• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di wilayah Kota Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survei penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di wilayah Kota Yogyakarta"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

i

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Yovita Ratri Sulistianingsih NIM: 131134023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan hati yang penuh syukur dan pujian skripsi ini peneliti persembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas berkat dan kasihNya yang selalu melimpah serta Santa Pelindung Yovita yang selalu melindungi dalam keadaan apapun.

2. Kedua orangtuaku yang terkasih, Bapak Agustinus Musiyadi dan Ibu Bernadeta Sulimah yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang. 3. Kakakku terkasih, Isidorus Apri Sulistiadi serta keponakanku Anastasia Ita

Wati yang selalu memberi penghiburan, doa, dan, semangat.

4. Sahabat-sahabatku satu penelitian Rinda, Rosita, dan Lela yang selalu membantu dan memberi semangat.

5. Yosephin Intan dan Maria Ratih yang sudah membantu selama pembuatan skripsi serta semua sahabat MB21 yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.

6. Natalia Runi Astuti yang selalu memotivasi dan menemani selama kegiatan observasi penelitian.

(5)

v MOTTO

“Don’t cry because it’s over. Smile because it happened.”

(Dr. Seuss)

“Sebab Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau;

janganlah takut dan janganlah patah hati.” (Ulangan 31 : 8)

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

Yovita Ratri Sulistianingsih Universitas Sanata Dharma

2017

Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta telah menunjuk 29 sekolah dasar yang dianggap mampu untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan menggunakan metode survey cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Data diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada 73 responden di 11 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta dan kuesioner yang kembali berjumlah 43 kuesioner.

Dari data yang diperoleh dan berdasarkan olah data yang sudah dilakukan, peneliti mendapatkan hasil penelitian bahwa kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi sebesar 14.2%. Hal ini belum sesuai dengan dugaan sementara peneliti, yaitu sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sesuai dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta telah mencakup 8 prinsip, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; adaptasi kurikulum; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.

(9)

ix ABSTRACT

SURVEY THE OPERATION OF INCLUSION ELEMNTARY SCHOOL IN YOGYAKARTA

Yovita Ratri Sulistianingsih Sanata Dharma University

2017

Yogyakarta Education Board has designated 29 elementary schools considered as capable to organize inclusion education. Elementary inclusion schools are six-year educational units which accommodate students in one class without being discriminative. This research aimed to describe the suitability

between inclusion schools’ management in Yogyakarta and inclusion schools’

management principle. In addition, this research also describes the application of inclusion schools’ management principle in Yogyakarta.

This research was a quantitative non-experimental research with survey cross sectional method. The instruments being used were questionnaires with open-ended questions which were already being validated by two valuators. The data was gained by distributing the questionnaires to 73 respondents from 11 inclusion elementary schools in Yogyakarta and 43 questionnaires have been returned.

From the data obtained and processed, the researcher concluded that the suitability between inclusion schools’ management in Yogyakarta City and inclusion schools’ management principle was 14.2%. The result was not equal

with the researcher’s estimation which was 50% suitability. The application of

inclusion schools’ management in Yogyakarta City had covered 8 principles which were the accepta nce of new students; identification; flexible curriculum; devised materials education and activity for children; class arrangement, assessment; provided and utilized adaptive learning media ; and learning assessment and evaluation.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat, berkat, dan kasihNya yang melimpah, sehingga skripsi yang berjudul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota

Yogyakarta” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu dan memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi

5. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

6. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-Kota Yogyakarta yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

7. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-Kota Yogyakarta yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku, Agustinus Musiyadi dan Bernadeta Sulimah yang selalu memberiku semangat, perhatian dan kasih sayang dalam setiap doanya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

9. Kakakku terkasih, Isidorus Apri Sulistiadi dan keponakanku Anatasia Ita Wati yang selalu memberikan doa, semangat, dan penghiburan.

10.Ristya Ferinda, Rosita Cahayani, Lela Mustikasari yang bersama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan.

11.Yosephine Intan, Maria Ratih, Aurelia Laksmi, Elvira Margianti, Natalia Runi, sahabat yang selalu membantu dan memberikan semangat.

Peneliti berharap semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 4

C. TUJUAN PENELITIAN ... 4

D. MANFAAT PENELITIAN ... 5

E. DEFINISI OPERASIONAL ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. KAJIAN PUSTAKA ... 7

1. Sekolah Dasar Inklusi ... 7

(13)

xiii

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua

Anak ... 8

b. Identifikasi... 9

c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) ... 10

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak ... 11

e. Penataan Kelas yang Ramah Anak ... 12

f. Asesmen ... 13

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif ... 15

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ... 15

3. Pendidikan Inklusi ... 15

a. Pengertian Pendidikan Inklusi... 15

b. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 16

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 18

d. Prinsip dasar Pendidikan Inklusi ... 18

4. Anak Berkebutuhan Khusus ... 19

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus... 19

b. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus ... 21

B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN ... 28

C. KERANGKA BERPIKIR ... 31

D. HIPOTESIS PENELITIAN ... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. JENIS PENELITIAN ... 35

B. SETTING PENELITIAN ... 36

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

2. Subjek Penelitian ... 37

3. Objek Penelitian ... 38

(14)

xiv

1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 38

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 39

E. INSTRUMEN PENELITIAN ... 40

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN... 44

1. Uji Validitas Instrumen ... 44

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 53

G. TEKNIK ANALISIS DATA... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. DESKRIPSI PENELITIAN ... 59

B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER ... 60

C. HASIL PENELITIAN ... 61

D. PEMBAHASAN ... 74

1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan Prinsip Sekolah Inklusi ... 74

2. Penerapan Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta ... 76

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 84

A. KESIMPULAN ... 84

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 85

C. SARAN ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN ... 91

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar 11 Sekolah Dasar Inklusi Di Kota Yogyakarta ... 36

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tentang Survei Penyelenggaraan Sekolah Inklusi Di Wilayah Kota Yogyakarta ... 41

Tabel 3.3 Skala Likert ... 47

Tabel 3.4 Contoh Coding Data ... 56

Tabel 4.1 Hasil Jawaban Prinsip Pertama Dengan Jawaban Terbanyak ... 62

Tabel 4.2 Hasil Jawaban Prinsip Kedua Dengan Jawaban Terbanyak ... 63

Tabel 4.3 Hasil Jawaban Prinsip Ketiga Dengan Jawaban Terbanyak ... 63

Tabel 4.4 Hasil Jawaban Prinsip Keempat Dengan Jawaban Terbanyak ... 64

Tabel 4.5 Hasil Jawaban Prinsip Kelima Dengan Jawaban Terbanyak ... 65

Tabel 4.6 Hasil Jawaban Prinsip Keenam Dengan Jawaban Terbanyak ... 66

Tabel 4.7 Hasil Jawaban Prinsip Ketujuh Dengan Jawaban Terbanyak ... 69

Tabel 4.8 Hasil Jawaban Prinsip Kedelapan Dengan Jawaban Terbanyak ... 70

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Data Daftar Sekolah Inklusi di Wilayah

Kota Yogyakarta ... 92

Lampiran 2 Daftar Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta ... 93

Lampiran 3 Permohonan Surat Ijin Penelitian ... 94

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ………. ... 95

Lampiran 5 Validasi Dosen A ... 97

Lampiran 6 Validasi Dosen B ... 108

Lampiran 7 Kuesioner yang akan dibagikan ... 119

Lampiran 8 Kuesioner yang diisi Responden ... 138

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Namun pada kenyataannya masih banyak masalah yang ditemui berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Keadaan seperti ini disebabkan karena adanya perbedaan yang mencolok dari kebanyakan orang, seperti orang-orang miskin atau tidak mampu secara ekonomi, minoritas secara budaya/bahasa, dan berbeda keadaan karena menyandang kelainan atau kecacatan (disability). Demi merespon tantangan pendidikan dasar yang dihadapi saat ini, Pemerintah mencanangkan kebijakan pendidikan inklusi, dimana pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23).

(19)

hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Demi memenuhi kebutuhan dari anak-anak berkebutuhan khusus, pendampingan dan pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak dan fasilitas yang mendukung proses pendampingan, seperti pencahayaan yang baik, posisi tempat duduk, pemilihan lantai, sirkulasi udara yang baik, serta vasilitas bagi anak-anak disabilitas. Penataan tersebut dimaksudkan supaya materi yang disampaikan dapat tersampaikan dengan maksimal karena, penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus (Friend, 2015: 270).

(20)

dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus mampu bersama-sama menerima dan memahami maksud dari pembelajaran dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara bersama-sama.

Bukan hanya kemampuan dan keterampilan mengajar saja yang harus dimiliki, namun para guru juga harus mampu memberikan pendampingan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan oleh masing-masing anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. Dengan demikian, pendidikan dapat berjalan secara optimal dan materi dapat dipahami semaksimal mungkin oleh para siswa. Selain itu, peran kepala sekolah juga memberi poin penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusi yang baik. Menurut Kustawan (2013:60), sosok kepala SD/MI sangat berperan dalam mengembangkan sekolah ramah anak dan sekaligus meningkatkan mutu pendidikan. Dengan dipimpin oleh kepala sekolah SD/MI yang profesional, semua warga sekolah merancang SD/MI agar menjadi sekolah yang ramah anak, terbuka (welcome) dan tidak mendeskriminasi.

(21)

prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang sudah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi. Peneliti bermaksud untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang ada di Kota Yogyakarta. Peneliti mengangkat judul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Berapa jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi ?

2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi.

(22)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-Kota Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan penerapan prisip sekolah dasar inklusi yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-Kota Yogyakarta.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan dan penerapan prinsip sekolah dasar inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi.

c. Bagi Peneliti

(23)

E. Definisi Operasional

1. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif.

2. Prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi adalah penyelenggaraan yang dilakukan oleh sekolah inklusi dengan memberikan keterbukaan bagi setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang layak dengan perangkat dan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan peneliti, sebagai berikut: penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.

3. Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan sistem layanan pendidikan yang tepat kepada semua anak yang mengalami kebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan secara bersama-sama di sekolah regular.

(24)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis.

A. Kajian Pustaka

1. Sekolah Dasar Inklusi

Ilahi (2013:87) menjelaskan sekolah inklusi adalah sekolah regular yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa regular dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama. Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013:83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) yang menjelaskan bahwa sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dalam meningkatkan efisiensi sehingga menekankan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan.

(25)

Bafadal (2006: 3) menjelaskan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun.

Dari beberapa pendapat di atas, sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif.

2. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi

(26)

b. Identifikasi

Kustawan (2013:93) mengatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/ganguuan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.

Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013;93) dituliskan bahwa istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.

Dalam buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013;93) identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya.

(27)

pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar

(monitoring pupil progress). Selanjutnya Kustawan (2013:95)

mengemukakan bahwa tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyususun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa identifikasi adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk menggali dan mengenali apakah seorang anak mengalami kelainan atau gangguan fisik, emosional, mental, dan potensi atau sangat berbakat.

c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

(28)

untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan.

Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Arifin (dalam Ilahi, 2013 : 169) menguraikan bahwa kurikulum tidak sekedar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.

Dari beberapa pengertian di atas adaptasi kurukulum (kurikulum fleksibel) adalah kurikulum yang disusun sebagai acuan untuk menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak namun juga dapat disesuaikan dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus.

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak

(29)

mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik–topik dan sub–sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan.

Dari beberapa pengertian di atas kesimpulan dari merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak adalah guru harus mengupayakan pembelajaran yang menarik dengan merancang bahan ajar yang menarik dan kreatif sehingga mampu menarik perhatian para anak dan pembelajaran dapat tersalurkan dengan baik.

e. Penataan Kelas yang Ramah Anak

Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) menjelaskan pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Penjelasan tersebut didukung oleh Friend (2015:270) yang menyatakan bahwa penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan.

(30)

dimana suasana dan penataan kelas sangat mempengaruhi proses, situasi dan kondisi belajar bagi setiap anak.

f. Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015 : 209). Triani (2013 : 25) menjelaskan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

1. Screening

Friend (2015: 210) mengemukakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Tiarni (2013: 22) menambahkan, bahwa screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus.

2. Diagnosis

(31)

3. Penempatan program

Friend (2015: 215) menjelaskan bahwa bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

4. Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216) mengemukakan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. 5. Evaluasi pengajaran

Friend (2015: 217) menyatakan bahwa keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.

6. Evaluasi program

(32)

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

Kustawan (2013 : 117) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Kustawan (2013 : 124) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga.

3. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

(33)

dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menjelaskan pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O’Neil (dalam Ilahi, 2013: 27) menambahkan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.

Rosilawati (2013 : 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Tiarni (2013:4) berpendapat pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, kesimpulan pengertian pendidikan inklusi adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan sistem layanan pendidikan yang tepat kepada semua anak yang mengalami kebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan secara bersama-sama di sekolah regular.

b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Ilahi (2013:39) tujuan pendidikan inklusi, yaitu:

(34)

potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Santoso (dalam Ardika, 2016: 11) menambahkan tujuan dari pendidikan inklusi adalah :

1) Menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sekaligus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya. 2) Memberikan kesempatan agar memperoleh pendidikan yang sama dan

terbaik bagi semua anak dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan bagi yang memiliki kecerdasan tinggi, bagi yang secara fisik dan psikologi memperoleh hambatan dan kesulitan baik yang permanen maupun yang sementara, dan bagi mereka yang terpisahkan dan termajinalkan.

Rosilawati (2013 : 10) menambahkan manfaat dan sisi positif yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi :

(35)

2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, kesimpulan tujuan pendidikan inklusi adalah untuk mewujudkan penyeleggaraan pendidikan tanpa adanya diskriminasi bagi semua peserta didik serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk semua anak memperoleh pendidikan tanpa membeda-bedakan keberagaman.

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menjelaskan pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain:

1. Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu.

2. Memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

3. Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4. Diperuntukan dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar d. Prinsip dasar Pendidikan inklusi

(36)

kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya (Ilahi, 2013:48-49)

Prinsip pendidikan inklusi memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan potensinya melalui layanan pendidikan yang tepat. Tinjauan tersebut mengungkapkan beberapa bukti sikap positif implementasi pendidikan inklusi yang oleh Norwich (dalam Ilahi, 2013:43) disebut sebagai pendekatan “zero reject” terhadap penyediaan pendidikan khusus. Dijelaskan

bahwa dalam layanan inklusi tentang sikap dan perspektif para guru yang terlibat dalam pembuatan penyediaan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan inklusi adalah untuk memberikan pendidikan yang layak dan tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing setiap anak tanpa memandang perbedaan latar belakang dari setiap anak.

4. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

(37)

memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu (Ilahi, 2013: 138). Sunan dan Rizzo (dalam Subini, 2014: 13) menjelaskan anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya.

Dari beberapa pendapat di atas, anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, emosional, hambatan belajar, potensial dan berbakat atau bakat istimewa yang dapat bersifat sementara namun juga dapat bersifat permanen, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya atau seusianya.

b. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (dalam Triani dan Rakhmawati, 2013: 24) membagi jenis anak berkebutuhan khusus menjadi 12 macam, antara lain :

(38)

2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian ataupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan berbicara.

3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki intelegensia yang signifikan berada di bawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.

4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentan atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsifitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi.

(39)

8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus.

9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspretif. 12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak

yang memiliki skor intelegensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talend= ted) seperti musik, seni, olahraga, dan kepemimpinan.

(40)

peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosinal, mental atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah :

1. Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.

2. Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: a. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB)

b. Gangguan pendengaran ringan (41-55dB) c. Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d. Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

e. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

3. Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.

4. Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

(41)

dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

6. Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public Law (dalam Hidayat 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar:

a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan.

b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman. dan guru.

c. Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal. d. Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus.

e. Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Hallahan dan Kauffman (dalam Hidayat 2013: 32-33) menambahkan karakteristik berdasarkan dimensi tingkah laku, antara lain:

a. Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri: suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh.

(42)

c. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan.

d. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, dan bolos sekolah. 7. Kesulitan belajar (learning disability)

Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia.

(43)

a. Inteligensi

Dari segi inteligensi anak-anak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC

b. Bahasa

Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.

c. Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif. d. Sosial

Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.

e. Moral

Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat (Tiarni, 2013:10-12).

9. Autis (autism spectrum disorder) adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

(44)

a. Berkesulitan belajar

Berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan.

b. Lamban belajar

Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancer dan ingatannya sangat pendek sekali.

c. ADHD

Attention Deficits and hiperactivity disorder, adalah gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan).

d. Spectrum Autisma

Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem

saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Tarmansyah pada tahun 2015. Judul penelitiannya adalah “Pelaksanaan Pendidikan Inklusi Di SD Negeri 03

(45)

penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negri 03 Alai Padang, kendala dan usaha yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang, masih belum terlaksana dengan baik, yaitu; masih dalam bentuk sistem pendidikan terpadu. Kendala yang dihadapi oleh warga sekolah maupun pihak birokrasi, yaitu; belum adanya acuan formal tentang pelaksanaan pendidikan inklusif. Usaha warga sekolah dan pihak birokrasi sudah ada yaitu; mengadakan guru pembimbing khusus di sekolah, mengikuti kegiatan sosialisasi pendidikan inklusi.

(46)

prasarana pembelajaran dan guru pendamping khusus), dan juga untuk memberikan penilaian baik yang telah tercapai maupun yang belum tercapai. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Herry Widyastono pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkelainan” dimana penelitian ini dilakukan karena adanya ketertarikan dari penulis untuk mendirikan atau menyelenggarakan pendidikan inklusi yang dirasa merupakan terobosan bentuk pelayanan pendidikan yang tidak terlalu memakan banyak biaya mahal dan waktu yang cukup lama. Penyelenggaraan pendidikan inklusi ini diharapkan mampu mewujudkan harapan para anak-anak berkelaian atau berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali mengingat perintisan pendidikan inklusi yang dikembangkan oleh pemerintah menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Selain itu dari pendidikan inklusi ini, anak berkelaian atau berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dengan menggunakan kurikulum, guru, sarana pengajaran dan kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan kondisinya.

(47)

peneliti, yaitu bagaimana proses pelaksanaan pendidikan inklusi yang diterapkan di sekolah dasar. Sedangkan penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang manajemen penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan apakah sudah sesuai dengan apa yang telah disusun dan dalam pelaksaanaan program, apakah sudah melalui tahap pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan wakil dari Dinas. Selanjutnya penelitian yang ketiga memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang permasalahan yang ditemui oleh peneliti yaitu ingin membantu anak-anak berkebutuhan yang tidak mendapatkan pendidikan dikarenakan faktor ekomoni, tidak adanya sekolah dasar yang mau menerima, dan kurangnya guru khusus yang dapat membimbing dalam belajar.

(48)

Bagan 2.1 Penelitian yang relevan.

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Kustawan (2013: 60) berpendapat kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang

Herry Widyastono (2014) “Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkelainan” Tarmansyah (2015) “Pelaksanaan

Pendidikan Inklusi Di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang.”

Ery Wati (2014) “Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh.”

Pentingnya

mengimplementasikanp endidikan inklusi dengan baik.

Kepala sekolah perlu melaksanakan program pendidikan inklusi dengan baik.

Pentingnya penyelenggaraan pendidikan inklusi yang baik bagi ABK

Yovita Ratri Sulistianingsih

(49)

diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan.

Sudah ada 29 sekolah dasar di wilayah kota Yogyakarta yang mendapatkan SK dari Dinas Pendidikan Yogyakarta, yang dianggap sudah mampu untuk menerapkan pendidikan inklusi. Namun berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan peneliti pada awal bulan Januari 2017, masih ada beberapa kepala sekolah inklusi tersebut yang mengaku belum mendapatkan SK dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Selain itu, ada juga beberapa sekolah yang memang sudah mendapatkan SK namun belum sepenuhnya menerapkan sistem pendidikan inklusi karena belum ada peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, kurangnya guru pendamping yang ahli dalam memberikan kebutuhan bagi anak berkebutuhan khusus, dan masih ada beberapa sekolah yang belum sepenuhnya memahami prinsip dari pendidikan inklusi itu sendiri.

Kondisi di lapangan menunjukkan, bahwa masih ada pihak sekolah yang belum memahami tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk melakukan penelitian “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta” dengan

jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei

cross-sectional yang menggunakan instrumen berupa kuesioner terbuka untuk

(50)

kepada subjek yang diteliti dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis. Peran kepala sekolah dalam penyelenggaraan atau manajemen penyelenggaraan juga mempengaruhi dalam keberhasilan dan kecakapan dalam mendirikan sekolah dasar. Prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang baik dan sesuai harus dapat diterapkan pada sekolah-sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi agar tercipta proses pendidikan inklusi yang baik dan mengoptimalkan prestasi para perserta didik.

(51)

D. Hipotesis Penelitian

1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sudah sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota

(52)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survey cross sectional. Pengelompokan data dengan cross sectional design merupakan pengumpulan data yang dikumpulkan dalam satu periode tertentu pada beberapa objek dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan (Siregar, 2013: 16). Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan metode-metode analisis yang jelas dan sistematis guna menarik kesimpulan (Werang, 2015: 16).

(53)

penelitian dengan data yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi (Effendi, 2012 :3).

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

[image:53.595.87.507.198.703.2]

Dalam penelitian ini, sekolah dasar inklusi yang digunakan adalah 11 sekolah dasar inklusi yang ada di Kota Yogyakarta yaitu:

Tabel 3.1 daftar 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta

No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan

1 Sekolah Negeri Karanganyar Mergangsan

2 Sekolah Negeri Wirosaban Umbulharjo

3 Sekolah Negeri Mendungan 2 Umbulharjo

4 Sekolah Bopkri Bintaran Mergangsan

5 Sekolah Bopkri Karang Waru Tegalrejo 6 Sekolah Negeri Tegalpanggung Danurejan

7 Sekolah Negeri Baciro Gondokusuman

8 Sekolah Negeri Balirejo Umbulharjo

9 Sekolah Negeri Tamansari 1 Wirobrajan

10 Sekolah Negeri Panembahan Kraton

(54)

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan Februari 2017. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan di awal bulan Agustus 2016, kemudian penyusunan instrumen kuisoner penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan awal bulan November 2016. Pada akhir bulan November 2016, penulis konsultasi pembuatan surat pengantar validasi dengan dosen pembimbing dan dilanjutkan pembuatan surat pengantar validasi intrumen kuisoner. Pada bulan Desember 2016, peneliti melakukan validasi instrumen kuisoner, penyusunan bab I dan II, kemudian melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin penelitian ke Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.

Pada awal bulan Januari hingga awal bulan Februari 2017, peneliti membagikan kuesioner dan pengambilan data di sekolah dasar inklusi yang telah memberikan izin dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari 2017. Bulan Maret 2017 mengikuti ujian skripsi.

2. Subjek Penelitian

(55)

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta.

C. Populsi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang diteliti (Sedarmayanti & Hidayat, 2011: 121). Populasi dari penelitian ini adalah semua guru kelas di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan jumlah 21 sekolah dasar inklusi. Populasi dibatasi hanya berjumlah 21 dari 29 sekolah dasar inklusi yang sudah mendapatkan surat keputusan mampu menerapkan pendidikan inklusi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ada 21 sekolah dasar yang diperbolehkan untuk diteliti.

2. Sampel

(56)

sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 11 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan 73 guru yang mengisi instrumen penyelenggaraan sekolah dasar inklusi se-Kota Yogyakarta. Pemilihan ini didasarkan pada data yang sudah diperoleh oleh peneliti dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

(57)

disimpulkan bahwa kuesioner adalah salah satu teknik pengambilan data dengan cara memberikan pertanyaan untuk mendapatkan data dari responden. Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuisoner ini digunakan untuk mengumpulkan data, data yang diperoleh diharapkan dapat mengungkapkan penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta, dimana kuesioner ini akan disebarkan di beberapa sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang menjadi sampel dalam penelitian, kuesioner diberikan kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan model penyelenggaraan sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang merupakan alat bagi peneliti yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian, yang disusun berdasarkan operasional variabel yang dibuat dengan disusun berdasarkan skala yang sesuai (Indrawan dan Yaniwati, 2014: 112).

(58)

menjelaskan bahwa ciri pertanyaan terbuka adalah variasi kemungkinan jawaban tidak ditentukan terlebih dulu oleh peneliti, karena baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban jadi responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Instrumen kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (terlampir pada lampiran 7). Pengembangan instrumen didasarkan pada prinsip-prinsip inklusi yang dikemukakan oleh Kustawan dalam bukunya yang berjudul

Model Implementasi Pendidikan Inklusi Ramah Anak”. Peneliti menyusun

[image:58.595.88.510.228.754.2]

beberapa soal dengan indikator-indikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi kuesioner yang digunakan peneliti:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang survei penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta

No. Prinsip Indikator No. Item

1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak

Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus

1, 2, 3, 4, 5

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

6, 7, 8

Mempersiapkan sarana dan prasarana

9, 10, 11

Merencanakan sumber daya biaya

12, 13, 14, 15

2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus

16, 17, 18, 19

3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum

fleksibel)

(59)

4 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak

Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa

30, 31, 32, 33

Menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan,

keterampilan, dan sikap.

34, 35, 36, 37, 38, 39

5 Penataan kelas yang ramah anak

Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar

40, 41, 42, 43, 44, 45

Mengarahkan

pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas

46, 47, 48, 49, 50

6 Asesmen Upaya pengumpulan

informasi untuk

memantau kemajuan pendidikan

51, 52, 53

Melakukan penyaringan atau screening

54, 55, 56, 57, 58, 59, 60

Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus

61, 62, 63, 64

Melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus

65, 66, 67

Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa

68, 69, 70

Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

70, 71, 72, 73

Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus

(60)

7 Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif

Memahami pentingnya Media Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran

78, 79, 80, 81, 82, 83

8 Penilaian dan

evaluasi pembelajaran

Menentukan KKM 84, 85, 86, 87

Menjelaskan karakteristik evaluasi

88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97

Menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi

98, 99, 100

Pada tabel 3.2 terdapat kisi-kisi dari 8 prinsip model penyelenggaraan sekolah inklusi yang diturunkan menjadi beberapa indikator. Setelah peneliti menyelesaikan instrumen kuesioner, peneliti melakukan validasi terhadap validator berdasarkan lembar penilaian yang telah ada sebelum kuesiner disebarkan. Validasi dilakukan peneliti untuk mengetahui kelayakan instrumen kuesioner tersebut menurut para ahli. Penilaian validasi instrumen kuesioner ini terdiri dari dua aspek, yaitu aspek penggunaan bahasa dan isi. Aspek penggunaan bahasa yaitu yang berkaitan dengan EYD, bahasa mudah dipahami, dan susunan SPOK. Sedangkan aspek isi tentang kualitas dari pertanyaan dan kesesuaian dengan tujuan yang akan diteliti. Validator dalam instrumen kuesioner ini terdiri dari dua dosen program studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma.

(61)

layak digunakan, namun peneliti mendapatkan beberapa revisi yang menjadi saran dari validator, revisi tersebut diantaranya:

a. Kalimat pertanyaan disusun kembali berdasarkan susunan SPOK. b. Diperjelas kalimat pertanyaan.

c. Ada beberapa pertanyaan yang dapat dipecahkan kembali sehingga tidak hanya terdiri dari satu pertanyaan.

d. Berikan tambahan pertanyaan untuk memperdalam tujuan penelitian. e. Konsistenkan antara pemilihan kata untuk kata inklusif atau inklusi.

Validator menyarankan untuk konten ini kalimat pertanyaan lebih diperjelas sehingga diharapkan tidak terjadi penafsiran ganda bagi subjek penelitian yang akan menjawab pertanyaan tersebut. Semua saran yang diberikan oleh validator dijadikan pedoman untuk memperbaiki kualitas instrumen kuesioner oleh peneliti agar kuesioner layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya.

F. Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan melalui pengujian validasi dan reliabilitas. Uji validasi meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Kedua validitas dan reliabilitas akan dikenakan pada instrumen non tes.

1. Uji Validitas Instrumen

(62)

kesahihan suatu alat ukur. Sedangkan Sugiyono (2011: 361) memiliki pendapat yang sedikit berbeda, bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Gay (dalam Sukardi, 2012: 121) menambahkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah suatu alat ukur yang menunjukkan ketepatan antara obyek penelitian dan data penelitian yang dapat dinyatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur obyek/subyek yang akan diukur.

a. Validitas Isi

Darmadi (2014: 161) mengatakan validasi isi (content validity) adalah suatu alat ukur yang meliputi: bahan yang akan diukur seperti, topik yang akan disajikan, substansi yang akan diteliti, bersifat representative dan memenuhi syarat suatu sampling penelitian.

(63)

baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

(64)
[image:64.595.86.512.120.637.2]

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi dari sisi bahasanya (ejaan EYD). Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi.

Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusif atau inklusi. Validator A memberi nilai 5 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print.

(65)

validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai. Validator B memberi nilai 4 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunakan 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid.

b. Validitas Konstruk

(66)

memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan.

Pripsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti, menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Tujuannya agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru.

(67)

Prinsip ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan, adakah tim yang khusus menyusun kurikulum, dan apakah ada perbedaan antara kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak yang tidak berkebutuhan khusus. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi.

Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak yang kemudian dibagi menjadi dua indikator yaitu, menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui tentang bahan ajar yang digunakan apakah memenuhi prinsip pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

(68)

kelas, pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru.

Prinsip keenam adalah asesmen. Prinsip ini kemudian dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Indikator ini digunakan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru.

(69)

materi juga efisiensi dan efektifitas serta dalam pembelajaran pembuatan media yang digunakan.

Prinsip kedelapan adalah penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Melalui indikator ini, peneliti ingin mencari tahu KKM yang digunakan oleh guru, adakah perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui kegiatan evaluasi terkait manfaat evaluasi yang dilakukan, tindakan apa yang akan dilakukan setelah melakukan evaluasi, serta peran orang tua dalam kegiatan evaluasi.

(70)

pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 4).

Reliabilitas adalah tingkatan pada suatu tes secara konsisten mengukur berapapun tes itu mengukur, yang dinyatakan dengan angka-angka, biasanya sebagai suatu koefisien, di mana koefisian yang tinggi menunjukkan reliabilitas yang tinggi (Darmadi, 2014: 125). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, reliabilitas (reliability) adalah kegiatan mengukur atau tes mengukur dalam bentuk angka yang dapat menghasilkan sebuah hasil yang dapat dipercaya.

(71)

bahwa reliabilitas tidak dapat digunakan untuk memastikan sebuah ketepatan, ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kereliabilitasan dari hal-hal yang ada di kuesioner, namun metode untuk meningkatkan reliabilitas itu dengan seperti menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang jelas (straight).

Jadi dapat dikatakan bahwa ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kereliabilitasan pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang sudah dibuat. Namun hanya sedikit metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kereliabilitasan suatu pertanyaan. Metode yang tepat dan maksimal dalam mengukur kereliabilitasan pertanyaan-pertanyaan kuesioner adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kuesioner kepada responden yang memahami bidang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan, seperti yang dikutip dari Babbie (1990: 133) “ask people only questions they are likely to know the

answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what

you’re asking”. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan

(72)

yang diberikan terkait penyelenggaraan dan penerapan prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan

Gambar

Tabel 3.1 daftar 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang survei penyelenggaraan
Tabel 3.3 Skala Likert
Tabel 3.4 Contoh Coding Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Menengah Atas (SMA) (Studi Kasus di Sekolah Inklusi SMA Negeri 10 Surabaya); Prahoro Kukuh

1) Anak diharuskan mengikuti sistem sekolah dikarenakan adanya pandangan mengenai pendidikan inklusi yang dianggap sama dan saling terintegrasi. 2) Koordinasi antara

Penelitian ini bertujuan: 1) mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan inklusi, 2) faktor pendukung dan penghambat, 3) upaya mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pendidikan

Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya menciptakan lingkungan yang menyenangkan, ramah dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa

Sekolah inklusi diselenggarakan sebagaimana layaknya sekolah reguler (biasa), tetapi menerima ABK sebagai peserta didik dengan menyediakan sistem layanan pendidikan yang

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk hak untuk setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan tanpa membeda-bedakan karakteristik setiap warga negara, terutama bagi

Meskipun pada implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar masih ditemukan beberapa kendala, akan tetapi kepala sekolah, guru, dinas pendidikan dan masyarakat terus berupaya

Berkaitan dengan guru pendamping khusus, Kemendikbud RI pada pedoman penyelenggaraan kurikulum untuk PDBK di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dikatakan bahwa jumlah guru