• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh individu satu ak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh individu satu ak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KREATIVITAS SEORANG PELUKIS YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME

Rudy Puspono

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Abstrak

Setiap orang mempunyai masalah dalam hidupnya. Masalah dalam keluarga, salah satunya broken home, tentu masalah yang cukup berat untuk dirasakan oleh anggota dalam keluarga tersebut. Seseorang dapat terpuruk, namun dapat pula tumbuh dan berkembang untuk mengatasi masalah tersebut bahkan dapat menjadikan seseorang memiliki keahlian tertentu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kreativitas pelukis yang berasal dari keluarga broken home dan mengetahui faktor-faktor yang mendukung kreativitas. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan subjek penelitian adalah pria berusia 27 tahun yang berasal dari keluarga broken home dan telah menjadi pelukis selama lebih dari 3 tahun. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak satu orang. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa subjek tumbuh dari situasi broken home dan menjadi kreatif serta menghasilkan karya seni berupa lukisan. Mengenai gambaran kreativitas, aspek pribadi subjek memiliki pribadi yang cenderung baik intelegensinya, mempunyai pengetahuan luas, ulet dan fleksibel dalam menghadapi persoalan. Dari aspek proses, subjek mempunyai proses dengan tahapan sendiri dalam menghasilkan karya seni, dimulai dari pencarian ide sampai terciptanya lukisan. Dari aspek produk, produk yang dihasilkan subjek bersifat unik, baru dan memiliki kebermaknaan. Dari aspek pendorong, subjek terdorong oleh broken home, yakni kondisi lingkungan yang sulit, yang memaksa subjek untuk mengatasi masalah tersebut dan mampu merubahnya menjadi lebih baik.

Kemudian faktor-faktor yang mendukung kreativitas subjek antara lain jenis kelamin, status sosial ekonomi, urutan kelahiran, ukuran keluarga, dan intelegensi.

Kata Kunci: kreativitas, broken home, pelukis.

(2)

PENDAHULUAN

Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh individu satu akan mempunyai bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan yang lainnya. Masalah-masalah yang dihadapi individu sekarang ini begitu kompleks, yang dihadapi manusia dalam waktu yang bersamaan, sehingga membutuhkan keterampilan pemecahan masalah yang strategis, yang dilandasi oleh tujuan hidup seseorang. Tanpa tujuan hidup yang jelas, individu akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengarungi kehidupan ini (Ratnawati, 1998).

Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda- beda, oleh karena itu dibutuhkan pengenalan atas bakat apa yang dimilikinya. Dulu orang biasanya mengartikan “orang berbakat”

sebagai orang yang memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Namun, sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberbakatan bukan hanya intelegensi (kecerdasan)

melainkan juga kreativitas, pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) atau motivasi untuk berprestasi (Munandar, 1999).

Kreativitas atau daya cipta memungkinkan munculnya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya (Renzulli dalam Munandar, 1999).

Penelitian menunjukkan bahwa kreativitas dapat tumbuh dari masalah yang dihadapi, hal ini didapat dari pemecahan pada masalah itu sendiri. Pemecahan masalah merupakan hasil dari dorongan untuk melakukan atau memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (Burnard & Younker, 2004).

Masalah dalam rumah tangga biasa dikenal dengan istilah broken home. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju

(3)

kedewasaan. Namun sebaliknya, dapat pula menjadi pemicu munculnya perilaku positif (Hakim dalam Renhoran, 2007).

Penelitian lain menunjukkan bahwa pribadi kreatif erat kaitannya dengan imajinasi dan kreativitas dalam menghadapi masalah sepanjang perkembangan kehidupan manusia. Hal tersebut dipandang dari perspektif estetika atau keindahan, yang semua itu memberikan kontribusi terhadap perbaikan, kemajuan kondisi kehidupan serta tujuan-tujuan positif (Gibb, 2004).

Estetika cenderung mengarah kepada seni. Seni merupakan salah satu aspek kehidupan yang jalannya bersamaan dengan kelangsungan hidup manusia. Karena keberadaan para pelaku seni atau seniman yaitu berada diantara masyarakat yang heterogen, maka seorang seniman harus selalu siap untuk dapat terus mempresentasikan berulang-ulang sebuah gagasan karyanya pada – bahkan – satu waktu kesempatan sekalipun dan dimanapun kepada audiens seni khususnya, ataupun kepada publik luas (Aditama, 2007).

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa latar belakang kehidupan seseorang sangat mempengaruhi kehidupannya saat ini. Tidak sedikit seniman yang berasal dari keluarga broken home dan semasa hidupnya mengalami keadaan yang tidak menyenangkan, namun mereka dapat bangkit dan berkembang dari keadaan tersebut, bahkan menghasilkan karya seni. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti kreativitas seorang seniman yang berasal dari keluarga broken home.

TINJAUAN PUSTAKA Kreativitas

Soemarjan (dalam

Alisjahbana, 1983) mengemukakan bahwa kreativitas adalah mencipta yang berarti membuat sesuatu yang berbeda bentuk, susunan atau gayanya dari pada yang lazim dikenal orang banyak. Perbedaan dalam bentuk, susunan atau gaya itu sekaligus merupakan pembaharuan tanpa atau dengan mengubah fungsi pokok dari sesuatu yang dibuat.

Rhodes (dalam Munandar, 1999) merumuskan kreativitas dalam

(4)

istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas dapat pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Rhodes (dalam Munandar, 1999) menyebutkan keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai “Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Sebagian besar definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan prosuk kreatif.

Dari pengertian yang dipaparkan para tokoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan menciptakan dan mengembangkan sesuatu yang berbeda dari yang biasa. Kreativitas dan dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek, yaitu aspek pribadi, pendorong, proses, dan produk.

Aspek-aspek Kreativitas

Sehubungan dengan pengembangan kreativitas, kreativitas ditinjau dari empat aspek.

Berikut ini akan disajikan keempat aspek tersebut, yaitu aspek pribadi, proses, produk, dan pendorong.

a. Aspek Pribadi

Steinberg (dalam Basuki, 2005) mengatakan terdapat tiga segi dalam kreativitas (three-facet model of creativity). Ia menyatakan kreativitas adalah pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu:

intelegensi, gaya kognisi (cognitive style), dan kepribadian atau motivasi. Secara bersamaan tiga segi pikiran tersebut membantu memahami apa yang melatar belakangi individu yang kreatif.

b. Proses Kreatif

Definisi Torrance (dalam Munandar, 1999) meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil.

Adapun langkah-langkah proses kreatif menurut Wallas (dalam Munandar, 1999), yang sampai

(5)

sekarang masih banyak diterapkan dalam pengembangan kreativitas meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.

c. Produk Kreatif

Munandar (1999) mendefinisikan produk kreatif sebagai sesuatu yang berfokus pada unsur orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan, seperti definisi dari Barron (dalam Munandar, 1999) yang menyatakan bahwa

“kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru”. Begitu pula menurut Haefele (dalam Munandar, 1999) “Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial”.

d. Pendorong Kreatif (press)

Aspek keempat dari definisi terhadap kreativitas menekankan faktor pendorong (press) atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri) maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis.

Definisi Simpson (dalam Munandar, 1999) merujuk pada

aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai inisiatif yang dimanifestasikan dengan dorongan untuk keluar dari seluruh pemikiran yang biasa.

Mengenai dorongan atau dukungan dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas dan inovasi. Menurut Amabile dkk (dalam Basuki, 2005), kreativitas tidak hanya tergantung pada keterampilan dalam bidang dan dalam berpikir kreatif, tetapi juga pada motivasi instrinsik (pendorong internal) untuk bersibuk diri dalam bekerja dan pada lingkungan yang kondusif (pendorong eksternal).

Aspek-aspek kreativitas inilah yang dipakai peneliti untuk mendapat gambaran kreativitas pada subjek. Dengan pertimbangan penggunaan teori ini akan mengungkap gambaran kreativitas yang lebih jelas.

(6)

Teori Kreativitas

Menurut Munandar (1999), teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Teori Psikoanalisa

Menurut teori ini, pribadi kreatif dipandang sebagai seorang yang pernah mengalami traumatis, yang dihadapi dengan memunculkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasikan keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat (Munandar, 1999).

Sigmund Freud adalah tokoh utama yang menganut pandangan ini. Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima.

Karena mekanisme pertahanan mencegah pengamatan yang cermat dari dunia, dan karena menghabiskan energi psikis, mekanisme pertahanan biasanya merintangi produktivitas kreatif.

Freud percaya bahwa meskipun

kebanyakan mekanisme

pertahanan menghambat tindakan kreatif, mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama kreativitas. Sublimasi, yaitu jika tidak mampu memenuhi dorongan seks, mengimbangi dengan kreativitas di bidang seni, misalnya menjadi pemain biola.

(Munandar, 1999).

b. Teori Humanistik

Berbeda dari teori psikoanalisa, teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Menurut Abraham Maslow, pendukung utama dari teori humanistik, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan hierarki tertentu; kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi berkembang sebagai proses pematangan individu (Munandar, 1999).

(7)

Kebutuhan tersebut meliputi (Basuki, 2005) kebutuhan fisik atau biologis (phisically needs), kebutuhan rasa aman (security needs), kebutuhan cinta dan rasa dimiliki (love and belonging needs), kebutuhan penghargaan dan harga diri (self-esteem needs), kebutuhan aktualisasi atau perwujudan diri (self-actualization needs), dan kebutuhan estetika (esthetic needs).

Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas. Bila bebas dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki. Mereka dapat mencapai apa yang oleh Maslow disebut

“peak experience”, saat mendapat kilasan ilham (flash of insight) yang menumbuhkan kegembiraan dan rasa syukur karena hidup (Munandar, 1999).

c. Teori Czikszentmihalyi

Czikszentmihalyi (dalam Munandar, 1999) mengkaji ciri- ciri atau faktor-faktor yang memungkinkan atau membantu kreativitas seseorang muncul dan berkembang. Ia menegaskan

bahwa mungkin ciri pertama yang

memudahkan tumbuhnya

kreativitas adalah predisposisi genetis (genetic predisposition) untuk ranah tertentu. Seseorang yang sistem sensorinya peka terhadap warna dan cahaya lebih mudah menjadi pelukis, sedangkan seseorang yang mempunyai kepekaan terhadap

nada lebih mudah

mengembangkan bakat dalam musik. Selain itu, yang juga penting adalah minat pada usia dini untuk ranah tertentu. Minat itulah yang menjadikan mereka terlibat secara mendalam terhadap ranah itu, sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas.

Czikszentmihalyi mengemukakan bahwa yang teruama menandai orang-orang kreatif adalah kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk mencapai tujuan.

Kepribadian mereka yang kompleks memungkinkan mereka bergerak dari satu ekstrem ke

(8)

ekstrem lainnya jika situasi menuntut tanpa mengalami konflik (Munandar, 1999).

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kreativitas

Menurut Hurlock (dalam Munandar, 1992) terdapat sejumlah faktor dapat menimbulkan variasi kreativitas, diantaranya: jenis kelamin, status sosial ekonomi, urutan kelahiran, ukuran keluarga serta intelegensi.

a. Jenis kelamin

Laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada perempuan terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak.

Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebayanya untuk lebih mengambil risiko, dan didorong oleh orang tua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

b. Status sosial ekonomi

Individu dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi

cenderung lebih kreatif dari individu kelompok yang lebih rendah. Yang pertama kebanyakan dibesarkan dengan cara mendidik secara demokratis, sedangkan yang terakhir mungkin lebih mengalami pendidikan yang otoriter. Lingkungan kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi memberi banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

c. Urutan kelahiran

Individu dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda.

Penjelasan mengenai perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan.

Individu yang lahir ditengah, lahir terakhir dan individu yang lahir sebagai anak tunggal mungkin lebih kreatif dari anak yang lahir pertama. Umumnya, orang yang

(9)

lahir pertama lebih ditekankan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang tau dari mereka yang lahir kemudian. Tekanan ini lebih mendorong individu untuk menjadi penurut dari pada pencipta.

d. Ukuran keluarga

Individu dari keluarga yang kecil, bilamana kondisi lain sama, cenderung lebih kreatif daripada individu dari kelarga besar. Cara mendidik otoriter dan kondisi sosial ekonomi yang kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

e. Intelegensi

Pada setiap umur, individu yang pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada individu yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Broken Home

Broken home adalah keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua orang tua (ayah atau ibu), disebabkan oleh meninggal, perceraian, meninggalkan keluarga, dan lain-lain (Chaplin, 2006). Broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian (Anonim, 2007).

Perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan secara hukum dan permanen (Hakim dalam Renhoran, 2007).

Penyebab Broken Home

Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai pada titik kritis, maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidaktenangan berpikir dan ketegangan itu memakan waktu lama. Pada saat

(10)

kemelut ini, biasanya masing-masing pihak mencari jalan keluar untuk mengatasi berbagai rintangan dan berusaha menyesuaikan diri dengan hidup baru.

Dampak Broken Home

Anak-anak dari keluarga broken home berubah menjadi canggung menghadapi realitas sebenarnya. Kadang-kadang mereka mulai berfantasi yang tinggi-tinggi, memimpikan menjadi orang tenar (Dagun, 2002).

Menurut Singer (dalam dagun, 2002), kemahiran berfantasi sangat penting. Daya imajinasi dapat dianggap sebagai faktor yang besar, yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, perasaan, dan perkembangan sosial. Daya imajinasi jauh lebih penting daripada sikap reaksi anak terhadap suatu respon.

Sebab bagaimanapun, imajinasi dan daya kreatif anak akan mampu mengatur serta menemukan hal baru dengan lincah dan dapat mengalihkan bentuk baru, dan jeli menggunakan bahan yang tersedia.

Ia menjadi ekspresif dalam rencana dan berbicara (Dagun, 2002).

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang berbentuk penelitian studi kasus. Studi kasus ditujukan untuk meneliti suatu kasus atau lebih secara mendetail dan mendalam guna memahami kompleksitasnya dalam konteks alamiah.

Karakteristik subjek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah seorang pria berusia 23-30 tahun, mengalami broken home dan telah menjadi pelukis selama lebih dari 3 tahun. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2005) tidak ada aturan pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui oleh peneliti, tujuan penelitian, konteks saat ini apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.

Dalam penelitian ini digunakan tipe wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara. Dengan alasan, penggunaannya memungkinkan

(11)

peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang diteliti, namun tetap fleksibel dan bergantung pada perkembangan dan situasi dalam wawancara. Dalam penelitian peneliti juga menggunakan observasi non partisipan, karena peneliti hanya mengamati hasil observasi selama subjek melakukan aktivitas melukis.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut.

Bagaimana triangulasi dapat dilakukan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Triangulasi data

Menggunakan berbagai macam sumber data seperti hasil wawancara, hasil observasi, juga wawancara lebih dari satu subjek yang memiliki sudut pandang berbeda. Dalam penelitian ini, yang dilakukan oleh peneliti yaitu membandingkan informasi yang diperoleh dari subjek penelitian sebagai data primer dengan

informasi yang diperoleh dari orang lain.

b. Triangulasi pengamat

Pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini dosen pembimbing bertindak sebagai pengamat yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

c. Triangulasi teori

Penggunaan teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang sudah dikumpulkan telah memenuhi syarat. Pada penelitian ini berbagai teori telah dijelaskan pada bab II, yaitu teori tentang kreativitas, teori tentang broken home, serta pengertian tentang seniman dan pelukis. Teori-teori tersebut dimasukkan untuk digunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

d. Triangulasi metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti sesuatu hal seperti metode wawancara, metode observasi atau metode kualitatif dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara

(12)

yang digabung dengan metode observasi.

Proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan Rossman (dalam Desianty, 2003). Menurut Marshall dan Rossman (dalam Desianty, 2003) dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan, yaitu Mengorganisasikan data, pengelompokkan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban, menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data, mencari alternatif penjelasan bagi data, menulis hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Subjek memiliki intelegensi yang cenderung baik yang dibuktikan dengan kelancaran ketika berpikir dan menghasilkan ide-ide yang berkelanjutan dalam aktivitas subjek terutama membuat lukisan.

Hal ini menjadi mudah bagi subjek mengembangkan kreativitasnya karena subjek merasa memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang

baik. Subjek memiliki gaya atau cara berpikir yang terlepas dari aturan konvensional, yakni dengan membuat lukisan dengan media yang tidak biasa. Subjek juga memiliki kelenturan dan keuletan dalam menghadapi masalah dan memiliki motivasi yang lebih untuk berhasil atau berprestasi. Di dalam melukis, keuletan itu ditunjukkan dengan subjek melukis dalam waktu yang cukup lama, dengan berfokus terhadap apa yang ia kerjakan namun tetap menikmati prosesnya.

Kelenturan subjek ditunjukkan dengan tidak segannya subjek untuk memperbaiki ide atau gagasan dengan merubah bentuk gambar dalam lukisan subjek. Hal ini sesuai dengan aspek pribadi kreatif yang dikemukakan oleh Steinberg (dalam Basuki, 2005) yang mengatakan bahwa kreativitas adalah pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu intelegensi, gaya kognisi, dan kepribadian atau motivasi. Secara bersamaan tiga segi pikiran tersebut membantu apa yang melatar belakangi individu yang kreatif. Yang dimaksud dengan intelegensi adalah sesuatu yang

(13)

menekankan kemampuan verbal, pemikiran yang lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, representasi mental, ketrampilan membuat keputusan, keseimbangan dan intelegensi intelektual secara umum. Yang dimaksud dengan gaya kognisi, didapat pada seseorang yang menunjukkan kelonggaran dari keterikatan pada aturan konvensi, suatu pilihan untuk membuat aturan sendiri dan mengerjakaan sesuatu dengan caranya sendiri, kegemaran pada masalah yang tidak terlalu terstruktur, kesukaan menulis, membuat desain, mencipta, tertarik pada pekerjaan yang menuntut kreativitas seperti ilmuan, artis, penanaman modal perbankan atau arsitek. Sedangkan dimensi kepribadian atau motivasi, meliputi ciri-ciri kreatif yaitu toleransi terhadap kebermaknaan ganda (ambiguity), kelenturan (flexibility), dorongan untuk berpretasi dan mendapatkan pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, keinginan untuk mengembangkan kinerja yang kreatif, pengambikan resiko yang moderat.

Subjek memiliki proses atau langkah-langkah kreativitas dalam menghasilkan karya seni, yaitu diawali dengan pencarian ide sampai dengan menghasilkan atau menuangkannya dalam bentuk lukisan. Subjek juga melakukan evaluasi sebagai tahap di dalam proses pembuatan lukisan, yakni dengan melakukan pengecekan kembali serta perbaikan terhadap ide dan gagasan yang dituangkan dalam lukisan. Proses dalam membuat karya seni tersebut sesuai dengan proses kreatif yang dikemukakan oleh Torrance (dalam Munandar, 1999), yang meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil, yaitu dimulai dengan memahami adanya kesulitan, memperkirakan dan merumuskan hipotesis, menilai dan mengetes perkiraan atau hipotesis, memperbaiki dan mengetes kembali, dan mengomunikasikan hasil.

Subjek menghasilkan karya seni yang unik dan selalu baru.

Keunikan tersebut dilakukan subjek dengan membuat lukisan yang menggunakan media kertas foto yang

(14)

berbeda dari orang lain yang biasa membuat lukisan dengan kanvas dan cat saja. Unik artinya juga bahwa dalam karya yang dibuat subjek tema gambarnya sangat berbeda dari kebanyakan tema gambar pada umumnya. Sedangkan karya yang selalu baru, artinya karya subjek selalu berbeda dari karya-karya yang pernah subjek buat, yang berarti bahwa ide subjek dinamis dan selalu berkembang. Dalam setiap karya yang dihasilkan subjek, karya tersebut memiliki makna tertentu.

Produk yang dihasilkan subjek tersebut sesuai dengan produk kreatif yang dikemukakan oleh Munandar.

Munandar (1999) mendefinisikan produk kreatif sebagai sesuatu yang berfokus pada unsur orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan. Roger (dalam Munandar, 1999) juga mengemukakan kriteria untuk produk kreatif, yaitu produk harus nyata (observable), produk harus baru, dan merupakan hasil kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Subjek berada dalam situasi broken home, yakni kondisi dan lingkungan yang dirasa pahit bagi

subjek. Ketika itu ayah subjek meninggal, sedangkan ibu subjek meninggalkan keluarga subjek karena menikah lagi. Hal ini membuat subjek sulit atas segala sesuatunya, mulai dari perhatian orang tua sampai dengan kebutuhan materi. Pada saat itu subjek dibantu oleh paman subjek, namun subjek tidak tinggal diam terhadap kondisi itu. Subjek cenderung memiliki pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi, sehingga hal ini membuat subjek merasa terdorong untuk dapat melakukan atau menghasilkan sesuatu. Subjek mulai berkhayal dan berfantasi di dalam pikirannya, hingga akhirnya subjek membuat karya seni berbentuk lukisan. Lukisan yang subjek buat tentu adalah hasil dari dorongan emosional yang ada pada subjek, yang dituangkan dalam bentuk lukisan. Dari sana subjek mendapatkan kenyamanan.

Pendorong tersebut sesuai dengan pendorong kreatif (press) yang dikemukakan oleh Simpson (dalam Munandar, 1999) yang merujuk pada dorongan internal, yaitu kemampuan kratif dirumuskan sebagai inisiatif

(15)

yang dimanifestasikan dengan dorongan untuk keluar dari seluruh pemikiran yang biasa. Sedangkan menurut Amabile dkk. (dalam Basuki, 2005) mengatakan bahwa kreativitas tidak hanya tergantung pada keterampilan dalam bidang dan dalam berpikir kreatif, tetapi juga pada motivasi intrinsic (pendorong internal) untuk bersibuk diri dalam bekerja dan pada lingkungan yang kondusif (pendorong eksternal).

Faktor jenis kelamin, dimana subjek sebagai laki-laki terdorong untuk menjadi mandiri. Sebagai laki- laki subjek merasa harus mampu menghadapi segala permasalahan hidupnya. Atas dasar mandiri inilah subjek dapat menjadi kreatif dalam bertindak, lebih mampu menghadapi dan dapat melihat peluang positif dari masalah yang dihadapi.

Faktor status sosial ekonomi, dimana subjek berada dalam status sosial ekonomi yang baik. Dengan kondisi itu, subjek merasa terfasilitasi semua kebutuhannya, sehingga lebih mudah bagi subjek

untuk mengembangkan

kreativitasnya. Subjek lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan

barang-barang yang diinginkan subjek untuk melatih daya kreativitasnya.

Faktor urutan kelahiran, dimana posisi lahir subjek dalam keluarga adalah sebagai anak tengah.

Anak tengah ini membuat subjek merasa bebas dalam bersikap dan melakukan berbagai hal. Kondisi berbeda dirasakan anak pertama yang mempunyai beban dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap keluarga maupun adik- adiknya.

Faktor ukuran keluarga, dimana keluarga subjek termasuk keluarga kecil. Keluarga kecil dirasakan subjek lebih mudah untuk melakukan komunikasi antar anggota keluarga, sehingga membuat subjek terpenuhi kebutuhan akan informasi dan perhatian dari keluarga.

Faktor intelegensi, dimana subjek memiliki intelegensi yang cenderung baik. Ini menjadikan subjek lebih mudah dalam menerima dan mengolah informasi untuk menjadikannya sesuatu yang bermakna bagi diri subjek.

(16)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, significant other, dan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran kreativitas dilihat dari aspek pribadi, proses, produk, dan pendorong.

Aspek pribadi subjek cenderung sebagai orang yang memiliki intelegensi yang baik, gaya kognisi yang terlepas dari aturan konvensi, dan kepribadian yang lentur. Subjek melakukan proses kreativitas sesuai dengan tahap-tahap yang mirip dengan tahapan ilmiah, mulai dari

penemuan ide sampai

mengomunikasikan hasil. Produk yang subjek hasilkan adalah berupa lukisan yang selalu baru, unik, orisinal, dan mempunyai kebermaknaan. Pendorong subjek adalah broken home dimana hal ini dirasakan subjek sebagai situasi yang mendorong rasa semangat dan inspiratif untuk dapat menghasilkan karya seni.

Dalam perkembangan kreativitas, subjek dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin dimana laki-laki cenderung lebih

mudah untuk berkreatif, status sosial ekonomi subjek yang cukup baik, urutan kelahiran subjek yang berada di tengah, ukuran keluarga subjek yang kecil, dan intelegensi subjek yang cenderung baik. Faktor-faktor tersebut memungkinkan subjek untuk lebih mudah mengembangkan kreativitas.

SARAN

subjek belum memanfaatkan profesinya secara maksimal, maka dari itu disarankan bagi subek untuk mencoba melibatkan diri pada kegiatan atau even-even seni, misalnya pameran atau lelang.

Dengan demikian diharapkan profesi subjek sebagai seorang pelukis dapat bermanfaat juga bagi ekonomi subjek dan keluarga, untuk keluarga diharapkan dapat selalu memberi dukungan sosial kepada subjek agar subjek dapat terus menghasilkan lukisan, bahkan karya seni dalam bentuk lain selain lukisan, dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, seperti mencari subjek yang broken home,

(17)

misalnya yang orang tuanya bercerai dan melihat faktor-faktor pendukung kreativitas atau variable lain yang mungkin ditemukan di dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. (2007). Potret otoritas diri.

http://www.fsrd.itb.ac.id/?pag e_id=882. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Albrechts, L. (2005). Creativity as a drive for change. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.4(3): 247- 269.

Alisjahbana, S.T.A. (1983).

Kreativitas. Jakarta: Dian Rakyat.

Anonim. (2007). Broken home.

http://www.smallcrab.com/ot hers/35-lain-lain/85-broken- home. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Anonim. (2009). Seniman.

Http://id.wikipedia.org/wiki/

Seniman. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Basuki, A.M.H. (2005). Kreativitas, keberbakatan intelektual dan faktor-faktor pendukung dalam pengembangannya.

Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Basuki, A.M.H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu

kemanusiaan dan budaya.

Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Burnard, P. & Younker, B. A.

(2004). Problem solving and creativity: insights from students individual composing pathways. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.22(1): 59- 76.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Dagun, S.M. (2002). Psikologi keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Desianty. (2003). Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kebermaknaan hidup pada perempuan.

Skripsi. (tidak diterbitkan).

Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Gibb, S. (2004). Imagination, creativity, and HRD: an aesthetic perspective. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.3(1): 53-74.

Gilang, S. (2007). Wonderland.

http://www.fsrd.itb.ac.id/?pag

(18)

e_id=882. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Hurlock, E.B. (1978). Perkembangan anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Moleong, L.J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif.

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Montuori, A. (2003). The complexity of improvisation and the improvisation of complexity:

social science, art and creativity. Journal of Human Relations. Vol.56(2): 237- 255.

Munandar, S.C.U. (1992).

Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah.

Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Munandar, S.C.U. (1999).

Kreativitas dan

keberbakatan: strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Poerwandari, E.K. (2005).

Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.

Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Priyadharma, T. (2001). Kreativitas dan strategi. Jakarta: PT.

Golden Trayon Press.

Ratnawati, S. (1998). Efektivitas pelatihan pengenalan diri terhadap peningkatan

penerimaan diri dan harga diri. Jurnal Psikologi UGM.

Renhoran, S. (2007). Kepercayaan diri pada remaja yang orangtuanya bercerai.

Skripsi. (tidak diterbitkan).

Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Santrock, J.W. (1995). Life-span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Semiawan, C. Munandar, A.S. dan Munandar, S.C.U. (1987).

Memupuk bakat dan kreativitas siswa sekolah menengah: petunjuk bagi orang tua. Jakarta: Gramedia.

Skolnick, A.S. & Skolnick, J.H.

(1983). Family in transition.

Toronto: Little Brown and Company.

Sudjojono, S. (2000). Seni lukis, kesenian dan seniman.

Jakarta: Yayasan Aksara Indonesia.

Sulastri, R. (1996). Seni dan logika.

Jakarta: Binarupa Aksara.

Walgito, B. (1992). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta:

Andi Yogyakarta.

Widiowati. (2004). Penyesuaian diri remaja terhadap perceraian orang tua. Skripsi. (tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (6,356 > 2,006), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa

Analisis komponen utama (AKU) terhadap rataan spektrum inframerah yang dihasilkan dari kombinasi segitiga kisi 6 ekstrak SDSBL menghasilkan jumlah proporsi kumulatif KU 1 dan KU

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa (1) keterampilan proses sains mahasiswa saat mengikuti perkuliahan praktikum fisika dasar dalam kategori tinggi yaitu

Limit switch adalah salah satu sensor yang akan bekerja jika pada bagian aktuatornya tertekan suatu benda, baik dari samping kiri ataupun kanan, mempunyai

Pada survei pendahuluan yang dilakukan untuk 30 penumpang tersebut sebanyak 20 penumpang mengalami ketidakpuasan terhadap pelayanan yang pernah diterima dan hanya

Tingkat akurasi metode multiple kernel support vector machine yang dihasilkan untuk data ekspresi gen leukimia yaitu 85% dan untuk data tumor usus besar sebesar

REBT adalah sebuah pendekatan konseling yang tepat diberikan kepada anak asuh usia remaja yang tinggal di panti asuhan dengan syarat jika mereka kesulitan dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Berasal dari Anggaran Pendapatan dan