• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

(Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

AJEN MUKAROM H34066008

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

AJEN MUKAROM. Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA).

Keberadaan sumber pembiayaan dalam bentuk kredit sangat penting dalam pengembangan produktivitas pada sektor pertanian terutama untuk petani skala kecil. Saat ini di Indonesia telah berkembang Lembaga Keuangan Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kehadiran Lembaga Keuangan Syariah tersebut tepat untuk mengembangkan sektor pertanian, karena karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian. Hal ini dikarenakan mekanisme transaksi pada bank syariah menggunakan skema bagi hasil.

Pertumbuhan bank syariah yang pesat dan peningkatan pembiayaan di sektor pertanian belum diikuti oleh pemahaman dan pengetahuan petani tentang sistem operasional perbankan syariah dan mekanisme dalam mengakses skim- skim pembiayaan untuk pertanian pada Lembaga Keuangan Syariah. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani dalam memperoleh pembiayaan untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Tujuan dari Penelitian ini adalah (1) menganalisis sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga, (2) menganalisis pengetahuan masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS (3) menganalisis persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS.

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, dengan desa terpilih yaitu Desa Sukawening dan Desa Petir. Waktu pengumpulan data di lapangan dilakukan dari Februari hingga Maret 2009. Responden penelitian adalah petani subsektor tanaman pangan sebanyak 43 responden, subsektor perikanan sebanyak 9 (sembilan) responden dan subsektor peternakan sebanyak 8 (delapan) responden. Pemilihan responden dilakukan dengan stratified random sampling dari populasi petani dilokasi penelitian yang tergabung pada kelompok tani. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif tabulasi silang dan analisis pendapatan usahatani.

Hasil penelitian menunjukkan dari petani yang pernah mengajukan

permohonan pembiayaan, lembaga keuangan yang diakses petani responden

terdiri atas lembaga keuangan non formal dan lembaga keuangan formal. Bahkan

ada juga dari responden yang mengakses keduanya. Pada subsektor tanaman

pangan lembaga keuangan yang paling banyak diakses oleh petani pada subsektor

tanaman pangan adalah lembaga keuangan non formal yaitu diakses oleh 54,55

persen, lembaga keuangan formal diakses oleh 27,27 persen, dan yang mengakses

keduanya 18,18 persen. Lembaga keuangan non formal yang banyak diakses yaitu

tengkulak. Tengkulak lebih menarik untuk diakses petani karena prosedur

pembiayaan tidak rumit, prosesnya cepat, tanpa agunan dan berdasarkan

kepercayaan. Disamping itu cara pengembalian pinjaman kepada tengkulak sesuai

dengan harapan petani yaitu musiman. Lembaga keuangan formal lainnya yang

(3)

diakses petani subsektor perikanan seluruhnya lembaga keuangan formal yaitu KKP dan Bank NISP. Namun responden yang mengajukan KKP permohonannya ditolak. Sedangkan petani subsektor peternakan mengakses ke lembaga keuangan formal saja yaitu ke Bank Niaga dan Bank HSBC.

Dilihat dari aspek pendapatan, pada subsektor perikanan nilainya lebih besar dibandingkan subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan.

Pendapatan rata-rata atas biaya tunai pada subsektor tanaman pangan sebesar Rp 6.948.888 per Ha/tahun. Sedangkan pendapatan rata-rata atas biaya total Rp 5.702.939 per Ha/tahun. Pendapatan rata-rata atas biaya tunai petani subsektor perikanan Rp 36.940.289 per Ha/tahun sedangkan pendapatan rata-rata atas biaya total Rp 36.863.754 per Ha/tahun. Pada subsektor peternakan pendapatan rata-rata atas biaya tunai Rp 14.483.333 per 1000 ekor/tahun. Sedangkan pendapatan rata- rata atas biaya total Rp 13.864.281 per 1000 ekor/tahun.

Keragaman pendapatan petani pada setiap subsektor di atas menunjukkan potensi permintaan pembiayaan pada sektor pertanian. Namun demikan meskipun informasi mengenai pendapatan usahatani tersebut merupakan potensi penyaluran pembiayaan bagi LKS, tinggi rendahnya pendapatan petani pada setiap subsektor tidak mempengaruhi petani untuk mengakses LKS. Hal tersebut dilihat dari hasil tabulasi silang yang menunjukkan tidak ada satu pun petani yang pernah mengakses bank syariah.

Dilihat dari aspek skala usaha, usahatani pada subsektor tanaman pangan dan perikanan didominasi oleh petani skala kecil. Sedangkan pada subsektor peternakan didominasi oleh skala menengah. Seperti halnya pada pendapatan, besar kecilnya skala usahatani, tidak menunjukkan kemampuan petani dalam mengakses LKS. Karena dipastikan 100 persen petani responden tidak ada yang pernah akses ke bank syariah.

Persepsi petani responden terhadap LKS cukup beragam. Persepsi terhadap sistem bunga ditanyakan pada seluruh responden penelitian. Karena dapat mempengaruhi motivasi responden memilih LKS. Umumnya dengan sistem bunga pinjaman, responden merasa diberatkan. Beberapa persepsi yang ditanyakan kepada responden yang pernah mendengar informasi tentang LKS:

Sebagian besar mengetahui LKS sebagai lembaga keuangan yang berdasarkan

syariah, menurut kesan terhadap LKS umumnya mengatakan LKS kurang dikenal

masyarakat, terdapat kelebihan pada LKS, dan mayoritas menyebutkan kelebihan

pada LKS bebas dari riba. Selain itu, sebagian besar responden juga memiliki

persepsi bahwa pada LKS terdapat kelemahan yaitu kurang informasi dan

sosialisasi. Dengan demikian sebagian besar responden memiliki persepsi bahwa

sosialisasi yang dilakukan LKS kurang baik. Persepsi responden menurut prospek

LKS, mayoritas menilai kurang baik. Persepsi agar LKS menjadi pilihan petani

ditanyakan kepada seluruh responden penelitian yaitu LKS dalam menyalurkan

pembiayaan tidak menerapkan prosedur pembiayaan yang sulit dan berharap agar

LKS lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat pertanian.

(4)

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

(Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

AJEN MUKAROM H34066008

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(5)

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

Nama : Ajen Mukarom NRP : H34066008

Disetujui, Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

Tanggal Lulus:

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)” adalah benar karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Ajen Mukarom

H34066008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 17 Desember 1981.

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muslih dan Ibunda Mamay Komarah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kertasari Tasikmalaya pada tahun 1994 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1997 di SLTP Islam Trijaya Cikukulu Karangnunggal Tasikmalaya.

Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 1 Karangnunggal Tasikmalaya diselesaikan pada tahun 2000. Pada tahun 2000 hingga 2002 penulis bekerja pada sebuah perusahaan swasta. Kemudian pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan pada Program Diploma 3 Higiene Makanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor diselesaikan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 Penulis diterima pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif pada beberapa kegiatan

organisasi intra kampus maupun ekstra kampus, diantaranya dipercaya menjadi

Ketua Komisi A DPM KM FKH IPB Periode 2004-2005, Sekretaris Umum HMI

Komisariat FKH IPB periode 2004-2005, Himpro Ornithologi, Ketua HMI

Cabang Bogor periode 2006-2007, MPKPC HMI Cabang Bogor periode 2008-

2009, dan Pengurus TIDAR Daerah Bogor periode 2009-2014.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga, menganalisis sejauhmana pengetahuan masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS dan menganalisis persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS. Sehingga harapannya dapat dihasilkan rekomendasi dan saran untuk kemajuan sektor pertanian khususnya pada subsistem penunjang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan serta kendala-kendala yang dihadapi. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun guna untuk penyempurnaan skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2009

Ajen Mukarom

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan do’a berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen pembimbing atas kebaikan, bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah dicurahkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, MSc., selaku dosen evaluator pada kolokium proposal penelitian penulis yang telah meluangkan waktu untuk menyampaikan masukan dan saran.

3. Ir. Harmini MS, sebagai dosen dari komisi akademik yang telah bersedia untuk menjadi penguji pada ujian sidang hasil penelitian ini.

4. Dr. Ir. Harianto, MS, sebagai dosen penguji pada sidang hasil penelitian.

5. Kedua orangtua penulis ayahanda dan ibunda, yang tak henti-hentinya mencurahkan perhatian, do’a, motivasi, kasih sayang, dan membesarkan penulis.

6. Kanda Uus Solihudin, Teteh Ferawati Rosita D, dan Adinda Amin Nuryamin yang selalu memberikan motivasi dan menanmkan optimisme kepada penulis.

7. Seseorang yang menjadi sumber inspirasi dan penyemangat yang telah menemani dan mengisi hari-hari penulis.

8. Kepala Desa Sukawening Bapak Husen, Kepala Desa Petir dan staff, Pak Amir Aming, Pak Enja Sudrajat dan para petani Desa Sukawening dan Desa Petir yang telah memberikan informasi dan membantu penulis

9. Keluarga besar Kelompok Tani Minasaluyu, Bakti Putra, Saluyu dan peternak ayam broiler yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

10. Sdr. Arief Rivai yang telah bersedia untuk menjadi pembahas pada seminar skripsi.

11. Sahabat-sahabatku, Zenal, Imran, Eni, Rahma, yang selalu bersedia untuk berdiskusi dengan penulis.

12. Keluarga besar HMI Cabang Bogor dan Komisariat FKH yang telah

mengisi hari-hari penulis dengan khasanah keilmuan.

(10)

13. Teman seperjuangan Wahyu, Meylani, Ayla, Risman, Galih dan teman- teman Mahasiswa Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Mayor Minor 1, atas semangat, pengertian dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Tanpa kalian perjuangan ini tak akan berarti.

Pada akhirnya, hanya Allah-lah yang akan membalas segala kebaikan kalian. Semoga kebaikan yang telah saudara perbuat diganti dengan pahala yang berlipat. Amin.

Bogor, Mei 2009

Ajen Mukarom

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan pada Bank Konvensional ... 8

2.1.1 Analisis Kredit ... 8

2.1.2 Unsur-unsur Kredit... 10

2.1.3 Jenis-jenis Kredit... 11

2.1.4 Jaminan Kredit ... 12

2.1.5 Sumber-sumber Kredit... 13

2.1.6 Penerapan Metode Bunga pada Bank Konvensional ... 13

2.2 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan pada Bank Syariah ... 14

2.2.1 Konsep Dasar Bank Syariah... 15

2.2.2 Konsep Operasi Bank Syariah ... 15

2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Pada Bank Syariah... 16

2.2.4 Aplikasi Metode Bagi Hasil... 19

2.3 Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ... 19

2.3.1 Persamaan Bank Syariah dan Konvensional... 19

2.3.2 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional ... 20

2.3.3 Sistem Bagi Hasil vs Sistem Bunga... 21

2.4 Kajian-kajian Empirik... 23

2.4.1 Sumber-Sumber Kredit di Tingkat Petani... 23

2.4.2 Persepsi Terhadap Bank Syariah ... 25

2.4.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Empirik ... Sebelumnya... 26

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 28

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28

3.1.1 Aksesibilitas Kredit Pertanian... 28

3.1.2 Ukuran Penampilan Usahatani ... 31

3.1.3 Persepsi Petani ... 32

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Lokasi dan Waktu ... 37

4.2 Jenis dan Sumber Data... 37

(12)

4.3 Metode Penentuan Sampel ... 37

4.5 Pengolahan dan Analisis Data... 39

4.6 Definisi Operasional... 40

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 41

5.1 Kondisi Geografis ... 41

5.2 Kondisi Demografi... 42

5.3 Kondisi Perekonomian ... 43

5.4 Sarana dan Prasarana... 45

5.5 Lokasi Responden Penelitian ... 46

5.6 Karakteristik Petani Responden ... 49

5.6.1 Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Umur ... 49

5.6.2 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 50

5.6.3 Karakteristik Responden berdasarkan ………. Jumlah Tanggungan dalam Keluarga ... 52

5.6.4 Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Berusahatani ... 53

5.6.5 Karakteristik Responden berdasarkan Status Usahatani ... 54

5.6.6 Karakteristik Responden berdasarkan Skala Usaha ... 56

VI ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... 58

6.1 Lembaga-Lembaga Keuangan yang Menjadi Sumber Pembiayaan Usahatani Responden di Kecamatan Dramaga ... 58

6.2 Daya Jangkau Responden Terhadap Lembaga Keuangan Syariah ... 68

6.2.1 Daya Jangkau Petani Responden Terhadap Lembaga... Keuangan Syariah Dilihat dari Aspek Pendapatan... 73

6.2.2 Daya Jangkau Petani Responden Terhadap Lembaga ... Keuangan Syariah Dilihat dari Aspek Skala Usaha... 80

6.3 Persepsi Responden Terhadap Lembaga Keuangan Syariah ... 82

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1 Kesimpulan ... 95

7.2 Saran... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN... 99

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Struktur PDB Menurut Sektor Lapangan Usaha Tahun 2004-

2008 Berdasarkan Harga yang Berlaku... 1 2. Penyaluran Pembiayaan oleh Bank Syariah Berdasarkan Sektor

Ekonomi Maret – November 2008... 4 3. Perbedaan Antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional... 20 4. Perbedaan Antara Sistem Bunga dengan Bagi Hasil... 22 5. Sebaran Kemiringan Lereng menurut Luas Penyebarannya

di Kecamatan Dramaga Tahun 2004...……….…………. 41 6. Luas Lahan di Kecamatan Dramaga menurut Pola Penggunaan

Lahan Tahun 2008…... 42 7. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Kecamatan Dramaga

menurut Kelompok Umur Tahun 2008 .……….... 42 8. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Kecamatan Dramaga

menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008... 43 9. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Kecamatan Dramaga

menurut Mata Pencaharian Tahun 2008...………... 43 10. Data Produksi Tanaman Pangan Utama di Kecamatan Dramaga

Tahun 2008……... 44 11. Data Produksi Perikanan di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 45 12. Data Produksi Subsektor Peternakan di Kecamatan Dramaga

Tahun 2008... 45 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Sukawening

menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008..……… 47 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Sukawening

menurut Mata Pencaharian Tahun 2008...………... 47 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Petir menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2008...……….. 48 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Petir menurut

Mata pencaharian Tahun 2008...……….. 48 17. Data Jenis Ternak menurut Jumlah yang Terdapat di Desa Petir

Tahun 2008………...…………... 49 18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Kelompok

Umur dan Subsektor Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008...………... 50 19. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat

Pendidikan dan Subsektor Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008...

52

(14)

2 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat

Pendidikan dan Subsektor Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008……... 52 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Jumlah Tanggungan dalam Keluarga dan Subsektor Usahatani di Kecamatan

Dramaga Tahun 2008………... 53

Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman dan Subsektor Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 54 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Usaha dan Subsektor Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008……...…… 56 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Tanaman Pangan menurut Skala Usaha di Kecamatan Dramaga Tahun

2008…………...……… 56

Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Perikanan berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Dramaga Tahun

2008………... 57

Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Peternakan berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Dramaga Tahun

2008………...……… 57

Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman dalam Mengajukan Pembiayaan di Kecamatan Dramaga Tahun 2008...………. 59 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Sumber Pembiayaan yang Pernah Diakses di Kecamatan Dramaga Tahun 2008………... 61 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Alasan tidak Mengakses Pembiayaan dari Lembaga Keuangan di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 68 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Perolehan Informasi mengenai LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 69 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Beberapa Alasan Belum Pernah Mengakses LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008...

73

Rata-Rata Struktur Biaya Usahatani Responden menurut Subsektor

Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 77

Rata-Rata Penerimaan Usahatani Responden menurut Subsektor

Usahatani di di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 78

Pendapatan Rata-Rata Respoden Setiap Subsektor di Kecamatan

Dramaga Tahun 2008... 79

Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Tanaman

(15)

3 Pangan menurut Skala Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun

2008... 80 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Perikanan menurut Skala Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 80 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Subsektor Peternakan menurut Skala Usahatani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008 ... 81 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Persepsi terhadap Sistem Bunga Pinjaman di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 84 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden yang Pernah Mendengar LKS menurut Pengetahuan terhadap LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 85 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden yang Pernah Mendengar LKS menurut Kesan terhadap LKS ... 87 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden yang Pernah Mendengar LKS menurut Persepsi Terhadap Kelebihan Bank Syariah di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 87 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden yang Mengetahui Ada Kelebihan Pada LKS menurut Kriteria Kelebihan di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 88 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Persepsi mengenai Kelemahan pada LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 89 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden yang Mengetahui Kelemahan pada LKS menurut Kriteria Kelemahan di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 89 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Persepsi Terhadap Sosialisasi Yang Dilakukan LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 91 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Prospek LKS pada Masa Mendatang di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 91 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Opini Responden Agar LKS Menjadi Pilihan Petani di Kecamatan Dramaga Tahun 2008... 92 Sebaran Jumlah dan Persentase Responden menurut Harapan Responden Terhadap LKS di Kecamatan Dramaga Tahun 2008...

94

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional……… 36

2. Skema Formula Penentuan Responden……….. 38

3. Skema Pengambilan Sampel Kuisioner... 39

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Daftar Responden Subsektor Tanaman Pangan... 100

2. Daftar Responden Subsektor Perikanan ... 102

3. Daftar Responden Subsektor Peternakan... 103

4. Daftar Riwayat Pinjaman Responden Penelitian... 104

(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara agraris, sektor pertanian dan pedesaan memiliki peranan sangat strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut, di antaranya adalah sebagai andalan matapencaharian mayoritas penduduk Indonesia, penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sumber devisa, bahan baku industri, penyediaan bahan pangan dan gizi, serta sebagai pendorong sektor-sektor ekonomi riil lainnya. Berdasarkan data BPS (2008), peranan dan konstribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dari tahun 2004 hingga triwulan I tahun 2008 rata-rata menyumbang sebesar 13,74 persen berada pada urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran. Perkembangan PDB tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Struktur PDB Menurut Sektor Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 Berdasarkan Harga yang Berlaku

Tahun (%)

No Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008*

Laju(%) /Tahun 1 Pertanian 14,3 13,1 12,9 13,8 14,5 0,04 2 Pertambangan dan Penggalian 8,9 11,1 11,0 11,1 10,9 0,40 3 Industri Pengolahan 28,0 27,4 27,5 27,0 27,0 -0,36 4 Listrik, gas dan air minum 1,0 0,9 0,9 0,9 0,8 -0,04

5 Bangunan 6,6 7,0 7,5 7,7 7,7 0,20

6 Perdagangan, hotel dan Restoran 16,0 15,6 15,0 14,9 15,0 -0,20 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,2 6,5 6,9 6,7 6,4 0,04 8 Keuangan, persewaan,dan jasa

perusahaan 8,5 8,3 8,1 7,7 7,5 -0,20

9 Jasa-jasa 10,3 9,9 10,0 10,0 9,6 0,14 Keterangan: *triwulan I tahun 2008

Sumber: Badan Pusat Statistik (2008) (diolah)

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional yang rendah

dibandingkan sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel serta restoran

terkait erat dengan penyempitan lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja

yang rendah pada sektor tersebut. Perluasan lahan pertanian, optimalisasi

produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani bisa dijadikan alternatif untuk

mendorong peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB nasional. Namun

seringkali upaya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian tersebut

dihadapkan pada persoalan aksesibilitas terhadap sumberdaya modal.

(19)

Keberadaan sumber pembiayaan dalam bentuk kredit sangat penting dalam pengembangan produktivitas pada sektor pertanian terutama untuk petani skala kecil. Ketersediaan kredit/pembiayaan yang memadai dapat menciptakan pembentukan modal bagi usahatani sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan, dan menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membayar kembali kredit yang diperoleh. Sumber pembiayaan (kredit) pertanian tersebut dapat diperoleh dari Lembaga Keuangan Formal maupun Lembaga Keuangan Non-Formal. Lembaga Keuangan Non-Formal diantaranya terdiri atas bank keliling, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi dan lain sebagainya. Lembaga Keuangan Formal diantaranya terdiri atas Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Pada Lembaga Keuangan Formal seperti LKK umumnya menyediakan dana dengan suku bunga rendah. Namun demikian, petani kecil tidak bisa akses dikarenakan beberapa kendala: (1) petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah, (2) pembayaran secara bulanan tidak sesuai dengan usahatani yang memberikan siklus produksi musiman dan (3) petani kecil umumnya belum familier dengan prosedur administrasi yang harus dipenuhi, sehingga sekarang ini LKK lebih banyak diakses oleh kelompok petani kaya. Padahal aksesibilitas terhadap sumberdaya modal harus diartikan sebagai keterjangkauan yang harus dimiliki dua sisi; ada pada saat diperlukan dan berada dalam jangkauan untuk memanfaatkannya. Selain itu, salah satu alasan utama petani kurang akses ke Lembaga Keuangan Formal adalah keuntungan tingkat bunga rendah yang diberikan dikalahkan oleh lebih banyaknya waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda dengan cara perbankan konvensional.

Saat ini di Indonesia telah berkembang Lembaga Keuangan Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Kehadiran Lembaga Keuangan Syariah tersebut tepat untuk mengembangkan

sektor pertanian, karena karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi

bisnis pertanian. Hal ini dikarenakan bank syariah menggunakan skema bagi hasil.

(20)

Ada beberapa alasan yang menguatkan agar sektor pertanian diberdayakan melalui bank syariah 1 : Pertama, sistem syariah lebih sesuai dengan karakter petani dan pertanian di Indonesia, sehingga lebih memungkinkan untuk diterapkan, dibandingkan dengan sistem bunga. Pada sistem syariah, yang dituntut adalah kemampuan petani untuk memproduksi hasil pertanian. Misalnya pada skema pembiayaan bai' as salaam, dimana petani mendapatkan modal untuk berproduksi sesuai biaya aktual yang dibutuhkan dan mendapat keuntungan dengan persentase tertentu. Kewajiban petani berdasarkan skema tersebut adalah menyerahkan produk pertanian dengan kriteria yang telah disepakati kepada pemberi modal. Bank dapat menunjuk suatu lembaga untuk memasarkan produk pertanian tersebut. Berbeda dengan sistem konvensional, dimana yang menjadi titik tekannya adalah pengembalian pinjaman plus bunga.

Kedua, bank syariah lebih menitikberatkan pada investasi di sektor riil, dan sektor pertanian merupakan bagian dari sektor riil. Sehingga mampu menjawab problematika aksesibilitas pembiayaan bagi petani. Bank ini pun dapat menjadi jembatan untuk mengintegrasikan pasar keuangan syariah dengan sektor pertanian, antara lain melalui penerbitan sukuk untuk pertanian.

Ketiga, bank syariah dapat menjadi substitusi kebijakan subsidi pemerintah untuk sektor pertanian. Selama ini subsidi yang diberikan pemerintah lebih menitikberatkan pada subsidi sarana produksi pertanian. Pada praktiknya seringkali subsidi tersebut salah sasaran akibat terjadinya moral hazard.

Di Indonesia perbankan syariah tumbuh dan berkembang dengan baik.

Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini mengalami pertumbuhan pesat. Hingga Oktober 2008 jumlah jaringan kantor bank syariah mencapai 1440 unit. Jaringan kantor tersebut telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak kabupaten/kota. Sementara itu jumlah Bank Umum Syariah (BUS) hingga Oktober 2008 berjumlah lima Bank Umum Syariah. Selama tahun 2008, Return on Asset (RoA) perbankan syariah mencapai 2,5 persen dan Return on Equity

1

Sufie. 2008. http/www.Menggagas bank pertanian syariah akhi sufie.htm. 20 Januari 2009

 

(21)

(RoE) mencapai 76,7 persen. Kontribusi utama dari piutang murabahah yang mencapai 45,3 persen dari seluruh total pendapatan perbankan syariah (BI, 2008).

Pada tahun 2008, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp 37,7 triliun. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah mencapai 36,7 persen. Pertumbuhan tabungan mudharabah mencapai 31,65 persen dan deposito mudharabah mencapai 38,79 persen yang merupakan proporsi terbesar pada triwulan ketiga tahun 2008. Sementara itu pembiayaan yang diberikan kepada UMKM oleh industri perbankan syariah sampai September 2008 mencapai Rp 27,18 triliun (72,13%), pembiayaan kepada non-UMKM mencapai Rp10,5 triliun (27,87%). Pertumbuhan pembiayaan kepada sektor UMKM sampai dengan posisi September 2008 sebesar 38,91 persen.

Pembiayaan untuk sektor pertanian yang disalurkan oleh bank syariah Maret hingga November 2008 relatif masih kecil dan berfluktuasi namun kecenderungan mengalami peningkatan seperti ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyaluran Pembiayaan Oleh Bank Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi Maret – November 2008 (Juta Rupiah)

Sektor Ekonomi Maret

2008

Juni 2008

September 2008

Oktober 2008

November 2008 Pertanian,

Kehutanan dan Sarana Pertanian

Nilai Pangsa(%)

850.236 2,87

999.775 2,93

1.225.275 3,25

1.227.441 3,22

1.257.064 3,26

Pertambangan Nilai Pangsa(%)

816.666 2,76

545.990 1,60

584.518 1,55

611.744 1,61

608.655 1,58 Perindustrian Nilai

Pangsa(%)

1.511.641 5,10

1.670.380 4,90

1.420.171 3,77

1.408.079 3,70

1.414.524 3,67 Listrik, air dan

gas

Nilai Pangsa(%)

99.416 0,34

157.007 0,46

223.802 0,59

278.848 0,73

301.064 0,78 Konstruksi Nilai

Pangsa(%)

2.479.959 8,37

3.306.929 9,70

3.744.926 9,94

3.699.693 9,71

3.767.485 9,77 Perdagangan,

restoran&hotel Nilai Pangsa(%)

4.380.500 14,78

4.416.032 12,95

4.441.180 11,79

4.382.947 11,50

4.598.479 11,93 Pengangkutan,

pergudangan

&Komunikasi Nilai Pangsa(%)

1.231.316 4,16

1.951.502 5,72

2.289.517 2.077.840 5,45

2.172.122 5,63

Jasa dunia usaha

Nilai Pangsa(%)

8.907.076 30,06

10.236.447 30,02

11.383.489 30,21

12.388.928 32,52

11.931.068 30,94 Jasa sosial Nilai

Pangsa(%)

1.965.151 6,63

2.361.650 6,93

2.735.069 7,26

2.707.825 7,11

2.742.305 7,11 Lain-lain Nilai

Pangsa(%)

7.387.495 24,93

8.453.955 24,79

9.632.640 25,56

9.313.996 24,45

9.764.757 25,33 Total Nilai

Pangsa (%)

29.629.456 100

34.099.667 100

37.680.587 100

38.097.341 100

38.557.523 100

Sumber: Bank Indonesia (2008)

(22)

Pertumbuhan bank syariah yang pesat dan kecenderungan peningkatan pembiayaan di sektor pertanian belum diikuti oleh pemahaman dan pengetahuan masyarakat terutama petani tentang sistem operasional perbankan syariah dan mekanisme dalam mengakses skim-skim pembiayaan untuk pertanian pada Lembaga Keuangan Syariah sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani dalam memperoleh pembiayaan untuk menjalankan kegiatan usahataninya.

Disamping hal tersebut, Mayoritas penduduk Indonesia merupakan penganut Agama Islam dan sebagian besar memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian. Namun, masyarakat belum menunjukkan minat dan perhatian yang besar terhadap perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan oleh masyarakat yang lebih banyak memilih bank konvensional dibandingkan bank syariah.

1.2 Perumusan Masalah

Memperhatikan data yang ada mengenai pertumbuhan bank syariah, karakteristik bank syariah, dan potensi pembiayaan syariah untuk sektor pertanian, seyogianya LKS lebih menarik untuk diakses oleh petani. Akan tetapi pada kenyataan petani umumnya lebih tertarik mengakses lembaga keuangan non formal dan lembaga keuangan konvensional sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi usahataninya. Pangsa pembiayaan pertanian yang disalurkan oleh perbankan syariah pun relatif masih sangat kecil nilainya jika dibandingkan dengan pangsa pembiayaan pada sektor ekonomi lain dan masih jarang diakses oleh petani pada subsistem usahatani.

Selain itu, LKS merupakan salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang menyalurkan dananya untuk kegiatan ekonomi yang bergerak pada sektor riil, salah satunya yaitu sektor pertanian. Jika dilihat dari nilai pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah pada sektor pertanian mengalami peningkatan (periode Maret-November 2008), tetapi peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan pangsa pembiayaan syariah untuk pertanian (Tabel 2).

Di Kecamatan Dramaga sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang

potensial untuk dikembangkan dan sebagian besar penduduk di Kecamatan

Dramaga memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian. Hal tersebut

menunjukkan bahwa di Kecamatan Dramaga terdapat potensi permintaan

(23)

pembiayaan (kredit) termasuk terhadap LKS. Selain itu, di Kecamatan Dramaga juga telah beroperasi beberapa LKS diantaranya, Bank Syariah Mandiri, Bank Muammalat, Bank Syariah Amanah Ummah, Bank Syariah Bina Rahmah, KBMT Tadbiirul Ummah, dan BMT Aliya. Perkembangan LKS di Kecamatan Dramaga tersebut tidak diikuti dengan peningkatan pembiayaan ke sektor pertanian subsistem onfarm, dan yang dapat dijangkau oleh petani pada subsistem onfarm masih sangat sedikit. Padahal berdasarkan kondisi tersebut seyogianya LKS dapat memanfaatkan potensi penyaluran pembiayaan dan petani pun bisa menjangkau pembiayaan pada LKS tersebut. Namun keberadaan LKS di Kecamatan Dramaga belum menunjukkan kemampuan petani dalam menjangkau pembiayaan yang tersedia pada LKS. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut:

1. Apa saja sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga?

2. Apakah LKS yang beroperasi di Kecamatan Dramaga diketahui oleh masyarakat pertanian subsistem onfarm?

3. Bagaimanakah persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga.

2. Menganalisis sejauhmana pengetahuan masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS.

3. Menganalisis persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari Penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan ilmu

pengetahuan terutama mengenai perkembangan sektor perbankan di

Indonesia dan tingkat pengetahuan petani terhadap perbankan.

(24)

2. Bagi pembaca dan peneliti lain, dapat berguna sebagai informasi dan bahan rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah, industri bank syariah dan pembuat keputusan pada

sektor pertanian, diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

merumuskan kebijakan dalam hal pembiayaan pertanian sehingga

kebijakan yang disusun tepat sasaran.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan Pada Bank Konvensional

Bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga yang sudah menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan metode bagi hasil. Jadi, bank konvensional adalah bank dalam artian Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 yang menjalankan usahanya dengan metode bunga (Wibowo dan Widodo, 2005). Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2.1.1 Analisis Kredit

Dalam hal pemberian kredit, pihak perbankan akan mengadakan perjanjian

terlebih dahulu dengan pihak peminjam, dimana sebelum perjanjian tersebut

disepakati pihak peminjam mengajukan proposal terlebih dahulu kepada pihak

perbankan untuk dianalisa latar belakang atau perusahaan, prospek usaha, dan

jaminan yang diberikan pihak peminjam, sehingga dapat memberikan keyakinan

kepada pihak bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank cukup

layak (feasible). Pemberian kredit yang tanpa melalui tahap analisis akan dapat

menyebabkan kerugian bagi pihak perbankan karena dapat menimbulkan kredit

macet. Analisis kredit ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan

peminjam dalam memenuhi kewajiban untuk melunasi kredit yang diterimanya

(26)

(angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah diperjanjikan bersama berdasarkan akad kredit yang dibuat.

Terdapat beberapa cara dalam melakukan analisis kredit diantaranya, menganalisis kredit berdasarkan prinsip 5C+1 yang meliputi sebagai berikut (Dendawijaya, 2001) :

1) Character (C1)

Analisis mengenai watak/karakter berkaitan dengan integritas calon debitur. Integritas ini sangat menentukan willingness to pay atau kemauan membayar kembali nasabah atas kredit yang telah dinikmatinya. Biasanya untuk mengetahui karakter calon debitur perbankan memperoleh informasi melalui korespondensi antarbank yang dikenal dengan bank information.

2) Capital (C2)

Pembiayaan suatu proyek yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya berasal dari bank, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu, pihak debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi dalam pembiayaan proyeknya. Penilaian terhadap permodalan sangat erat kaitannya dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah guna membiayai proyek yang akan dijalankan.

3) Capacity (C3)

Capacity adalah penilaian terhadap nasabah kredit dalam hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad kredit, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan.

4) Conditions of Economy (C4)

Faktor-faktor bisnis yang berada dilingkungan sekitar lokasi proyek akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap corak bisnis atau proyek yang akan dibangun. Dalam rangka proyeksi pemberian kredit, kondisi perekonomian harus pula ikut dianalisis.

5) Collateral (C5)

Collateral atau agunan kredit merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui. Collateral

pada umumnya berupa barang-barang yang diserahkan peminjam kepada

(27)

bank sebagai jaminan atas kredit atau peminjam yang diterimanya. Dengan demikian, collateral atau jaminan berfungsi sebagai:

a. Bagian dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian

b. Cara yang dilakukan bank untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan usaha atau proyek yang dibiayainya

c. Cara untuk mendorong nasabah agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan proyeknya

d. Pengganti pembayaran apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank

6) Constraints (C6)

Constrainsts merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor- faktor sosial psikologis yang ada pada suatu daerah yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan.

Analisis kredit dengan metode lain yang diyakini perbankan lebih teliti, tepat dan akurat adalah metode 6A, sebagai berikut: analisis aspek yuridis, analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis, analisis aspek manajemen, analisis aspek keuangan dan, analisis aspek ekonomi.

2.1.2 Unsur-Unsur Kredit

Ada beberapa unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit :

1) Kepercayaan

Dimana pihak perbankan memiliki kepercayaan terhadap pihak peminjam, kepercayaan ini dapat diperoleh pihak bank bila telah melakukan analisis pada saat mengajukan proposal, sesuai dengan prosedur terhadap pihak peminjam.

2) Kesepakatan

Pada saat proposal pengajuan kredit telah disetujui oleh pihak bank yang bersangkutan maka selanjutnya dilakukan kontrak kesepakatan dan ditandatangani oleh pihak bank dan pihak peminjam.

3) Jangka waktu

Setiap kredit yang diajukan pasti terdapat jangka waktu tertentu, hal ini

akan disesuaikan dengan jangka waktu yang telah disepakati pada saat

(28)

kontrak kesepakatan. Jangka waktu dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang.

4) Resiko

Semakin panjang waktu pinjaman maka akan membuat pengembalian pokok dan bunganya jauh lebih besar dibandingkan dengan bila kita memilih jangka pendek karena hal ini akan berkaitan dengan resiko tidak tertagihnya kredit. Sebab sejauh ini yang menanggung resiko adalah pihak bank.

5) Balas jasa

Balas jasa didalam bank umum adalah berupa bunga dan biaya administrasi. Hal ini merupakan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak bank.

2.1.3 Jenis-Jenis Kredit

Ada beberapa macam kredit yang diberikan oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat, terdiri dari beberapa jenis :

1) Dilihat dari jenis kegunaannya a. Kredit investasi

Kredit ini diberikan kepada perusahaan yang baru akan berdiri untuk keperluan membangun pabrik baru.

b. Kredit modal kerja

Kredit ini diberikan kepada perusahaan yang telah berdiri, namun membutuhkan dana untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Misalnya dalam hal membayar gaji pegawai atau untuk membeli bahan baku.

2) Dilihat dari segi sektor usaha

a. Kredit pertanian, diberikan untuk membiayai sektor perkebunan atau pertanian rakyat.

b. Kredit peternakan, diberikan untuk jangka pendek misalnya untuk peternakan ayam dan jangka panjang misalnya untuk kambing ataupun sapi

c. Kredit industri, diberikan untuk membiayai industri kecil, menengah

atau besar.

(29)

d. Kredit perumahan, diberikan untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah.

2.1.4 Jaminan Kredit

Dalam melakukan peminjaman, pihak peminjam dapat memberikan jaminan atau tanpa jaminan. Namun di Indonesia pihak bank selama ini masih memberikan pinjaman dengan jaminan sedangkan untuk pinjaman tanpa jaminan belum lazim diterapkan di Indonesia.

Adapun jaminan yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh bank yang akan memberikan pinjaman adalah sebagai berikut :

1) Dengan jaminan

a. Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang yang dapat dijadikan jaminan seperti : tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin, barang dagangan, tanaman

b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda yang merupakan surat- surat yang dijadikan jaminan seperti : sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, wesel

c. Jaminan Orang

Orang atau lembaga yang memberikan jaminan kepada seseorang yang akan melakukan pinjaman. Dimana orang atau lembaga yang memberikan jaminan memiliki nama baik atau perusahaan yang bonafit, sehingga bank menjadi percaya untuk memberikan pinjaman kepada orang yang diberi jaminan tersebut.

2) Tanpa Jaminan

Kredit yang diberikan kepada perusahaan yang telah loyal kepada bank

yang akan mengeluarkan pinjaman selain itu perusahaan tersebut adalah

perusahaan yang bonafit.

(30)

2.1.5 Sumber-sumber kredit

Hasil Penelitian Supriatna (2003), menyebutkan keberadaan sumber kredit sangat penting dalam pengembangan produksi usahatani terutama untuk petani berlahan sempit dan petani tidak berlahan (petani gurem). Kredit tersebut digunakan baik untuk tujuan produksi, kegiatan ekonomi lainnya dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Sumber-sumber kredit berdasarkan organisasinya dapat dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu: (a) lembaga kredit informal terdiri atas bank keliling, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi; (b) lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa (KUD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian; dan (c) kredit program pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa (UPKD) dana APBD dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dana APBN.

2.1.6 Penerapan Metode Bunga pada Bank Konvensional

Menurut Wibowo dan Widodo (2005), bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah yang berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham dan obligasi.

Sumber ini merupakan pendapatan bank paling besar. Pada saat bank konvensional menerima dana dari sumber-sumber pendapatannya, bank juga harus menempatkan dana tersebut ke bentuk kredit untuk memperoleh pendapatan bunga. Hampir 70 persen usaha bank berupa kredit sehingga sumber pendapatan utama bank berasal dari penyaluran kredit dalam bentuk bunga.

Karakteristik dari metode bunga yang membedakannya dengan pendapatan melalui cara lain adalah sebagai berikut:

1) Jumlah pengembalian (pinjaman pokok + bunga) telah ditetapkan sebelumnya (a predetermined of return). Jumlah ini tidak dikaitkan dengan produktivitas debitur yang aktual dan nyata.

2) Suku bunga telah ditetapkan sebelumnya (a predetermined rate of interest) dan disamakan bagi semua nasabah.

3) Penarikan predetermined rate of return secara hukum tetap dilakukan, meskipun debitur menderita kebangkrutan.

Perhitungan bunga kredit dapat menggunakan beberapa metode berikut:

1) Sliding Rate

(31)

Pembebanan bunga terhadap nilai pokok utang akan semakin menurun dari bulan ke bulan (periode) sesuai dengan menurunnya jumlah nilai pokok pinjaman sebagai akibat dari pembayaran cicilan pokok pinjaman tersebut.

2) Flat Rate

Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan tetap dari bulan ke bulan (periode), meskipun telah diangsur terhadap nilai pokok pinjaman tersebut.

3) Floating Rate (bunga mengambang)

Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman yang ditentukan secara mengambang sesuai dengan perkembangan tingkat suku bunga di pasar (money market rate). Pasar yang sering dijadikan standar menurut Wibowo dan Widodo (2001), adalah SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) atau LIBOR (London Interbank Offered Rate).

4) Discounted Rate

Bunga dijadikan sebagai nilai pengurang dari pokok harga. Hal ini diterapkan pada sertifikat deposito atau repurchase agreement.

2.2 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

Ascarya (2007), mendefinisikan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro.

Menurut Boesono dan Hudiono (2007) paling tidak, ada tiga prinsip dalam

operasional bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama

dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu: (1)

prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan

ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, (2) prinsip

kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki

hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan (3)

(32)

prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).

2.2.1 Konsep Dasar Bank Syariah

Menurut Tanjung dan Perwataatmadja (2007), bank syariah dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di bank dengan bank selaku pengelola dana (mudharib), dan disisi lain bank selaku pemilik dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana, baik yang berstatus pemakai dana maupun pengelola usaha (mudharib).

Pada sisi pengerahan dana masyarakat (funding), shahibul mal berhak atas bagi hasil dari usaha bank sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama.

Bagi hasil yang diterima shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha bank dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya.

Tidak ada biaya yang perlu digeserkan, karena bagi hasil bukan konsep biaya.

2.2.2 Konsep Operasi Bank Syariah

Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi para nasabah. Mekanisme kerja bank syariah adalah sebagai berikut: Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui deposito/investasi maupun titipan giro dan tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri (nonbagi hasil/trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi hasil/investment financing). Ketika ada hasil, maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan.

Disamping itu, bank syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya (Ascarya, 2007).

Menurut Tanjung dan Perwataatmadja (2007), dalam mengelola dana

nasabah bank syariah memiliki empat jenis pendapatan yaitu: pendapatan bagi

hasil, margin keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan

harta, dan pengembalian biaya administrasi. Pada pendapatan bagi hasil, besar

kecilnya pendapatan tergantung pada pilihan yang tepat dari jenis usaha yang

dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih besar kepada mudharib akan

(33)

memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha. Lain halnya pada pendapatan margin keuntungan, pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi tetapi menjadi mahal dan tidak laku, atau keuntungan kecil tetapi dengan volume yang besar karena murah dan laku. Pendapatan bank dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai.

Pada penyaluran dana pada masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank disalurkan dalam bentuk barang/jasa yang dibelikan bank untuk nasabahnya.

Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang/jasanya telah ada terlebih dahulu, baru ada uang. Dengan metode tersebut maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang/jasa selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan utang (collateral).

2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Utama pada Bank Syariah

Sebagai sektor bisnis riil yang berpotensi untung maupun rugi, sektor pertanian sangat relevan untuk mendapatkan modal dari lembaga pembiayaan perbankan syariah. Prinsip perbankan syariah didasarkan atas prinsip syirkah (kemitraan usaha) dengan menerapkan sistem profit-loss sharing dalam operasionalnya.

Menurut Wibowo dan Widodo (2005), ada tujuh jenis pembiayaan utama pada bank dengan sistem bagi hasil, yaitu:

1) Pembiayaan Musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan.

Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul mal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing- masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan musyarakah bank boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai.

2) Pembiayaan Mudharabah, yaitu pembiayaan seluruh kebutuhan modal

pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil

usaha bersih dibagi antara bank penyandang dana (shahibul mal) dengan

pengelola usaha (mudharib) sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi

(34)

hasil ditetapkan bagi mudharib lebih besar daripada shahibul mal. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan mudharabah bank tidak boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai. Biasanya pembiayaan dengan akad ini diberikan untuk pembiayaan aneka barang seperti pembelian sepeda motor.

3) Pembiayaan Murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana seluruhnya pada waktu jatuh tempo biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang tidak segera menghasilkan, seperti misalnya untuk kebutuhan traktor petani tidak mungkin dibayar kembali sebelum tanamannya menghasilkan.

4) Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana secara menyicil biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang dapat segera menghasilkan seperti misalnya untuk kebutuhan kendaraan angkutan umum yang segera dapat menghasilkan setelah kendaraan diterima.

5) Pembiayaan Bai assalam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang

dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa yang sudah wujud

tetapi masih harus menunggu waktu penyerahannya, dengan kewajiban

mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar

sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan

kesepakatan. Bank memperoleh marjin keuntungan dari transaksi jual beli

antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah

(35)

6) Pembiayaan Istishna, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa yang belum wujud dan harus dibuat sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.

Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah.

7) Pembiayaan Ijarah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut, pemilikan barang dihibahkan kepada nasabah atau dibeli oleh nasabah. Bank memperoleh margin keuntungan melalui pembelian dari pemasok dan sewa dari nasabah.

8) Pembiayaan ar-Rhan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, dan batu mulia, untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Nasabah diwajibkan membayar utangnya pada saat jatuh tempo dan membayar sewa tempat penyimpanan barang jaminannya. Bank memperoleh pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan barang jaminan.

9) Pembiayaan Qardhul Hassan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman tanpa dibebani biaya apapun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf zakat/infak/shadaqah dan ingin memulai usaha kecil-kecilan. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan pinjaman pokoknya saja pada waktu jatuh tempo sesuai dengan kesepakatan dengan membayar biaya-biaya administrasi yang diperlukan. Nasabah yang berhasil dianjurkan membayar zakat/infaq/shadaqah untuk memperkuat dana qardhul hasan.

Bank memperoleh pengembalian biaya administrasi dan menampung zakat dari nasabah yang berhasil usahanya.

Dari jenis-jenis pembiayaan diatas, setidaknya ada empat jenis produk

pembiayaan syariah yang dipandang ideal untuk sektor pertanian yaitu

(36)

mudharabah, murabahah, bai assalam dan musyarakah. Produk mudharabah dan murabahah lebih preferable sebagai pilihan utama dibandingkan produk pembiayaan lainnya. Namun yang secara konsep sangat cocok untuk sektor pertanian adalah pembiayaan bai assalam.

2.2.4 Aplikasi Metode Bagi Hasil

Wibowo dan Widodo (2005), dalam konsep ekonomi syariah uang dipandang sebagai flow concept. Uang harus berputar dalam perekonomian dan tidak mengenal metode time value of money karena metode ini menambahkan nilai kepada uang semata-mata dengan bertambahnya waktu dan bukan usaha.

Konsep ekonomi syariah justru mengenal money value of money, yaitu waktu memiliki nilai ekonomi dan manajemen moneter yang efisien dan adil tidak didasarkan pada penerapan metode bunga.

Pada bank syariah, kepentingan nasabah penyimpan dana, bank, dan debitur, dapat diharmonisasikan karena dengan metode bagi hasil, kepentingan pihak ketiga tersebut paralel, yaitu memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang benar-benar terjadi. Untuk itu manajemen bank akan berusaha mengoptimalkan keuntungan pemakai dana.

2.3 Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional 2.3.1 Persamaan Bank Syariah dan Konvensional

Wibowo dan Widodo (2005) menyebutkan, persamaan antara bank syariah

dengan bank konvensional terletak pada salah satu tujuannya dalam mencari

keuntungan dan pelayanan masyarakat dalam lalulintas uang. Persamaan lainnya

adalah dalam persaingan antarbank. Tanpa memandang bank syariah atau bank

konvensional, masyarakat cenderung memilih bank dengan pelayanan yang paling

baik. Pada akhirnya, bank yang terbaik dalam memberikan layanan yang akan

memenangkan persaingan. Apalagi kalau melihat kondisi pasar perbankan di

Indonesia, bahwa 80 persen nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh 15 ribu

bank-bank besar, sedangkan 20 persen pasar nasabah penyimpan dana

diperebutkan oleh lebih banyak lagi bank-bank kecil.

(37)

2.3.2 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

Perbedaan antara sistem pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada landasan operasional, peran dan fungsi bank, distribusi risiko usaha dan sistem pengawasan seperti dinyatakan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional

No Uraian Bank Konvensional Bank Syariah 1 Landasan operasional • Prinsip materialisme

• Komoditi yang diperdagangkan

• Instrumen imbalan terhadap pemilik uang ditetapkan di muka menggunakan bunga

• Prinsip syariah

• Uang hanya sebagai alat tukar

• Dilarang menggunakan sistem bunga

• Memakai cara bagi hasil dari keuntungan jasa atau transaksi riil

2 Peran dan Fungsi Bank • Sebagai penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit dengan imbalan bunga

• Sebagai penyedia jasa pembayaran

• Menerapkan hubungan debitur kreditur antara bank dengan nasabah

• Sebagai penerima dana titipan nasabah

• Sebagai manajer investasi

• Sebagai penyedia jasa pembayaran selama tidak bertentangan dengan syariah

• Sebagai pengelola dana kebajikan

• Menerapkan hubungan kemitraan

3 Resiko usaha • Resiko bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur atau sebaliknya.

• Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi selisih negatif

• Dihadapi bersama antara bank dan nasabah

• Tidak mengenal negatif spread (selisih negatif)

4 Sistem pengawasan • Tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasional sehingga aspek moralitas seringkali dilanggar

Ada dewan Pengawas Syariah, sehingga operasional bank syariah tidak menyimpang dari syariah.

Sumber: Hosen (2006)

Perbedaan paling mendasar terletak pada distribusi resiko usaha. Pada

sistem pembiayaan konvensional (berbasis bunga), balas jasa modal ditentukan

berdasarkan persentase tertentu dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu

pihak. Untuk hal nasabah sebagai deposan, risiko sepenuhnya berada pada pihak

bank dan sebaliknya apabila nasabah sebagai peminjam, risiko sepenuhnya berada

di tangan peminjam. Sementara pada sistem syariah ditetapkan sistem bagi hasil

(38)

dimana jasa dan modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad ini adalah keadilan antara pemberi modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.

2.3.3 Sistem Bagi Hasil vs Sistem Bunga

Di dalam sistem perbankan konvensional banyak unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam, unsur yang paling sering diperbincangkan adalah penerapan sistem bunga kepada para nasabahnya, baik yang menabung maupun yang meminjam uang. Bunga bank dari transaksi dalam hukum Islam adalah haram, karena termasuk dalam kategori riba, dalam sistem bunga terdapat pihak yang menderita kerugian, namun di pihak lain mendapat keuntungan atas kerugian tersebut.

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), ketika pemilik modal (surplus spending unit) bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit) untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menguntungkan, keuntungan dibagi berdua, dan apabila kegiatan usaha menderita kerugian, kerugian ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi. Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai variasinya.

Pada perekonomian konvensional, sistem riba, flat money, comodity

money, fractional reserve system dalam perbankan, dan pembolehan spekulasi

menyebabkan penciptaan uang (kartal dan giral) dan tersedotnya uang di sektor

moneter untuk mencari keuntungan tanpa resiko. Akibatnya, uang atau investasi

yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari

ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil

dan penciptaan uang tanpa nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya

pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan akan terhambat. Untuk melihat

perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 4.

(39)

Tabel 4. Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan.

2. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah dana/modal yang dipinjamkan 3. Bunga dapat mengambang/variabel, dan

besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi

4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi.

5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda.

6. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama

1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pad jumlah keuntungan yang diperoleh.

3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.

4. Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh pihak bank dan debitur.

5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan

6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: Ascarya (2007)

Menurut Wibowo dan Widodo (2005), perbedaan bagi hasil dengan metode bunga dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Upaya preventif menghadapi kredit bermasalah

a. Pada metode bagi hasil, saat nasabah mengalami kerugian, hal ini merupakan indikasi bahwa nasabah mengalami inefesiensi usaha sehingga bank dapat menyarankan dengan segera upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui restrukturisasi biaya.

b. Pada metode bunga, Pada saat debitor mengalami kerugian, bank kurang transfaran untuk melihat indikasi inefisiensi usaha karena kenaikan biaya dapat bersumber dari naiknya biaya bunga atau biaya lainnya. Bank baru mengetahui masalah yang dihadapi oleh debitur saat debitur telah terlambat menunggak pembayaran. Bila debitur gagal panen/usaha, maka akan timbul pembiayaan bermasalah yang dapat berakhir dengan penyitaan

2) Moral hazard

a. Pada metode bagi hasil, Bank dapat langsung mengetahui masalah

yang dihadapi oleh mudharib dalam pemasaran (omset penjualan

maupun gejolak harga penjualan). Bila nasabah mengalami kegagalan

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa jayanya kota Baghdad dikenal secara luas sebagai pusat kebudayaan dan peradaban islam yang sangat kaya dengan khasanah ilmu pengetahuan dan telah berhasil

Mereka membantah kerajaan penjajah British melaksanakan peperiksaan sekolah Cina dan menyeru semua pelajar terlibat dalam gerakan anti-Jepun.aa Apabila Jepun

Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penerapan internal public relations sebagai upaya meningkatkan produktivitas kerja

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di Kelas V

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan,

Slika 39. Uzdužni presjek tri puta provučenog uzorka, povećanje 50x.. Analizom mikrostrukture utvrđena je očekivana evolucija mikrostrukture s obzirom na primijenjenu

Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang

Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa siswa mengalami beberapa permasalahan antara lain yaitu: (1) kesulitan mengikuti mata pelajaran produktif atau keahlian yang