) pada sabun cair dari minyak goreng bekas terhadap bamyaknya pemakaian minyak goreng .... 25

Gambar 4.3 Kurva banyaknya pemakaian minyak goreng bekas terhadap bilangan penyabunan ... 26

Gambar 4.4 Kurva konsentrasi KOH pada penyabunan dengan suhu 60oC dan waktu 60 menit terhadap bilangan penyabunan ... 27

Gambar 4.5 Kurva suhu reaksi pada penyabunan dengan waktu 60 menit dan konsentrasi KOH 40% terhadap bilangan penyabuanan ... 28

Gambar 4.6 Kurva waktu pada penyabunan dengan konsentrasi KOH 40% dan suhu 70oC terhadap bilangan penyabunan ... 29

Gambar 4.7 Kurva konsentrasi KOH pada penyabunan dengan suhu 60oC dan waktu 60 menit terhadap tinggi busa ... 29

Gambar 4.8 Kurva suhu reaksi pada penyabunan dengan waktu 60 menit dan konsentrasi KOH 40% terhadap tinggi busa ... 30

(9)

commit to user

Gambar 4.9 Kurva waktu pada penyabunan dengan konsentrasi KOH 40% dan suhu 70oC terhadap tinggi busa ... 31 Gambar 4.10 Kurva konsentrasi KOH pada penyabunan dengan suhu 60oC dan waktu 60 menit terhadap viskositas ... 31 Gambar 4.11 Kurva suhu reaksi pada penyabunan dengan waktu 60 menit dan konsentrasi KOH 40% terhadap viskositas ... 32 Gambar 4.12 Kurva waktu pada penyabunan dengan konsentrasi KOH 40% dan suhu 70oC terhadap viskositas ... 32

(10)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat mutu sabun cair (SNI 06-3532-1994)... 8

Tabel 4.1 Hasil analisa sabun cair yang dihasilkan ... 33

Tabel 4.2 Hasil analisa sifat kimia... 34

Tabel 5.1 Hasil analisa kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas dan minyak goreng yang sudah dimurnikan... 38

Tabel 5.2 Hasil analisa bilangan penyabunan pada sabun variabel konsentrasi KOH ... 39

Tabel 5.3 Hasil analisa bilangan penyabunan pada sabun variabel suhu reaksi39 Tabel 5.4 Hasil analisa bilangan penyabunan pada sabun variabel waktu penyabunan ... 39

Tabel 5.5 Hasil analisa bilangan penyabunan pada minyak goreng bekas 2 pemakaian, 3 pemakaian dan 4 pemakaian ... 40

Tabel 5.6 Hasil analisa banyak busa pada sabun cair variabel konsentrasi KOH ... 41

Tabel 5.7 Hasil analisa banyak busa pada sabun cair variabel suhu reaksi ... 41

Tabel 5.8 Hasil analisa banyak busa pada sabun cair variabel waktu penyabunan ... 41

Tabel 5.9 Hasil analisa viskositas pada sabun cair variabel konsentrasi KOH 42 Tabel 5.10 Hasil analisa viskositas pada sabun cair variabel suhu reaksi ... 42

Tabel 5.11 Hasil analisa viskositas pada sabun cair variabel waktu penyabunan ... 43

Tabel 5.12 Hasil analisa kadar air pada sabun cair...44

Tabel 5.13 Hasil analisa alkali bebas pada sabun cair...45

Tabel 5.14 Hasil analisa jumlah asam lemak...46

(11)

commit to user BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Minyak goreng berasal dari minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah cita rasa ataupun shortening yang membentuk tekstur pada pembuatan roti (Ketaren, 1986 ; Susinggih, dkk 2005).

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, tidak merusak rasa hasil gorengan, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, dan menghasilkan warna keemasan pada produk (Ketaren, 1986). Sebanyak 49% dari total permintaan minyak goreng adalah konsumsi rumah tangga dan sisanya untuk keperluan industri, dan restoran (Susinggih, dkk, 2005).

Pertumbuhan jumlah penduduk yang disertai dengan perkembangan industri, restoran, dan usaha makanan cepat saji menghasilkan minyak goreng bekas dalam jumlah yang besar. Bahaya mengkonsumsi minyak goreng bekas dapat menimbulkan penyakit, namun jika minyak goreng bekas tersebut dibuang sangat tidak efisien dan mencemari lingkungan. Karena itu minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan menjadi produk berbasis minyak seperti sabun mandi (Asyiah, 2009).

Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hawani yang diperoleh dengan proses hidrolisis minyak yang kemudian dilanjutkan dengan proses saponifikasi dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat),

(12)

commit to user

sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka produk reaksi berupa sabun cair (Ketaren,1986).

Pada penelitian ini sabun cair yang akan dibuat menggunakan minyak goreng bekas atau bekas menggoreng tempe setelah pemakaian 2 – 4 kali penggorengan. Penelitian dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi KOH (%), temperatur proses (oC) dan lama reaksi (menit) yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui variabel-variabel mana yang terbaik untuk proses pembuatan sabun mandi cair. Untuk proses pemurnian minyak goreng bekas, dilakukan dengan penghilangan bumbu atau kotoran dengan menggunakan kertas saring, dan proses pemucatan (bleaching) dengan menggunakan karbon aktif granul sebanyak 7,5% dari berat minyak goreng bekas yang digunakan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuatan sabun cair dengan bahan baku minyak goreng bekas (jelantah) dengan melalui reaksi saponifikasi ?

2. Bagaimana karakter atau sifat sabun cair yang diperoleh dari minyak goreng bekas setelah melalui proses pemurnian dan proses penyabunan ?

C. Tujuan

Membuat sabun cair dari minyak goreng bekas (jelantah) dengan menggunakan KOH sebagai pereaksinya dan mengujinya sesuai syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06 - 3532 - 1994

D. Manfaat

1. Menjadi alternatif untuk memanfaatkan limbah rumah tangga, berupa minyak goreng bekas yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun cair.

2. Mengetahui cara pembuatan sabun cair dari minyak goreng bekas.

3. Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang teknik kimia bagi mahasiswa maupun pembaca.

(13)

commit to user BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kandungan Minyak Goreng

Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak. Minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti beta karoten, vitamin E, lesitin, sterol, asam lemak bebas, bahkan juga karbohidrat dan protein. Akan tetapi semua senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (Luciana, 2005).

Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan menjadi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai maka semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton dan Varela, 1988).

Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi dua yaitu lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembagian jenuh dan tidak jenuh berpengaruh terhadap efek peningkatan kolesterol darah (Luciana, 2005).

Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng mengandung asam oleat dan asam linoleat (Soedarmo, 1985 dan Simson, 2007).

Masing-masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurat) hingga C18 (asam stearat) yang mengandung lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh (Ketaren, 1986).

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat,

(14)

commit to user

asam linoleat, dan asam linolinat terdapat dalam minyak goreng bekas yang merupakan trigliserida yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun menggantikan asam lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan minyak goreng ( Djatmiko, 1973 dan Ketaren, 1986).

2. Bahaya Minyak Goreng Bekas

Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi 160-250oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, adanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren, 1986).

Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat pada bahan makanan yang digoreng dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan menurunkan nilai gizi dan mutu bahan yang digoreng. Namun jika minyak goreng bekas tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan (Ketaren, 1986 ; Susinggih, dkk, 2005).

3. Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai bahan baku produk untuk pembuatan sabun mandi padat. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali (Susinggih, dkk, 2005).

(15)

commit to user

Pemurnian minyak goreng ini meliputi 3 tahap proses yaitu : a. penghilangan kotoran

Penghilangan bumbu (kotoran) merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat bumbu dari bahan pangan yang bertujuan untuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula, dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan.

b. netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun.

Selain itu penggunaan basa membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Penggunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 oC akan menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Ketaren,1986).

c. pemucatan (bleaching)

Pemucatan (bleaching) ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.

Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap, lempung aktif dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia (Ketaren, 1986).

4. Karbon Aktif

Karbon aktif adalah suatu bahan padat yang berpori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon yang telah diaktivasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya terbuka. Dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau ( Ketaren, 1986).

Menurut Susinggih, dkk (2005) ; Veronica dan Yuliana (2008), bahwa adsorben atau bahan penyerap berupa karbon aktif yang digunakan pada proses pemurnian dapat meningkatkan kembali mutu minyak goreng

(16)

commit to user

bekas, dimana karbon aktif akan bereaksi menyerap warna yang membuat minyak bekas menjadi keruh.

5. Sabun

Sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak atau lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dilanjutkan dengan proses saponifikasi menggunakan basa (KOH atau NaOH). Asam lemak bebas yang berikatan dengan basa ini dinamakan sabun (Ketaren 1986).

Sabun mandi bisa ditambah dengan susu, madu, parfum dan berbagai jenis filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak, seperti gasoline, eter dan benzena (Fessenden, 1994).

Reaksi hidrolisis dan saponifikasi dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 di bawah ini,(Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986).

O O

|| ||

CH2 – O – C – R CH2 – OH H O – C – R

O O

|| ||

CH – O – C – R + 3H2O CH – OH + H O – C – R

O O

|| ||

CH2 – O – C – R CH2 – OH H O – C – R Trigliserida Air Gliserol Asam lemak bebas (minyak atau lemak)

Gambar 2.1 Reaksi hidrolisis minyak

O O

|| ||

HO – C – R Na/K – O – C – R O O || ||

HO – C – R + 3NaOH/KOH Na/K – O – C – R + 3H2O O O

|| ||

(17)

commit to user

HO – C – R Na/K – O – C – R

Asam lemak bebas Basa Sabun Air

Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi

Sifat dari sabun yang menonjol adalah tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat membasahi lebih baik dari pada air saja. Kombinasi dari daya pengemulsi dan kerja permukaan dari larutan sabun memungkinkan untuk melepas kotoran, lemak dan partikel minyak dari permukaan yang sedang dibersihkan dan mengemulsikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air (Suminar, 1993).

Menurut Pratiwi, (2010), pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan hasil optimum pada pembuatan sabun cuci piring cair terdapat pada minyak goreng bekas pemakaian 1 kali dengan menggunakan karbon aktif 240 mesh 7,5% dari berat minyak goreng pada proses pemurniannya. Analisa bilangan penyabunan dengan menggunakan KOH 30% dan temperatur operasi 45 – 550C diperoleh bilangan peyabunan yang sesuai dengan syarat mutu sabun cuci piring cair SNI 06- 3532-1994 yaitu bilangan penyabunan = 196–206.

Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06 - 3532 - 1994 dapat di lihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

No. Uraian Tipe I Tipe II

1.

2.

3.

4.

5.

Kadar air (%)

Jumlah asam lemak ( %) Alkali bebas

- dihitung sebagai NaOH ( %) - dihitung sebagai KOH (%) Asam lemak bebas atau lemak netral ( %) Bilangan penyabunan

Maks. 15

> 70

Maks. 0,1 Maks. 0,14

< 2,5

Maks. 15 64 - 70

Maks. 0,1 Maks. 0,14

< 2,5

196 – 206

(18)

commit to user

196 – 206

(Sumber : SNI 06-3532-1994) Keterangan Tabel 2.1 :

Tipe I (sabun padat) dengan menggunakan NaOH Tipe II (sabun cair) dengan menggunakan KOH

6. Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Penentuan kadar asam lemak bebas (FFA)

Angka asam adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak.

Angka asam yang besar menujukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik, semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya (Ketaren, 1986).

keterangan:

V = volume titrasi KOH (mL) N = normalitas KOH (0,1 N)

BM = berat molekul asam palmitat (256 g/mol) M = bobot sampel (g)

7. Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Penentuan kadar asam lemak bebas (FFA)

(19)

commit to user

Angka asam adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak.

Angka asam yang besar menujukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik, semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya (Ketaren, 1986).

keterangan:

V = volume titrasi KOH (mL) N = normalitas KOH (0,1 N)

BM = berat molekul asam palmitat (256 g/mol) M = bobot sampel (g)

8. Penentuan Karakterisasi atau Mutu Sabun Cair a. Penentuan bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan basa yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan asam, sehingga jumlah basa yang turut bereaksi dapat diketahui (Ketaren, 1986).

keterangan :

Vb = volume blanko (mL) Vt = volume titrasi (mL) N = normalitas HCl ( 0,5 N)

BM = berat molekul KOH (56,1 g/mol)

(20)

commit to user M = berat sampel (g)

b. Penentuan jumlah busa

Raskita (2008), telah melakukan penelitian pembuatan sabun Natrium Polihidroksida Stearat pada percobaan sebelumnya dengan melakukan uji banyak busa menggunakan alat shaker selama 30 detik dan 3 menit.

Tujuan penentuan jumlah busa pada sabun cair untuk mengetahui seberapa banyak busa yang dihasilkan dari larutan sabun dalam beberapa detik, karena dengan hasil busa yang banyak daya pengemulsi sabun semakin baik. Larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan dimasukkan kedalam gelas beaker lalu dikocok dengan alat mixer untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan.

keterangan :

Tb = tinggi busa sabun (cm)

Ts = tinggi busa sabun pada detik ke 60 (cm) To = tinggi busa sabun pada detik ke 30 (cm) B. Kerangka Pemikiran

1. Banyaknya minyak goreng bekas atau tersedianya minyak goreng bekas dalam jumlah yang besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun.

2. Bahan yang diperlukan untuk pembuatan sabun cair antara lain Minyak goreng bekas (jelantah), arang aktif granul, KOH, gliserin, alkohol, pewarna, pewangi. Adapun alat yang digunakan antara lain : pemanas stirrer, termometer, gelas beaker, erlenmeyer, pendingin bola, mixer, kertas saring, corong kaca, klem + statif buret, buret, kertas pH universal.

(21)

commit to user BAB III METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang diperlukan yaitu : Pemanas stirrer

termometer 100oC gelas beaker 400 mL erlenmeyer 250 mL pendingin bola kertas saring corong kaca klem + statif buret buret

kertas pH universal mixer

Bahan yang digunakan antara lain : minyak goreng bekas (minyak jelantah) KOH

arang aktif

alkohol 96% (pelarut) gliserin

pewarna makanan pewangi

aquadest B. Lokasi

Penelitian pembuatan dan analisa sabun cair dilakukan di Laboratorium Aplikasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(22)

commit to user C. Prosedur Penelitian

1. Pemurnian Minyak Goreng Bekas

a. Proses penghilangan kotoran minyak goreng bekas

1) menimbang 200 g minyak goreng bekas yang akan dimurnikan kemudian memasukkannya ke dalam gelas beaker 500 mL.

2) memisahkan minyak dari kotoran dengan menyaringnya menggunakan kertas saring.

b. Proses netralisasi

1) membuat larutan KOH 15 g/ 100 mL larutan, yang dibuat dengan melarutkan 7,5 g KOH dalam 50 mL aquades.

2) memanaskan minyak goreng pada suhu ± 70 ºC, kemudian menambahkan larutan KOH 15 g/100 mL larutan hingga netral (pH 7).

3) mengaduk campuran dengan menggunakan stirrer selama 10 menit, kemudian menyaring dengan kertas saring untuk memisahkan kotoran.

c. Proses pemucatan (bleaching)

1) memanaskan minyak goreng hasil netralisasi sampai suhu 70 ºC 2) mengambil minyak goreng sebanyak 100 g dari hasil penghilangan

kotoran.

3) memasukkan arang aktif granul sebanyak 7,5% berat dari 100 g minyak goreng hasil penghilangan kotoran.

4) mengaduk larutan dengan stirrer selama 30 menit.

5) kemudian menyaring dengan menggunakan kertas saring untuk minyak dengan arang aktifnya.

2. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

a. menimbang sampel masing - masing sebanyak 5 g kedalam labu erlenmeyer 250 mL.

(23)

commit to user

b. menambahkan alkohol 96% sebanyak 25 mL (yang telah dinetralkan dengan KOH 0,1 N),

c. memanaskan sampel hingga mendidih kemudian meneteskan fenoftalein 3 tetes.

d. menitrasi dengan KOH 0,1 N tetes demi tetes melalui buret hingga muncul warna merah jambu, yang tidak akan berubah selama 15 detik.

keterangan : 1. pemanas 2. erlenmeyer 3. pendingin balik 4. klem

5. statif

6. magnetic stirrer

Gambar 3.1 Rangkaian alat refluks untuk analisa asam lemak bebas.

hasilnya dihitung dengan rumus :

keterangan:

V = volume titrasi KOH (mL) N = normalitas KOH (0,1N)

BM = berat molekul asam palmitat (256 g/mol) M = bobot sampel (g)

3. Proses Pembuatan Sabun Cair a. merangkai alat seperti pada gambar.

keterangan : 1. pemanas

2. erlenmeyer 3. sumbat penutup

4. magnetic stirrer Gambar 3.2 Rangkaian alat pembuatan sabun cair

1

23

5

1

2

3

4

1

23

5

5 4 3

5 2

1

6

(24)

commit to user

b. memasukan minyak jelantah yang sudah jernih sebanyak 50 g ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan larutan KOH (20, 30, 40 dan 50 g/100 mL larutan) sebanyak 25 mL.

c. memanaskan minyak jelantah hingga suhu (40, 50, 60 dan 70 oC) dan mengaduknya dengan stirrer selama (50, 60, 70 dan 80 menit).

d. menambahkan 10 mL gliserin dan 20 mL alkohol 96% lalu mengaduknya selama 5 menit, kemudian menambahkan aquadest sebanyak 50 mL lalu mengaduknya selama 5 menit.

e. mendinginkan sabun cair yang sudah jadi kemudian menambahkan pewarna 0,01% dari berat sabun cair dan pewangi 0,02% dari berat sabun cair, dilanjutkan dengan pengadukan selama 5 menit.

4. Pemeriksaan Bilangan Penyabunan

a. menimbang 5 g larutan sampel dan memasukkanya ke dalam erlenmeyer.

b. menambahkan 25 mL KOH 0,5 N beralkohol kemudian direfluks selama 30 menit.

c. mendinginkan dan menambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein kemudian menitrasi dengan larutan HCl 0,5 N hingga warna merah muda hilang dan mencatat volume HCl 0,5 N yang terpakai

keterangan : 1. pemanas 2. erlenmeyer 3. pendingin balik 4. klem

5. statif

6. magnetic stirrer

Gambar 3.3 Rangkaian alat refluks untuk analisa bilangan penyabunan Hasilnya dihitung dengan rumus:

1

23

5

5 4 3

5 2

1

6

(25)

commit to user keterangan :

Vb = volume blanko (mL) Vt = volume titrasi (mL) N = normalitas HCl (0,5 N)

BM = berat molekul KOH (56,1 g/mol) M = berat sampel (g)

5. Pemeriksaan Uji Banyak Busa

a. memasukan larutan sabun cair (hasil penyabunan) dan aquadest ke dalam gelas beaker 250 mL dengan perbandingan 3:1 (v/v) lalu ditutup dengan plastik dan karet.

b. mengaduk larutan selama 30 detik dan 60 detik dengan menggunakan alat mixer 600 rpm.

c. mencatat tinggi busa setelah 30 detik (To) dan 60 detik (Ts).

d. membandingkan dari tinggi busa pada setiap larutan sabun pada 60 detik dan 30 detik.

e. hasilnya dapat dihitung dengan rumus :

keterangan :

Tb : tinggi busa sabun (cm)

Ts : tinggi busa sabun pada detik ke 60 (cm) To : tinggi busa sabun pada detik ke 30 (cm)

6. Pemeriksaan Berat Jenis Sabun Cair a. menimbang berat piknometer kosong (A).

b. menimbang berat piknometer + aquadest (B).

c. menimbang berat piknometer + sabun (C).

d. mengukur suhu aqudest.

e. hasilnya dapat dihitung dengan rumus :

(26)

commit to user keterangan :

berat jenis aquadest pada suhu 28 0C = 0,996233 g/mL (Perry,1996).

7. Pemeriksaan Viskositas Sabun Cair

a. mengambil 10 mL sabun cair dengan menggunakan pipet ukur.

b. memasukkan sabun tersebut kedalam viskometer Ostwald.

c. mengukur viskositas dengan mencatat waktu yang dibutuhkan sabun untuk mengalir.

d. hasilnya dapat dihitung dengan rumus :

keterangan :

viskositas aquadest pada suhu 28 0C = 0,8360 x 10-2 g/mL·s (Perry,1996).

8. Pemeriksaan Kadar Air pada Sabun Cair a. menimbang berat cawan petri kosong (A).

b. menimbang 5 gram sabun cair dalam cawan petri kemudian mengovennya pada suhu 105oC hingga kering.

c. menimbang berat cawan petri + sabun yang sudah kering (B).

d. hasilnya dapat dihitung dengan rumus:

keterangan:

A = Berat cawan petri kosong (g)

B = Berat cawan petri + sabun yang sudah kering (g)

(27)

commit to user

9. Pemeriksaan Alkali Bebas (dihitung sebagai KOH,%)

a. menimbang 10 g sabun cair dan memasukkanya ke dalam erlenmeyer 250 mL.

b. menambahkan alkohol 96% netral sebanyak 25 mL ke dalam sabun cair, kocok hingga bercampur.

c. menambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein kemudian menitrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga warna merah jambu/lembayung hilang dan mencatat volume HCl 0,1 N yang terpakai.

Hasilnya dapat dihitung dengan rumus:

keterangan:

V = volume titrasi HCl (mL) N = normalitas HCl (0,1N)

BM = berat molekul KOH (56,1 g/mol) M = berat sabun cair (g)

10. Pemeriksaan Jumlah Asam Lemak

a. menimbang 10 g sabun cair, memasukkanya ke dalam gelas beaker 250 mL dan menambahkan 50 mL aquadest.

b. menambahkan 3 tetes indikator jingga metil.

c. menambahkan H2SO4 20% berlebih hingga semua asam lemak terbebaskan dari kalium yang ditunjukkan oleh perubahan warna menjadi merah.

d. memasukannya ke dalam corong pisah kemudian menambahkan heksana sebagai pelarut sebanyak 100 mL.

e. mengocok corong pisah kurang lebih 15 menit, kemudian mendiamkannya hingga terbentuk 2 lapisan.

f. mengeluarkan air yang merupakan lapisan bawah dari corong pisah.

(28)

commit to user

g. membilas pelarut dengan aquadest sampai tidak bersifat asam (dilihat dengan kertas pH).

h. memisahkan pelarut dengan cara menyulingnya hingga terpisah dari asam lemak.

i. menimbang cawan porselen kosong (W1).

j. mengoven asam lemak dalam cawan porselen pada suhu 105oC sampai terbebas dari pelarut heksana.

k. menimbang cawan porselen + asam lemak yang diperoleh (W2).

Hasilnya dapat dihitung dengan rumus:

keterangan:

W1 : Berat cawan porselen kosong (g) W2 : Berat cawan porselen + asam lemak (g)

(29)

commit to user D. Bagan Alir Penelitian

Gambar 3.4 Diagram alir proses penghilangan kotoran minyak goreng bekas.

Gambar 3.5 Diagram alir netralisasi minyak goreng hasil penghilangan kotoran

Minyak goreng bekas

Menyaring dengan (kertas saring )

Minyak goreng hasil penghilangan kotoran

Minyak goreng hasil penghilangan bumbu

Memanaskan sampai suhu (± 700C) Larutan KOH 15 g/100 mL

larutan hingga netral

Mengaduk dengan mixer (10 menit)

Filtrasi

Minyak goreng hasil netralisasi

(30)

commit to user

Gambar 3.6 Diagram alir proses pemucatan (bleaching)

Minyak goreng hasil penghilangan kotoran

Karbon aktif granul

(7,5 % dari berat minyak) Mengaduk selama 30 menit

Menyaring dengan kertas saring

Minyak goreng jernih (minyak goreng hasil pemucatan/ bleaching)

Residu adsorben dan kotoran Memanaskan minyak hasil netralisasi

sampai suhu 70 ºC

(31)

commit to user

Gambar 3.7 Diagram alir pembuatan sabun cair (Penyabunan)

Minyak goreng hasil penjernihan (pemucatan/bleaching)

Pemanasan (OC) : 40, 50, 60, 70

Penyabunan (50, 60, 70 dan 80 menit )

Sabun 10 mL gliserin dan 20 mL

alkohol 96%

Pengadukan (5 menit) Larutan KOH (g/100

mL larutan):

20, 30, 40, 50

Pewarna makanan 0,01 % dari berat sabun, parfum

0,02% dari berat sabun

Pengadukan (5 menit)

Sabun cair

Aquadest 50 mL

Pengadukan (5 menit)

(32)

commit to user

Gambar 3.8 Diagram alir proses uji banyak busa

Larutan sabun (penyabunan) dan aquadest (3:1) memasukkannya kedalam gelas ukur 250 mL

(ditutup dengan plastik dan karet)

Mengaduk (600rpm)

± 30 dan 60 detik dengan alat mixer

Tinggi busa dicatat setelah 30 dan 60 detik

(33)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

1. Analisa kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng.

Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara asam lemak bebas (FFA) terhadap pemakaian minyak goreng bekas.

Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin banyak frekuensi pemakaian minyak goreng akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas yang terbentuk dikarenakan selama proses penggorengan, minyak goreng sering mengalami pemanasan sehingga terjadi proses oksidasi dan hidrolisa. Proses hidrolisa terjadi karena terjadi kontak antara minyak dengan air yang berasal dari bahan yang digoreng sehingga minyak terhidrolisis menjadi asam lemak bebas yang ditandai dari bau tengik dan rasa getir pada minyak goreng.

Selama penggorengan, minyak goreng yang mengalami pemanasan pada suhu 160 – 250 oC dalam waktu lama menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer. Oksidasi terjadi karena reaksi antara minyak dengan oksigen yang menghasilkan senyawa aldehida,

(34)

commit to user

keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh, terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy material) yang mengendap di dasar ketel atau tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa minyak goreng bekas yang telah dimurnikan mengalami penurunan kadar asam lemak bebas (FFA). Penurunan asam lemak bebas ini terjadi karena proses pemurnian dengan cara netralisasi dan adsorbsi menggunakan arang aktif. Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan minyak goreng bekas dengan KOH 15 g/100 mL larutan sehingga kadar asam lemak bebasnya berkurang karena asam lemak bebas dalam minyak bereaksi dengan KOH membentuk garam kalium dan adsorbsi menggunakan arang aktif bertujuan untuk menjerap zat warna dan bau yang ditimbulkan oleh asam lemak bebas itu sendiri (Ketaren,1986).

2. Analisa kadar asam lemak bebas (FFA) pada sabun cair

Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada proses pembuatan sabun banyaknya frekuensi pemakaian minyak goreng juga mempengaruhi kadar asam lemak bebas didalam sabun yang belum bereaksi denga KOH menjadi

(35)

commit to user

sabun. Karena semakin banyaknya frekuensi pemakaian minyak goreng maka semakin banyaknya asam lemak bebas yang terbentuk sehingga jumlah KOH yang digunakan pada proses pembuatan sabun tidak mencukupi untuk menyabunkan asam lemak bebas.

B. Analisa Bilangan Penyabunan

1. Analisa bilangan penyabunan pada minyak goreng

Gambar 4.3 menunjukan bahwa semakin banyaknya frekuensi pemakaian minyak goreng maka semakin besar bilangan penyabunannya, karena minyak goreng yang frekuensi pemakaiannya lebih banyak memiliki kandungan asam lemak bebas yang lebih besar sehingga semakin banyak asam lemak bebas yang tersabunkan oleh KOH menjadi sabun dan bilangan penyabunannya semakin tinggi.

(36)

commit to user 2. Analisa bilangan penyabunan pada sabun cair

Gambar 4.4 menujukkan penurunan bilangan penyabunan terhadap konsentrasi KOH. Jika konsentrasi KOH semakin besar maka proses penyabunan semakin sempurna karena semakin banyak minyak goreng yang tersabunkan oleh KOH sehingga bilangan penyabunannya kecil begitu juga jika semakin kecil konsentrasi KOH maka semakin rendah minyak yang tersabunkan sehingga bilangan penyabunan menjadi lebih besar. Pada proses penyabunan dengan konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan sabun yang dihasilkan cenderung memadat (sabun lunak) selain itu sabun dari proses penyabunan dengan konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan dapat menyebabkan iritasi pada kulit (tangan terasa berkerut-kerut dan gatal) yang disebabkan dari konsentrasi KOH yang terlalu besar. Dari hasil pengujian didapatkan konsentrasi KOH 40 g/100 mL larutan untuk reaksi penyabunan sehingga menghasilkan sabun yang aman jika digunakan.

(37)

commit to user

Gambar 4.5 bilangan penyabunan paling besar pada suhu operasi 70

oC kenaikan suhu mengakibatkan jumlah air yang teruapkan juga semakin besar sehingga air yang diperlukan untuk menghidrolisa minyak menjadi asam lemak bebas semakin berkurang, hal ini yang mengakibatkan proses hidrolisa menjadi kurang sempurna dan bilangan penyabunan menjadi besar.

Sedangkan dengan suhu rendah yaitu pada suhu operasi 40 oC angka bilangan penyabunan paling kecil bila dibandingkan dengan suhu 50, 60, dan 70 oC karena jumlah air yang teruapkan sedikit sehingga proses hidrolisa minyak menjadi asam lemak bebas semakin besar dan proses penyabunan semakin baik.

(38)

commit to user

Gambar 4.6 penurunan bilangan penyabunan terjadi karena waktu reaksi penyabunan yang lama antara minyak goreng dengan KOH. Semakin lama reaksi penyabunan maka semakin besar minyak yang tersabunkan oleh KOH. Dari hasil pengujian waktu 80 menit reaksi penyabunan didapatkan bilangan penyabunan yang mendekati sabun referensi.

C. Analisa Banyak Busa

Gambar 4.7 kenaikan tinggi busa dipengaruhi dengan besar konsentrasi KOH untuk proses penyabunan, ketinggian busa yang paling

(39)

commit to user

tinggi diperoleh pada saat konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan jika dibandingkan dengan konsentrasi KOH 20, 30 dan 40 g/100 mL larutan yang menghasilkan busa lebih sedikit.

Pada proses penyabunan dengan konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan minyak mengalami hidrolisis sempurna sehingga proses penyabunanya menghasilkan busa yang lebih banyak dari pada sabun hasil dari proses penyabunan menggunakan konsentrasi KOH 20, 30 dan 40 g/100 mL larutan. Busa yang cukup banyak menyebabkan daya pencuci (pembersih) dapat berfungsi dengan baik untuk membersihkan.

Gambar 4.8 menjelaskan penurunan kurva ketinggian busa dipengaruhi oleh suhu reaksi penyabunan, semakin besar suhu yang digunakan dalam proses penyabunan maka semakin sedikit busa sabun yang dihasilkan.

(40)

commit to user

Gambar 4.9 menunjukkan semakin banyak busa yang dihasilkan dari sabun dipengaruhi oleh waktu reaksi penyabunan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan semakin lama waktu reaksi yang digunakan dalam proses penyabunan maka sabun yang terbentuk semakin besar sehingga dalam uji ketinggian busa didapatkan hasil yang semakin besar pula.

D. Analisa Viskositas Pada Sabun

(41)

commit to user

Gambar 4.10, 4.11 dan 4.12 pada pengujian viskositas terhadap sabun yang dihasilkan kenaikan kurva dipengaruhi dengan variabel konsentrasi KOH, suhu operasi dan waktu reaksi pada saat penyabunan. Semakin tinggi konsentrasi KOH maka viskositas sabun juga semakin bertambah bahkan pada konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan sabun yang dihasilkan cenderung memadat/ lunak. Pada variabel suhu operasi dan lama waktu reaksi penyabunan viskositas sabun yang dihasilkan juga semakin besar seiring dengan semakin tingginya suhu operasi dan semakin lama waktu reaksi meskipun tidak begitu besar perubahannya dari pada dengan variabel konsentrasi KOH yang sangat terlihat jelas.

(42)

commit to user

E. Aplikasi Kondisi Operasi pada Minyak Goreng Berbagai Frekuensi Pemakaian

Tabel 4.1 Hasil analisa sabun cair yang dihasilkan

Pengujian

Sabun dari minyak goreng SNI Sabun Mandi 2

pemakaian

3 pemakaian

4 pemakaian

Kadar air (%) 13,73 % 13,14 % 13,52 % Maks. 15

Jumlah asam lemak (%) 68,71% 68,82% 68,79% 64 - 70

Alkali bebas (KOH,%) 0 % 0 % 0 % Maks. 0,14

Asam lemak bebas (%FFA) 0,20 0,28 0,33 < 2,5 Bilangan penyabunan 202,68 203,59 204,24 196 - 206

Viskositas (g/cm·s) 0,6432 0,5221 0,5209 -

Uji busa (cm) 1,198 1,184 1,171 -

Tabel 4.1 merupakan hasil pembuatan sabun cair dengan kondisi operasi konsentrasi KOH 40 g/100 mL larutan, temperatur 70oC dan lamanya waktu proses penyabunan 80 menit terhadap minyak goreng frekuensi 3 dan 4 pemakaian.

Pemilihan konsentrasi KOH 40 g/100 mL larutan karena pada konsentrasi ini sabun yang dihasilkan tidak mengalami iritasi pada kulit tangan dan busa yang dihasilkan juga besar meskipun busa sabun yang paling besar dengan konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan tetapi sabun yang menggunakan konsentrasi KOH 50 g/100 mL larutan saat digunakan untuk mencuci dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

(43)

commit to user

Sedangkan suhu yang dipilih adalah suhu penyabunan 70oC, karena pada suhu ini bentuk sabun yang dihasilkan cukup baik yaitu berbentuk cair dan busa yang dihasilkan juga banyak walaupun sabun yang dihasilkan dengan suhu reaksi 40oC lebih banyak busannya dari pada suhu 70oC.

Sedangkan lama waktu reaksi yang dipilih adalah 80 menit, karena pada waktu reaksi 80 menit bentuk sabun yang dihasilkan cukup baik yaitu berbentuk cair dan busa yang dihasilkan juga banyak.

Jadi untuk membuat sabun cair yang baik atau yang memenuhi syarat mutu sabun cair sesuai SNI adalah pembuatan sabun yang menggunakan konsentrasi KOH 40 g/100 mL larutan, temperatur 70oC, dan lama waktu proses penyabunan 80 menit.

F. Analisa Sifat Kimia pada Sabun Cair Tabel 4.2 Hasil analisa sifat kimia

Keterangan Sabun I (2 penggorengan

Sabun II (3 penggorengan)

Sabun III (4 penggorengan Analisa I

kerosin + air + sabun kemudian dikocok

minyak dan air dapat tercampur

minyak dan air dapat tercampur

minyak dan air dapat tercampur

Analisa II sabun + air panas + CaSO4

sabun tidak berbusa dan timbul endapan putih

sabun tidak berbusa dan timbul endapan putih

sabun tidak berbusa dan timbul endapan putih

Analisa III sabun + ethanol + indikator PP

terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah muda

terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah muda

terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah muda

Analisa IV

analisa pH 9 9 9

(44)

commit to user

Analisa sifat kimia I bertujuan untuk mengetahui apakah sabun tersebut dapat berfungsi melarutkan minyak karena sabun bersifat sebagai emulgator sehingga kerosin dapat terdispersi dan bercampur dengan air.

Analisa sifat kimia II bertujuan untuk mengetahui bahwa sabun dalam air panas setelah ditambahkan CaSO4 akan mempunyai sifat sadah, sehingga terbentuk endapan. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan pemanasan.

Reaksi : 2C15H31COOK + CaSO4 H2O K2SO4 + (C15H31COO)2 Ca (↓) Analisa sifat kimia III menunjukkan bahwa sabun bersifat basa, karena indikator PP dalam suasana basa akan berwarna merah muda.

(45)

commit to user BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada proses bleaching karbon aktif yang digunakan sebanyak 7,5% dari berat minyak goreng bekas yang digunakan.

2. Dari proses penyabunan diperoleh sabun mandi yang optimum adalah menggunakan minyak goreng bekas dengan meraksikan KOH 40 g/100 mL larutan pada temperatur proses 70 0C dan lama saponifikasi 80 menit, sabun yang dihasilkan berbentuk cair, tidak membuat iritasi pada kulit dan memiliki sifat sabun yang mendekati dengan sabun komersil. Dengan kadar air 13,73 %, Jumlah asam lemak 68,71 %, Alkali bebas 0,1290 % dan FFA pada sabun 0,2 %, sedangkan bilangan penyabunan pada minyak hasil pemurnian 202,68 telah memenuhi SNI 06-3532-1994 yaitu sebagai syarat standar mutu sabun mandi cair.

3. Daya cuci sabun berdasarkan banyak busa yang dihasilkan, terjadi pada penggunaan minyak goreng bekas 2 kali pemakaian yang telah dimurnikan dengan menggunakan karbon aktif sebanyak 7,5% dari berat minyak goreng bekas dan direaksikan dengan KOH 50 g/100 mL larutan pada temperatur proses 60 0C yang menghasilkan sabun lunak dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Penggunaan KOH 40 g/100 mL larutan pada temperatur proses 700C menghasilkan sabun cair dan busa yang lebih sedikit dari penggunaan KOH 50 g/100 mL larutan, namun daya cuci sabun ini tidak jauh berbeda dengan sabun yang menggunakan KOH 50 g/100 mL larutan.

4. Bahan tambahan dalam pembuatan sabun cair dari minyak goreng bekas (jelantah) adalah :

a. gliserin merupakan humektan sehingga dapat berfungsi sebagai pelembap pada kulit. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis (Anonim, 2009).

(46)

commit to user

b. parfum sebagai pewangi sebanyak 0,02 % dari berat bahan.

c. pewarna yang digunakan adalah pewarna makanan sebanyak 0,01% dari berat bahan.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya pembuatan sabun cair dari minyak goreng bekas dengan menggunakan adsorben yang berbeda pada proses pemucatan (bleaching).

Sehingga dapat meningkatkan kualitas dari bahan baku pembuatan sabun.

Gambar

Gambar 4.9     Kurva waktu pada penyabunan dengan konsentrasi KOH 40% dan                            suhu 70 o C terhadap tinggi busa  ....................................................
Gambar 2.1 Reaksi hidrolisis minyak
Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi
Gambar 3.1 Rangkaian alat refluks untuk analisa asam lemak bebas.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil minyak goreng bekas yang telah dimurnikan pada percobaan ini memilki kadar asam lemak bebas (FFA) 1,5613 % keseluruhannya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel suhu, rasio dan waktu reaksi pembuatan sabun cair dari minyak goreng hekas, mendapatkan data kondisi optimum

Salah satu upaya untuk memanfaatkan tempurung biji karet yang digunakan sebagai adsorben, yaitu karbon aktif, dalam memurnikan minyak goreng bekas agar tidak terbuang

Dari hasil penelitian pengaruh waktu dan temperatur pengadukan terhadap kualitas minyak goreng bekas (jelantah) hasil adsorbsi maka dapat disimpulkan bahwa kondisi

“Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan Sabun Cuci Piring C air” Pasca sarjana teknik kimia.. Universitas Sumatera

Goreng Bekas Dari KFC Dengan Mengggunakan Adsorben Karbon Aktif..

Beberapa bahan alam dapat digunakan sebagai adsorben alami dalam adsorpsi minyak goreng bekas yaitu seperti karbon aktif dari tempurung kelapa, karbon aktif dari

Proses pengolahan minyak goreng bekas tersebut telah dilakukan oleh Sumarni 2004, dengan menggunakan bentonit dan arang aktif untuk penjernihan minyak goreng bekas yang hasilnya