• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENGELOLAAN BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA,.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENGELOLAAN BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA,."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA

SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

NPM : 0541010049 RIAN HAMSYAH.

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

(2)

SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA Oleh :

NPM. 0541010049 RIAN HAMSYAH

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : Drs. Ananta Pratama, MSi

Tim Penguji : 1.

NIP. 196601031989032001 Dra. Diana Hertati, MSi

2.

NIP. 196411021994031001 Dr. Lukman Arif, MSi

(3)

BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA

Disusun Oleh :

NPM. 0541010049 RIAN HAMSYAH

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

DR. Slamet Srijono, MSi

NIP. 130 286 546 NIP. 196004131990031001 Drs. Ananta Pratama, MSi

Mengetahui, DEKAN

(4)

ii

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENGELOLAAN BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA”.

Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum pada Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak DR. Slamet Srijono, MSi sebagai dosen pembimbing utama dan Bapak Drs. Ananta Pratama, MSi sebagai dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

Disamping itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara. 2. Ibu Dra. Diana Hertati, MSi selaku Sekretaris Program Studi Administrasi Negara. 3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Administrasi Negara yang telah memberikan

bekal dalam proses perkuliahan di Program Studi Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

iii

membantu penulis dalam penyusunan laporan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangan-kekurangan, baik dari segi teknis maupun materiil penyusunannya. Oleh karena itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam menerima saran dan kritik dari semua pihak yang dapat menambah kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Oktober 2010

(6)

iv

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAE TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 10

A. Penelitian Terdahulu... 10

B. Landasan Teori... 15

1. Konsep Birokrasi... 15

a. Pengertian Birokrasi... 15

b. Ciri-ciri Birokrasi... 16

c. Peranan Birokrasi... 18

2. Konsep Partisipasi... 18

a. Pengertian Partisipasi... 18

b. Jenis-jenis Partisipasi... 19

3. Konsep Manajemen... 21

a. Pengertian Manajemen... 21

(7)

v

C. Kerangka Berfikir... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 28

A. Jenis Penelitian... 28

B. Instrument Penelitian... 30

C. Obyek dan Fokus Penelitian... 30

D. Lokasi Penelitian... 32

E. Sumber Data... 33

F. Metode Pengumpulan Data... 35

G. Jenis Data... 37

H. Informan Penelitian... 37

I. Analisis Data... 38

J. Keabsahan Data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian... 44

1. Sejarah Keberadaan... 44

2. Visi dan Misi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah... 47

3. Struktur Organisasi... 48

a. Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah... 48

b. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah... 49

(8)

vi

Dinas... 60

4. Karakteristik jumlah Pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah... 63

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin... 63

b. Karakteristik berdasarkan pangkat / golongan... 64

c. Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan... 65

d. Karakteristik berdasarkan jumlah pegawa berdasarkan Usia... 66

B. Hasil Penelitian... 66

1. Pengelolaan Keamanan... 67

a. Melaksanakan Pengamanan, Menjaga Ketertiban dan Ketentraman Rumah Susun... 67

b. Melaksanakan Pembinaan Berkaitan dengan masalah Keamanan, Ketertiban dan Ketentraman Rumah Susun... 75

2. Pengelolaan Kebersihan dan Pemeliharaan Bangunan... 78

a. Melaksanakan Pembinaan kepada Penghuni Berkaitan dengan masalah Kebersihan Rumah Susun dan Lingkungann Sekitarnya... 78

b. Melaksanakan Pemeliharaan Bangunan Rumah Susun Serta Sarana dan Prasarana Penunjang... 81

C. Pembahasan... 86

(9)

vii

Ketentraman Rumah Susun... 87

b. Melaksanakan Pembinaan Berkaitan dengan masalah Keamanan, Ketertiban dan Ketentraman Rumah Susun... 89

2. Pengelolaan Kebersihan dan Pemeliharaan Bangunan... 90

a. Melaksanakan Pembinaan kepada Penghuni Berkaitan dengan masalah Kebersihan Rumah Susun dan Lingkungann Sekitarnya... 91

b. Melaksanakan Pemeliharaan Bangunan Rumah Susun Serta Sarana dan Prasarana Penunjang... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 95

A. Kesimpulan... 95

B. Saran... 97

(10)

viii

Halaman Tabel 4.1 Jumlah Hunian Rumah Susun Penjaringansari I... 44 Tabel 4.2 Karakteristik jumlah Pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan

dan Tanah Kota Surabaya berdasarkan Jenis Kelamin... 63 Tabel 4.3 Karakteristik jumlah Pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan

dan Tanah Kota Surabaya berdasarkan Pangkat / Golongan... 64 Tabel 4.4 Karakteristik jumlah Pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan

dan Tanah Kota Surabaya berdasarkan Tingkat Pendidikan... 65 Tabel 4.5 Karakteristik jumlah Pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan

dan Tanah Kota Surabaya berdasarkan jumlah pegawai

Berdasarkan Usia... 66 Tabel 4.6 Jadwal Kerja Petugas Keamanan UPTD III Penjaringansari... 67 Tabel 4.7 Nama Petugas Unit Keamanan UPTD III Penjaringansari... 69 Tabel 4.8 Tata Tertib Penghunian Rumah Susun Sederhana

Sewa ( Rusunawa )... 70 Tabel 4.9 Larangan dan Kewajiban Penghuni Rusunawa... 72 Table 4.10Jam kerja petugas Unit Kebersihan dan Pemeliharaan UPTD III

(11)

ix

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka berpikir... 27

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif... 41

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah... 48

(12)

RIAN HAMSYAH, 0541010049, PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENGELOLAAN BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA, SKRIPSI, 2010.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis data penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Fenomena dalam penelitian ini adalah mengenai peran UPTD III dalam pengelolaan Rusunawa Penjaringansari dimana pengelolaan tersebut tertulis dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Nomor : 03/SE/DM/04 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Pola Unit Pelaksana Teknis ( UPT ) digunakan sebagai aturan teknisnya dan Perwali No.86 Tahun 2008 tentang tentang Organisasi Unit Pelaksana Teknis Rumah Susun Surabaya I, Surabaya II, Surabaya III pada Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya digunakan sebagai aturan tugas pokok dan fungsi UPTD.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang kondisi rumah susun yang terkesan kumuh dan kotor, dan bagaimana peran UPTD III dalam pengelolaan rusunawa Penjaringansari supaya rusunawa penjaringansari menjadi hunian yang layak bagi masyarakat berperekonomian rendah Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis peran UPTD III dalam pengelolaan Rusunawa Penjaringansari Kota Surabaya.

Situs penelitian ini adalah adalah keberadaan dari sebuah Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil dari wawancara dari informan, sedangkan data sekunder yaitu berupa dokumen-dokumen yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Bangunan Tanah maupun Unit Pelaksana Teknis Dinas. Variabel penelitian ini adalah satu yaitu Pengelolaan Rumah Susun Sederhan Sewa di Penjaringansari oleh UPTD III.

Informan dan responden dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah serta Unit Pelaksana Teknis Dinas beserta petugas Sub Unit Keamanan, Sub Unit Kebersihan dan Pemeliharaan dan Sub Unit Pendapatan yang berperan dalam pengelolaan Rusunawa di Penjaringansari serta penghuni Rusunawa Penjaringansari.

Fokus dalam penelitian ini adalah peran dari dari UPTD III dalam pengelolaan keamanan dan kebersihan serta memberikan pembinaan kepada para penghuni Rusunawa terkait dua fokus permasalahan di atas.

(13)

Sedangkan petugas kebersihan dan pemeliharaan masih terkendala dengan kesadaran para penghuni mengenai kebersihan lingkungan masih kurang dan tidak sesuainya pembagian porsi tugas yang diterima petugasnya.

(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kota sebagai tempat berlangsungnya kegiatan masyarakat memiliki berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat, yaitu kebutuhan untuk sehari-hari sandang, pangan dan papan, kebutuhan untuk hiburan sampai dengan kebutuhan akan pekerjaan yang layak, keadaan seperti itu yang seringkali membuat masyarakat daerah lain atau masyarakat dari desa berbondong-bondong pindah ke kota dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Keadaan seperti ini dapat dijumpai di kota-kota besar di Indonesia, misalnya saja Surabaya.

Surabaya sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, mengalami perkembangan yang cukup pesat dan telah menjadi semacam magnet terkuat bagi masyarakat di daerah penyangga, terutama daerah pedesaan di sekitar kota Surabaya tersebut. Keberadaan Kota Surabaya yang seperti itu merupakan bagian dari daerah perkotaan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, para masyarakat yang berasal dari desa datang ke Kota Surabaya dikarenakan di Surabaya terdapat banyak pilihan untuk memperoleh berbagai kesempatan dalam upaya memperbaiki kehidupan mereka. Masyarakat desa datang ke Kota Surabaya dengan berbagai motif, walaupun motif ekonomi adalah unsur yang paling dominan, masyarakat desa mempunyai persepsi dan harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada di daerah asal mereka yaitu pedesaan.

(15)

kota yang berarti. Bahkan beberapa di antaranya justru menurun, baik kualitas maupun kapasitasnya. Sebagai contoh kurangnya hunian yang layak bagi masyarakat menengah kebawah, hal ini dikarekan masih rendahnya tingkat perekonomian masyarakat. Kegagalan pembangunan dan proses marginalisasi yang terjadi di wilayah pedesaan, bukan saja telah terbukti menimbulkan derasnya migrasi penduduk yang berlebihan di wilayah kota besar, tetapi juga setumpuk masalah sosial yang menyertainya. Seperti bisa kita lihat dalam lima tahun terakhir, kota-kota besar di Propinsi Jawa Timur — khususnya Surabaya –bukan saja diserbu arus migrasi yang terus meningkat dari waktu ke waktu, tetapi di saat yang sama juga memicu munculnya berbagai permasalahan kota, seperti PKL, permukiman kumuh, dan lain-lain sebagainya.

Pesatnya pertumbuhan penduduk yang terjadi di Surabaya tidak hanya disebabkan oleh proses migrasi masyarakat yang berada di luar Surabaya tetapi juga dikarenakan pertambahan alami, yaitu dari pertambahan penduduk dari Kota Surabaya sendiri.

Sebagai kawasan mega-urban, yang namanya jumlah penduduk riil dan berbagai masalah sosial yang ditimbulkannya sesungguhnya telah keluar dari batas-batas administratif wilayah kota. Sebetulnya, sepanjang pemerintah kota Surabaya mampu memenuhi kebutuhan pelayanan publik bagi penduduk di kawasan mega-urban ini, barangkali sepesat apapun perkembangan kota dihela tidak akan menjadi masalah. Tetapi, lain soal ketika kemampuan pemerintah kota untuk menyediakan fasilitas publik dan melayani kebutuhan warganya yang senantiasa bertambah dengan pesat relatif tak berimbang.

(16)

kenyataan bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah, menimbulkan permukiman-permukiman padat dan kumuh di kawasan yang dianggap strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi.Dalam upayanya pemerintah mengatasi pemukiman liar dan kumuh pemerintah kota Surabaya melakukan pembangunan Rumah Susun atau rumah yang disusun secara vertikal untuk memenuhi tuntutan kuantitas hunian yang tinggi.

Hal ini dikarenakan langkanya lahan pada perkotaan yang biasanya padat penghuni. Karena tingginya nilai lahan dan tuntutan keterjangkauan harga sewa, maka pada umumnya rumah sewa di wilayah perkotaan dibangun secara vertikal untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan menurut (Sastra dan Marlina, 2006 : 69).

Alternatif pembangunan yang dianggap paling sesuai dengan kondisi di atas yaitu pembangunan kearah vertikal, dalam hal ini adalah Rumah Susun. Pembangunan rumah susun ini merupakan konsekuensi logis di kota besar terutama di kawasan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi seperti Surabaya. Di Surabaya sendiri terlihat bahwa keterbatasan lahan bagi permukiman semakin terbatas. Kendala lain yang juga tidak boleh dilupakan adalah keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat.

(17)

dengan Tata Laksana sewa dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama , yang di bangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan, dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, gelogis dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal dan cara hidup.

Sebagai upaya yang nyata telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya terhadap tuntutan kuantitas hunian yang tinggi adalah memberikan fasilitas hunian yang layak dan terjangkau kepada masyarakat menengah kebawah. Yang salah satu wujudnya adalah Rumah Susun Sederhana Sewa Penjaringansari yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas III ( UPTD ) yang dibawahi oleh Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah ( DPBT ) Kota Surabaya dimana didalamnya terdiri dari 6 blok, yaitu : Blok A, Blok B, Blok C, Blok D, Blok E, Blok F.

(18)

dalam pembangunan rumah susun sederhana antara lain untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat berpenghasilan rendah, meningkatkan fungsi lahan dan meningkatkan kualitas hunian padat di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Menurut Surat Edaran Nomor : 03/SE/DM/04 tahun 2004 tentang “ Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Pola Unit Pelaksana Teknis ( UPT ) ” pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi dari Rusunawa yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian Rusunawa.

Namun seiringnya berjalan waktu, permasalahan mengenai pengelolaan rumah susun muncul antara lain mengenai kondisi kebersihan dan pemeliharaan bangunan dari rumah susun serta pola hidup hunian yang mengarah ke kumuh dan tidak sehat. Serta permasalahan yang terkait dengan pengelolaan pendapatan yaitu penyimpangan peruntukan rumah susun yang seharusnya untuk Tunawisma dan warga kategori miskin justru dikomersialisasi oleh penyewa kepada pihak ketiga. Selain itu juga terdapat permasalahan yang terkait dengan pengelolaan keamananan yaitu mengenai kurangnya pengawasan keamanan yang disebabkan karena semakin luasnya kawasan rumah susun, sehingga petugas keamanan yang ada dirasa tidak dapat secara optimal untuk mengawasi keamanan di lingkungan rumah susun. Tujuan pembangunan rumah susun pada mulanya adalah memenuhi kebutuhan hunian masyarakat berpenghasilan rendah dan untuk mengurangi kawasan kumuh perkotaan nampak mulai pudar dan salah arah.

(19)

yang didirikan 12 tahun silam itu cukup memprihatinkan. Fasilitas umum di rusun tersebut sudah tidak memadai. Misalnya, tidak adanya taman bermain bagi anak-anak, tidak ada pasar, lahan parkir yang sempit, dan saluran air yang mampet. Penghuni rusun yang menjemur pakaian di depan jendela juga menambah kesan kumuh. Padahal, jendela itu merupakan satu-satunya ventilasi. Cat di dinding maupun tangga bangunan empat lantai tersebut juga sudah kusam. ''Ya seperti ini kondisinya sekarang,'' ujar Sudiono, salah seorang warga rusun Blok ABC Penjaringansari. Menurut dia, pemkot beberapa kali telah berjanji memperbaiki rusun tersebut, tapi tidak pernah ada realisasinya. Karena itu, saat diberi tahu akan ada rencana renovasi, sekretaris RT 02 tersebut tidak begitu antusias. Jika rusun itu benar akan direnovasi, Sudiono menginginkan salah satu bagian rusun tersebut dirombak. Terdapat bangunan mangkrak yang tidak berfungsi. Yakni, bangunan tempat masak warga. ''Warga masak di rumah masing-masing. Sekarang tempat itu jadi gudang,'' katanya. “

(http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=105172,diakses tanggal 08 mei 2010)

Selain itu penulis juga mengidentifikasi permasalahan lain yang terkait dengan pengelolaan pendapatan yaitu terdapat penyimpangan peruntukan hak sewa rumah susun yang seharusnya untuk Tunawisma dan warga kategori miskin justru dikomersialisasi oleh penyewa kepada pihak ketiga. Seperti pernyataan sebagai berikut :

“Berdasar pantauan Jawa Pos 08 Mei, hingga kemarin masih ada beberapa penghuni rusun yang menyewakan ke pihak lain. Salah satunya adalah seorang ibu berinisial M. Beberapa pemilik warung di penjaringansari mengungkapkan bahwa M masih memiliki tiga unit rusun yang disewakan.Saat ini, M juga memiliki sebuah rumah di belakang lokasi rusun. Di rumah itu, dia memiliki kamar yang difungsikan untuk kos. ''Yang di rusun juga ada. Tinggal pilih,'' ujar seorang pedagang di kawasan tersebut.

Sesuai aturan, rusun dibangun untuk warga tunawisma dan masuk kategori miskin. Anehnya, M yang telah memiliki rumah malah bisa menyewa tiga unit rusun sekaligus.Saat dikonfirmasi, Arif mengaku belum tahu. Menurut dia, pemkot akan mengevaluasi kembali penggunaan rusun. Sesuai prosedur, pemkot tidak bisa langsung memutuskan kontrak sewa dengan penghuni. "Harus ada peringatan lebih dulu. Nanti kalau masih seperti itu bisa dicabut haknya," tegasnya. Misalnya, di Rusun Penjaringan Sari I. Bahkan, pelanggarannya tidak sebatas sewa-menyewa dengan pihak ketiga, tapi juga jual beli hak sewa.

Pelakunya adalah orang yang kali pertama menempati rusun tersebut. Tidak tanggung-tanggung, harga satu kamar untuk rusun di lantai satu mencapai Rp 30 juta. Untuk lantai dua, harganya Rp 20 juta hingga Rp 25 juta.

(20)

Dengan adanya beberapa saksi tersebut, pembeli dianggap sah mengambil alih unit rusun.

Pelanggaran seperti itu sebenarnya sudah sangat keterlaluan. Sebab, penghuni pertama mendapatkan hak sewa itu secara gratis atau tanpa biaya administrasi apa pun. Setiap bulan, mereka hanya dikenai tarif sewa yang sangat murah, yakni Rp 20 ribu. Kini, penghuni nakal tersebut bisa meraup untung puluhan juta rupiah karena berhasil menjualnya.”

(http://www.jawapos.co.id/sportivo/index.php?act=detail&nid=57684,diakses tanggal 08 mei 2010)

Permasalahan pengelolaan keamanan yang dapat diidentifikasi oleh penulis mengenai tingkat keamanan yang kurang di rumah susun seperti pernyataan bapak Marpaung, salah satu warga rusun penjaringan blok C, yaitu :

“ Lha masalah keamanan ini mas yang masih agak rawan, soalnya petugas keaman disini terbatas, khan juga gak mungkin kalo harus mengawasi seluruh lingkungan rumah susun yang jumlahnya 6 blok, makanya sering terjadi kehilangan barang-barang milik penghuni.” (wawancara observasi lapangan tanggal 16 mei 2010).

(21)

Dari fenomena yang disebutkan di atas maka untuk itu peneliti mengambil judul “PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENGELOLAAN BANGUNAN DAN TANAH DALAM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PENJARINGANSARI KOTA SURABAYA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disajikan di muka, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah sebagai berikut :

Bagaimana Peran Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah Dalam Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Di Penjaringansari Kota Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan dari penelitian adalah untuk menjawab permasalahan yang muncul dari fenomena dan kemudian dijadikan objek penelitian. Dan berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai berikut :

Untuk mendeskripsikan dan menganalisa Peran Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah Dalam Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Di Penjaringansari Kota Surabaya.

D. Manfaat Penelitian a. Bagi penulis

(22)

Pengelolaan Bangunan Dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya, serta merupakan studi banding antara teori dan kenyataan sebenarnya dilapangan. b. Bagi Dinas Pengelolahan Tanah Dan Bangunan

Memberikan sumbangan pemikiran sesuai teori yang didapat bagi instansi dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah khususnya masalah Pengelolaan Rumah Susun demi memberi kepuasaan kepada masyarakat pengguna jasa.

c. Bagi universitas

(23)

10

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu dari pihak lain yang penulis pakai sebagai bahan kajian yang terkait dangan soal implementasi kebijakan antara lain :

1. Penelitian oleh Indar Hidayanti, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ( FTSP ) Institut Teknologi 10 November Surabaya ( ITS ) tahun 2007 dengan tema “ANALISA PENETAPAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (STUDI KASUS : RUSUNAWA DI DESA TAMBAKSAWAH KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO)”. Penelitian ini diarahkan berdasarkan tujuan dari pembangunan rusunawa Tambaksawah adalah membantu masyarakat berpeng-hasilan rendah terutama bagi buruh industri dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak. Sehingga, penetapan harga sewa perlu juga melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat kelompok sasarannya. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah Berapakah harga sewa yang paling optimal dari Rumah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) di desa Tambaksawah, berdasarkan kriteria biaya operasi dan pemeliharaan, nilai investasi Tanah Kas Desa Tambaksawah, serta dengan memperhatikan ability to pay dan willingness to pay kelompok sasaran penghuni dalam membayar

biaya sewa.

(24)

biaya OP dengan menghitung biaya selama siklus hidup gedung rusunawa Tambaksawah (life cycle cost) terdiri dari biaya energi, biaya operasional, biaya pemeli-haraan dan perbaikan komponen gedung, biaya penggantian komponen gedung, serta nilai investasi tanah kas desa. (2) Karena adanya perbedaan waktu pengeluaran biaya maka jumlah total seluruh biaya dihitung dengan metode Present Worth. (3) Hasil dari total Present Worth Biaya digunakan untuk meng-hitung besarnya harga sewa yang didasarkan pada keseimbangan antara pengeluaran untuk biaya OP serta kompensasi kepada desa atas penggunaan lahan TKD dengan pendapatan sewa. b) Untuk menentukan harga sewa berdasarkan kemampuan masyarakat kelompok sasaran penghuni rusunawa Tambaksawah dilakukan dengan survei kepada calon penghuni potensial yaitu para penduduk musiman yang belum memiliki tempat tinggal tetap yang bermukim dihunian-hunian sewa disekitar kawasan industri Tambaksawah yaitu desa Tambaksawah dan Tambakrejo. Survei dilakukan untuk mengetahui ability to pay dan willingness to pay kelompok sasaran dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggalnya.

(25)

Rp. 150.000,00 bagi masyarakat kelompok penghasilan Rp.900.001,00–Rp. 1.500.000,00 per-bulan. 3) Berdasarkan beberapa variabel, harga sewa rusunawa Tambak sawah ditetapkan dalam interval Rp.125.000,00 – Rp. 150.000,00 per-bulan untuk unit hunian. Dan Rp. 200.000,00 per-bulan untuk unit usaha (ruang komersial pada lantai dasar).

(26)

yang memerlukan prioritas penanganan di rumah susun Urip Sumoharjo adalah tempat jemur, fasilitas persampahan dan fasilitas keamanan.

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain : 1) Analisa Deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran singkat mengenai profil penghuni. 2) Uji Validitas dan Realibilitas. Pengujian dilakukan untuk mengukur tingkat validitas data hasil survai kuesioner dan sejauh mana suatu hasil pengukuran relative konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. 3) Analisa Kuadran. Analisa ini untuk memetakan persepsi dan kepentingan responden terhadap beberapa atribut/faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan responden ke dalam diagram kartesius. Berdasar analisa kuadran dapat diketahui faktorfaktor mana saja yang harus diprioritaskan penanganannya.

(27)

Fasilitas Keamanan. Di rumah susun Wonorejo faktor-faktor yang menjadi prioritas adalah : (1). Tempat Jemur, (2). Fasilitas Pendidikan, (3). Fasilitas Kesehatan dan (4). Pemadam Kebakaran. Di rumah susun Urip Sumoharjo, faktor priorotas utama yang memerlukan penanganan adalah :(1). Tempat Jemur, (2). Persampahan dan (3). Fasilitas keamanan. 3) Berdasarkan hasil analisa kuadran, penelitian terdahulu serta penanganan prioritas dari fasilitas rumah susun, maka fasilitas-fasilitas yang dikehendaki baik untuk rumah susun Penjaringansari I, rumah susun Wonorejo maupun rumah susun Urip Sumoharjo adalah : Kamar mandi / WC dan dapur dalam unit hunian, listrik minimal 900 watt, PDAM, tempat jemur, persampahan, parkir (motor maupun mobil), warung, toko, tempat ibadah, gedung serbaguna, tempat bermain, keamanan, kantor pengelola, pemadam kebakaran. Luas hunian tetap, yaitu tipe 18, tipe 21 ataupun 24, dengan syarat jumlah penghuni maksimal 3 orang atau 4 orang, dengan didukung peraturan pemerintah yang berlaku.

(28)

rumah susun yang mengarah ke kondisi kumuh, sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembangunan rumah susun untuk mengurangi kawasan kumuh perkotaan. Selain hal tersebut yang dijelaskan diatas permasalahan keamanan juga menjadi pertimbangan peneliti, dikarenakan rumah susun Penjaringan sari I mengalami perluasan dengan adanya rumah susun Penjaringan sari II, sehingga termasuk rumah susun yang besar di Surabaya maka dari itu diperlukan tingkat kemanan yang lebih luas pula.

B.

Landasan Teori

1. Konsep Birokrasi

a. Pengertian Birokrasi

Pengertian birokrasi menurut Kristiadi dalam Pasolong ( 2008 : 67 ), mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang besar pula jumlahnya.

Menurut Kartasapoetra ( 1994 : 2 ), mengatakan birokrasi adalah pelaksanaan perintah-perintah secara organisatoris yang harus dilaksanakan sedemikian rupa dan secara sepenuhnya pada pelaksanaan pemerintahan melalui instansi-instansi atau kantor-kantor.

Menurut Weber dalam Said ( 2007 : 2 ) menyebutkan birokrasi adalah sistem administrasi rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara tertentu, didasarkan aturan tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

(29)

terstruktur , dalam sistem hirarchi yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis ( written pocedures ), dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya.

Sedangkan menurut Blau dalam Sinambela

Dari definisi-definisi birokrasi di atas maka penulis menyimpulkan bahwa birokrasi adalah tata kerja pemerintahan agar tujuan negara bisa tercapai secara efektif dan efesien dikarenakan birokrasi ada untuk mencapai tujuan bersama.

( 2006 : 70 ) mengatakan bahwa birokrasi adalah organisasi yang ditujukan untuk memaksimumkan efesiensi dalam administrasi.

b. Ciri-Ciri Birokrasi

Menurut Weber dalam Pasolong ( 2008 : 72 ) menyebutkan ada 7 konsep birokrasi yang ideal antara lain, sebagai berikut :

1. Spesialisasi pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam kesederhanaan, rutinitas, dan mendefenisikan tugas dengan baik.

2. Hirarki kewenangan yang jelas yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal, dengan posisi hirarki atau jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada di bawah sepervisi dan kontrol dari yang lebih tinggi.

(30)

4. Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang didasarkan atas kemampuan, yaitu keputusan tentang seleksi promosi didasarkan atas kualifikasi teknis, kemampuan dan prestasi para calon.

5. Bersifat tidak pribadi ( Impersonalitas ), yaitu sanksi-sanksi diterapkan secara seragam dan tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan dengan kepribadian individual dan preferensi pribadi para anggota.

6. Jejak karier bagi para pegawai, yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier tersebut, para pegawai mempunyai masa jabatan artinya mereka akan dipertahankan meskipun mereka ” kehabisan tenaga ” atau jika kepandaiannya tidak terpakai lagi.

7. Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi, yaitu pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.

Ada beberapa ciri-ciri birokrasi dari perilaku birokrat yang akhir-akhir ini menjadi patologi ( penyakit ) dalam pemerintahan diantaranya sebagai berikut :

1. Budaya feodalistik masih terasa. 2. Kebiasaan menunggu petunjuk.

3. Loyalitas kepada atasan bukan kepada tugas organisasi. 4. Belum berorientasi pada prestasi.

(31)

8. Jumlah pegawai negeri relatif banyak tetapi kurang bermutu dan asal jadi.

c. Peranan Birokrasi

Peranan merupakan serangkain perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseoarang. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integritas antara tujuan dan misi organisasi. ( Thoha dalam Tangkilisan 2005 : 266 ).

2. Konsep Pastisipasi

a. Pengertian Partisipasi

Menurut Tangkilisan (2005 : 321) partisipasi merupakan unsur yang sangat penting dan menentukan dalam usaha mencapai keberhasilan pembangunan. Pada dasarnya partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang dalam kegiatan bersama yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembangunan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

Menurut Riyadi dan Supriyadi (2003 : 66) bahwa partisipasi dikembangkan sebagai suatu strategi untuk menciptakan kesempatan baru dan untuk mengeksplorasi (mengadakan penyelidikan) arah pembangunan yang barusebagai konsekuensinya (akibatnya),. Masyarakat akan berperan sebagai subyek pembangunan yang aktif, dan bukan sekedar sebagai obyek yang pasif.

(32)

lokal, merencanakan dan melaksanakan program, dengan mendudukkan warga sebagai aktor kunci pembuat kebijakan, baik sebagai pelaksana maupun penerima manfaat dalam proses pemerintahan lokal.

Pendapat yang sama juga diungkapkan Clayton dalam Sukardi (2009 : 48) yang mengungkapkan bahwa partisipasi merupakan proses dimana orang, termasuk organisasi dalam komunitasnya berkolaborasi dalam proyek dan program pembangunan. Dalam hal ini partisipasi harus mampu mendorong pembangunan yang berkesinambungan.

b. Jenis-jenis Partisipasi

Menurut Sukardi (2009 : 67) menjelaskan ada 2 (dua) jenis partisipasi, antara lain :

1) Partisipasi warga melalui lembaga parlemen (legislatif), yang pada umumnya berlaku dalam demokrasi perwakilan, dimana aspirasi warga di representasikan oleh partai-partai politik atau anggota legislatif yang duduk di parlemen melalui sistem pemilihan umum atau referendum. Sistem perwakilan semacam ini seringkali menimbulkan ketidakpuasan warga, karena partai – partai politik dan anggota parlemen sering tidak memperjuangkan aspirasi warga tetapi memperjuangkan kepentingan partai dan kepentingan kelompok dan kepentingan individu anggota dewan.

2) Partisipasi warga tanpa melalui parlemen (legislatif), atau “Participation by – passes Parliament”. Dimana warga bersama – sama dengan

(33)

Sementara itu Vaneklasen dan Miller dalam Sirajudin (2006 : 175-176) membagi partisipasi dalam beberapa jenis, yaitu :

1)Partisipasi Simbolis

Yaitu masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya.

2) Partisipasi Pasif

Yaitu masyarakat diberi informasi apa yang sudah diputuskan dan apa yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi hanya berjalan satu arah yaitu dari pengambil keputusan ke masyarakat.

3) Partisipasi Konsultatif

Yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan. Hasil jawaban masyarakat ini akan dianalisis oleh pihak luar untuk mengidentifikasi masalah dan cara untuk mengatasi masalah tersebut tanpa perlu memasukkan pandangan masyarakat.

4) Partisipasi dengan Insentif Material

Yaitu masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan, uang atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya, namun tidak terlibat di dalam memutuskan apa yang dilakukan sehingga mereka tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa pemberian insentif selesai.

5) Partisipasi Fungsional

(34)

6)Partisipasi Interaktif

Yaitu masyarakat berpartisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari perspektif yang berbeda serta menggunakan proses belajar yang terstruktur. Karena masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan maka mereka mempunyai ketertarikan untuk mempertahankan tujuan dan institusi lokal di masyarakat juga menjadi kuat.

7) Pengorganisasian Diri

Yaitu masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, nmun kontrol bagaiman sumber daya itu digunakan berada di tangan masyarakat sepenuhnya. Jenis partisipasi ini sangat ideal karean menunjukkan bagaimana masyarakat sudah sangat berdaya, mampu mengadvokasi dirinya sendiri masalah yang menimpanya.

3. Konsep Manajemen

a. Pengertian Manajemen

(35)

Menurut Terry dalam Syafiie ( 2003 : 117 ) manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya.

Sedangkan menurut Manullang dalam Ratminto ( 2006 : 1 ) defenisi manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Manajemen adalah subsistem kunci dalam sistem organisasi sekaligus sebagai kekuatan vital yang menghubungkan semua subsistem lainya. Seperti yang disebutkan oleh nawawi ( 2009 : 154 ) manajemen mencakup beberapa hal sebagai berikut :

1. Mengoordinasikan sumber daya manusia, material dan keuangan ke arah tercapainya organisasi secara efektif dan efesien.

2. Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dan menanggapi kebutuhan masyarakat.

3. Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat mengejar sasaran perseorangan ( invidual ) dan sasaran bersama ( collective ).

4. Melaksanakan fungsi tertentu yang dapat ditetapkan seperti menentukan sasaran, merencanakan merakit sumber daya, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengawasi.

(36)

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu ilmu dan cara menggerakkan orang-orang untuk menjalin kerja sama dalam menjalankan tugas masing-masing pada suatu organisasi, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai seefektif dan seefisien mungkin. Dan orang yang memiliki ilmu dan keterampilan ini disebut sebagai manajer.

b. Fungsi Manajemen dalam Pemerintahan

Manajemen merupakan suatu proses yang kompleks. Pada dasarnya menyangkut pengambilan keputusan untuk mempertahankan keseimbangan dinamis untuk mencapai tujuan yang menunjukan kesuksesan, yaitu prestasi organisasi. Pada umumnya fungsi-fungsi tersebut berada dalam organisasi yang sedang berjalan. Seperti yang disebutkan oleh Nawawi ( 2009 : 156 ) masing-masing fungsi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penetapan Sasaran

Sasaran ini selalu ditentukan, setidak-tidaknya secara emplisit. Sasaran sistem menekankan kondisi masa depan yang diharapkan hendak dicapai oleh organisasi . sasaran spesefik meliputi penyelesaian. Suatu misi atau tujuan itu biasanya diingat dalam ’pikiran’ sebagai pedoman umum untuk sasaran operasional.

2. Perencanaan

(37)

3. Penghimpun Sumber Daya

Hasil poses perencanaan adalah rencana-rencana operasional untuk melaksanakan tugas-tugas. Sumber daya dibutuhkan untuk melaksanakan rencana dan manajemen bertanggung jawab menghimpun sumber daya dan mengawasi efisiensi penggunaan sumber daya itu. Bagi setiap organisasi atau operasi terdapat kebutuhan keuangan, material, manusia, dan teknologi.

4. Pengoorganisasian

Mendapatkan orang dan sumber daya yang sesuai belum menjamin efektifitas dan efesiensi organisasi. Manajer atau pemimpin juga bertugas mengembangkan dan memelihara suatu struktur untuk melaksanakan rencana yang telah ditentukan dan mencapai sasaran-sasaran yang relevan. Tugas manajer atau pemimpin termasuk membagi pekerjaan diantara berbagai komponen dan kemudian mengintegrasikan hasil-hasilnya.

5. Pelaksanaan

Sasaran, rencana, sumber daya, dan disain, semuanya merupakan bagian dari persiapan untuk mengembangkan kemampuan yang akan dilaksanakan. Akan tetapi tidak ada yang terjadi sebelum ada usaha untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.

6. Pengawasan

(38)

organisasi dalam limit-limit yang diizinkan dan diukur dengan harapan-harapan. Rencana memberikan memberikan kerangka untuk mengawasi pekerjaan. Bersamaan dengan itu, umpan balik dan tahap pengawasan sering kali menunjukkan perlunya rencana baru atau sekurang-kurangnya penyesuain rencana sekarang.

Ada pula fungsi-fungsi manajemen menurut Hasibuan ( 2006: 40-41 ) antara lain sebagai berikut :

1. Perencanaan ( planning )

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada.

2. Pengorganisasian ( organizing )

Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.

3. Pengarahan ( directing = actuating )

Pengarahan adalah mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan.

4. Pengendalian ( controlling )

(39)

4. Konsep Peran

Menurut Narwoko ( 2006 : 158 ) peran ( role ) adalah merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan ( status ) artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan peran. Kedua-duanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan lain saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran.

Sedangkan menurut Soekanto ( 2003 : 244 ) mengatakan setiap peranan bertujuan agar antar individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang tersangkut atau ada hubungannya dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak.

Menurut Narwoko ( 2006 : 159 ) peran lebih banyak menunjuk pada fungsi antara lain fungsinya adalah sebagai berikut :

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat.

(40)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Sumber : Perwali Nomor 86 Tahun 2008 yang telah diolah. PERWALI NOMOR 86 TAHUN 2008 Tentang Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Susun

Surabaya I, Surabaya II, Surabaya III Pada DPTB pasal 8 dan 9

Peran UPTD III dalam pengelolaan Rusunawa Penjaringansari

Terciptanya rumah susun yang layak huni rumah susun serta sarana dan prasarana

(41)

28

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk memeperoleh hasil yang lebih baik dalam suatu penelitian, maka diperlukan teknik-teknik tertentu secara ilmiah atau sering disebut Metode Penelitian.

Metodologi penelitian kualtatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong ( 2006 : 4 ) adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong ( 2006 : 4) medefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.

Pengertian Penelitian deskriptif menurut Zuriah ( 2006 : 47 ) adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.

(42)

dimana ketersediaan tanah semakin berkurang, hal ini menunjukkan bahwa pembangunan rumah susun merupakan suatu kemutlakan, sedangkan dalam perkembangannya rumah susun seringkali menjadi hunian yang kumuh, sehingga pengelolaan yang baik perlu dilakukan untuk menjaga fungsi rumah susun. Berdasarkan kenyataan yang ada maka terdapat fungsi ganda dari kebijakan pengelolaan rumah susun, sehingga penelitian yang akan dilakukan ini akan lebih mudah dilaksanakan apabila mengggunakan metode kualitatif, dimana metode kualitatif lebih mudah digunakan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Mitler dalam Moloeng (2007:4) mendefenisikan bahwa Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam peristilahnya.

Menurut Moleong (2007 : 8) penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan :

a) Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. b) Untuk keperluan evaluasi.

c) Digunakan untuk meneliti tentang hal – hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian.

d) Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, dan persepsi. e) Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi

prosesnya.

(43)

dan memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara-cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfatkan metode ilmiah.

B. Instrument Penilitian

Kedudukan penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelaporan hasil penelitian. Namun, instrumen penelitian disini dimaksudkan sebagai alat pengumpulan data seperti tes pada penelitian kualitatif ( Moleong, 2006 : 168 ).

C. Obyek dan Fokus penelitian

Obyek penelitian ini Adalah Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Penjaringansari Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya.

Tidak ada satupun penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus. Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantun pelaksanaan penelitian, jika penelitian ditentukan tepat sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil dengan baik.

(44)

untuk memenuhi kriteria inklusi – eksklusi atau kriteria masuk – keluar suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan. Jadi, dengan penetapan yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah atau mana yang akan dibuang.

Dilihat dari perumusan masalah di atas, maka yang menjadi fokus dalam penelitian adalah tentang Peran UPTD Dalam Pengelolaan Rusunawa Pejaringansari Kota Surabaya yang sesuai PERWALI No. 86 pasal 8, 9 dan 10 dengan tiga fokus yaitu sebagai berikut :

a. Pengelolaan Keamanan

Fokus ini untuk mengkaji Pola Pengelolaan Keamanan, yang dilaksanakan di Rusun Penjaringansari Kota Surabaya, dengan melihat :

1. Melaksanakan pengamanan, menjaga ketertiban dan ketentraman rumah susun.

2. Melaksanakan pembinaan kepada penghuni berkaitan dengan masalah keamanan, ketertiban dan ketentraman rumah susun.

b. Pengelolaan Kebersihan dan Pemeliharaan Bangunan

Fokus ini untuk mengkaji Pola Pengelolaan Kebersihan dan Pemeliharaan Bangunan, yang dilaksanakan di Rusun Penjaringansari Kota Surabaya, dengan melihat :

1. Melaksanakan pembinaan kepada penghuni berkaitan dengan masalah kebersihan rumah susun dan lingkungan sekitarnya.

(45)

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dilakukan ini ditentukan di Kota Surabaya, dengan pertimbangan bahwa Kota Surabaya termasuk dalam tipologi wilayah perkotaan dengan jumlah penduduk yang besar dan mengalami keterbatasan lahan, hal tersebut tidak sebanding dengan kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat. Dan untuk lokasi penelitian ini adalah di lokasi rumah susun Penjaringan Sari, dengan pertimbangan :

1. Terdapat kamar-kamar yang diperdagangkan di dalam rumah susun Penjaringan Sari, sementara kamar-kamar yang ada di rumah susun tersebut tidak dapat diperdagangkan karena termasuk Rumah Susun Sederhana Sewa, jadi penghuni rumah susun Penjaringan sari tidak memiliki hak milik sepenuhnya.

(46)

3. Rumah susun Penjaringan sari I mengalami perluasan dengan adanya rumah susun Penjaringan sari II, sehingga termasuk rumah susun yang besar di Surabaya.

Selain itu juga penelitian dilakukan di instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan rumah susun di Surabaya, yaitu di Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah ( DPBT ) selaku pelaksana dari kebijakan pengelolaan rumah susun dan Unit Pelaksana Teknis ( UPT ) Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah selaku pelaksana kebijakan di Rumah Susun Sederhan Sewa Penjaringansari kota Surabaya.

E. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007 ; 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah tempat penelitian dapat menemukan data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang diperlukan melalui informasi, peristiwa dan dokumen.

1. Kata-kata dan Tindakan

(47)

Kata-kata dan tindakan dalam penelitan ini yang digunakan sebagai sumber data adalah yang berhubungan dengan Pola Penelolaan keamanan lingkungan rumah susun Penjaringansari, Pola Pengeloaan kebersihan dan pemeliharaan dan Pola Pengelolaan pendapatan.

2. Sumber Tertulis

Dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bias diabaikan. Dilhat dari segi sumber data,bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.

Sumber tertulis dalam penelitan ini yang digunakan sebagai sumber data adalah yang berhubungan dengan Pola Penelolaan keamanan lingkungan rumah susun Penjaringansari, Pola Pengeloaan kebersihan dan pemeliharaan dan Pola Pengelolaan pendapatan.

3. Foto

Sekarang ini foto sudah lebih banyak dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Foto dalam penelitan ini yang digunakan sebagai sumber data adalah yang berhubungan dengan Pola Penelolaan keamanan lingkungan rumah susun Penjaringansari, Pola Pengeloaan kebersihan dan pemeliharaan dan Pola Pengelolaan pendapatan.

4. Data statistik

(48)

Data statistik dalam penelitan ini yang digunakan sebagai sumber data adalah yang berhubungan dengan Pola Penelolaan keamanan lingkungan rumah susun Penjaringansari, Pola Pengeloaan kebersihan dan pemeliharaan dan Pola Pengelolaan pendapatan.

F. Metode Pengumpulan Data

Menurut Bungin ( 2007 : 107 ) Dalam penelitian kualitatif relasi metode pengumpulan data dan teknik-teknik analisis data kadang tidak terelakan, karena suatu metode pengumpulan data juga sekaligus adalah metode dan teknik analisis data.

Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan documenter, serta metode-metode baru seperti metode bahan visual dan metode penulusuran bahan intenet.

Dalam pengumpulan data kualitatif ada 4 (empat) metode yang akan digunakan yaitu :

1. Wawancara

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman ( guide ) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relative lama.

2. Observasi

(49)

a. Observasi partisipasi ( Participant Observer )

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.

b. Observasi tidak terstruktur

Observasi tidak terstruktur dimaksud, observasi dilakukan tanpa mengguakan guide observasi. Dengan demikian, pada observasi ini pengamat harus mampu secara pribadi megembangkan daya pengamatan dalam mengamati suatu obyek.

3. Dokumenter

Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metologi sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menulusuri data historis.

4. Bahan visual

(50)

G. Jenis Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam moleong (2002 : 157) penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan -permasalahan penelitian dapat menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu :

1. Data Primer

Yaitu data-data informasi yang diperoleh secara langsung dari informan pada saat dilakukannya penelitian. Dalam penelitian ini, data primer dapat diperoleh melalui :

a. Pengamatan (observasi) b. Wawancara

Kedua hal tersebut dilakukan peneliti di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah ( Rusun Penjaringansari III ).

2. Data Sekunder

Yaitu data-data berupa dokumen-dokumen, laporan-laporan dan arsip-arsip yang ada relevansinya dengan penelitian tersebut.

H. Informan Penelitian

Informan penelitian menurut Bungin ( 2007 : 77 ) adalah subyek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Cara memperoleh informan penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui :

1. Snowbolling sampling

(51)

a. Peneliti ketika memulai melakukan penelitian dan pengumpulan informasi, ia berupaya menemukan gatekeeper, yaitu siapa pun orang yang pertama dapat menerima di lokasi objek penelitian yang dapat memberi petunjuk tentang siapa yang dapat diwawancarai atau diobservasi dalam rangka memperoleh informasi tentang objek penelitian.

b. Gatekeeper bisa pula sekaligus menjadi orang pertama yang diwawancarai, namun kadang gatekeeper menunjuk orang lain yang lebih paham tentang objek penelitian.

c. Setelah wawancara pertama berakhir, peneliti meminta informan menunjuk orang lain berikutnya yang dapat diwawancarai untuk melengkapi informasi yang sudah diperolehnya.

d. Terus-menerus setiap habis wawancara peneliti meminta informan menunjuk informan lain yang dapat diwawancarai pada waktu lain.

2. Key person

Key person digunakan apabila sudah memahami informasi awal tentang objek

penelitian maupun informan penelitian, sehingga ia membutuhkan key person untuk memulai melakukan wawancara atau observasi.

I. Analisis Data

(52)

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka setelah data terkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diproleh kedalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan yang pada hakekatnya merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada sesuai dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Karena itulah data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa secara kualitatif, artinya dari data yang ada dianalisa serinci mungkin dengan jalan mengabstraksikan secara teliti setiap informasi yang diperoleh di lapangan, sehingga diharapkan dapat diperoleh kesimpulan yang memdai.

Menurut Miles dan Huberman (1992 : 16) teknik analisis data kualitatif meliputi tiga unsur alur kegiatan sebagai sesuatu yang terjadi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun suatu analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan / verifikasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dengan menggunakan model interaktif (interactif model of analysis) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992 : 15-21). Dalam model ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu sebagai berikut :

a. Reduksi Data

(53)

difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan penelitian kemudian dicari tema atau pola (melalui proses penyuntingan, pemberian kode dan pembuatan tabel).

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu dan sudah dipahami yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan mengambil tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

(54)

Proses analisis data secara interaktif ini dapat disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :

Gambar 3.1

Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif

sumber : Miles dan Huberman (1992 : 20)

Berdasarkan hal tersebut di atas, dijelaskan bahwa data yang diperoleh di lapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka, tetapi berisikan uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang telah di analisa dan kemudian di interpretasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan dengan berpatokan pada teori-teori serta temuan yang diperoleh pada saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan jalan pemecahannya.

J. Keabsahan Data

Menurut Moleong (2007 : 324), untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada 4 (empat) kriteria yang digunakan, yaitu :

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

(55)

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan kriterium derajat kepercayaan (kredibilitas) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriterium ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan, mempetunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataaan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (transferality)

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan penglihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.

3. Kebergantungan (dependability)

(56)

kesalahan-kesalahan. Namun, kekeliruan yang dibuat orang demikian jelas tidak mengubah keutuhan kenyataan yang distudi. Konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang bersangkutan. 4. Kepastian (confirmability)

Kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antar subjek. Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang atau banyak orang, barulah dapat dikatakan objektif. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan .

(57)

44

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Keberadaan

Rumah Susun Penjaringan Sari berada di wilayah Surabaya bagian timur tepatnya berada di wilayah Kecamatan Rungkut, dan lebih spesifik lagi berada di Kelurahan Penjaringan Sari, oleh karena itu rumah susun terebut dinamakan Rumah Susun Penjaringan Sari. Pembangunan Rumah Susun Penjaringan Sari tahap yang pertama dibangun di atas tanah bekas ganjaran Kelurahan Penjaringan Sari yang telah dibebaskan oleh Panitia Pembebasan Tanah untuk kepentingan umum Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya dan dibangun pada tahun 1995 oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya.

Pembangunan Rumah Susun Penjaringan Sari tahap pertama terdiri dari 3 blok yaitu blok A, B dan C dengan luas bangunan sekitar 9000 m2. Dengan rincian hunian sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah Hunian Rumah Susun Penjaringan Sari I BLOK JUMLAH

KAMAR RUSUN

KAMAR YANG DITEMPATI

FASUM MUSHOLA

A 80 73 4 3

B 80 74 3 3

C 80 75 3 2

(58)

Berdasarkan data tersebut di atas, maka dapat dilihat bahwa pada Rumah Susun Penjaringan Sari tahap I memiliki 3 blok dimana masing-masing blok terdiri 80 unit hunian, sehingga kesluruhan hunian yang ada di Rumah Susun Penjaringan Sari tahap I adalah 240 unit hunian. Dari 240 unit hunian ada sebagian unit hunian yang digunakan sebagai fasilitas umum. Untuk blok A fasilitas umumunya tersiri dari ; 1) Pendidikan Usia Dini ( PAUD ), 2) Perpustakaan Umum, 3) Tempat Pendidikan Alquran ( TPA ), 4) Kantor RT. Untuk blok B fasilitas umumunya tersiri dari ; 1) Pendidikan Usia Dini ( PAUD ), 2) Tempat Pendidikan Alquran ( TPA ), 3) Kantor RT. Untuk blok C fasilitas umumunya tersiri dari ; 1) Pendidikan Usia Dini ( PAUD ), 2) Tempat Pendidikan Alquran ( TPA ), 3) Kantor RT. Serta mushola pada setiap bloknya sehingga total keseluruhan unit hunian yang dihuni adalah 222 unit hunian.

Rumah Susun Penjaringan Sari tahap I diperuntukkan pada warga kota Surabaya yang terkena proyek pelebaran jalan perbantuan Bank Dunia ataupun proyek-proyek Pemerintahan Kota Surabaya, khususnya mereka yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Surabaya. Pemanfaatan Rumah Susun Penjaringan Sari selain untuk warga yang terkena proyek juga diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil Dinas atau Badan lainnya di lingkungan Pemerintahan Kota Surabaya.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 21 tahun 2003, maka penetapan tarif sewa perhunian berdasarkan Perda tersebut antara lain sebagai berikut :

(59)

3. Lantai III : Rp. 10.000 per bulan 4. Lantai IV : Rp. 5.000 per bulan

Selain Rumah Susun Penjaringan Sari tahap I ada juga Rumah Susun Penjaringan Sari tahap II yang dibangun pada tahun 2004 oleh Pemerintahan Propinsi Jawa Timur dengan luas kawasan sekitar 9000 m2

Sesuai dengan Peraturan WaliKota Surabaya No. 77 tahun 2009, maka penetapan tarif sewa perhunian berdasarkan Perwali tersebut antara lain sebagai berikut :

, yang diperuntukkan bagi warga Kota Surabaya yang terkena gusuran di wilayah stren kali yang berada di Kecamatan Semampir. Rumah Susun Penjaringan Sari tahap II terdiri dari 3 blok yaitu blok D, E dan F, masing-masing blok juga terdiri dari 4 lantai dengan 96 unit hunian sehingga total hunian seluruh blok sebesar 288 unit hunian dan sudah terisi penuh. Kondisi fasilitas antara Rumah Susun Penjaringan Sari tahap I dengan Rumah Susun Penjaringan Sari tahap II berbeda, pada rumah susun yang baru sudah terdapat kamar mandi dan dapur di dalam masing-masing kamar rumah susun, sedangkan rumah susun yang lama fasilitas kamar mandi dan dapur masih berupa fasilitas umum yang terdapat di masing-masing lantai.

5. Lantai I : Rp. 234.000 per bulan 6. Lantai II : Rp. 211.000 per bulan 7. Lantai III : Rp. 187.000 per bulan 8. Lantai IV : Rp. 152.000 per bulan

(60)

2. Visi dan Misi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah

Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah mempunyai visi dan misi agar mampu menjaga keseimbangan dan pengabdian di Pemerintahan Kota Surabaya.

a. Visi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah

“Manajemen Bangunan Dan Tanah Yang Professional Dengan Pelayanan Yang Berkualitas”

b. Misi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah

1. Meningkatkan kpengeualitas pelayanan publik yang efektif dan efisien. 2. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai dengan SDM yang

berkompeten.

(61)

3. Struktur Organisasi

a. Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Gambar 4.1

Sumber : Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah 2010

(62)

b. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah

Adapun tugas pokok dan fungsi dari masing-masing jabatan adalah sebagai berikut :

1. Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan Pemerintah dibidang :

1) Pertanahan. 2) Pekerjaan umum.

3) Otonomi Daerah, Pemerintah Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.

b. Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan bangunan dan tanah.

2) Pembinaan dan pelaksanaan tugas. 3) Pengelolaan ketatausahaan Dinas.

4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretariat mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : a. Sekretariat mempunyai tugas sebagai berikut :

1) Pelaksanaan koordinasi perencanaan program, anggaran dan laporan dinas.

(63)

4) Pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga dinas, kearsipan dan perpustakaan.

5) Pemeliharaan hubungan masyarakat dan keprotokolan. 6) Pembentukan Tim Penilai Tanah dan Bangunan.

7) Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dan atau bangunan dari Lembaga/Tim Penilai Tanah dan Bangunan.

8) Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan dan instansi terkait. 9) Pemberian izin/pinjam pakai/sewa, pemakaian tanah, bangunan

dan rumah.

b. Sekretariat mempunyai dua sub bagian yang masing-masing mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Sub bagian umum dan kepegawaian mempunyai fungsi sebagai berikut :

a) Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian.

b) Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian.

c) Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instasi lain di bidang umum dan kepegawaian.

d) Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang umum dan kepegawaian.

e) Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai

(64)

2) Sub bagian keuangan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a) Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan pentunjuk teknis di bidang keuangan.

b) Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan.

c) Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan.

d) Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang keungan.

e) Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

3. Bidang pengadaan dan pengamanan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Bidang pengadaan dan pengamanan mempunya tugas sebagai berikut :

1) Penetapan lokasi.

2) Pembentukan panitia pengadaan tanah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3) Pelaksanaan inventarisasi. 4) Pelaksanaan musyawarah.

5) Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian. 6) Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.

(65)

8) Penetapan kebijakan pengelolaan investasi dan aset daerah kota. 9) Pelaksanaan pengelolaan investasi dan aset daerah kota.

10)Pelaksanaan fasilitas pengelolaan aset daerah pemekaran skala kota.

11)Penyediaan tanah rusunawa dan rusunami lengkap dengan prasarana, sarana, utilitas (PSU) dan melakukan pengelolaan dan pemeliharaan diperkotaan, pusat kegiatan, perdagangan/produksi. 12)Pengelolaan prasarana, sarana, dan sarana (PSU) bantuan pusat. b. Bidang pengadaan dan keamanan mempunyai dua seksi yang

masing-masing seksi mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Seksi pengadaan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a) Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pengadaan.

b) Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pengadaan.

c) Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang pengadaan.

d) Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang pengadaan.

e) Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang

(66)

2) Seksi pengamanan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a) Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pengamanan.

b) Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pengamanan.

c) Menyiapkan bahan pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang pengamanan.

d) Menyiapkan bahan pengwasan dan pengendalian bidang pengamanan.

e) Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang

pengadaan dan pengamanan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

4. Bidang pemanfaatan tanah mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : a. Bidang pemafaatan tanah mempunyai tugas sebagai berikut :

1) Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim.

2) Penetapan bidang-bidang tanah sebagai sebuah tanah kosong yang dapat digunakan untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian.

3) Penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman pangan semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat. 4) Pelaksanaan fasilitas perjanjian kerjasama antara pemegang hak

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1
Tabel 4.1
 Gambar 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akhir kata semoga skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Tingkat Underpricing pada Perusahaan Yang Melakukan IPO di Bursa Efek

Postes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan akhir siswa setelah diberi perlakuan. Berdasarkan analisis data pretes diperoleh kesimpulan tidak

Tugas Lembaga Penjaminan Simpanan, (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan, (2) melaksanakan penjaminan simpanan, (3) merumuskan dan

10 Saya lebih memilih untuk mengerjakan tugas dari dosen walaupun saya sudah berjanji untuk pergi bersama dengan teman. 11 Tuntutan dari teman – teman biasanya pada akhirnya

Suatu kondisi berbahaya atau tidak aman dari peralatan kerja, lingkungan kerja, proses kerja, sifat kerja dan cara kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

Before the introduction of insulin therapy, the NIDDM patients, compared to normolipidaemic healthy control subjects, presented a significantly re- duced HDL cholesterol level, a

Pada penyakit hati juga dapat reningkatkan kadar urea darah akan tetapi sifatnya ringan, isalnya pada penderita hepatitis infeksiosa anjing yang ana akan terjadi peningkatan

Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran (Arend et al., 2001), yaitu: (1) guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah