• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN UANG WAKAF DI MASJID-MASJID KOTA BUKITTINGGI SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGELOLAAN UANG WAKAF DI MASJID-MASJID KOTA BUKITTINGGI SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN UANG WAKAF DI MASJID-MASJID KOTA BUKITTINGGI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

di Fakultas Syari’ah Program Studi Hukum Keluarga

Oleh:

NURHIDAYATI (1114.001)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI 1440 H/2019 M

(2)
(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing skripsi atas nama Nurhidayati, NIM. 1114.004, dengan judul “Pemberdayaan Uang Wakaf di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi”

memandang bahwa skripsi yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke Sidang Munaqasyah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bukittinggi, 01 Februari 2019 Pembimbing I

Dra. Hj. Nuraisyah, M.Ag NIP. 195701021984032001

Pembimbing II

Beni Firdaus. M.A NIP. 197907142005011005

(4)

iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Sripsi yang berjudul “PENGELOLAAN UANG WAKAF DI MASJID-MASJID KOTA BUKITTINGGI” yang disusun oleh Nurhidayati NIM. 1114.001, telah diuji dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, pada hari Selasa, 13 Agustus 2019 dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Program Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Syari’ah Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyah).

Sungai Tanang, 13 Agustus 2019 Tim Penguji,

Ketua

Dr. H. Ismail, M.Ag NIP.196804091994031008

Sekretaris

Beni Firdaus, MA NIP. 197907142005011005 Anggota

Dr. H. Ismail, M.Ag NIP. 196804091994031008

H. M. Ridha, Lc.,M.Ag NIP. 197709162005011005

Dra. Hj. Nuraisyah, M.Ag NIP. 195701021984032001

Beni Firdaus, MA NIP. 197907142005011005 Mengetahui,

Dekan Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Dr. H. Ismail, M.Ag NIP. 196804091994031008

(5)

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurhidayati NIM : 1114.001 Fakultas : Syari’ah

Program Studi : Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyah)

Dengan ini menyatakan sesungguhnya skripsi saya yang berjudul Pengelolaan Uang Wakaf di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi adalah benar asli (orisinil) karya saya, kecuali yang dicantumkan sumbernya. Apabila di kemudian hari terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka hal tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab saya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan seperlunya.

Sungai Tanang, 15 Agustus 2019

NURHIDAYATI NIM. 1114.001

(6)

v

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pengelolaan Wakaf Uang di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi”, ditulis oleh NURHIDAYATI, NIM. 1114.001, pada Fakultas Syari’ah Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyyah), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Dalam konteks fikih, pembahasan wakaf uang tergolong pembahasan yang kontemporer. Mengingat wakaf uang adalah benda yang habis ketika dibelanjakan.

Namun praktik wakaf uang ternyata telah ada sejak zaman dahulu, seperti pada masa Imam Hanafi. Begitu juga dengan Imam az-Zuhri berpendapat wakaf uang adalah boleh dan sah, dengan cara menjadikannya sebagai modal usaha. Bila memperhatikan pendapat ini, maka praktik wakaf uang yang sah pada masa sekarang berdasarkan pendapat itu adalah wakaf uang yang melalui Lembaga Keuangan Syari’ah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Namun dibalik itu, di masjid-masjid juga kerap kita dengar atau lihat kotak amal bertuliskan wakaf., dimana jelas peruntukannya bukan untuk modal usaha. Majelis Ulama Indonesia melalui fatwanya telah melegitimasi praktek wakaf tersebut. Yaitu melalui fatwa tanggal 11 Mei 2002 tentang wakaf uang dan keputusan ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III tentang bolehnya mengubah wakaf uang menjadi wakaf benda. Wakaf uang di masjid itu tidak ubahnya seperti sebuah proses pembangunan benda wakaf dengan dana gotong royong dari masyarakat. Teknisnya sangat jauh berbeda dengan praktik di LKS-PWU, karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang uang wakaf di beberapa masjid yang telah penulis pilih sebagai lokasi penelitian.

Penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi, sehingga menghasilkan data-data informasi yang menunjukkan tentang pengelolaan dana wakaf yang berjalan di masjid-masjid yang menjadi sasaran penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, Pratik wakaf uang yang berjalan di Masjid al-Falah dan Masjid Agung Tengah Sawah berjalan dengan baik dan sesuai dengan peruntukan wakaf yang dibenarkan menurut hukum Islam, sedangkan praktik wakaf uang yang berjalan di Masjid Darul Falah Aur Kuning masih terdapat ketidak sesuaian, dimana dana wakaf bukan hanya dipergunakan untuk kepentingan pembangunan, melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan harian masjid.

Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, penyebabnya adalah ketiadaan aliran dana infak. Pengurus meniadakan aliran infak dengan alasan menghindari penumpukan dana wakaf di rekening bank dan khawatir akan kesulitan dalam memisah-misahkan antara wakaf dan infak dalam pembukuannya. Sebab lain adalah kurangnya pemahaman pengurus yang sekarang dalam hal memisahkan peruntukan antara dana wakaf dan infak.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi-Mu ya Allah. Engkaulah Maha Pemberi nikmat, hanya kepadaMu penulis memohon pertolongan dan mengharap ampunan, dan hanya kepada-Mu penulis senantiasa memohon petunjuk.

Engkau pula yang telah memberi nikmat kesehatan dan kesempatan waktu yang cukup bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah, keluarga, para sahabatnya, orang-orang yang mengajak kepada jalannya, mereka yang memegang teguh sunnahnya, dan berjihad membela agamanya, dan siapapun yang selalu berada di atas manhajnya hingga hari kiamat.

Amma ba’du……

Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan perkuliahan Strata 1 di IAIN Bukittinggi dan menyandang gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyyah) Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi.

Kerinduan yang mendalam dan penghargaan terbesar penulis tujukan kepada Ibunda tercinta, pautan cinta ananda sepanjang hayat, juga kepada Ayahanda yang wajahnya selalu terbayang dan menjadi kerinduan bagi jiwa yang haus kasih sayang. Ananda mencintai ayah dan bunda karena Dzat yang telah menciptakan

(8)

vii

ananda. Begitu juga kepada kakak-kakak, abang semata wayang, serta adik-adik.

Berada di tengah-tengah kalian menjadi suatu keistimewaan tersendiri bagi diri ini.

Selanjutnya terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada “Tante” dan

“Pak Etek”, yang telah mencurahkan kasih sayangnya pada ananda bagaikan kasih sayang orang tua kandung pada buah hati tercinta, tanpa membeda-bedakan dengan adik-adik. Dorongan serta semangat yang Tante dan Pak Etek berikan menjadi motivasi bagi ananda agar menuntut ilmu setinggi-tingginya. Semoga apa yang selama ini Tante dan Pak Etek berikan, menjadi amal jariyah yang pahalanya tiada akan terhenti sampai kapanpun, dan semoga Allah memberi ganjaran yang berlipat ganda.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, baik dalam bentuk bantuan moril ataupun materil. Yaitu kepada:

1. Ibu Rektor dan Bapak-bapak wakil Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, selaku pimpinan tertinggi di IAIN Bukittinggi.

2. Bapak Dekan dan Bapak-bapak Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Bapak Ketua Progran Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyyah) yang telah memberi fasilitas yang cukup bagi penulis untuk keperluan menuntut ilmu di kampus IAIN Bukittinggi ini.

(9)

viii

3. Ibuk Dra. Hj. Nuraisyah, M.Ag selaku Pembimbing I, dan Bapak Beni Firdaus, SHI, MA selaku Pembimbing II yang telah memberikan perhatian yang besar pada penulis dalam membimbing penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibuk dosen yang mendidik dan membekali penulis dengan beragam ilmu pengetahuan yang berguna untuk kebahagiaan penulis di dunia dan akhirat.

Serta seluruh karyawan/i yang dengan beragam jasanya memberikan kemudahan bagi penulis dalam menjalankan aktivitas belajar di kampus IAIN Bukittinggi.

5. Pimpinan serta karyawan/i perpustakaan IAIN Bukittinggi yang telah menyiapkan fasilitas yang memadai bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibuk narasumber yang telah meluangkan waktu serta memberikan informasi yang perlu bagi penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.

Atas segenap bantuan yang telah diberikan, penulis ucapkan banyak terimakasih, semoga menjadi amal sholeh yang diridhoi oleh-Nya seta dibalasi dengan pahala berlipat ganda. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.

Besar harapan penulis, agar kiranya skripsi ini bermanfaat khususnya bagi diri penulis sendiri, dan bagi Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhshiyyah) Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi serta bagi para pembaca pada umumnya.

Sungai Tanang, 20 Januari 2019 Penulis,

NURHIDAYATI NIM. 1114.001

(10)

ix DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 11

C. Batasan Masalah……… 12

D. Tujuan dan Kegunaan penelitian………... 12

E. Metode Penelitian……….. 13

F. Penjelasan Judul………. 17

G. Tinjauan Pustaka………. 18

H. Sistematika Penulisan………. 19

BAB II : LANDASAN TEORI A. Teori Wakaf……….. 21

(11)

x

B. Teori Wakaf Tunai……… 50 BAB III : HASIL PENELITIAN

A. Monografi Kota Bukittinggi………... 66 B. Peran dan Fungsi Masjid Dalam Pembangunan Umat Dari

Segi Pemeliharaan Ibadah dan Pendidikan……… 75 C. Pengelolaan Uang Wakaf Di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi………. 80 D. Analisis Penulis……….. 96 BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan………. 100 B. Saran-saran……….. 101 KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagaimana yang telah diketahui, kehidupan dunia tidak lain adalah sebagai sarana bagi ummat manusia untuk mengumpulkan amal dalam kehidupan abadi di akhirat kelak. Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Ilahi telah menyampaikan berita gembira kepada umat beliau tentang adanya 3 (tiga) amal yang pahalanya tidak akan terputus walaupun seseorang telah meninggal dunia. Sebagaimana dalam hadist beliau :

ُعَفَ تْنُ ي ٍمْلِعَو ٍةَيِراَج ٍةَقَدَص ْنِم ٍةَث َلََث ْنِم الِْا ُوُلَمَع َعَطَقْ نِا ُناَسْنِْلْا َتاَم اَذِا ُوَل ْوُعْدَي ٌحِلاَص ٌدَلَوَو ِوِب

“jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do‟a anak yang shaleh”. (HR. Muslim no. 1631)1

Allah memberi ganjaran sekecil apapun amal yang diperbuat. Dalam hadis di atas, Nabi SAW menyebutkan tentang amal jariyah, yaitu amal yang pahalanya tetap mengalir meski si pelaku telah meninggal dunia.

Kebanyakan para ulama menjelaskan bahwa sedekah jariyah yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah wakaf. Disamping itu ada pula ulama yang mengartikannya dengan lebih luas, bukan sebatas wakaf, melainkan berlaku pada tiap aktifitas yang masih berkelanjutan manfaatnya.

1 Al-Hafizh Ibnu Hajjar al-Asqalani, Bulughul Maram, (Bandung: Al-Ma’arif, 2012),cet 1, hal. 210

(13)

2

Secara umum tidak terdapat ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang waqaf secara jelas. Oleh karena itu waqaf termasuk infaq fi sabilillah.

Maka, yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep waqaf didasarkan pada keumuman ayat–ayat yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Antara lain:

1.

Q.S. Al-Baqarah : 261

َلِباَنَس َعْبَس ْتَتَبْ نَأ ٍةابَح ِلَثَمَك ِوَللا ِلْيِبَس ْيِف ْمُهَلاَوْمَأ َنْوُقِفْنُ ي َنْيِذّلا ُلَثَم ٌمْيِلَع ُعِساَو ُللهاَو ُءاَشَي ْنَمِل ُفِعاَضُي ُللهاَو ٍةابَح ُةَئِم ٍةَلُ بْنُس ِّلُك ْيِف

“perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

2. Q.S. Al-Baqarah : 267

َاَي ِضْرَْلْا َنِم ْمٌكَل اَنْجَرْخَأ اامِمَو ْمُتْبَسَك اَم ِتَبِّيَط ْنِماْوُقِفْنَأ اْوُ نَمَا َنْيِذالا اَهُّ ي

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”

3.

Q.S. Ali –Imran : 92

ْنَل َنْوُّ بِحُت اامِم اْوُقِفْنُ ت ىاتَح ارِبْلا ُلاَنَ ت

“Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan apa yang kamu cintai.”

Surat Al-Baqarah ayat 261 menjelaskan balasan bagi orang-orang yang berinfak di jalan Allah, bahwa Allah akan membalasnya dengan kebaikan 700 kali lipat. Dan salah satu cara menginfakkan harta di jalan Allah adalah dengan mewakafkan harta. Adapun pada ayat 267 Allah

(14)

3

memerintahkan manusia agar menafkahkan di jalan Allah harta yang baik- baik yang telah Allah karuniakan kepada mereka.

Dalam surat Ali Imran ayat 92 Allah mengatakan bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan yang sempurna kecuali dengan menginfakkan harta yang dicintainya di jalan Allah, ini adalah peringatan bagi manusia bahwa hendaknya yang di infakkan di jalan Allah itu hendaklah yang terbaik.

Ajaran wakaf yang diajarkan oleh Rasulullah SAW didasarkan pada salah satu riwayat yang memerintahkan Umar bin Khattab agar tanah di Khaibar yang dimilikinya disedekahkan.

ِنَع ايِبانلا ىَتَأَف َرَ بْيَخِب اًضْرَأ َرَمُع َبَاصَأ : َلاَق اَمُهْ نَع ُللها َيِضَر َرَمُع ِنْبأ ُتْبَصَأْ يِّنِا, ِللها َ لْوُسَر اَي :َلاَقَ ف ,اَهْ يِف ُهُرُم ْأَتْسَي َمالَسَو ِوْيَلَع ُللها َىالَص

َأ َوُى ٌّطَق ًلْاَم ْبِصُأ ْمَل َرَ بْيَخِب اًضْرَأ ؟ِوِب ْيِنُرُمْأَت اَمَف ,ُوْنِم يِدْنِع ُسُفْ ن

اَهَلْصَأ َتْسَبَح َتْئِش ْنِأ : َمالَسَو ِوْيَلَع ُللها ىالَص ِللها ُلْوُسَر َلاَقَ ف ؟ ُثَروْت ُ َلَْو ُبَى ْوُ ت َلَْو ُعاَبُ ت َلْ اَها نِا : َرَمُع اَهِب َقادَصَتَ ف اَهِب َتْقادَصَتَو اَهِب َقادَصَتَو ِنْباَو ِللها ِلْيِبَس ْيِفَو ِباَقِّرلا ىِفَو ىَبْرُقْلا ىِف َوِءاَرَقُفْل ىِف

َمَعْطَيَو ِفْوُرْعَمْلاِب اَهْ نِم َلُكْأَي ْنَأ اَهَ يِلَو ْنَم ىَلَع َحاَنُج َلْ ِفْياضلاَو ِلْيِبَس ٍلِّوَمَتُم َرْ يَغ

“Dari Ibnu Umar ra., dia berkata: Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Lalu dia datang kepada Rasulullah, untuk meminta pertimbangan tentang tanah itu, maka katanya:”wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, dimana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain daripadanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku sehubungan dengannya?” Maka kata Rasulullah SAW kepadanya: “jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.”

(15)

4

Maka „Umar pun menyedekahkan manfaatnya, dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak diberikan dan tidak diwariskan.

Tanah itu dia waqafkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, memerdekakan hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang ma‟ruf, dan memakannya tanpa menganggap bahwa tanahnya itu miliknya sendiri.”2

Hadist mengenai perbuatan Umar bin Khattab Ini adalah hadist yang popular mengenai wakaf.

Hadist lain mengenai wakaf diantaranya adalah:

1) Hadist dari Anas ra. :

ُلْوُسَر َمِدَق اامَل :َلاَق ُوْنَع ُللها َيِضَر ٍسَنَا ْنَع ِلله ا

ّمالَسَو ِوْيَلَع ُللها ىالَص

؟اَذَى ْمُكِطِئاَحِب ْيِنْوُ نَمْأَت ِرااجانلا يِنَب اَي":َلاَق ِدِجْسَمْلا ِءاَنِبِب َرَمَأَو َةَنْ يِدَمْلَا : اَوُلاَقَ ف ِأ ُوَنَمَث ُبُلْطَن َلْ ِللهاَو

الْ

َىل ِا ُهاَنَ بَ ف ُهَذَخَأَف ْيَأ .ىَلاَعَ ت ِللها

اًدِجْسَم

3

“dari Anas ra, dia berkata: ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah dan memerintahkan untuk membangun mesjid, beliau berkata: “wahai bani Najjar, apakah kamu hendak menjual kebunmu ini?”Mereka menjawab:”demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah ta‟ala. Maksudnya agar Rasulullah SAW mengambilnya dan menjadikannya masjid.”

2) Hadist dari Qutaibah bin Sa’id

اَنَرَ بْخَا َلاَقٍدْيِعَس ُنْب ُةَبْيَ تُ ق ْنَع,َقاَحْسِا ْيبَا ْنَع,ِصَوْحَْلْا ْوُ بَا اَنَ ثادَح :

َانْيِد .م.ص ِللها ُلْوُسَر َكَرَ ت اَم :َلاَق ِثِراَحْلا ِنْب وِرَمُع َلَْو اًمَىْرِد َلَْو اًر

ًدْبَع امَأ َلَْو ا ِءاَبْهاشلا ُوَتَلْغَ ب الِْا ًة اَهُ بَكْرَ ي َناَك ْيِتالا

اًضْرَأَو ُوَح َلَِسَو ْيِف اَهَلَعَج

ًةَقَدَص :ئَرْخُأ ًةارَم َةَبْيَ تُ ق َلاَقَو ,ِللها ِلْيِبَس

”Qutaibah bin Sa‟id telah mengabarkan kepada kami dari Abul Ahwash yang menyampaikan dari Abu Ishaq bahwa Amr bin al- Harist berkata : “Rasulullah saw tidak meninggalkan dinar,

2 Al-Hafizh Ibnu Hajjar al-Asqalani, Bulughul Maram,………. hal. 555

3 Al-Hafizh Ibnu Hajjar al-Asqalani, Bulughul Maram,………. hal. 555

(16)

5

dirham, tidak pula budak laki-laki atau budak perempuan, kecuali bagal yang biasa di tunggangi bernama asy-Syahba, pedang, dan tanah yang telah diinfakkan di jalan Allah swt”.

Dalam riwayat lain, Qutaibah menyebutkan,”....sebagai sedekah”.”4

3) Hadist dari Ishaq bin Isma’il

ُتْعِمَس:َلاَق َسْيِرْدِا ُنْب للها ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ :َلاَق مْيِىاَرْ بِأ ُنْب ُقاَحْسِأ اَنَرَ بْخَأ َمْحارلا ِدْبَع َنْب َنْيَصُح ِنْب ِفاَنْحَْلْا ِنَع ,َناَواَج ِنْبوِرْمَع ْنَع ُثِّدَحُي ِن

َو َةَنْ يِدَمْلا اَنْمِدَقَ ف اًجااجُح اَنْجَرَخ :َلاَق ٍسْبَ ق ُنْحَن اَنْ يَ بَ ف ,اجَحْلا ُدْيِرُن ُنْحَن

ْيِف اْوُعَمَتْجا ِدَق َساانلا انِا :َلاَقَ ف ٍتَااَناَتَأ ْذِا اَنَلاَحِر ُعَضَن اَنَلِزاَنَم ْيِف ِطْسَو ْيِف رَفَ ن ىَلَع َنْوُعِمَتْجُم ساانلا اَذِأَف اَنْقَلَطْناَف,اْوُعَزَ فَو َدِجاَسَمْلا َو ,ِدِجْسَمْلا َكِلَذَكَل اانِاَف ,ٍصااقَو ْيِبَأ ُنْب ٌدْعَسَو ٌ ةَحْلَطَو ٌرْ يَ بُّزلاَو ٌّيِلَع اَذِا

اَنُهَىَأ:َلاَقَ ف,ُوَسْأَر اَهِب َعانَ ق ْدَق ُءاَرْفَص ٌةَءَلَُم ِوْيَلَع َناافَع ُنْب ُناَمْثُع َءاَجْذِا اَنُهَىَأ ؟رْيَ بُّزلا اَنُهَىَأ ؟ةَحْلَط اَنُهَىَأ ؟يِلَع ْمُكدُشْنَأ يِّنِاَف:َلاَق,ْمَعَ ن:اْوُلاَق؟ادْعَس

ُعاَتْبُ ي ْنَم ((:َلاَق م.ص ِللها َلْوُسَر انَأ َنْوُمَلْعَ تَأ!َوُى الِْا َوَلِا َلْ ْيِذالا وِللاِب ِرْشِعَو ِةَسْمَخِب ْوَأ اًفْلَأ َنْيِرْشِعِب ُوُتْعَ تْ باَف.))ُوَل ُللها َرافَغ ن َلَُف ْيِنَب ٌدَبْرَم َنْي

ُهُرْجَأَو اَنِدِجْسَم ْيَفاَهْلَعْجِا (( :َلاَقَ ف,ُوُتْرَ بْخَأَف م.ص ِللها َلْوُسَر ُتْيَ تَأَف,اًفْلَأ َلْ يذلا ِللهاِب ْمُكُدُشْنَأَف:َلاَق!ْمَعَ ن امُهلالَا : ْوُلاَق ))؟َكَل َنْوُمَلْعَ تَأ !َوُى الِْا َوَلِا

ْنَم ((:َلاَق م.ص ِللها َلْوُسَر انَأ َذَكِب وْعَ تِباَف ))ُوَل ُللها َرافَغ ةمور رئب ُعاَتْبُ ي

اَهْلَعْجِا (( :َلاَق ,َذَكَو َذَكِباَهَ تْعَ تْ با ِدَق:ُتْلُقَ ف م.ص ِللها َلْوُسَر ُتْيَ تَأَف َذَكَو ِللا اِب ْمَكدشْنَأَف:َلاَق !ْمَعَ ن َمُهلالَا :اْوُلاَق))؟ُهُرْجَأَو َنْيِمِلْسُمْلِل َةَياَقِس ْيِذالا و

(( : َلاَقَ ف ِمْوَقْلا ِهْوُجُو ْيِف َرَظَن م.ص ِللها َلْوُسَر انَأ َنْوُمَلْعَ تَأ !َوُى الِْا َوَلِا َلْ

ُوَل ُللها َرافَغ ِء َلُْؤَى َزاهَج ْنَم ِةَرْسُعْلا َشْيَج ْيِنْعَ ي -

اَم ىاتَح ْمُهُ ت ْزاهَجَف -

اَق اًماَطَخ َلَْو ًلْاَقع َنْوُدِقْفَ ي مهللا !َدَهْشا امُهلالَا :َلاَق !ْمَعَ ن امُهلالَا:اْوُل

!َدهشا

4 Ahmad bin Syu’aib Abu Abdurrahman an-Nasa’I, Ensiklopedi Hadist 7, Sunan an-Nasa‟I, (Jakarta : al-Mahira, 2013), Cet 1, hal. 738

(17)

6

“Ishaq bin Ismail mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Idris, dari Husain bin Abdurrahman, dari Amr bin Jawan bawa al- Ahnaf bin Qais berkata:”kami keluar untuk menunaikan haji. Kami singgah di Madinah dalam perjalanan menunaikan haji tersebut. Saat berada di tempat persinggahan, kami tambatkan hewan-hewan tunggangan kami. Tiba-tiba seseorang datang dan berkata,‟orang-orang telah berkumpul di masjid‟. Lalu kami pergi (ke masjid), ternyata orang-orang memang telah berkumpul di depan beberapa orang yang berada di tengah masjid. Ternyata mereka adalah Ali bin Abi Thalib, az-Zubair, Thalhah, dan Sa‟id bin Abi Waqqash. Saat kami menyaksikan hal itu, tiba- tiba Utsman datang dengan mengenakan sarung kuning dan menutupkannya ke kepala. Utsman berkata,‟apakah Ali ada disini? Apakah Thalhah ada disini? Apakah az-Zubair ada disini? Apakah Sa‟id ada disini?‟ Mereka menjawab,‟ya‟.

Utsman berkata,‟Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sungguh aku memohon kepada kalian (jawablah dengan jujur). Apakah kalian tahu bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,‟ siapa yang membeli mirbad (tempat pengeringan kurma) milik bani fulan, Allah mengampuni dosanya.‟ Aku membelinya dengan 20 ribu atau 25 ribu, lalu menemui Rasulullah saw dan mengabarkan hal itu kepada beliau.

Kemudian beliau bersabda,‟wakafkanlah untuk dijadikan sebagai masjid kita, engkau akan mendapatkan pahalanya.‟mereka berkata,‟ya.‟ Utsman berkata,‟Demi Allah yang tiada Tuhan slain Dia. Aku mohon kepada kalian (jawablah dengan jujur). Apakah kalian tahu bahwa Rasulullah saw bersabda,‟siapa yang membeli sumur Rumah, niscaya Allah akan memberikan ampunan kepadanya.‟ Lalu aku menemui beliau dan berkata,‟aku telah membelinya dengan harga sekian dan sekian.‟ Beliau bersabda,‟jadikanlah ia sumber minum untuk kaum muslimin dan engkau akan mendapatkan pahalanya.‟ Mereka berkata,‟ya.‟ Utsman berkata,‟Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, aku mohon kepada kalian (jawablah dengan jujur). Apakah kalian tahu bahwa Rasulullah saw melihat wajah orang-orang lalu bersabda,‟siapa yang memberikan perbekalan untuk mereka, niscaya Allah akan membrikan ampunan untuknya.‟ Yaitu (perbekalan untuk tentara Jaisy al-Usrah). Lalu aku memberikan perbekalan kepada mereka

(18)

7

sampai mereka semua mendapatkan tali dan tali kekang (hewan tunggangan).‟ Mereka berkata,‟ya.‟ Utsman berkata,‟ Ya Alah, saksikanlah. Ya Alah, saksikanlah.‟”5 Berdasarkan maknanya yang umum dan praktiknya, wakaf adalah memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur tangan pribadi, menyalurkan hasil dan manfaatnya secara khusus sesuai dengan tujuan wakaf, baik untuk kepentingan perorangan, masyarakat, agama atau umum.6

Manusia telah mengenal berbagai macam wakaf sejak terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat di muka bumi. Setiap masyarakat menyediakan pelayanan umum yang dibutuhkan oleh manusia secara keseluruhan atau kebanyakan anggota masyarakat. Tempat peribadatan adalah salah satu contoh wakaf yang dikenal oleh manusia sejak dahulu kala.7

Wakaf tempat peribadatan telah dikenal sejak lama di kalangan masyarakat dan semua agama. Sejak pertama kali terbentuknya masyarakat dalam kehidupan manusia, peranan tempat ibadah telah nampak dan dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Sekalipun secara mendetil kepemilikan dan hak atas wakaf dan pengelolaannya belum jelas, kecuali setelah dikeluarkannya Undang-Undang perlindungan hak milik pada masa Hamuraby di Babil. Pada saat itu tempat peribadatan secara langsung dikelola oleh para ahli spiritual dan pemuka agama serta

5 Ahmad bin Syu’aib Abu Abdurrahman an-Nasa’I, Ensiklopedi Hadist 7, Sunan an-Nasa‟i,

……….., hal. 741.

6 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta : Khalifa,2005), hal. 3

7 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, ………, hal. 3

(19)

8

penguasa berdasarkan pengaruh yang dimilikinya di tengah-tengah masyarakat.8

Di Indonesia, pada umumnya wakaf juga banyak digunakan untuk tempat peribadatan seperti masjid, mushalla. Selain itu juga berbentuk sarana pendidikan seperti sekolah, dan pondok pesantren.

Selain dasar hukum dari Al-qur’an dan Sunnah tersebut, hukum positif Indonesia pun juga telah secara resmi mengatur tentang wakaf, yaitu:

1. Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Dasar-Dasar Pokok Agraria 2. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah 3. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

4. UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf

5. PP No 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 6. PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

Sejak datangnya Islam ke Indonesia, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh sebagian masyarakat Islam Indonesia, yaitu adat kebiasaan setempat. Pola pelaksanaan wakaf sebelum adanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan PP No.

28 Tahun1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, masyarakat Islam Indonesia masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan keagamaan seperti

8 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, ………, hal.16

(20)

9

melakukan perbuatan hukum secara lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau lembaga tertentu, tanpa melalui prosedur administratif dan wakaf dianggap milik Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin Allah. Tradisi itu kemudian memunculkan berbagai fenomena yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Banyak benda wakaf yang tidak memiliki sertifikat Akta Ikrar Wakaf (AIW).

Dari jenis bendanya, wakaf yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia lebih banyak berupa tanah yang dibangun untuk keperluan masjid, mushalla, madrasah, pesantren, makam, rumah yatim-piatu dan seterusnya.9 Sedikit sekali wakaf yang dikelola dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya fakir miskin. Tetapi pemanfaatan tersebut, memiliki banyak hambatan dan tantangan tersendiri untuk mencapai keefektifan penggunaan dan pengelolaan harta wakaf. Sedangkan wakaf uang belum banyak dikenal dan dipraktekkan oleh umat islam di Indonesia, Padahal mengenai wakaf uang telah ada aturannya dalam KHI Buku III. Bahkan masih ada sebagian orang yang memandang bahwa wakaf uang tidak diperbolehkan. Baru pada tahun 2002 setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang bolehnya wakaf uang , wakaf uang mulai banyak dikenal dan dipraktikkan. Terlebih lagi setelah disahkannya UU No. 41 tahun 2004

9 Departemen Agama RI, Paradima Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hal. 97-98.

(21)

10

tentang wakaf dan PP No 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004, yang antara lain mengatur tentang wakaf uang.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, ternyata wakaf uang yang berjalan di tengah masyarakat memiliki 2 (dua) bentuk yaitu, pertama wakaf uang tradisional yang tidak melibatkan Lembaga

Keuangan Syari’ah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dalam pengelolaannya atau lebih tepat diistilahkan dengan “uang wakaf”.

Peristilahan “uang wakaf” ini penulis gunakan karena mengingat istilah wakaf uang sudah menjadi terminologi sendiri yaitu sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang wakaf ataupun KHI Buku III Tentang Wakaf. Uang wakaf adalah uang yang di kumpulkan dari sumbangan masyarakat luas yang diniatkan digunakan sebagai dana pembangunan benda wakaf. Wakaf ini dijalankan di masjid-masjid melalui kotak-kotak infak yang di jalankan ketika shalat jum’at, ataupun ketika ada moment- moment ta’lim dan pengajian. Uang wakaf tidak dipergunakan sebagai modal usaha, melainkan langsung dapat di gunakan untuk biaya pembangunan.

Kedua yaitu wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam terminologi

menurut Undang-Undang yang di salurkan melalui Bank-Bank Syari’ah yang telah ditunjuk oleh menteri sebagai Lembaga Keuangan Syari’ah Penerima Wakaf Uang. Wakaf uang ini lebih teratur dari berbagai sisi aspek. Dari aspek pewakaf, namanya akan terdata dan pewakaf akan diberi bukti berupa sertifikat wakaf. Jumlah minimal yang dapat diwakafkan

(22)

11

adalah Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah).10 Uang yang di wakafkan disini akan terjaga pokoknya dan di gunakan untuk modal usaha. Keuntungannya kemudian disalurkan kepada kebajikan sosial.

Wakaf uang seperti yang di jalankan di masjid-masjid, tidak menentukan jumlah minimum khusus yang ditetapkan, melainkan serupa dengan infak dan sedekah yang boleh dalam jumlah berapa saja sesuai kadar keikhlasan. Selain itu wakaf uang seperti ini, membuat wakifnya menjadi banyak dan tak teridentifikasi. Ini berbeda dengan wakaf uang yang sebagaimana di atur dalam Undang-Undang yang wakif-wakifnya terdaftar secara jelas dan memiliki ketentuan jumlah minimal yang dapat di wakafkan.

Hal ini sebagaimana pengamatan yang penulis lakukan terhadap beberapa masjid yang ada di sekitar Kota Bukittinggi, seperti masjid Darul Falah Aur Kuning11, masjid Agung Pasar Bawah12, dan masjid al-Falah Jambu Air. Menurut pengakuan dari pengurus masjid yang ada disana, mereka mengumpulkan wakaf masyarakat melalui sebuah kotak khusus bertuliskan “wakaf” yang diletakkan di dalam masjid. Selain itu juga berupa keranjang bertuliskan “wakaf”. Keranjang tersebut di jalankan di saf-saf jamaah setelah kegiatan shalat berjamaah ataupun ketika digelar acara-acara khusus disana, seperti tabligh akbar, ta’lim, pengajian dan sebagainya. Adapula yang berbentuk kotak amal yang diletakkan di dalam

10 https://bwi.or.id/index.php/en/wakaf-uang-cara-wakaf-84.html, diakses pada pukul 07.30 tanggal 20 Agustus 2019

11 Preliminary research dilakukan pada hari Rabu, 21 Maret 2018.

12 Preliminary research dilakukan pada hari Rabu, 21 Maret 2018

(23)

12

masjid bertuliskan “wakaf”. Namun masjid-masjid itu tentunya memiliki perbedaan dalam hal manajemen wakafnya.

Dengan adanya latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pengelolaan wakaf di ke tiga masjid tersebut. Dan penulis memilih judul “Pengelolaan Uang Wakaf di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi”.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana cara pengumpulan uang wakaf di masjid-masjid Kota Bukittinggi?

2. Bagaimana cara pemanfaatan uang wakaf di masjid-masjid Kota Bukittinggi?

C. BATASAN MASALAH

Agar penelitian ini dapat menjadi lebih fokus, sempurna dan mendalam maka penulis memandang perlu membatasi variabel masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada 3 masjid, yaitu Masjid Al-Falah Jambu Air, Masjid Agung Tengah Sawah, dan Masjid Darul Falah Aur Kuning. Penulis memilih ke-3 masjid ini berdasarkan teknik snowball sampling.

(24)

13

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan uang wakaf yang ada di masjid-masjid Kota Bukittinggi, khususnya yang menjadi lokasi penelitian penulis.

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah : a. Manfaat teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu perwakafan.

2. Memberikan jawaban atas persoalan yang dijadikan bahan penelitian yaitu mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf uang yang ada di masjid-masjid kota Bukittinggi khususnya yang menjadi lokasi penelitian.

b. Manfaat Praktis

1. Sebagai tambahan ilmu bagi penulis dalam bidang perwakafan.

3. Dapat memotivasi masyarakat kota Bukittinggi untuk terus semangat beramal dengan cara berwakaf di masjid-masjid kota Bukittinggi.

4. Tulisan ini penulis harapkan dapat memberi gambaran secara jelas tentang pemberdayaan uang wakaf di Masjid-masjid di Bukittinggi.

(25)

14

5. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan penelitian lanjutan.

E. METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam suatu kegiatan penelitian.13

Supaya penelitian penulis ini dikatakan ilmiah, maka penulis harus menggunakan metode penelitian yang ilmiah pula. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis Penelitian.

Penulis menggunakan penelitian lapangan (field Research) dengan pendekatan kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Yaitu dengan mencoba memahami realita sosial14 atau menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, keadaan15. Penelitian ini dilakukan di masjid-masjid kawasan Kota Bukittinggi.

2. Sumber Data

Untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data , maka penulis mengklasifikasikan sumber data menjadi 2, yaitu:

a. Sumber Data Primer

13 Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina Press, 2010), hal. 98

14 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), Ed. I, Cet. Ke-2, hal. 102

15 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005), hal. 23

(26)

15

Sumber data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh dari sumber-sumber primer yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.16Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah para pihak yang terkait dengan pokok utama permasalahan skripsi ini adalah pengurus masjid di masjid Al-Falah, masjid Darul Falah dan masji Agung.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat informasi dan data tersebut diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara17 seperti data yang diperoleh dari dokumen- dokumen resmi atau buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

Diantara yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini berupa literatur-literatur fiqh, Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan metode Snowball Sampling. Selain itu juga melakukan observasi terhadap realita yang terjadi di masyarakat. Peneliti mengamati fakta-fakta yang terjadi di lapangan, dalam hal ini di masjid-masjid kota Bukittinggi.

Kemudian mewawancarai narasumber terkait data-data yang ingin penulis dapatkan.

16 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, hal. 132

17 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, …, hal. 132

(27)

16 4. Metode Pengolahan Data

Data-data yang terkumpul diinterpretasikan terlebih dahulu melalui beberapa proses. Penulis memperoleh data dari responden melalui wawancara. Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan:

a. Seleksi data, yaitu setelah data terkumpul kemudian data tersebut diteliti satu persatu agar tidak terjadi kekeliruan.

b. Klasifikasi data, yaitu setelah data terkumpul dan diteliti lalu dikelompokkam menurut jenis dan bentuknya untuk diambil kesimpulan.

5. Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian kualitatif pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis atau analisis dengan logika, induksi, deduksi, analogi, komparasi dan sejenisnya.18

Semua data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode berfikir sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Materi yang terkumpul dari wawancara dirangkum, disederhanakan, dan dipilah-pilah hal yang cocok sesuai dengan penelitian dengan membuat abstraksi, yang merupakan usaha membuat rangkuman yang inti melalui proses untuk menjaga pertanyaan- pertanyaan sehingga tetap berada di dalamnya.19

b. Penyajian Data

18 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, …, hal. 94

19 Lexy J. Maelong, Metode Penelitian Kualitatif, ...., hal. 190.

(28)

17

Penyajian data adalah penyajian sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan intisari dari bagian terpenting yang dihasilkan oleh peneliti melalui kegiatan penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan akhir bisa jadi tidak muncul hingga penghimpunan data selesai, sebab kesimpulan tersebut sangat bergantung pada besarnya dan banyaknya himpunan catatan lapangan, kodifikasi, penyimpanan, dan metode penelusuran ulang yang dipergunakan.

Oleh karena itu, pada penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan terus menerus sejak dimulainya proses penelitian dilakukan sampai penelitian mendapatkan data yang diinginkan sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan akhir yang didukung oleh bukti valid dan konsisten.

F. PENJELASAN JUDUL

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami apa yang penulis maksudkan dalam skripsi ini, maka penulis membuat penjelasan judul skripsi ini, sebagai berikut:

Pengelolaan : Asal katanya kelola, yang berarti mengendalikan, menyelenggarakan. Pengelolaan adalah proses yang

(29)

18

memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan20.

Uang wakaf : uang yang dikumpulkan secara bersama-sama atau gotong royong dengan tujuan untuk mewujudkan benda wakaf.21

Masjid : rumah atau bangunan tempat beribadah orang islam.22 Kota Bukittinggi.

Jadi maksud judul penelitian ini adalah suatu penelitian yang mencoba mengungkapkan proses dan cara-cara untuk pengelolaan uang wakaf yang terkumpul di masjid-masjid kota Bukittinggi, khususnya masjid-masjid yang menjadi lokasi penelitian kali ini, yaitu masjid al-Falah, masjid Darul Falah, dan masjid Agung.

G. TINJAUAN PUSTAKA

Adapun skripsi sebelumnya yang pembahasannya berkaitan dengan persoalan yang penulis bahas pada kesempatan kali ini adalah:

1. Skripsi yang ditulis oleh Ayu Lestari, NIM. 1111.046 dengan judul

“Studi Analisis Terhadap Pemanfaatan Uang Wakaf di Jorong

20Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 883

21 http://mandiriamalinsani.or.id.perbedaan-wakaf-uang-dan-wakaf-melalui-

uang/?doing_wp_cron=1565747551.5293951034545898437500. Diakses pukul 22.45 tanggal 20 Agustus 2019.

22 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 883

(30)

19

Tamtaman Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam Menurut Hukum Islam”. Skripsi ini menjelaskan tentang adanya kejanggalan dalam pengelolaan wakaf tunai oleh pengurus masjid, yang mana pengurus masjid memanfaatkan uang wakaf tersebut untuk keperluan membayar gaji garin dan honor penceramah sehingga menghilangkan nilai wakaf itu sendiri. Hal ini terjadi disebabkan karena pengurus masjid tidak memisahkan aliran dana yang masuk ke masjid berupa wakaf, infak dan sedekah. Ketika memungut dari masyarakat alirannya di pisahkan namun saat pengumpulan semua disatukan.

2. Skripsi yang ditulis oleh Hawari Darman, NIM. 1112.052 dengan judul “Pemahaman Masyarakat Tentang Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi Kasus di Kenagarian Koto Baru Simalanggang Kecamatan Payakumbuh Kabupaten 50 Kota). Skripsi ini menjelaskan tentang banyaknya potensi harta wakaf yang ada di Kenagarian Koto Baru Simalanggang, namun harta tersebut banyak yang peruntukannya tidak sesuai dengan ikrar wakafnya. Diantara penyebabnya adalah masyarakat kurang memahami mengenai konsep wakaf, perbedaan pendapat masyarakat mengenai hukum pengalihan manfaat harta wakaf di luar ikrar wakaf, serta masyarakat tidak mengetahui dengan baik mengenai aturan fikih dan perundang-undangan tentang pengalihan harta wakaf.

(31)

20 H. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan. Di dalam Bab pendahuluan ini terdiri dari; (a) Latar Belakang Masalah, (b) Rumusan masalah, (c) Tujuan dan kegunaan penelitian, (d) Metode penelitian, (e) Tinjauan Pustaka, (f) Penjelasan Judul dan (g) Sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan . Bab ini membahas tentang; (a) Teori Wakaf (b) Teori Wakaf Tunai , (c) Pengelolaan Wakaf Uang Di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi

Bab III Hasil Penelitian. Yakni; (a) Monografi Kota Bukittinggi.

(b) pengelolaan wakaf uang di Masjid-Masjid Kota Bukittinggi, (c) peran dan fungsi masjid dalam pembangunan umat dari segi pemeliharaan ibadah dan pendidikan

Bab IV Penutup. Sebagai capaian simpul dari hasil penelitian yang benar, berkelanjutan, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, pada bab penutup ini disusun dengan; (a) Kesimpulan, dan (b) Saran-

saran.

(32)

21 BAB II

LANDASAN TEORI A. TEORI WAKAF

1. Pengertian Wakaf

Kata “wakaf” berasal dari kata kerja bahasa Arab, yaitu “waqafa-yaqifu”

ََوََق

(

ََف

َيَِق -َ

َُف

) yang berarti berhenti, menghentikan, berdiam di tempat atau menahan

sesuatu, lawan dari kata istamarra )َّرَمَتْسِا( yang berarti terus menerus.,1 2 Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu pengetahuan membaca al-Qur‟an (ilmu tajwid) adalah tata cara menyebut huruf-hurufnya, dari mana harus memulai dan dimana harus berhenti. Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid berarti menghentikan bacaan. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat , dikaitkan dengan wuquf yaitu berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wuquf di Arafah, tidak ada Haji bagi seseorang. Pengertian menahan sesuatu dihubungkan dengan harta kekayaan. Itulah yang dimaksud wakaf dalam uraian ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam.3

Di dalam kepustakaan, sinonim kata “waqf” adalah “habs”. Kedua- duanya adalah kata benda yang berasal dari kata kerja “waqafa” dan “habasa”,

1 Sulaiman, Total Quality Management (TQM) Untuk Wakaf, (Malang : UIN-Maliki Press,2013), hal. 36

2 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010), hal. 43

3 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)), 1899, hal. 77

(33)

22

artinya menghentikan, menahan seperti yang dikemukakan diatas. Bentuk jama‟nya adalah awqaf untuk waqf dan ahbas untuk habs. Perkataan habs atau ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut Mazhab Maliki. 4

Berdasarkan maknanya yang umum dan praktiknya, wakaf adalah memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur tangan pribadi, menyalurkan hasil dan manfaatnya secara khusus sesuai dengan tujuan wakaf, baik untuk kepentingan perorangan, masyarakat, agama, ataupun umum.5 Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang nilainya lebih dominan pada ibadah sosial.6

Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan dimensi ekonomi (dimensi sosial). Karena itu, pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting. 7

Dalam peristilahan syara‟ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul

4 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,………… hal. 80

5 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Grup, 2007), hal.3

6 Qadri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Memneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hal. 122

7 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hal. 1

(34)

23

ashli) , lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud dengan tahbisul Ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan.8

Para ahli fikih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.

Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah adalah sebagai berikut:

a. Menurut Abu Hanifah

Wakaf secara istilah menurut Abu Hanifah adalah :

ََحَ ب َوى

َُس

ََ لا

ََع

َِ ي

ََىلَ َََع

َِمَ ل

ََ لا َِك

ََوَ ق

َََوَ َِف

َ تلا

ََص

َُق َ د

ِبَ لا َََ

ََمَ ن

ََفََع

َِة

َ

“Wakaf adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewakafkan dan menyedekahkan kemanfaatan barang tersebut untuk tujuan kebaikan“9

Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak terlepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan untuk menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Sebab menurut Abu Hanifah wakaf itu hukumnya jaiz (boleh), bukan lazim (wajib, mengandung hukum yang mengikat).

Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah,”tidak

8 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,………..hal. 1

9 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terjemahan dari Fiqhul Islaami wa Adillatuhu oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta : Gema Insani, Darul Fikir, 2011), jilid 10, hal. 269.

(35)

24

melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang. Contohnya seperti wakaf buah kelapa.10

b. Menurut Mazhab Maliki

ََوَُى

ََوَ

ََجََع

ََلَ

َ لاَِم

َُك َ ل

َََمَ ن

ََفََع

ََةَ

َ َمَُلَ

وََك

ََوَ, َِة

ََلَ وَ

ََنا َََك

ََا,ِةَر جُاِبَاًك وُل َم َ

َ ٍق ِحَت سُمِلَِمِىاَرَدَكَُوُت لِغََلَعَج و

ٌَة دُمَ,ٍةَغ يِصِب

َُهاَرَ ياَم

َُس بَحُم لا َ

َ

"wakaf adalah bahwa si pemilik harta menjadikan hasil dari harta yang dia miliki-meskipun kepemilikan itu dengan cara menyewa- atau menjadikan penghasilan dari harta tersebut, misalnya dirham, kepada orang yang berhak dengan suatu sighat (akad, pernyataan) untuk suatu tempo yang dipertimbangkan oleh orang yang mewakafkan"11

Artinya wakif menahan harta tersebut dari segala bentuk pengelolaan kepemilikan , menyedekahkan hasilnya untuk tujuan kebaikan, sementara barang itu masih utuh menjadi milik orang yang mewakafkan untuk suatu tempo tertentu.

Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafazh wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik.

Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).

c. Mayoritas Ulama

10 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,…....hal. 2

11 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, …………..hal. 272

(36)

25

Mayoritas Ulama yang dimaksud disini adalah mazhab Hanafiyyah, mazhab Syafi‟I, dan mazhab Hanbali menurut pendapat yang shahih.

Mereka semuanya mengambil fatwa dari dua murid Abu Hanifah.

ََوَُى

ََوَ

ََحَ ب

َُس

َََم

ََ ُي ًَلا

َُنَ َِك

َِ لا

َ نَِتََف

َُعا

ََِب

ََمََع َِوَ

َََ بََق

َََعَ ي َِءا

َِنَِو

ََقَ ط ََِب

َِعَ

َ تلا

ََصَ

ر

َِف

َ ِفَ ََ

َُرَ قََب

َِتَِو

ََنَ ََِم

َ لاََو

َِقا

َِف

ََ

ََوََغ

َِ يَِه

ََعَ,

َُمَى ََل

ََصَ

ر

َِف

َُبمََا َ

َََمَ َِح

َُجَ و و

ََاَ وَ َِدَ

ََصَ َِب ر

َََعََل َِف

َِجَى

َ هَِة

َ رَ ََِب

ََوَ

ََخ

َِ يَ

ََ تََقَ

رًَب

َِاَا

ََل

َِلاَ

َََ تََع

ََلا

َ

“Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang tersebut masih utuh, dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadap barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang diperbolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah swt.”12 Berdasarkan pengertian tersebut, harta wakaf lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan menjadi tertahan dengan dihukumi menjadi milik Allah. Orang yang mewakafkan tersebut terhalang untuk mengelolanya, penghasilan dari barang tersebut harus disedekahkan sesuai dengan tujuan perwakafan.

Adapun contoh mewakafkan barang yang dimiliki dengan cara menyewa adalah seseorang menyewa sebuah rumah yang dimiliki orang lain atau sebidang tanah untuk suatu tempo tertentu, kemuadian dia mewakafkan hasil dari penyewaan itu kepada pihak yang berhak pada masa itu juga.13

12 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, …………..hal. 271

13 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, …………..hal. 272

(37)

26

Mazhab Syafi‟i mendefinisan wakaf itu adalah “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).

Jika kita perhatikan, definisi wakaf yang dikemukakan oleh Imam Hanafi dan Imam Maliki memiliki sisi persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa wakaf itu pada hakikatnya tidak melepaskan kepemilikan dari orang yang berwakaf, sehingga yang timbul dari wakaf hanyalah menyumbangkan manfaat.

Selain itu wakaf juga berlaku sementara. Bahkan Imam Maliki melarang pensyaratan wakaf kekal. .

Adapun perbedaannya yaitu bahwa menurut Abu Hanifah, wakaf itu hanya boleh pada harta yang menjadi milik penuh si wakif. Sedangkan menurut Mazhab Maliki, wakaf itu diperbolehkan pada harta yang dimiliki, meskipun kepemilikan itu dengan cara menyewa, atau menjadikan penghasilan dari harta tersebut untuk tujuan wakaf.

Selanjutnya , dalam ketentuan umum Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Hukum Perwakafan, wakaf diartikan sebagai :

“perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.”14

14 Kompilasi Hukum Islam (KHI), (Permata Press, TT), hal. 65

(38)

27

Sedangkan menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004, disebutkan defenisi wakaf adalah:

“Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan dan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari‟ah”.15

Dari berbagai macam rumusan mengenai wakaf, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat wakaf itu adalah menahan pokok harta yang telah diserahkan untuk kepentingan ibadah ataupun kepentingan umum lainnya sesuai dengan aturan Islam.

“Dalam kata lain, wakaf adalah tidak melepas harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepas kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.16

2. Dalil Wakaf

a. Dalil al-Qur’an 1) Q.S Al-Hajj ayat 77

15 Kementrian Agama RI, UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf (Direktorat pemberdayaan Wakaf, 2010), hal. 3

16 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,………. hal. 2

(39)

28

ُُلَعْ فاَو

ُوا

َُرْ يَخْلا ُ

َُعُ ل َُُل

ُْمُ ُُك

ُُ تُْف

ُُحُْ ُِل

َُنُ و

ُ

“Perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk berbuat kebajikan.

Dan salah satu bentuk kebajikan adalah wakaf, dimana wakaf yang kita salurkan dapat meringankan sedikit beban kaum muslimin.

2) Q.S Al-Baqarah:261

ُُلَثَم

َُسُ ْيِفُْمُهَلاَوْمَاَُنْوُقِفْنُ يَُنْيِذ لا ُ

َُاٍُة بَحُ ِلَثَمَكُِللهاُ ِلْيِب

ٍُةَلُ بْنُس ُِّلُكُ ْيِفَُلِباَنَسَُعْبَسُ ْتَتَبْ ن

ُِعاَضُيُُللهاَوٍُة بَحُُةَئاِم ساَوُُللهاَوُُءاَشَيُْنَمِلُُف

ٌُمْيِلَعٌُع

ُ

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha Mengetahui.”

3) Q.S Al-Baqarah ayat 267

َُي

َُاُا

ُ يَُه

ُِذُْي ُ لا

َُنُ

َُاَُمُُ ن

ُْوَُُا

ُْنُِف

ُُقُُو

ُْنُ ُِما

َُطُ ي

َُب

َُُم ُِتا

َُكُا

َُسُْب

ُُتُْم

َُُوُِم

َُاُا ُ م

ُْخَُر

ُْجَُن

َُلُا

ُْمُ ُُك

َُنُ ُِم

َُْلا

ُْر

ُِض

ُ

“ Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.”

4) Q.S Ali-Imran ayat 92

ٌُمْيِلَعُِوِبَُللهُ نِاَفٍُئْيَشُْنِماْوُقِفْنُ تُاَمَوَُنْو بِحُتُا مِمْوُقِفْنُ تُى تَحُ رِبْلاُُلاَنَ تُْنَل

“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sampai kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakan , tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui”

Ayat 261 dan 267 surat Al-baqarah dan juga ayat 92 surat Ali Imran adalah perintah dan motivasi untuk berinfak di jalan Allah. Berinfak di jalan Allah itu termasuk ke dalam sekedah. Termasuk juga yang di maksud disini

(40)

29

adalah sedekah jariyah. Sedekah jariyah inilah yang dipahami oleh para ulama sebagai wakaf.

b. Dalil Hadis

Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk kebaikan orang lain dengan membelanjakan (menyedekahkan) hartanya tersebut diatas, hadist Nabi juga banyak menyebutkan tentang wakaf. Diantaranya adalah

1) Hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

: َلاَقَُم لَسَوُِوْيَلَعُُللهاُى لَصُِللهاُ ُلْوُسَرُ نَأَُةَرْ يَرُىُ ْيِبَأُْنَع

َُعَطَقْ نِاُُناَسْنِْلاُ َتاَمُاَذِا

ٍُةَث َلََثُْنِمُ لِاُُوُلَمَع

ُْنِم

ٍُةَيِراَجٍُةَقَدَص ُ

ٍَم لِعَو

ُُوَلُْوُعْدَيٌُحِلاَصٌُدَلَوَوُِوِبُُعَفَ تْنُ ي ُ

“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do‟a anak yang shaleh”.

(HR. Muslim no. 1631)17 .

Menurut hadist tersebut, seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya kecuali pahala tiga amalan, yaitu (1) pahala amalan shadaqah jariyah yang diberikannya selama ia hidup, (2) pahala ilmu yang bermanfaat, (bagi orang lain) yang diajarkannya selama hayatnya, dan (3) doa anak (amal) shaleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendoakan ayah ibunya kendatipun orang tuanya itu telah tiada bersama dia di dunia ini. Para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan pahala shadaqah jariyah dalam

17 Al-Hafizh Ibnu Hajjar al-Asqalani, Bulughul Maram, (Bandung: Al-Ma‟arif, TT), hal. 210

Referensi

Dokumen terkait

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

Kegiatan yang perlu dilakukan Kegiatan yang perlu dilakukan untuk memenuhi persyaratan standar akreditasi: untuk memenuhi persyaratan standar akreditasi: Pelaksanaan program

Penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis tercermin juga dalam ’recruitment’ kepala pemerintahan, dan anggota perwakilan (DPR/DPD/DPRD) serta cara pengambilan keputusan yang

Jemaat GPM Nazaret terletak didalam kehidupan bermasyarakat pada kelurahan Amantelu.Kemajemukan agama, suku, dan budaya menjadi kekayaan yang luar biasa dimiliki oleh

Jumlah Peserta KB Aktif menurut tempat pelayanan pada bulan Desember 2013, pelayanan di Pemerintah sebanyak 397.932 peserta dan di Swasta sebanyak 271.264 peserta,

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dengan jarak tanam teruji tidak nyata dan pengaruh pengolahan

ini periklanan Sunsilk Clean and Fresh bernuansa islami dengan tidak memperlihatkan aurat/ rambut dari bintang iklannya... Iklan Sunsilk Clean and Fresh versi

Dalam pemberian nama, jika ternyata nama ilmiah untuk mutasi warna yang dimaksud sudah ada, maka nama tersebut akan digunakan dan kita tidak perlu membuat nama yang yang