• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Reproduksi Sapi Potong Simmental Peranakan Ongole (Simpo) di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri Naskah Publikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Reproduksi Sapi Potong Simmental Peranakan Ongole (Simpo) di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri Naskah Publikasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user Naskah Publikasi

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN

WONOGIRI

Oleh:

Muzakky Wikantoto H0508067

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN

WONOGIRI

Muzakky Wikantoto

Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Usaha ternak sapi potong di Indonesia sebagian besar masih merupakan usaha

peternakan rakyat yang dipelihara secara tradisional sehingga masih banyak

permasalahan yang timbul seperti populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak

stabil, produktivitas sapi betina yang masih rendah (jarak beranak panjang),

service per conception tinggi, asupan nutrien ternak belum mencukupi dan

pengetahuan tentang adopsi teknologi peternakan yang masih

rendah.Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra pengembangan

ternak sapi potong di Jawa Tengah menempati urutan kedua populasi sapi

potong terbanyak, dengan jumlah populasi sebanyak 154.750 ekor. Dari 25

Kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Eromoko memiliki

jumlah populasi sapi terbanyak. Tahun 2014 populasi ternak sapi potong di

kecamatan Eromoko yaitu sebanyak 13.195 ekor.Salah satu cara untuk

meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan memperbaiki kinerja

reproduksinya. Kinerja reproduksi sapi potong di Kecamatan Eromoko secara

umum sudah baik dilihat dari nilai service per conception (S/C) 1,52+0,19

kali, conception rate (CR) 51,67%. Kemampuan deteksi estrus yang baik

tidak didukung dengan manajemen perkawinan induk yang optimal

menyebabkan keterlambatan pelaksanaan post partum mating (PPM)

5,80+3,30 bulan ,sehingga memperpanjang nilai days open (DO) 6,88+2,39

bulan dan calving interval(CI) 14,85+2,33 bulan.

Kata Kunci : Kecamatan Eromoko, Kinerja reproduksi, Sapi potong

(3)

commit to user

PENDAHULUAN

Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan

karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional.

Kebutuhan atau permintaan akan daging jauh lebih besar daripada

ketersediaan daging dalam negeri. Kebutuhan daging sapi pada tahun 2012

untuk konsumsi dan industri sebanyak 484.000 ton sedangkan

ketersediaannya sebesar 399.000 ton (82,52% dicukupi sapi lokal), sehingga

terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85.000 ton (17,5 %) (Direktorat

Jenderal Peternakan, 2013). Beberapa permasalahan yang masih terjadi pada

peternakan Indonesia yaitu populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak

stabil, produktivitas sapi betina yang masih rendah (jarak beranak panjang,

service per conception tinggi), pasokan pakan ternak belum mencukupi dan

pengetahuan tentang teknologi peternakan yang masih rendah.

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra pengembangan

ternak sapi potong di Jawa Tengah. Berdasarkan data Sensus Pertanian 2013

Kabupaten Wonogiri menempati urutan kedua populasi sapi potong terbanyak

di Jawa Tengah, dengan jumlah populasi sebanyak 154.750 ekor. Dari 25

Kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Eromoko memiliki

jumlah populasi sapi terbanyak. Tahun 2014 populasi ternak sapi potong di

kecamatan Eromoko yaitu sebanyak 13.195 ekor

Kinerja reproduksi sapi potong dapat dilihat dari berbagai parameter,

diantaranya adalah umur sapi dara saat birahi, kawin, bunting dan beranak

pertama, jarak waktu saat beranak sampai dengan IB pertama (post partum

mating), jarak waktu saat beranak sampai terjadi kebuntingan (days open),

angka gangguan reproduksi, dan angka keberhasilan pelaksanaan IB (Effendi

et al., 2002).

Faktor keberhasilan usaha ternak sapi sangat dipengaruhi oleh kinerja

reproduksi ternak (Pramono et al., 2008), sehingga perlu dilakukan penelitian

mengenai kinerja reproduksi sapi potonguntuk mengetahui keadaan yang

(4)

commit to user

sebenarnya terjadi di tingkat peternak di Kecamatan Eromoko Kabupaten

Wonogiri.

MATERI METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang kinerja reproduksi sapi potong dilaksanakan di

Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Waktu penelitian dilaksanakan

bulan April 2016.

Variabel Penelitian

Variabel yang diamati adalah kinerja reproduksi sapi potong meliputi:

1. Post partum mating

Post partum mating atau kawin pertama setelah beranak adalah selang

waktu sapi betina dari saat melahirkan sampai di kawinkan lagi (hari).

2. Days Open

Days Open adalah jarak antara sapi beranak dengan perkawinan yang

menghasilkan kebuntingan.

3. Service per conception (S/C)

Service per conception adalah angka yang menunjukkan jumlah

inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor ternak betina sampai terjadi

kebuntingan.

4. Conception rate (CR)

Conception rate (CR) adalah persentase sapi bunting pada perkawinan

yang pertama. .

5. Calving interval (CI)

Calving interval (CI) adalah selang waktu antara dua kelahiran yang

berurutan (bulan).

(5)

commit to user

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian

adalah:

1. Teknik Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer dengan

melakukan wawancara langsung pada responden berdasarkan daftar

pertanyaan atau kuesioner yang dibuat sebelumnya.

2. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan pengamatan langsung pada objek

yang diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai objek

tersebut.

3. Studi Pustaka

Teknik ini dilakukan dengan studi literatur pada buku maupun sumber

yang relevan dan sesuai dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dimana penelitian

dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial

tertentu dengan pengembangan konsep dan menghimpun fakta yang ada di

lapangan (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Data primer ditabulasikan untuk dilakukan perhitungan berdasakan

parameter. Tahap selanjutnya adalah penghitungan rata-rata dan simpangan

baku untuk penentuan kondisi umum obyek yang diamati. Penghitungan

rata-rata dan simpangan baku menurut Desinawati dan Isnaini (2010) adalah:

x

� =∑ �

S=�∑(�−�̅) 2

(6)

commit to user

A. Kondisi Peternakan Secara Umum

Hasil penelitian mengenai identitas peternak yang meliputi : umur

peternak, pendidikan terakhir peternak, pekerjaan peternak dan

pengalaman beternak di Kecamatan Eromoko dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 1. Usia Peternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Usia (Tahun) Orang (%)

<30 1 2,71

30-50 16 43,24

>50 20 54,05

Jumlah 37 100

Sumber : Data Primer terolah.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur responden adalah > 50

tahun dengan rincian umur < 30 tahun sebanyak 1 orang (2,71 %), 30-50

tahun 16 orang (43,24%) dan > 50 tahun sebanyak 20 orang (54,05%).

Menurut Sani et al (2010), penduduk yang berumur 15 sampai 64 tahun

masih dalam usia kerja produktif. Umur produktif merupakan suatu

keuntungan karena pada usia tersebut masih mempunyai kemampuan yang

besar dalam mengembangkan dan mengelola usahanya dengan baik

sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas

kerjanya.

Tabel 2. Lama Beternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko.

Lama Beternak (Tahun) Orang (%)

<15 9 24,32

15-30 17 45,95

>30 11 29,73

(7)

commit to user

Jumlah 37 100

Sumber : Data Premier terolah.

Rata-rata lama pengalaman beternak oleh peternak sapi potong di

Kecamatan Eromoko berkisar diantara 15-30 tahun dengan prosentase

45,95%. Pengalaman beternak yang dimiliki oleh peternak akan membantu

peternak untuk lebih mandiri dan terampil dalam pengelolaan usaha

ternaknya. Semakin banyak pengalaman peternak biasanya semakin besar

pula kemampuannya dalam beternak (Fanani et al,2013).

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Pendidikan Orang (%)

Sumber : Data Premier terolah.

Berdasarkan Tabel 3. peternak kebanyakan lulusan Sekolah Dasar

(51,35%). Dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat diasumsikan

bahwa kemampuan peternak untuk mengetahui dan mengadopsi suatu

ketrampilan dalam rangka pengembangan usaha ternak akan mengalami

kesulitan dan kendala. Menurut Leksanawati et al, (2010) tingkat

pendidikan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan informasi dan

tingkat pengetahuan serta cara berfikir peternak. Tingkat pendidikan

responden yang rendah, ada kemungkinan akan mengalami kesulitan

dalam mengadopsi inovasi. Meskipun demikian pola beternak mereka,

kebanyakan berasal dari keturunan atau warisan orang tua dan meniru

orang lain yang sudah maju dalam beternak.

Tabel 4. Pekerjaan Peternak sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Pekerjaan Orang (%)

Petani 33 89,18

Wiraswasta 3 8,10

PNS 1 2,72

Jumlah 37 100

Keterangan : PNS (Pegawai Negeri Sipil)

(8)

commit to user

Pekerjaan utama peternak umumnya petani yakni sebesar 89,18 %.

Masyarakat desa pada umumnya dalam upaya memenuhi kebutuhan

ekonomi rumah tangganya, memiliki mata pencaharian di bidang usaha

pertanian tanaman pangan, sebagai petani dengan usaha sampingan

memelihara ternak.

Tabel 5. Pakan Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Pakan Orang (%)

Sumber : Data Premier terolah.

Keterangan :

K : Kolonjono P : Pollard

JP : Jerami Padi DP : Dedak Padi

R : Rumput

Pakan yang digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan

Eromoko didominasi oleh rumput dan limbah pertanian. Rata-rata pakan

yang digunakan adalah kolonjono dan jerami padi yaitu 27,02%. Pakan

tambahan yang digunakan adalah dedak padi dan pollard. Pemberian

pakan hijauan 2 sampai 3 kali dalam sehari.

B. Kinerja Reproduksi

Berbagai aspek yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi

reproduksi antara lain adalah deteksi estrus, post partum mating (PPM),

service perconception (S/C), days open, conception rate (CR),

(9)

commit to user

1. Deteksi Estrus

Tabel 6. Deteksi Estrus Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Deteksi Estrus Orang (%)

Peternak sapi potong di kecamatan Eromoko memiliki

kemampuan yang memadai dalam mendeteksi estrus pada ternak betina.

Peternak mendeteksi estrusmelelui suara (86,11%), lendir (77,78%),

perubahan vulva (48,54%), nafsu makan menurun (38,88%), dan sebanyak

24,32% medeteksi estrus melalui tingkah lakunya. Kemampuan

mendeteksi estrus sangat berpengaruh terhadap keputusan peternak dalam

melakukan perkawinan ternak betina yang dimiliki. Deteksi estrus yang

dilakukan peternak di Kecamata Eromoko sudah spesifik dengan

melakukan pengamatan melalui perubahan vulva.

2. Post Partum Mating

Post partum mating (PPM) adalah jangka waktu yang

menunjukkan perkawinan atau inseminasi buatan pertama kali setelah

beranak.

Tabel 6. PPM (Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Desa PPM (Bulan) Simpangan Baku

Basuhan 5,33 1,13

Sumberharjo 5,55 1,96

Ngunggahan 6,94 3,59

Kecamatan 5,83 2,34

(10)

commit to user

Nilai rata-rata PPM sapi potong di Kecamatan Eromoko yaitu 5,83

+ 2,34 bulan. Hampir memiliki nilai yang sama dengan nilai PPM menurut

penelitian Wahyudi (2014) yaitu 5,80 + 3,30 bulan. Menurut Salisbury dan

Vandenmark (1985) sapi betina seharusnya dikawinkan 60-80 hari atau

2-2,5 bulan setelah beranak , karena diperlukan waktu minimal 50-60 hari

atau 1,5-2 bulan untuk mencapai involusi uteriyang sempurna pada sapi.

Panjangnya nilai PPM sebagian besar disebabkan oleh faktor

kesengajaan peternak jika dilihat dari kemampuan peternak dalam

mendeteksi estrus. Faktor yang sering terjadi ketika proses penelitian

dilapangan yaitu peternak melakukan penundaan perkawinan dengan

melakukan penundaan penyapihan pedet. Ada anggapan bahwa pedet yang

disapih terlalu cepat akan mengakibatkan pertumbuhan pedet terhambat,

selain itu juga betina yang dikawinkan ditakutkan menjadi tergangu

kebuntingannya dengan adanya pedet yang menyusu. Seperti penelitian

Subiharta et al, (2011) di wilayah lain di Jawa Tengah, peternak tetap

menunda perkawinan induk sampai pedet disapih meskipun induk dalam

keadaan estrusdengan alasan induk masih menyusui anaknya.

3. Service Per Conception

Service per Conception(S/C)adalah angka yang menunjukkan

jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah

pelayanan (service) inseminasi yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai

terjadi kebuntingan..

Tabel 7. S/C Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Desa S/C Simpangan Baku

Basuhan 1,21 0,41

Sumberharjo 1,85 0,59

Ngunggahan 1,56 0,63

Kecamatan 1,52 0,60

(11)

commit to user

Hasil perhitungan Tabel 7. menunjukkan nilai S/C sapi potong di

Kecamatan Eromoko 1,52 + 0,60 kali, lebih kecil dibandingkan nilai S/C

menurut Wahyudi (2014) yaitu 1,80 + 0,68 kali dan memiliki nilai yang

hampir sama menurut Della (2015) yaitu 1,52 + 0,19 kali. Menurut

Toelihere (1985), S/C sapi induk berkisar1,6 sampai 2,0. Penundaan PPM

dapat meningkatkan S/C. Penundaan dimaksud untuk memperbaiki skor

kondisi tubuh induk dan memberi kesempatan involusi uterus. Makin

rendah nilai S/C, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina. Sebaliknya

makin tinggi nilai S/C, makin rendahlah nilai kesuburan kelompok betina

tersebut. Peran inseminator juga berpengaruh terhadap nilai S/C yang

dihasilkan.

4. Days Open

Days open (DO) adalah jangka waktu yang dihitung dari beranak

sampai awal kebuntingan selanjutnya (tanggal inseminasi buatan atau

perkawinan terakhir yang menyebabkan kebuntingan).

Tabel 8. Days Open ( Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Desa DO Simpangan baku

Dari Tabel 12. dapat diketahui bahwa rata-rata DO sapi potong di

Kecamatan Eromoko adalah 6,88 + 2,39 bulan. Nilai DO erat kaitannya

dengan nilai PPE dan PPM, Bertambah lamanya waktu PPE dan PPM

akibat manajemen umur sapih menyebabkan waktu DO lebih lama

meskipun nilai rasio S/C sapi potong di kecamatan Eromoko normal.

5. Conception Rate

Conception rate(CR) adalah persentase dari sapi yang bunting pada

(12)

commit to user

Tabel 8. CR Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Desa CR (%)

Rata-rata nilai CR sapi potong di Kecamatan Eromoko tergolong

masih sudah baik meskipun belum optimal yaitu 51,67%. Angka konsepsi

yang baik apabila telah mencapai 60% atau lebih (Hardjopranjoto,

1995).sedangkan yang dapat dimaklumi untukukuran Indonesia

denganmempertimbangkan kondisi alam,manajemen dan distribusi ternak

yangmenyebar sudah dianggap baik jika nilai CRmencapai 45-50%.

Menurut Toelihere (1985) angka konsepsi ditentukan oleh tiga faktor yaitu

kesuburan pejantan dan betina, teknik inseminasi dan faktor lingkungan.

Tingkat kesuburan sapi betina dapat dilihat dari rendahnya nilai S/C.

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya CR yaitu kerjasama yang baik

antara peternak dengan inseminator.

6. Calving Interval

Calving interval(CI)adalah jangka waktu yang dihitung dari

tanggal seekor sapi perah beranak sampai beranak berikutnya atau jarak

antara dua kelahiran yang berurutan.

Tabel 9. CI (Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko

Desa CI (Bulan) Simpangan Baku

Basuhan 14,33 1,13

Sumberharjo 14,55 1,96

Ngunggahan 16,00 3,56

Kecamatan 14,85 2,33

Sumber : Data Primer terolah

Menurut Hardjopranjoto (1995) efisiensi reproduksi pada sapi

(13)

commit to user

365 hari. Jarak beranak menjadi panjang disebabkan oleh berbagai faktor,

yaitu pengelolaan post partum yang kurang baik, terjadinya silent heat,

penurunan kemampuan reproduksi akibat kemampuan uterus dan ovarium

yang menurun serta adanya penyakit yang dialami ternak tersebut.

Rata-rata Nilai CI sapi potong di Kecamatan Eromoko 14,85 + 2,33 bulan, lebih

pendek jika dibandingkan dengan nilai CI menurut Wahyudi (2014) yaitu

15,67 + 3,30 bulan, lebih panjang jika dibandingkan dengan penelitian

Della (2015) di wilayah lain di Jawa Tengah yaitu 14, 44 + 0,66 bulan.

Faktor yang mempengaruhi jarak beranak adalah nilai PPE, PPM, dan S/C

(Winarti dan Supriyadi, 2010). Nilai PPM pada penelitian ini panjang

akibat peternak sering menunda perkawinan dengan menunda penyapihan

pedet.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kinerja reproduksi sapi potong di Kecamatan Eromoko secara

umum sudah baik dilihat dari nilai S/C dan CR, kemampuan deteksi estrus

yang baik tidak didukung dengan mempercepat perkawinan induk

menyebabkan keterlambatan pelaksanaan PPM sehingga memperpanjang

nilai DO dan CI

Saran

Perlunyapeningkatan perhatian terhadap ternak untuk memperbaiki

manajemen beternak. Perbaikan pakan diikuti penyapihan pedet yang ideal

(pedet mulai disapih antara umur 2 sampai 3 bulan) merupakan alternatif

manajemen reproduksi induk sapi agar mampu menghasilkan keturunan

yang bermutu dengan jarak beranak yang dapat diperpendek

(14)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Desinawati, N., dan N. Isnaini. 2010. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Simmental di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Jurnal Ternak Tropika Vol. 11: 41-47

Effendi, P., A. Hidayat, Y. Kusmayadi, W. Pratiwi dan T. Sugiwaka., 2002. Kesehatan Reproduksi. Penerbit Dairy Technology Improvement Project in Indonesia. PT. Presindo. Bandung.

Fanani,S. 2013. Kinerja reproduksi Sapi Perah Peranakan Fresian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Hardjopranjoto, S., 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Pramono, A., 2008. Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau dari Kinerja Reproduksi dan Imbangan Ransum Yang Diberikan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Salisbury, G. W. dan N. L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Singarimbun, M dan Effendi, S., 1995. Metode Penelitian Survai. LP3EI. Jakarta

Subiharta., B. Utomo., Y. Ermawati dan Muryanto. 2011. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Pada Peternakan Rakyat di Daerah Kantong Ternak di Jawa Tengah. Dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor

Toelihere, M.R , 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Wahyudi, R. P. 2014. Penampilan Rerproduksi Sapi Induk Peranakan Ongole dan Silangan Simental dengan Peranakan Ongole di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Gambar

Tabel 1. Usia Peternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Usia (Tahun) Orang (%)
Tabel 4. Pekerjaan Peternak sapi Potong di Kecamatan Eromoko Pekerjaan Orang (%)
Tabel 5. Pakan Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Pakan  Orang
Tabel 6. PPM (Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa PPM (Bulan) Simpangan Baku
+4

Referensi

Dokumen terkait

Skala ini bertujuan untuk mengetahui Minat Mengikuti Olahraga Pilates Pada Remaja Putri Ditinjau Dari Ketidakpuasan Terhadap Bentuk Tubuh..

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil validasi produk pengembangan oleh tiga orang dosen ahli pembelajaran fisika. Data tersebut dikumpulkan

Nilai rerata karakteristik daun dan laju pertumbuhan pada tanaman okra yang mendapat perlakuan tanpa pemupukan dan kurang N lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan

Rumah menjadi tempat bagi keluarga untuk hidup dan mengembangkan karunia Allah dalam diri mereka.. Rumah juga menjadi tempat berelasi dengan lingkungan masyarakat sekitar, dengan

Jurnal atau yang lebih sering dikenal jurnal umum adalah catatan akuntansi yang pertama kali dibuat yang gunanya untuk melakukan pencatatan seluruh

It is argued that Indonesia needs to improve the role of National Innovation System in order to gain more from the implementation China and ASEAN free trade area. Keywords:

Pengamatan pekan terakhir terdapat satu tambahan botol yang terkontaminasi sehingga total kontaminasi pada petiolus metode 1 sebanyak 5 botol dengan proporsi empat