• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat kesiapan hidup perkawinan ditinjau dari kematangan psikologis mahasiswa berpacaran dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat kesiapan hidup perkawinan ditinjau dari kematangan psikologis mahasiswa berpacaran dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KESIAPAN HIDUP PERKAWINAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PSIKOLOGIS MAHASISWA BERPACARAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN

PRIBADI-SOSIAL

(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Dorotea Kartika Widadi NIM : 131114020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT KESIAPAN HIDUP PERKAWINAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PSIKOLOGIS MAHASISWA BERPACARAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN

PRIBADI-SOSIAL

(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Dorotea Kartika Widadi NIM : 131114020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap

dalam dada orang bodoh

Pengkotbah 7:9

Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukan

pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu

(6)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan berkat, kasih, karunia, serta menjaga setiap waktu

Keluarga yang sangat berharga

Bapak Yulianus Riyana dan Ibu Maria Magdalena Sarjiyem yang sudah memberikan cinta, dukungan, doa, serta pengorbanan yang luar biasa

Bonifasius Arteddy Wida di yang menjadi teman bertengkar serta adik yang baik

(7)
(8)

vii

(9)

viii

ABSTRAK

TINGKAT KESIAPAN HIDUP PERKAWINAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PSIKOLOGIS MAHASISWA BERPACARAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN

PRIBADI-SOSIAL

(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

Dorotea Kartika Widadi Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk hidup perkawinan, dan (2) mengidentifikasi item instrumen yang perolehan skornya tergolong kategori sedang untuk dijadikan penyusunan usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013 yang berpacaran sejumlah 35 orang. Instrumen yang digunakan adalah Skala Kesiapan Psikologis Mahasiswa Berpacaran yang disusun oleh peneliti. Kuisioner ini terdiri dari 47 item pernyataan dengan 4 alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Reliabilitas instrumen dihitung menggunakan formula Alpha Cronbach dengan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,945.

Hasil penelitian yang diperoleh (1) menunjukkan bahwa 10 mahasiswa (28,57%) memiliki kesiapan psikologis dengan kategori sangat siap, 22 mahasiswa (62,85%) memiliki kesiapan psikologis dengan kategori siap, 3 mahasiswa (8,57%) memiliki kesiapan psikologis dengan kategori cukup siap, dan tidak ada mahasiswa yang memiliki intensitas kategori kurang siap dan sangat kurang siap. (2) Berdasarkan analisis butir inventori yang teridentifikasi perolehan skornya sedang sebagai dasar penyusunan topik bimbingan pribadi-sosial, diperoleh 4 topik bimbingan pribadi sosial yaitu Emosiku Sahabatku, Aku dan Kamu Berharga, Berempati, dan Apapun Kamu.

(10)

ix

ABSTRACT

STUDY ABOUT THE READINESS OF DATING COUPLES FOR A MARRIAGE LIFE BASED ON THE PSYCHOLOGICAL MATURITY AND ITS IMPLICATIONS ON PROPOSED TOPICS OF SOCIAL AND

PERSONAL COUNSELING

(A Descriptive Study on Dating Students, Batch 2013 Students of Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta)

Dorotea Kartika Widadi Sanata Dharma University

2017

This research is a descriptive research with the purposes to: 1) find out the readiness of dating couples for a marriage life based on the psychological maturity on Dating Students, Batch 2013 Students of Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta, and 2) identify instrument items with medium score to be applied to the proposal of social and personal counseling topics.

The subjects of this research are 35 dating students, batch 2013 students of Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta. Instruments used in this research are Psychological Readiness Scale of Dating Students compiled by the researcher. There are 47 questions on the research with 4 alternatives of answer: completely agree, agree, disagree, and completely disagree. The reliability is measured through Alpha Cronbach scale with the reliability coefficient of 0.945.

The result shows that 1) 10 students (28,57%) have a completely prepared psychological readiness, 22 students (62,85%) have a prepared psychological readiness, 3 students (8,57%) have a rather prepared psychological readiness, and no students with the level of unprepared or completely unprepared. 2) Based on the inventory items analysis, it is identified that medium values will be used as the basis of the compiling of the proposal of social and personal counseling topics, with 4 topics such as: My Emotion is a Best Friend, We Both Worthy, Being Empathic, and Whatever You Are.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan kasih-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berkat dukungan, bantuan dan berkat dari berbagai pihak yang memberikan masukan-masukan yang penting bagi penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dengan sabar untuk membimbing selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan.

(12)

xi

7. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2013 yang berpacaran, yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini lewat pengisian kuisioner dengan sangat baik.

8. Orang tuaku tersayang Bapak Yulianus Riyana dan Ibu Maria Magdalena Sarjiyem yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, doa, semangat, materi yang berlimpah. Maaf jika saya telat menyelesaikan skripsi ini. 9. Adikku tersayang Bonifasius Arteddy Widadi yang selalu memberikan

semangat walau kita berjauhan.

10. Br. Yohanes Sarju, SJ dan Yayasan Beasiswa Realino yang sudah membantu saya secara finansial untuk melanjutkan kuliah

11. Sahabat-sahabatku tersayang Anna Sindu Wijayanti, Maria Puspita Wulandari, Elin Siwiyanti, Zena Vania Br Ginting, Karinsa Widi Kurnia, Frederica Okdarina, Donald Ivantoro, Fransisca Ade Karunia Putri, Rani Prihana, Rechsy Dwiki Cahya, dan Hendra Saut yang dengan setia menemani proses hingga saat ini. Terima kasih untuk doa, waktu, dukungan, dan kesabaran yang kalian berikan.

12. Teman-teman kost Risti, Yuni, Vian, Lias, dan Frans yang sudah menemani di kost.

13. Teman-teman Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013 yang sudah mewarnai hari-hari saya selama beberapa tahun ini dan sudah mengajari saya banyak hal.

Yogyakarta, 4 April 2017

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GRAFIK ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Batasan Masalah ...7

D. Rumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian ...8

(14)

xiii

G. Definisi Istilah ...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Perkawinan ...11

B. Kesiapan Perkawinan 1. Pengertian ...12

2. Aspek-aspek Kesiapan Perkawinan ...14

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah ...18

4. Usaha-usaha Meningkatkan Kesiapan Perkawinan ...19

C. Mahasiswa dalam Periode Perkembangan Dewasa Awal ... 1. Pengertian ...21

2. Karakteristik dan Tugas Perkembangan Dewasa Awal ...23

D. Bimbingan Pribadi Sosial 1. Pengertian ...26

2. Tujuan ...27

3. Fungsi ...28

E. Remaja dan Masalah dalam Pacaran ...30

F. Kajian Penelitian yang Relevan ...32

G. Kerangka Pikir ...32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desian Penelitian ...35

B. Waktu dan Tempat Penelitian ...35

C. Subjek Penelitian ...35

D. Variabel Penelitian ...35

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...36

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas ...39

2. Reliabilitas ...42

(15)

xiv

A. Hasil Penelitian ...49 B. Pembahasan ...54 C. Topik-topik Usulan Bimbingan Pribadi-Sosial ...58 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...60 B. Keterbatasan Penelitian ...60 C. Saran ...61 DAFTAR PUSTAKA

(16)

xv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban ... 34

2. Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuisioner Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran ... ..35

3. Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuisioner Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Setelah Uji Validitas ... 38

4. Tabel 3.4 Kriteria Guilford ... 40

5. Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner ... 42

6. Tabel 3.6 Norma Kategorisasi ... 42

7. Tabel 3.7 Norma Kategorisasi Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran ... 43

8. Tabel 3.8 Norma Kategorisasi ... 44

9. Tabel 3.9 Norma Kategorisasi Skor Item Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran ... 45

10. Tabel 4.1 Kategorisasi Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran ... 46

11. Tabel 4.2 Kategorisasi Skor Item ... 48

12. Tabel 4.3 Item-item Pernyataan yang Tergolong dalam Kategori Sedang ... 49

(17)

xvi

DAFTAR GRAFIK

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Kuisioner Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran 2. Lampiran 2 Hasil Komputasi Uji Validitas Item-Total Instrumen

Penelitian

3. Lampiran 3 Tabulasi Data

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Masing-masing pokok bahasan akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masa peralihan terpenting dalam kehidupan manusia adalah peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Oleh karena itu, orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2002). Hurlock (2002) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

(20)

2

perkembangannya. Namun pada kenyataannya tugas perkembangan tidak selalu berjalan searah dengan potensi, harapan, dan nilai-nilai yang dianut dalam kehidupan sehari-hari.

Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa provinsi dengan presentase perkawinan dini (15-19 th) tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat (50,2%), Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%), dan Sulawesi Tengah (46,3%). Dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini merupakan gambaran kurangnya pemahaman penduduk mengenai hidup berkeluarga dan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat sehingga akibat yang timbul dalam keluarga beragam dan berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga.

Melihat usia ideal untuk menikah, pemenuhan tugas perkembangan dewasa awal yang dipenuhi oleh memilih pasangan, menikah, dan hidup berkeluarga menjadi pertimbangan bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri menuju jenjang pernikahan, walaupun masih banyak alasan yang membuat mahasiswa akhirnya memilih menunda untuk menikah dan melanjutkan studi atau bekerja terlebih dahulu.

(21)

3

Pemenuhan tugas perkembangan tersebut sangatlah penting bagi mahasiswa karena akan segera masuk ke dalam kehidupan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Menurut UU Perkawinan Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan (marriage) adalah ikatan kudus (suci/sakral) antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa yang telah diakui secara sah dalam hukum agama (Dariyo, 2004). Pernikahan yang diharapkan setiap pasangan adalah terbinanya hubungan rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Setelah proses pernikahan, seorang perempuan memiliki predikat menjadi seorang istri, dan seorang laki-laki memiliki predikat menjadi seorang suami.

(22)

4

Data yang diperoleh dari salah satu media cetak mengatakan, Indramayu kembali menjadi urutan pertama dalam angka perceraian di Indonesia tahun 2015. Jumlah perceraian tahun 2015 pun meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 dan didominasi oleh usia produktif. Indramayu menempati peringkat pertama dengan 9.444 kasus, diikuti Malang sebanyak 8.497 kasus, Surabaya 8.262 kasus, Kabupaten Cirebon 7.991 kasus. Sebanyak 70 persen gugatan yang terjadi mayoritas dilayangkan oleh pihak istri. Jika dilihat dari aspek pendidikan, perceraian didominasi oleh pasangan yang lulus SD (45%), SLTP (35%), SLTA (15 %), dan 5% berpendidikan diploma dan sarjana (Pikiran Rakyat, 2016).

Gambaran angka perceraian di atas menunjukkan bahwa untuk mempertahankan atau melanggengkan hidup berkeluarga dan membina rumah tangga bukanlah proses yang mudah. Banyak didapati pasangan muda yang bercerai tidak lama setelah menikah ataupun pasangan yang telah lama menikah kemudian memutuskan untuk berpisah. Dampak dari perceraian bukan hanya pada suami-istri dan keluarga dari masing-masing pasangan saja, namun dampak terhadap anak-anak dilihat dari dampak psikologis dan sosialnya akan sangat terasa.

(23)

5

mengenai pacaran sehat, risiko hubungan seksual, dan kemampuan untuk menolak hubungan yang sebenarnya tidak mereka inginkan (kompasiana.com).

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian kepada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diketahui 27 mahasiswa (48%) dari 56 jumlah populasi yang diteliti, memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori sangat siap, 26 mahasiswa (46%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori siap, 3 mahasiswa (6%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori cukup siap (Oktaviyana, 2015). Dari hasil survey tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir dari setengah populasi sudah memiliki kesiapan dalam menikah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya mereka belum siap dalam mengarungi hidup berkeluarga.

Salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian yang terjadi di Indonesia karena terbatasnya upaya persiapan pernikahan yang dilakukan baik itu pemahaman akan nilai-nilai pernikahan ataupun pemahaman akan terjadinya perubahan tugas, fungsi dan tanggung jawab sebagai suami atau istri. Dengan demikian, penting sekali sebagai mahasiswa dalam proses perkembangan menuju dewasa memerlukan bekal pengetahuan seputar pernikahan dan hidup berkeluarga agar dapat menjalani kehidupan keluarga yang harmonis, bahagia, dan tidak terpisah selamanya.

(24)

6

tuntutan tugas perkembangan masa dewasa awal menuju persiapan pernikahan dan berkeluarga yaitu dengan mewujudkan program atau pembekalan yang dapat digunakan mahasiswa sebagai bekal seputar pernikahan seperti hak dan kewajiban suami atau istri.

Pentingnya mahasiswa mengetahui dan mempersiapkan hidup berkeluarga agar kedepannya ketika mahasiswa sudah memutuskan untuk hidup berkeluarga memiliki gambaran dan bekal mengenai keluarga, menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perkawinan dan hidup berkeluarga dari sudut pandang psikologi, moral, seksualitas, kesehatan, ekonomi, gender, dll serta menjadi pegangan untuk mengambil tindakan untuk mengatur hidupnya sendiri sesuai dengan asas moral yang berlaku. Dengan mahasiswa mengetahui dan mempersiapkan hidup berkeluarga, diharapkan mampu mengurangi tingkat perceraian yang disebabkan oleh kurangnya persiapan dalam perkawinan.

Dengan melihat fenomena yang berkembang di kalangan mahasiswa, kondisi pemenuhan tugas perkembangan mahasiswa menuju jenjang pernikahan dirasa masih kurang optimal dan belum cukup untuk membekali mahasiswa menghadapi kekhawatiran yang mungkin terjadi dalam kehidupan keluarganya kelak. Maka

menarik untuk diteliti “Tingkat Kesiapan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Untuk Hidup Perkawinan dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial Studi Deskriptif pada Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

(25)

7

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan fenomena pernikahan dini dan perceraian dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Tugas perkembangan tidak selalu berjalan searah sesuai dengan potensi, harapan, dan nilai-nilai yang dianut.

2. Masyarakat belum memahami pentingnya pemahaman mengenai kesiapan psikologis hidup perkawinan.

3. Remaja belum memahami pentingnya pacaran sehat untuk menghindari semakin maraknya pernikahan dini.

4. Banyaknya perkawinan dini yang terjadi di Indonesia.

5. Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda tertinggi kedua di ASEAN.

6. Angka perceraian semakin meningkat dari tahun ke tahun.

7. Remaja di Indonesia sudah banyak yang melakukan hubungan seks di luar nikah.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab masalah-masalah yang teridentifikasi khususnya mengenai kesiapan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan. Maka peneliti fokus pada

(26)

8

Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa tinggi tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma untuk hidup perkawinan?

2. Berdasarkan analisis butir inventori, butir inventori mana saja yang teridentifikasi perolehan skornya rendah sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi-sosial bagi Mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma untuk hidup perkawinan.

2. Mengidentifikasi butir inventori yang memiliki perolehan skor rendah sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi-sosial bagi Mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

F. Manfaat Penelitian

(27)

9

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pengembangan ilmu bimbingan dan konseling khusunya tentang kematangan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan.

2. Manfaat Praktis

a. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Mahasiswa berpacaran angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dalam mengetahui kematangan psikologis dirinya menghadapi hidup perkawinan. b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat membantu menambah pengetahuan peneliti mengenai mahasiswa berpacaran angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dalam kematangan psikologis menghadapi hidup perkawinan.

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat menjadi acuan atau bahan pembanding bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian tentang kematangan psikologis mahasiswa untuk hidup perkawinan.

G. Definisi Istilah

(28)

10

1. Kesiapan perkawinan adalah kondisi seorang perempuan dan laki-laki yang telah menyelesaikan masa remajanya dan memasuki masa dewasa awal, dan secara fisik, emosi, pendidikan, finansial, dan kepribadian telah siap untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah atau ibu dan hak-hak istimewa setelah menikah.

2. Pacaran adalah suatu bentuk hubungan intim atau dekat antara laki-laki dan perempuan (lawan jenis).

3. Bimbingan pribadi-sosial adalah upaya dalam membantu individu dalam memantapkan kepribadiannya juga mengembangkan kemampuan dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain.

(29)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian mengenai konsep perkawinan, pengertian kesiapan perkawinan dan pengertian dewasa awal.

A. Konsep Perkawinan

Pembentukan keluarga dimulai dari perkawinan baik menurut hukum negara maupun ketentuan agama. Landasan utama perkawinan adalah persetujuan dari kedua belah pihak baik calon pasangan suami-isteri maupun keluarga dari pihak laki-laki maupun perempuan. Persetujuan itu sebagai landasan penting dalam membina hidup berkeluarga secara bersama-sama dengan membangun sikap saling pengertian, saling menghargai, saling kerjasama dalam rangka membina keharmonisan dan toleransi dalam hidup berkeluarga. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang hidup dengan dengan penuh suasana saling pengertian dan toleransi satu sama lain terhadap kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya, karena tidak ada manusia yang sempurna.

(30)

12

kebiasaan hidup pasangan. Sikap saling menghargai perbedaan dengan jiwa toleransi adalah syarat penting untuk menjaga dan memelihara keutuhan dan keharmonisan keluarga.

Pembinaan kehidupan keluarga juga terjadi dalam suatu proses yang bertahap dan berlanjut dari proses pernikahan sampai punya anak dan akhirnya memasuki usia lanjut tanpa kenal berhenti. Landasan dari upaya untuk membangun kehidupan suatu keluarga adalah saling memberikan kasih sayang, jujur, dan adil dengan berusaha untuk saling isi mengisi satu sama lain dengan penuh jiwa toleransi dan kasih sayang serta saling menghargai perbedaan satu sama lain. Karena itu, keharmonisan adalah landasan untuk memciptakan suasana kehdupan suatu keluarga yang aman, damai, dan tenteram serta bahagia dan sejahtera.

B. Kesiapan Perkawinan

1. Pengertian Kesiapan Perkawinan

(31)

13

beralih dari seorang remaja menjadi seorang dewasa bahkan dia kemudian akan mendapat pengakuan akan status yang lebih di tengah masyarakat tersebut.

Perkawinan adalah suatu peristiwa dipertemukannya sepasang calon suami-isteri secara formal di hadapan kepala agama tertentu, para saksi dan hadirin yang kemudian disyahkan secara resmi sebagai suami dan isteri dengan ucapan tertentu. Perkawinan merupakan suatu bentuk

proklamasi yaitu secara resmi suami dan istri dinyatakan “saling memiliki satu dengan yang lain”; dan dua pribadi yang berlainan jenis dipatrikan untuk menjadi dwitunggal (Kartono, 2006).

Perkawinan sejatinya ialah ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami istri dengan hidup bersama membentuk sebuah keluarga. Tujuannya ialah untuk pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak, serta pemenuhan kebutuhan seksual. Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1 perkawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(32)

14

kebahagiaan, kepuasan, cinta kasih, dan keturunan yang diakui secara agama, hukum, dan masyarakat serta perlu dilandasi oleh cinta, kasih sayang, dan pengorbanan serta sikap saling menghargai.

2. Aspek-aspek Kesiapan Perkawinan

Menurut Walgito (2002), beberapa pertimbangan yang harus dimiliki seseorang dalam kesiapan pernikahan ialah:

a. Kematangan fisiologis

Dalam perkawinan dibutuhkan keadaan fisiologis yang sehat. Bila syarat ini tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan permasalahan. Beberapa hal yang berkaitan dengan kematangan fisiologis, di antaranya:

1) Kesehatan pada umumnya

Kesehatan individu akan berpengaruh pada kondisi pernikahan. Apabila individu sakit-sakitan akan mengganggu ketenteraman keluarga yang bersangkutan, sehingga perlu untuk memeriksa ke dokter tentang kondisi kesehatan. Dengan pemeriksaan akan dapat diketahui kelemahan-kelamahan dan usaha untuk mengatasinya.

2) Keturunan

(33)

15

perkawinan di antara keluarga dekat umumnya kurang disarankan, karena hal tersebut kurang menguntungkan. Hal ini berpengaruh pada kondisi kesehatan keturunan yang dihasilkan.

3) Kemampuan mengadakan hubungan seksual

Hubungan seksual dalam pernikahan antara suami istri tidak dapat diabaikan. Hubungan seksual yang baik akan mengarahkan pada pernikahan yang bahagia. Disarankan bagi individu yang ingin menikah untuk memeriksakan ke dokter agar dapat diketahui sampai sejauh mana individu dapat melakukan hubungan seksual. b. Kematangan psikologis

Salah satu tanda kedewasaan seseorang adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi, dapat berpikir secara baik, dan mampu menghadapi masalah dengan kepala dingin. Dalam kehidupan rumah tangga tidak dapat dipungkiri adanya konflik-konflik yang dialami oleh individu baik berasal dari perasaan maupun pikiran. Individu yang memiliki kematangan emosi dapat menempatkan masalah dengan tepat.

1) Kematangan emosi dan pikiran

(34)

16

a) Menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain apa adanya, sesuai dengan kondisi riil.

b) Pada umumnya tidak bersifat impulsif. Individu akan mampu merespon stimulus dengan baik, dapat mengatur pikirannya, dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya.

c) Dapat mengontrol emosinya dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi emosinya. Walaupun seseorang dalam kondisi marah, tetapi kemarahannya tidak tampak di luar dan dapat mengatur kapan kemarahannya itu dimanfestasikan. d) Dapat berpikir secara objektif, bersifat sabar, penuh

pengertian, dan mempunyai toleransi yang baik.

e) Memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

2) Sikap toleransi

Kematangan emosi dan kematangan berpikir akan berpengaruh kepada sikap toleransi indvidu terhadap segala permasalahan. Dengan adanya sikap toleransi, individu mempunyai kemampuan menerima dan memberi, menolong sesama, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.

(35)

17

Setiap individu mempunyai kemampuan, kebutuhan, dorongan, perasaan, pikiran berbeda-beda yang membutuhkan pengertian. Adanya sikap dan pengertian akan memahami kondisi serta kebutuhan tiap-tiap individu.

4) Sikap menerima dan memberi cinta kasih

Sesuai dengan teori Maslow tentang kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang yang harus dipenuhi dalam diri setiap individu. Dorongan untuk menerima rasa cinta kasih dan memberikan rasa cinta ini harus dipenuhi, tidak hanya pada masa anak-anak tetapi masa dewasa juga. Rasa cinta kasih dapat diekpresikan dalam berbagai macam bentuk.

5) Sikap percaya

Kemampuan individu untuk percaya kepada pasangan akan berpengaruh pada keluarga yang akan dibentuk kelak. Individu yang tidak mudah percaya akan timbul dalam dirinya perasaan curiga, was-was yang akan menimbulkan rasa tidak tenteram. Hal penting tentang kepercayaan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan apa yang dikatakan.

c. Kematangan sosial

(36)

18

memutarkan keuangan keluarga. Setelah menikah, individu tidak dapat menggantungkan pada orang tua.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah

Walgito (2002) mengatakan bahwa kesiapan untuk memasuki dunia perkawinan dipengaruhi oleh:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis ini berkaitan dengan 3 hal yaitu segi kesehatan, keturunan, dan sexual fitness.

1) Kesehatan, bahwa keadaan kesehatan seseorang dalam hubungannya dengan perkawinan merupakan satu faktor penting dan merupakan faktor esensial dalam perkawinan. 2) Keturunan, masalah keturunan ini juga merupakan

persoalan dalam perkawinan, karena dalam perkawinan pasangan suami istri menginginkan keturunan yang baik oleh karena itu masalah keturunan ini menjadi hal yang perlu perhatian.

3) Sexual fitness, terkait dengan apakah individu dapat melakukan hubungan seksual secara wajar atau tidak. b. Faktor sosial ekonomi

(37)

19

faktor yang mutlak, namun perlu dipertimbangkan sebelum menikah.

c. Faktor agama dan kepercayaan

Dalam pernikahan faktor agama atau kepercayaan hendaknya menjadi perhatian pasangan. Sebaiknya pasangan memiliki agama yang sama. Dengan kesamaan agama maka akan meminimalkan munculnya perbedaan yang terkait dengan agama tersebut.

d. Faktor psikologis

Kedewasaan dalam sisi psikologis merupakan faktor yang dituntut dalam perkawinan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah kematangan emosi, toleransi atau kesiapan untuk berkorban, sikap saling pengertian, saling mengerti akan kebutuhan masing-masing pihak, dapat saling memberi dan menerima kasih sayang, sikap saling mempercayai, adanya keterbukaan dalam komunikasi, kesiapan diri untuk lepas dari orang tua untuk hidup mandiri.

4. Usaha-usaha Meningkatkan Kesiapan Perkawinan

(38)

20

sebuah keluarga. Karenanya pemerintah mengeluarkan kebijakan pembinaan untuk mewujudkan keluarga berkualitas, melalui kursus pranikah maupun pasca nikah. Adapun Kursus calon pengantin adalah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga / keluarga serta dapat mengurangi angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Agar pernikahan menjadi baik dan sesuai dengan niat membina keluarga yang diidamkan maka harus dipersiapkan kental dan spritual.

Pembinaan keluarga pranikah telah dilaksanakan oleh Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) sejak tahun 1961, dalam bentuk kursus calon penganti. Keberadaan badan ini berfungsi untuk mencapai tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pemerintah mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan, setiap calon pengantin harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga melalui kursus pra nikah atau kursus calon pengantin.

(39)

21

berperkara di pengadilan agama, 4) Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di peradilan agama, 5) Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat, 6) Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri, 7) Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur dan media elektronik yang dianggap perlu, 8) Menyelenggarakan kursus calon/pengantin, penataran/pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis-yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga, 9) Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah, 10) Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina keluarga sakinah, 11) Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga, 12) Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

C. Mahasiswa dalam Periode Perkembangan Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

(40)

22

bentuk lampau dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2002).

Hurlock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reroduktif. Sementara itu, Dariyo (2004) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

(41)

23

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak dan berusia antara 20 hingga 40 tahun.

2. Karakteristik dan Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Seperti halnya tahap perkembangan lain, masa dewasa awal ditandai dengan berbagai karakteristik khas. Dariyo (2004) mengatakan bahwa secara fisik, seorang dewasa muda menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.

Dariyo (2004) juga mengatakan bahwa sebagian besar golongan dewasa awal telah menyelesaikan tugas pendidikan hingga tingkat universitas dan segera memasuki jenjang pekerjaan. Pada masa dewasa awal inilah individu berkomitmen dengan seseorang lainnya, yakni membentuk keluarga. Mereka akan memasuki kehidupan pernikahan, memelihara anak, dan harus tetap memperhatikan orang tua.

(42)

24

a. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup

Setelah masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan adanya perkawinan yang sah.

b. Membina kehidupan rumah tangga

Golongan dewasa awal berkisar antara 21-40 tahun. Golongan dewasa awal yang berusia di atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya setingkat dengan SLTA dan atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka umumnya telah memasuki dunia kerja.

Mereka mulai mempersiapkan diri untuk menjadi mandiri tanpa bergantung pada orangtua lagi. Sikap mandiri itulah yang merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Selain itu, mereka juga harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing dan menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara mereka.

(43)

25

Setelah menyelesaikan pendidikan formal, pada umumnya dewasa awal memasuki dunia kerja untuk menerapkan ilmu dan keahlian mereka. Mereka berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Jika mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebaliknya, bila tidak atau belum cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera.

Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang membara dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur sejahtera bagi keluarganya.

d. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara-cara, seperti :

(44)

26

b) Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air. pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan)

c) Menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat d) Mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial

dimasyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik masa dewasa awal dan tugas perkembangan masa dewasa awal yaitu masa yang ditandai dengan perkembangan fisik yang optimal, masa membangun hubungan baru, serta mencari pasangan dan membina keluarga.

D. Bimbingan Pribadi-Sosial

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial

(45)

27

Ahmadi (2004) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi, dan sosial yang dialaminya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri maupun orang lain.

2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial

Gunawan (1992) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan pribadi-sosial yang utama adalah memberikan bantuan kepada individu agar individu itu dapat berkembang secara optimal. Bantuan itu tidak hanya berfungsi bila seseorang sudah menghadapi suatu masalah aktual yang harus segera diselesaikannya dengan membuat pilihan atau mengambil tindakan penyesuaian diri, tetapi sudah dapat berfungsi jauh sebelumnya, bila orang menyadari bahwa aneka tugas hidup menantang dia untuk mengembangkan segala potensinya.

(46)

28

a. Mengerti dirinya dan lingkungannya. Mengerti diri meliputi pengenalan kemampuan, bakat khusus, minat, cita-cita, dan nilai-nilai hidup yang dimilikinya. Mengerti lingkungan meliputi lingkungan sosial, maupun budaya.

b. Mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana dalam bidang pribadi-sosial, termasuk didalamnya membantu individu untuk mengembangkan pola hidup pribadinya.

c. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara optimal.

d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana termasuk memberikan bantuan dalam menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk atau sikap hidup yang menjadi sumber timbulnya masalah. e. Dapat mengambil keputusan dengan bijaksana serta dapat

mempertanggungjawabkannya.

f. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.

3. Fungsi Bimbingan Pribadi-Sosial

Totok (Puspita, 2007) mengungkapkan ada beberapa fungsi dalam bimbingan pribadi-sosial, antara lain:

(47)

29

mampu menjadi agen perubahan (agent of cha nge) bagi dirinya dan lingkungannya.

b. Pemahaman diri secara penuh dan utuh. Individu memahami kelemahan dan kekuatan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan dan tantangan yang ada diluar dirinya.

c. Belajar untuk komunikasi yang lebih sehat. Bimbingan pribadi-sosial dapat berfungsi sebagai media pelatihan bagi individu untuk berkomunikasi secara sehat dengan lingkungannya.

d. Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Bimbingan pribadi-sosial digunakan sebagai media untuk menciptakan dan berlatih perilaku baru yang lebih sehat.

e. Untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh. Melalui bimbingan pribadi-sosial diharapkan individu dapat dengan spontan, kreatif, dan efektif dalam mengungkapkan perasaan, keinginan, dan isnpirasinya.

f. Individu mampu bertahan. Melalui bimbingan pribadi-sosial diharapkan individu dapat bertahan dengan keadaan masa kini, dapat menerima keadaan dengan lapang dada, dan mengatur kembali kehidupannya dengan kondisi yang baru.

(48)

30

E. Remaja dan Masalah dalam Pacaran

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Banyak hal yang terjadi pada remaja, salah satu yang menarik adalah masa pacaran. Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi di kalangan remaja. Pacaran merupakan suatu proses dua manusia lawan jenis untuk saling mengenal dan memahami, dan belajar membina hubungan sebagai persiapan pernikahan, untuk menghindari ketidakcocokan dan permasalahan pada saat setelah menikah. Masing-masing berusaha saling mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, dan reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.

(49)

31

Menurut Subhan (2004), bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi dilakukan meliputi:

a. Kekerasan fisik, merupakan pelecehan seksual, seperti: rabaan, colekan yang tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan, serta pemerkosaan.

b. Kekerasan nonfisik, merupakan pelecehan seksual, seperti: sapaan, siulan, atau bentuk perhatian yang tidak diinginkan, direndahkan, dianggap selalu tidak mampu, dan memaki.

Jombang women’s crisis center (2013) mengidentifikasi bentuk kekerasan dalam pacaran yang terjadi di kalangan remaja adalah:

a. Kekerasan fisik, misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong sekuat tenaga, menampar, menonjok, mencekik, membakar bagian tubuh/menyundut dengan rokok, pemaksaan berhubungan seks, menggunakan alat, atau dengan sengaja mengajak seseorang ke tempat yang membahayakan keselamatan.

b. Kekerasan seksual, bentuknya bisa berupa pemaksaan hubungan seksual (rabaan, ciuman, sentuhan) yang tidak kita kehendaki, dipaksa aborsi, dll.

(50)

32

F. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Agnes Oktaviyana pada tahun 2015

dengan judul “Deskripsi Tingkat Kesiapan Mahasiswa Menghadapi Pernikahan” menunjukkan bahwa dari 56 responden, 27 responden (48%)

memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori sangat siap, 26 responden (46%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori siap, dan 3 responden (6%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori cukup siap.

Pada penelitian yang lain (Azaria Zakiah, 2012), dengan menggunakan data dari 120 partisipan, diperoleh hubungan yang positif sebesar 0.463 dengan los 0.01, antara komitmen dengan kesiapan menikah, sehingga semakin tinggi komitmen individu maka akan semakin siap ia untuk menikah. Hubungan juga ditemukan antara komitmen dengan jenis kelamin, dimana partisipan pria ditemukan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi daripada partisipan wanita. Selain itu, ditemukan pula hubungan antara kesiapan menikah dengan tahun rencana menikah, dimana partisipan yang berencana menikah di tahun 2012 ditemukan memiliki tingkat kesiapan menikah yang lebih tinggi daripada partisipan yang berencana menikah 2013.

G. Kerangka Pikir

(51)

33

kepribadian telah siap untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah atau ibu dan hak-hak istimewa setelah menikah. Kematangan fisiologis, kematangan psikologis, dan kematangan sosial merupakan faktor-faktor yang sebaiknya dimiliki seseorang sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah ke jenjang perkawinan.

(52)

34 Mencari dan

menemukan calon pasangan

hidup

Membina kehidupan rumah tangga

Meniti karir untuk memantapkan ekonomi

rumah tangga

Kesiapan Menikah

Aspek Kesiapan Menikah: 1. Kematangan fisiologis

2. Kematangan psikologis 3. Kematangan sosial

Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Perkawinan 1. Faktor fisiologis 2. Faktor sosial ekonomi 3. Faktor agama dan kepercayaan

4. Faktor psikologis

Kesiapan Psikologis

(53)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data. Pokok-pokok bahasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2011:57) penelitian deskriptif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menyebarkan angket mengenai tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran. Penelitian ini dilaksanakan bulan September 2016 sampai Maret 2017.

C. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa berpacaran Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2013 yang berjumlah 35 orang, tidak termasuk kaum biarawan dan biarawati.

D. Variabel Penelitian

(54)

36

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kematangan psikologis. Kematangan psikologis perlu dimiliki individu agar kelak dapat mempersiapkan diri lebih matang dengan pasangan untuk melangkah ke jenjang perkawinan. Kematangan psikologis ini mengacu pada teori Walgito (2002) mengenai beberapa kematangan yang harus dimiliki seseorang dalam kesiapan pernikahan.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2011), instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

1. Kuesioner

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuisioner mengenai tingkat kematangan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Angkatan 2013. Menurut Sugiyono (2011), kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan atau menyebar daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

Kuisioner disusun berdasarkan aspek-aspek kesiapan menikah (Walgito, 2002), antara lain:

(55)

37 c. Kematangan sosial

2. Format pernyataan

Item pernyataan yang disusun dalam skala kematangan psikologis hidup perkawinan mahasiswa merupakan pernyataan yang favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan pernyataan yang menggambarkan kesiapan psikologis hidup perkawinan secara positif, sedangkan unfavourable merupakan pernyataan yang menggambarkan kematangan psikologis hidup perkawinan secara negatif. Terdapat 4 (empat) alternatif jawaban yang disediakan dalam skala ini yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). 3. Penentuan skor

Alternatif jawaban dari setiap pernyataan masing-masing memiliki skor. Skor dalam setiap pilihan terbagi atas item favourable dan unfavourable. Standar skoring yang dikenakan terhadap pengolahan data yang dihasilkan oleh skala ini ditentukan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban

4. Kisi-kisi Skala

Item-item yang disusun untuk mengungkap kematangan psikologis berupa pernyataan-pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable. Kisi-kisi kuesioner coba disajikan sebagai berikut:

Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

(56)

38

Tabel 3.2

Kisi-kisi Skala Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran No Aspek Indikator No Item

Favourable

No Item

Unfavourable

Jumlah

1 Emosi Menerima keadaan diri pacar apa adanya sesuai dengan kondisi riil

1 10 2

Mampu merespon stimulus dengan baik, dapat mengatur pikiran, dan memberikan tanggapan terhadap stimulus

3,5 8 3

Dapat mengontrol emosi dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi emosi

- 4,15,18,23,27, 35

6

Dapat berpikir secara objektif, bersifat sabar dan penuh pengertian

6,31 - 2

Memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah

mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian

9,20 2,11,17 5

2 Toleransi Memiliki kemampuan menerima dan memberi

3 Pengertian Mampu memahami kondisi serta kebutuhan pacar pacar dari isyarat verbal maupun non verbal

Memiliki sikap saling peduli 49,60 24,32,48,58 6 Mampu menerima saran dari

pacar

26 39,42,51 4

Mampu mengerti keadaan pacar

50 - 1

(57)

39

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas

Menurut Sugiyono (2011), validitas adalah merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data

“yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan

data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Uji validitas item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin tinggi nilai validitas item menunjukan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang membahas tentang kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi masalah yang diteliti.

(58)

40

Pemeriksaan hasil uji konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16. Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kriteria uji validitas pada instrumen penelitian ini berdasarkan

korelasi item total, biasanya digunakan batas ≥ 0,30. Maka item yang

(59)

41

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Skala Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Setelah Uji Coba

1 Emosi Menerima keadaan diri pacar apa adanya sesuai dengan kondisi riil

1 10 2

Mampu merespon stimulus dengan baik, dapat mengatur pikiran, dan memberikan tanggapan terhadap stimulus

3,5 8 3

Dapat mengontrol emosi dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi emosi

- 15,18,27 3

Dapat berpikir secara objektif, bersifat sabar dan penuh pengertian

31 - 1

Memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah

mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian

9,20 11 3

2 Toleransi Memiliki kemampuan menerima dan memberi

13,25,46 16,30 5

Mampu menyesuaikan diri dengan pacar

33,40 12,21 4

3 Pengertian Mampu memahami kondisi serta kebutuhan pacar pacar dari isyarat verbal maupun non verbal

59 36 2

4 Menerima dan memberi cinta kasih

Memiliki sikap saling peduli 49,60 24,48,58 5 Mampu menerima saran dari

pacar

26 39,42,51 4

Mampu mengerti keadaan pacar

50 - 1

(60)

42

2. Reliabilitas

Menurut Sudjana (2000), reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Atau bisa diartikan kapan pun alat penelitian tersebut akan digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Sugiyono (2011:268)

mengatakan bahwa “suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau

lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang sama, atau peneliti sama dalam waktu berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data apabila dipecah menjadi dua menujukkan

data yang tidak berbeda”.

Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas yang angkanya berada pada rentang dari 0-1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 maka semakin tinggi reliabilitas.

Perhitungan indeks reliabilitas kuisioner menggunakan koefisien

reliabilitas alpha (α) (Azwar, 2011). Dalam perhitungan indeks

reliabilitas kuisioner digunakan program komputer SPSS 16 (Statistical Package for Social Science).

α = 2

Keterangan :

α = koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

(61)

43

Kriteria keterampilan indeks reliabilitas berdasarkan kriteria Guilford sebagai berikut

Tabel 3.4 Kriteria Guilford

Berdasarkan hasil data uji coba yang telah dihitung melalui aplikasi SPSS 16.0, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh

instrumen dengan rumus koefisien Alpha (α), yaitu 0,945. Tabel 3.5

Hasil Uji Reliabilitas Skala

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.945 47

Dari hasil perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas kuesioner resiliensi termasuk kualifikasi sangat tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data hasil penelitian. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara

No. Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

(62)

44

mendeskripsikannya atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan untuk menggeneralisasi.

Sugiyono (2011:207) mengatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden menyajikan data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Berikut merupakan langkah – langkah teknik analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini:

1. Menentukan skor

Menentukan skor dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing-masing jawaban. Kemudian membuat tabulasi data dan penghitungan skor masing-masing subjek dan menghitung total skor masing-masing item.

2. Pengolahan data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0.

3. Kategorisasi

(63)

45

Tabel 3.6 Norma Kategorisasi

Skor Kategorisasi µ + 1,5 σ > X Sangat Tinggi

µ + 0,5 < X ≤ µ + 1,5 σ Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ Sangat Rendah Keterangan:

X maksimum teoritik : skor tertinggi dalam skala X minimum teoritik : skor terendah dalam skala

σ (standar deviasi) : luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi berat

µ (mean teoritik) : rata-rata teoritis dari skor maksimum dan minimum

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokkan tinggi atau rendahnya skor kematangan psikologis mahasiswa secara umum dalam penelitian ini dengan N=47, diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai berikut:

X minimum teoritik : 1 x 47 = 47 X maksimum teoritik : 4 x 47 = 188 Luas jarak : 188 – 47 = 141

Standar Deviasi (σ) : 141 : 6 = 24

Mean teoritik (µ) : (188+47) : 2 = 117,5

(64)

46

Tabel 3.7 Norma Kategorisasi

Kesiapan Psikologis Mahasiswa Berpacaran

Norma Rentang

4. Kategorisasi skor item

(65)

47

Tabel 3.8 Norma Kategorisasi

Skor Kategorisasi µ + 1,5 σ < X item Sangat Tinggi µ + 0,5 < X item ≤ µ + 1,5 σ Tinggi µ - 0,5 σ < X item ≤ µ + 0,5 σ Sedang µ - 1,5 σ < X item ≤ µ - 0,5 σ Rendah

X item ≤ µ - 1,5 σ Sangat Rendah

Keterangan:

X maksimum teoritik : skor tertinggi dalam skala X minimum teoritik : skor terendah dalam skala

σ (standar deviasi) : luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi berat

µ (mean teoritik) : rata-rata teoritis dari skor maksimum dan minimum

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokkan skor item. Kategorisasi tinggi dan rendahnya item secara keseluruhan dalam penelitian ini dengan N=35, diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai berikut:

X minimum teoritik : 1 x 35 = 35 X maksimum teoritik : 4 x 35 = 140 Luas jarak : 140 – 35 = 105 Standar Deviasi (σ) : 105 : 6 = 17,5 Mean teoritik (µ) : (140+35) : 2 = 87,5

(66)

48

Tabel 3.9

Norma Kategorisasi Skor Item

Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran

Norma Rentang Skor Kategorisasi

µ + 1,5 σ < X item

87,5 + 1,5 (17,5) < X item

113,75 < X Sangat Tinggi

µ + 0,5 σ < X item ≤ µ +

1,5 σ

87,5 + 0,5 (17,5) < X item

≤ 87,5 + 1,5 (17,5)

96,25 < X ≤ 113,75 Tinggi

µ - 0,5 σ < X item ≤ µ + 0,5

σ

87,5 –0,5 (17,5) < X item ≤ 87,5 + 0,5 (17,5)

78,75 < X ≤ 96.25 Sedang

µ - 1,5 σ < X item ≤ µ - 0,5

σ

87,5 –1,5 (17,5) < X item ≤ 87,5 – 0,5 (17,5)

61,25 < X ≤ 78,75 Rendah

X item ≤ µ - 1,5 σ

X item ≤ 87,5 – 1,5 (17,5)

(67)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memuat jawaban dari masalah penelitian. Penyajian hasil penelitian dan pembahasan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengungkapkan profil mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berpacaran dan tidak berpacaran. Adapun profil mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah sebagai berikut

57.37 42.62

Berpacaran Tidak Berpacaran

4.91

95.08

(68)

50

1. Deskripsi tingkat kesiapan hidup perkawinan ditinjau dari

kematangan psikologis mahasiswa berpacaran Angkatan 2013

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma

Berdasarkan perolehan data yang dikumpulkan dari 47 pernyataan skala kematangan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan, dilakukan analisis data dengan teknik presentase dan disajikan dalam tabel

Tabel 4.1

Kategorisasi Kesiapan Hidup Perkawinan Ditinjau Dari Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Sanata Dharma

Rentang Skor Kategori Jumlah Subjek Prosentase

153,5 > X Sangat Siap 10 28,57%

129,5 < X ≤ 153,5 Siap 22 62,85%

105,5 < X ≤ 129,5 Sedang 3 8,57%

81,5 < X ≤ 105,5 Kurang Siap - -

X ≤ 81,5 Sangat Kurang Siap

(69)

51

Grafik 1

Profil Kesiapan Hidup Perkawinan Ditinjau Dari Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Berdasarkan tabel:

a. Terdapat 10 mahasiswa (28,57%) yang memiliki kematangan psikologis untuk hidup perkawinan dalam kategori sangat siap. Dengan kata lain, mahasiswa yang berpacaran secara psikologis sudah sangat siap untuk memasuki hidup perkawinan.

b. Terdapat 22 mahasiswa (62,85%) yang memiliki kematangan psikologis untuk hidup perkawinan dalam kategori siap. Dengan kata lain, mahasiswa yang berpacaran secara psikologis sudah siap untuk memasuki hidup perkawinan.

c. Terdapat 3 mahasiswa (8,57%) yang memiliki kematangan psikologis untuk hidup perkawinan dalam kategori sedang. Dengan kata lain, mahasiswa yang berpacaran secara psikologis cukup siap untuk memasuki hidup perkawinan.

0 5 10 15 20 25

(70)

52

2. Analisi Butir Item

Berdasarkan analisis item kesiapan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Capaian Item Kesiapan Hidup Perkawinan Ditinjau Dari Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program

Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Skor Kategorisa

(71)

topik-53

topik bimbingan pribadi-sosial. Berikut item-item yang masuk dalam kategori sedang diperinci dalam tabel berikut:

Tabel 4.3

Item-Item Pernyataan yang Tergolong dalam Kategori Sedang No Aspek Nomor Item dan Pernyataan Total Skor Item

1 Kematangan Emosi

18. Saya akan bersikap cuek saat pacar juga cuek terhadap saya

86

2 Sikap Percaya

38. Sekali kepercayaan saya disalahgunakan, saya sudah tidak mau berhubungan dengan pacar saya

89

3 Sikap Pengertian

41. Saya hanya mampu memahami pacar yang menepati janji

90

4 Sikap Pengertian

55. Terkadang saya sulit melihat sesuatu dari sudut pandang pacar

85

5 Sikap Percaya

56. Saya mampu menghilangkan rasa curiga dengan pacar yang pernah menyalahgunakan kepercayaan saya

92

6 Sikap Pengertian

57. Terkadang saya kesulitan memahami apa yang pacar katakan karena saya tidak mengalaminya

95

(72)

54

dan pacar secara positif. Dalam butir-butir item yang terdapat dalam aspek sikap pengertian diketahui bahwa mahasiswa belum mampu melihat masalah dari sudut pandang pacar serta belum mampu memahami kondisi serta kebutuhan pacar.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematangan psikologis mahasiswa berpacaran untuk hidup perkawinan Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tergolong siap. Terdapat 22 mahasiswa (62,85%) termasuk dalam kategori siap, kategori sangat siap terdapat 10 mahasiswa (28,57%), dan terdapat 3 mahasiswa (8,57%) termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk kategori kurang siap dan sangat tidak siap tidak terdapat mahasiswa yang termasuk didalamnya.

(73)

55

orang lain, memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi, serta bersedia menjadi suami atau isteri yang bertanggung jawab.

Dalam hidup perkawinan faktor psikologis adalah salah satu hal penting. Relasi bersama pasangan menentukan warna bagi keseluruhan relasi di dalam keluarga. Kunci dari kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Dalam hal ini, komunikasi yang baik ikut berperan untuk membangun hubungan harmonis yang meliputi:

1. Kematangan emosi

Orang yang matang secara emosi mempunyai perspektif obyektif dan mampu memberi respon secara positif. Orang yang matang emosinya biasanya mampu mengelola emosi sehingga dalam keadaan emosi seperti apapun, baik emosi positif seperti senang, bahagia, rindu, maupun negatif seperti marah, kecewa, ia tetap dapat menempatkan diri. Orang yang dapat menempatkan diri biasanya memiliki persepsi yang obyektif, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat.

Gambar

Tabel 3.1 Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban
Tabel 3.2 Kisi-kisi Skala Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Kematangan Psikologis Mahasiswa Berpacaran
Tabel 3.4      Kriteria Guilford
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan persentase di atas, mahasiswa angkatan 2013 Tahun Akademik 2013/2014 Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta cenderung mempunyai

1. Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling USD angkatan 2014 telah memiliki tingkat kemampuan berpikir positif, bahkan sebagian besar mahasiswa memiliki

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hudup berkeluarga yang disusun berdasarkan 4 aspek,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahi tingkat-tingkat kecerdasan emosi Mahasiswa Semester II Kelas A Angkatan 2013 Prgram Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Tingginya tingkat self awareness dari mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dapat diinterpretasikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2012 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Santa Dharma Tahun Akademik 2013/2014 memiliki gaya belajar

Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat kematangan emosi Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konselig Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun

ABSTRAK TINGKAT KESIAPAN MENJALANI PROFESI MENJADI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING Studi Deskriptif pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014