DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan Penelitian ... 8
1.4Manfaat Penelitian ... 9
1.5Definisi Operasional . ... 10
1.5.1Pembelajaran Sejarah dengan Menggunakan Metode Pemecahan Masalah ... 10
1.5.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 12
1.6Sistematika Penulisan ... 14
BAB II. METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ... 16
2.1Kemampuan Berpikir Kritis ... 16
2.1.1 Pengertian Kemampuan Berpikir ... 16
2.1.2 Pengertian Berpikir Kritis ... 17
2.1.3 Karakteristik Berpikir Kritis ... 18
2.1.4 Indikator Berpikir Kritis ... 20
2.2.1 Pengertian Metode Pembelajaran... 22
2.2.2 Fungsi Metode Pembelajaran ... 23
2.2.3 Jenis-jenis Metode Pembelajaran ... 24
2.2.4Alasan Penggunaan Metode Pembelajaran ... 25
2.3 Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sejarah ... 26
2.3.1 Landasan Teoritis Metode Pemecahan Masalah ... 26
2.3.2 Pengertian, Karakter, dan Tujuan Metode Pemecahan Masalah ... 30
2.3.3 Sintaks Metode Pemecahan Masalah ... 33
2.4 Keterkaitan Metode Pemecahan Masalah terhadap Tumbuhnya Kemampuan Berpikir Kritis ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1Metode dan Desain Penelitian ... 39
3.1.1 Metode Penelitian ... 39
3.1.1 Desain Penelitian ... 41
3.2Lokasi dan Subjek Penelitian ... 43
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 43
3.2.2 Subjek Penelitian ... 44
3.3 Prosedur Penelitian ... 44
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 52
3.6 Verifikasi Data ... 62
3.7 Interpretasi Data ... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65
4.1Deskripsi Observasi Pra-Tindakan ... 65
4.1.1 Profil Subjek Penelitian ... 65
4.2 Deskripsi Perencanaan dan Pelaksanaan Penerapan Metode Pemecahan
Masalah dalam Pembelajaran Sejarah untuk Menumbuhkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa ... 70
4.2.1 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 65
4.2.2 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus II ... 81
4.2.3 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus III ... 100
4.2.4 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus IV ... 117
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 132
4.3.1 Hasil Temuan Pra Tindakan ... 132
4.3.2 Data Hasil Wawancara ... 134
4.3.3 Deskripsi Perkembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Lembar Kegiatan Siswa ... 136
4.3.4 Pendapat Siswa tentang Pembelajaran yang Berlangsung Berdasarkan Kuesioner ... 139
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Keseluruhan dan Hubungan Penerapan Metode Pemecahan Masalah Terhadap Pertumbuhan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 141
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 145
5.1 Kesimpulan ... 145
5.2 Saran ... 148
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan sejarah di era global dewasa ini dituntut kontribusinya untuk dapat
lebih menumbuhkan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan
sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya
untuk mengaktualisasikan diri di tengah sebuah kontinuitas waktu yang bergerak dari
masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Idealisasi ini dalam prakteknya
dapat dilakukan dengan lebih menekankan proses pembelajaran kepada
pengembangan keterampilan berpikir.
Mengembangkan keterampilan berpikir dalam pembelajaran sejarah lebih
mendapatkan banyak perhatian seiring dengan adanya perubahan paradigma
pendidikan dari kurikulum yang sebelumnya berbasis kepada materi (content-base)
menjadi kurikulum yang berbasis kepada kompetensi, atau dari ”orientasi
pembelajaran yang menekankan kepada penguasaan materi menjadi orientasi
pembelajaran yang lebih menekankan kepada pembinaan kemampuan berpikir
rasionalisme akademik” (Kusmarni, 2010: 1). Dalam pola pembelajaran, perubahan
paradigma pendidikan ini telah membuat pergeseran dari bentuk pembelajaran yang
selama ini berpusat kepada guru (teacher centered) menjadi berpusat kepada siswa
Pembelajaran sejarah yang berpusat kepada siswa diantaranya dapat dilakukan
dengan memfasilitasi siswa untuk dapat berdialog dalam sebuah diskusi kelas,
melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, membimbing siswa untuk
membaca teks sejarah dengan kritis, dan lain sebagainya.
Menurut Kamarga (2007: 2), ”belajar sejarah bukan hanya sekedar menghafal fakta-fakta, tetapi cenderung kepada melihat keterhubungan antara apa yang terjadi di
masa lampau dengan kondisi saat ini agar kemudian peserta didik menjadi lebih
bijaksana”. Dalam menyusun bentuk pembelajaran seperti ini yang harus dilakukan
oleh guru adalah berusaha mengembangkan potensi berpikir siswa, diantaranya
melalui penerapan model pembelajaran yang dapat menarik keaktifan seperti model
penyelidikan sosial atau model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada
masalah. (Kamarga, 2007: 3-11)
Kondisi pembelajaran sejarah di lapangan masih belum sesuai dengan
idealisasi pengembangan kemampuan berpikir seperti yang telah dikemukakan di
atas. Hasan (2008: 1-2) menyatakan bahwa dalam prakteknya terdapat tiga anggapan
yang keliru mengenai pendidikan sejarah yang membuat proses pembelajarannya
menjadi tidak efektif. Ketiga hal tersebut adalah; pertama, materi pelajaran sejarah
seringkali dianggap sesuatu yang mudah dipelajari, padahal mempelajari masa lalu
sebagai sesuatu yang abstrak memerlukan kemampuan berpikir yang cukup tinggi;
kedua, pelajaran sejarah dianggap hanya berkisar seputar kehidupan manusia di masa
diragukan, dan; ketiga, materi pelajaran sejarah terbatas pada aspek yang hanya
mengembangkan kemampuan ingatan, sehingga hanya menjadi beban hafalan semata.
Ketiga hal ini telah membuat orientasi pembelajaran sejarah hanya ditekankan kepada
kemampuan kognitif mendasar yakni menghafal, bukan kepada kemampuan kognitif
yang lebih tinggi seperti memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
Permasalahan ini juga terjadi di kelas X-2 SMAN 6 Bandung. Selama
melaksanakan observasi pra-penelitian di kelas tersebut, peneliti melihat bahwa:
pertama, pada saat guru mengajar dengan menggunakan metode tanya jawab,
pertanyaan guru yang mengarah kepada pengetahuan faktual seperti pertanyaan
tentang ”siapa”, ”kapan”, dan ”dimana” dapat direspon dengan baik oleh siswa
dengan menjawab pertanyan tersebut secara kompak dan serempak, namun ketika
bentuk pertanyaan mengandung masalah dan bersifat pemahaman seperti pertanyaan
tentang ”mengapa” dan ”bagaimana”, siswa cenderung kurang bisa merespon
pertanyaan itu dengan baik, mereka lebih banyak diam dan tidak bisa berpendapat.
Sebaliknya saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, mereka
seringkali terlihat kesulitan untuk menentukan pertanyaan sehingga hanya ada
beberapa orang siswa yang bertanya, itupun hanya berkisar pertanyaan yang bersifat
faktual; kedua, pada saat kegiatan diskusi kelas dilaksanakan, kelompok yang
melakukan presentasi di depan kelas selalu terlihat tidak menguasai bahan yang
sedang mereka bahas dengan hanya membaca text book, disamping itu secara
tidak mengikuti kegiatan diskusi ini dengan baik. Hal ini terjadi karena siswa kurang
bisa mengidentifikasi dan mengenali apa yang menjadi tema-tema permasalahan di
dalam setiap topik diskusi; ketiga, di dalam hasil pekerjaan siswa (makalah) yang
ditugaskan oleh guru di akhir pembelajaran, terlihat bahwa siswa kurang mampu
untuk dapat menyusun berbagai informasi yang sesuai dengan judul makalah yang
sedang mereka bahas, di samping itu kemampuan mereka di dalam menarik
kesimpulan masih sangat sederhana. Maka kesimpulan dari hasil observasi tersebut
adalah:
1. Kemampuan siswa di dalam membuat dan menjawab pertanyaan yang bersifat
pemahaman masih kurang baik;
2. Kemampuan siswa untuk mengidentifikasi permasalahan di dalam isi (konten)
pembelajaran masih rendah; dan
3. Kemampuan siswa di dalam menyusun informasi yang relevan dengan tugas yang
dibahas serta kemampuan siswa di dalam menarik kesimpulan masih sangat
sederhana.
Hasil observasi di atas mencerminkan bahwa anggapan siswa yang menilai belajar
sejarah adalah kegiatan menghafal beragam informasi faktual, tidak dapat
mengkondisikan pembelajaran yang aktif serta tidak dapat mengembangkan potensi
berpikir mereka.
Guru dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran yang aktif dan menarik
Dengan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, kegiatan pembelajaran akan
difokuskan kepada kemampuan siswa di dalam memahami dan menganalisis materi
pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu tujuan dari pembelajaran
sejarah (Depdiknas, 2006). Menurut Dewey (Fisher, 2001: 2) berpikir kritis adalah:
Sikap aktif, tekun, dan mempertimbangkan secara hati-hati sebuah keyakinan atau perkiraan dari bentuk pengetahuan dengan keterangan alasan yang mendukung dan kesimpulan lanjutan untuk mempertahankannya.
Menurut Fisher (2001: 2), definisi berpikir kritis dari Dewey mengungkapkan bahwa
hal yang paling esensial dalam berpikir kritis adalah proses aktif– memikirkan beberapa hal dengan kemampuan sendiri, mengajukan pertanyaan/ keraguan sendiri,
menemukan informasi yang relevan sendiri, dan sebagainya - daripada hanya belajar
dengan lebih banyak menerima secara pasif dari orang lain. Oleh karena itu
kemampuan berpikir kritis inilah yang mungkin harus ditumbuhkan untuk
memperbaiki permasalahan di kelas X-2. Selain itu, berpikir kritis menjadi suatu hal
yang cukup penting untuk segera dikembangkan, senada dengan peringatan Brandt
(Abdulkarim, 2008: 15) sekitar lebih dari dua dekade yang lalu:
..., Brandt (1989) menyatakan bahwa pada saat ini belum banyak muncul kesadaran yang tinggi di kalangan pendidik di persekolahan untuk mengajar para siswa tentang kondisi dunia yang semakin berkembang pesat yang menuntut adanya respon dengan pemikiran secara kritis.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis siswa adalah dengan melakukan pengembangan terhadap metode
Sutrisno (2007: 1), salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan
keterampilan berpikir kritis adalah dengan mengembangkan pembelajaran yang
berbasiskan kepada masalah atau dalam bentuk metode pembelajaran Pemecahan
Masalah. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode Pemecahan
Masalah, siswa akan dihadapkan kepada permasalahan yang terkandung di dalam
konten pembelajaran dan diarahkan kepada kegiatan mengidentifikasi masalah,
mengajukan solusi terhadap masalah, mendapatkan dan menyusun informasi yang
relevan, serta menarik kesimpulan. Beragam aktifitas ini diharapkan dapat menjadi
prakondisi bagi tumbuhnya kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2.
Metode Pemecahan Masalah tersebut juga dapat mendorong fungsi sejarah
yang berkenaan dengan pembentukan kesadaran sejarah dalam upaya membangun
kepribadian dan sikap mental siswa seperti diungkapkan Wiyanarti (2010: 2) di awal
tulisan ini, karena menurut Hasan (tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori
/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/194403101967101%20%20SAID
%20HAMID%20HASAN/Makalah/):
… melalui pendidikan sejarah, mereka (siswa) memahami bagaimana bangsa ini lahir dan berkembang, permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan bangsa masa lalu, masa kini, dan bagaimana menyelesaikan berbagai masalah tersebut dan bagaimana mereka belajar dari pengalaman masa lampau tersebut untuk membentuk kehidupan masa depan menjadi lebih
baik…
Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti untuk mencoba menerapkan
kerangka penelitian. Penelitian ini diharapankan dapat memperbaiki permasalahan
yang terjadi di dalam kelas. Meningkatkan keaktifan dan menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis siswa sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat menjadi lebih
bermakna. Selanjutnya upaya ini akan diintegrasikan ke dalam sebuah kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul: “Penerapan Metode Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas X-2 SMAN 6 Bandung)”.
1. 2. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan utama yang akan
dibahas dalam skripsi ini adalah “Bagaimana menerapkan metode Pemecahan
Masalah yang tepat dalam pembelajaran Sejarah untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMAN 6 Bandung?”.
Agar permasalahan penelitian di atas dapat terarah dengan baik, maka rumusan
masalah tersebut akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran
Sejarah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA
2. Bagaimana melaksanakan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran
Sejarah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA
Negeri 6 Bandung?
3. Apakah pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah
dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri
6 Bandung?
4. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru di dalam melaksanakan metode
Pemecahan Masalah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung?
1. 3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana
metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah dapat terlaksana dengan
baik dan menghasilkan perubahan yang bermakna. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini merujuk pada pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan sebagai
berikut:
1. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif
mengenai rencana pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam
2. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif
mengenai pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran
Sejarah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.
3. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif
efektifitas pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.
4. Mengidentifikasi kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan
metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.
1. 4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat
terhadap berbagai pihak terkait, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan
keterampilan dalam menerapkan metode Pemecahan Masalah dalam
pembelajaran sejarah.
2. Untuk guru, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk
kajian lebih lanjut.
3. Untuk siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis yang digali dalam pelajaran sejarah untuk bekal menghadapi berbagai
4. Untuk sekolah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas
pembelajaran sejarah di instansi tersebut.
1. 5. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk membatasi cakupan istilah yang begitu luas, maka dalam pembahasan
berikut akan dijelaskan secara singkat batasan dari beberapa istilah penting yang
dimaksud oleh peneliti di dalam penelitian, diantaranya:
1. 5. 1. Pembelajaran Sejarah dengan Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
Metode Pemecahan Masalah adalah sebuah metode pembelajaran dimana
siswa dihadapkan kepada masalah sehingga proses belajar seluruhnya diorientasikan
kepada upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Duch (1995), metode
Pemecahan Masalah adalah ”metode pengajaran yang menggunakan permasalahan
dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar keterampilan berpikir kritis dan
memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dari konsep pokok dalam
pembelajaran”. Permasalahan nyata yang menjadi bahan pemecahan masalah di
dalam pembelajaran sejarah dapat dirancang dengan menggunakan pendekatan
komparasi spasial dan temporal (Sjamsuddin, 2008: 272), yang menggunakan konsep
pokok dalam pembelajaran untuk menghubungkan materi masa lalu di dalam sejarah
Tahapan metode Pemecahan Masalah akan diformulasikan dari langkah
strategi pembelajaran berbasiskan masalah menurut Arends (2008: 57) yang merujuk
kepada perilaku yang harus dilakukan oleh guru, dan langkah strategi pembelajaran
berbasiskan masalah menurut Wena (2009: 93) yang merujuk kepada perilaku yang
diharapkan dilakukan oleh siswa:
Tabel 1.1.
Tahapan Pemecahan Masalah
Arends (2008) 1. Mengorientasikan siswa kepada masalah
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan kelompok
4. Menyajikan hasil karya
5. Mengevaluasi proses pemecahan masalah
Wena (2009) 1. Menemukan masalah 2. Mendefinisikan masalah 3. Mengumpulkan fakta 4. Melakukan penyelidikan 5. Menyimpulkan alternatif pemecahan masalah secara kolaboratif 6. Melakukan pengujian hasil pemecahan masalah
Tahapan pemecahan masalah di atas selanjutnya diintegrasikan ke dalam
langkah operasional sebagai berikut:
a. Diskusi Kelompok
Sebelumnya seluruh siswa dibagi secara acak ke dalam kelompok-kelompok
literatur sebagai bahan diskusi sesuai dengan topik materi yang akan dipelajari.
Selanjutnya, setiap kelompok diarahkan untuk mendiskusikan permasalahan yang
diajukan oleh guru di dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). (Pada tahap ini guru
mengorientasikan siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, dan
membimbing penyelidikan kelompok).
b. Presentasi Kelas
Beberapa kelompok siswa yang ditunjuk oleh guru dipersilahkan untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan LKS. Di dalam kegiatan ini, siswa didorong
untuk dapat melakukan dialog secara aktif melalui kegiatan bertanya, menjawab
pertanyaan, mengajukan pendapat, dan menanggapi. (Pada tahap ini kegiatan guru
adalah memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil jawaban mereka dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah bersama-sama).
1. 5. 2. Kemampuan Berpikir Kritis
Secara sederhana, ”berpikir kritis adalah proses menguji dan menganalisis informasi dan menggambarkan atau menarik kesimpulan tentang validitas informasi
tersebut” (Kamarga, 2007: 5). Sedangkan menurut Ennis (Abdulkarim, 2008: 12) berpikir kritis adalah ”aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan
pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan”. Dari kedua definisi tersebut
rasional dalam menganalisis sebuah informasi, untuk menentukan apa yang harus
diyakini dan dilakukan.
Pengamatan kemampuan berpikir kritis siswa didasarkan kepada beberapa
poin kemampuan dasar dalam berpikir kritis atau a list of thinking skill as basic to
critical thinking dari Glaser (Fisher, 2001: 7) yang disederhanakan oleh peneliti
menjadi beberapa aspek keterampilan berpikir kritis, sebagai berikut:
Tabel 1. 2.
Indikator Berpikir Kritis
No Kemampuan Berpikir Indikator
1 Mengenali masalah - Kemampuan mengidentifikasi masalah
2 Menemukan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah
- Kemampuan mengajukan solusi terhadap masalah dengan mendapatkan dan
menyusun informasi yang relevan
3 Mendapatkan dan menyusun informasi yang berhubungan
4 Menarik kesimpulan dan generalisasi yang menjamin
- Kemampuan menarik kesimpulan
5 Membuat pendapat yang akurat tentang hal yang spesifik dan berkualitas dalam hidup sehari-hari.
Indikator keterampilan berpikir kritis di atas sejalan dengan rangkaian
dipandu oleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang didalamnya berisi wacana yang
mengandung permasalahan dan butir pertanyaan yang telah disusun dan disesuaikan
dengan indikator kemampuan berpikir kritis tersebut. Hasil dari pengerjaan LKS
kemudian diolah dan dianalisis dengan cara melihat skor rata-rata kemampuan
berpikir kritis siswa yang dihitung dari jumlah skor seluruh siswa dibagi jumlah
siswa. Kemudian seluruh skor rata-rata ini akan ditampilkan dalam bentuk diagram
multi siklus untuk melihat pertumbuhan atau penurunan performa kemampuan
berpikir kritis siswa sepanjang siklus penelitian. Pengukuran berhasil atau tidaknya
pertumbuhan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas X-2 ini juga lihat dari hasil
pengamatan peneliti terhadap aktivitas siswa (diskusi kelompok dan presentasi kelas).
Selanjutnya kombinasi antara performa kualitas jawaban siswa di dalam LKS dan
aktivitas siswa ini yang akan menentukan tingkat keberhasilan penelitian yang sedang
dilaksanakan.
1. 6. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I Pendahuluan. Bab ini terbagi ke dalam beberapa sub bab yakni: latar
belakang masalah, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi istilah, serta sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka. Bab ini memaparkan beragam rujukan teori yang
digunakan sebagai landasan teoritis dalam pengembangan konseptual permasalahan
Bab III Metode Penelitian. Bab ini terbagi ke dalam beberapa sub bab yakni:
metode dan desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, prosedur penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, dan verifikasi data
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memaparkan hasil
penelitian yang didasarkan atas data yang diperoleh selama penelitian dilakukan.
Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini memaparkan keputusan yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan mengenai metode perencanaan penelitian yang akan
dilakukan. Selanjutnya untuk mensistemasikan fokus pembahasan, Bab ini dibagi
menjadi beberapa Sub-Bab, yaitu: A. Metode dan Desain Penelitian; B. Lokasi dan
Subyek Penelitian; C. Prosedur Penelitian; D. Teknik Pengumpulan Data; E. Teknik
Pengolahan dan Analisis Data, serta; F. Verifikasi Data.
3. 1. METODE DAN DESAIN PENELITIAN 3. 1. 1. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini berangkat dari paradigma kualitatif action
research yang berkembang di dalam penelitian studi sosial pada akhir abad ke-20.
Dalam bidang kajian pendidikan, metode ini lebih dikenal dengan istilah Clasroom
Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk membedakannya
dengan model penelitian serupa dalam bidang kajian yang lain (Muslich, 2009: 8).
Ebbut seperti dikutip oleh Hopkins (Wiriaatmadja, 2009: 12),
mengemukakan bahwa ’penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya
perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan
dari tindakan-tindakan tersebut’. Sedangkan Carr dan Kemmis (Natawidjaja, 2008:
146) menjelaskan bahwa:
penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran serta keabsahan dari: (a) praktek-praktek sosial atau kependidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka mengenai praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi kelembagaan tempat praktek-praktek itu dilaksanakan.
Selain itu PTK didefinisikan sebagai:
penelitian yang dilakukan oleh guru secara individual atau kelompok, terhadap masalah pembelajaran yang dihadapinya guna memecahkan masalah tersebut atau menghasilkan model dan prosedur tertentu yang paling cocok dengan cara dia mengajar, cara siswa belajar dan kultur yang sedang berlaku di lingkungan setempat (Supriatna, 2007: 190).
dan menurut Depdiknas (2006), PTK adalah:
sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga pembelajaran siswa dapat ditingkatkan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PTK adalah tindakan
penelitian yang dilakukan secara reflektif dan kolaboratif oleh guru untuk
meningkatkan mutu praktek pembelajarannya di dalam kelas.
Metode PTK dipilih oleh peneliti dengan alasan bahwa; pertama, tema
penelitian sesuai dengan latar belakang dilakukannya PTK menurut Natawidjaja
(2008: 155) yakni ”apabila menghadapi masalah tertentu yang harus segera
wilayah kerja kita”; kedua, peneliti tidak bermaksud hanya mengumpulkan informasi
terhadap fenomena secara deskriptif, atau menyusun generalisasi dengan melakukan
penelitian deduktif, akan tetapi penelitian ini hanya ditujukan untuk memecahkan
permasalahan yang secara spesifik ditemukan di dalam kelas yang sedang menjadi
subjek penelitian.
3. 1. 2. Desain Penelitian
Terdapat beragam model PTK yang disusun oleh para ahli yang merupakan
pengembangan dari siklus dasar action research yang dipelopori oleh Kurt Lewin.
Menurut Wiriaatmadja (2009: 61-71), beragam model PTK tersebut diantaranya
dikemukakan oleh Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis (1980), model Elliot sebagai
revisi dari model Lewin (1991), model Kemmis dan Taggart (1988), model Ebbut
(1993), dan model Mc Kernan (1991).
Penelitian ini akan menggunakan model PTK berpola spiral atau dalam
bentuk pengkajian berdaur siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart
(Wiriaatmadja, 2009: 66-67), dengan pertimbangan bahwa desain ini mempunyai
pola dasar sederhana yang secara umum terdapat dalam siklus PTK, sehingga sudah
terdapat banyak tulisan dari para ahli pendidikan tanah air yang relevan dengan
model ini dan menjadi sumber rujukan peneliti, seperti beragam buku PTK yang
ditulis oleh Suparno (2007), Kunandar (2008), Wiriaatmadja (2009), dan Muslich
Desain PTK dari Kemmis dan Taggart berbentuk langkah multi siklus di
mana dalam setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: Perencanaan (Planning),
Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflection).
Tahapan-tahapan tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Gambar 3. 1.
Bagan PTK Model Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988).
(Diadaptasi dari Wiriaatmadja, 2009: 66)
Berdasarkan gambar di atas, terdapat empat aspek pokok yang terdapat di dalam
PTK, yakni; plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect
(perenungan / refleksi). Adapun penjelasan mengenai empat tahap tersebut adalah:
1. Perencanaan (Planning) : Pada tahap ini peneliti mulai
mengidentifikasi masalah, kemudian merancang suatu kegiatan pembelajaran,
dari mulai penetapan waktu, materi, metode pembelajaran, dan sebagainya.
Pengamat an Pengamata
n
Perencanaa n Ulang Tindaka
n Tindakan
Refleksi Refleksi
Perencanaan Ulang Perencanaa
2. Tindakan (Action) : Tahap ini merupakan implementasi dari berbagai
rencana yang telah dirancang pada tahap sebelumnya.
3. Pengamatan (Observation) : Pelaksanaan pengamatan dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini kolaborator
mengumpulkan berbagai informasi di kelas secara rinci.
4. Refleksi (Reflection) : Pada tahap ini guru dan kolaborator melakukan
evaluasi dari pelaksanaan tindakan, kemudian melakukan refleksi dari hasil
evaluasi untuk tindakan selanjutnya.
3. 2. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 3. 2. 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandung. Sekolah ini terletak di
Jl. Pasirkaliki No. 51 Kota Bandung 40172, Telp (022) 6011309. Pemilihan sekolah
ini didasarkan kepada relasi antara pihak sekolah dan peneliti yang sudah terjalin
cukup baik mengingat sekolah ini merupakan almamater sekolah menengah peneliti
selama tahun 2002 hingga 2005. Dalam langkah menjalin akses dan hubungan
(gaining access and rapport), unsur diterima (being accepted) akan secara mudah
terwujud karena peneliti sudah mengenal secara akrab pihak-pihak yang terdapat di
sekolah ini dari mulai bagian staff pengajar, bagian perpustakaan, bagian Bimbingan
3. 2. 2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas X-2 SMAN 6 Bandung Tahun
Ajaran 2011/2012. Jumlah siswa kelas tersebut adalah 43 orang, terdiri dari 16 orang
laki-laki dan 27 orang perempuan. Kelas X-2 dipilih secara acak untuk menemukan
kekhasan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan permasalahan yang
ditemukan dari hasil pengamatan penulis saat melakukan pra penelitian di kelas
tersebut, mengindikasikan bahwa kelas X-2 belum memiliki kemampuan berpikir
kritis karena guru belum mengembangkan metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan kemampuan tersebut.
3. 3. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Proses pelaksanaan tindakan akan
dilakukan secara bertahap. Jika dalam pelaksanaan satu siklus belum menunjukkan
tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan, kegiatan penelitian akan dilanjutkan pada
siklus yang kedua, dan seterusnya, sampai penelitian menghasilkan peningkatan yang
signifikan dan dianggap berhasil atau telah mendapatkan gambaran hasil yang jelas,
tidak ada lagi hal baru (informasi, data) yang bisa didapatkan, dan sudah mengalami
titik jenuh (saturated).
Prosedur tindakan dimulai dari: (A) Perencanaan, (B) Tindakan, (C)
A. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti secara kolaboratif mengadakan kegiatan sebagai berikut:
1) Melakukan Identifikasi Masalah. Sesuai dengan uraian Latar Belakang Masalah
pada Bab I, dalam pembelajaran sejarah di kelas X-2 SMAN 6 Bandung peneliti
menemukan permasalahan yakni kurangnya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran karena belum diterapkannya metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir siswa.
2) Menganalisis Penyebab Masalah. Setelah melakukan analisis terhadap
permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan bahwa latar belakang dari
permasalahan kurangnya keaktifan siswa disebabkan karena belum
dikembangkannya metode pembelajaran yang dapat menarik keaktifan dan
kemampuan berpikir siswa.
3) Mengembangkan Intervensi / Tindakan. Sebagai tindak lanjut dari penyebab
pemasalahan yang telah ditemukan, maka tindakan selanjutnya adalah
mengupayakan penerapan metode pembelajaran yang dapat menarik keaktifan
dan potensi berpikir siswa dengan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,
dalam hal ini metode pembelajaran yang paling relevan dan feasible (sesuai
pembahasan di dalam Bab I & Bab II) adalah metode pembelajaran Pemecahan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai
berikut:
1) Meminta kesediaan mitra peneliti untuk mengamati proses belajar mengajar yang
akan dilaksanakan. (Penelitian ini akan menempatkan peneliti sendiri sebagai
guru, oleh karena itu peneliti akan berkolaborasi dengan rekan sejawat, yakni
Bpk. Mardiansyah Nugraha, S.Pd untuk menjadi mitra peneliti yang bertugas
mencatat atau merekam proses belajar-mengajar saat penelitian berlangsung,
selanjutnya mitra peneliti ini akan menjadi seorang critical friend yang telah
mampu dan bersedia memberikan saran yang positif bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian.
2) Menyusun kesepakatan dengan guru sejarah di sekolah yang bersangkutan
tentang penentuan waktu penelitian yang akan dilaksanakan. (Guru sejarah yang
dimaksud adalah Ibu Ule Supartini, S.Pd yang bertindak sebagai kolaborator dan
akan ikut serta mengawasi dan membimbing jalannya proses penelitian. Dari
kesepakatan tersebut, waktu penelitian akan dimulai pada bulan September 2011
(Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012).
3) Menentukan bentuk penelitian yang akan dilaksanakan. (Menerapkan metode
Pemecahan Masalah melalui PTK).
5) Menyusun alat ukur yang dapat melihat tingkat efektifitas dan efisiensi metode
yang akan diterapkan serta menyusun indikator perkembangan kemampuan
berpikir kritis siswa.
6) Menyusun alat observasi yang akan digunakan dalam penelitian untuk
mengumpulkan data.
7) Menyusun angket kuesioner yang akan disebarkan kepada siswa.
8) Merencanakan untuk melakukan diskusi bersama kolaborator berdasarkan hasil
pengamatannya berkaitan dengan jalannya proses penelitian.
9) Merencanakan untuk mengolah dan menganalisis data yang diperoleh setelah
penelitian selesai dilaksanakan.
B. Tindakan
Tindakan merupakan tahap implementasi dari berbagai rencana yang telah dirancang
pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, tindakan yang dilakukan meliputi kegiatan
sebagai berikut:
1) Melaksanakan penerapan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran
sejarah sesuai dengan Silabus, RPP, serta metode dan langkah-langkah yang telah
direncanakan.
2) Mengoptimalkan penerapan metode Pemecahan Masalah secara efektif.
C. Pengamatan
Pelaksanaan pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Peneliti
akan melakukan analisa berdasarkan pengamatan terhadap seluruh pelaksanaan
tindakan. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti secara
kolaboratif dalam hal:
1) Menggunakan alat observasi yang telah disusun untuk melihat aktivitas siswa dan
guru saat proses pembelajaran berlangsung.
2) Mengamatai kesesuaian praktek tindakan dengan perencanaan
3) Mengamati kemampuan guru dalam menerapkan metode Pemecahan Masalah
4) Mengamati apakah metode Pemecahan Masalah yang diterapkan dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Refleksi (Reflection)
”Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang
terjadi pada siswa, suasana kelas, dan guru” (Supardi, 2009: 36). Oleh karena itu
refleksi dapat menjadi sarana pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan oleh
peneliti terhadap subjek penelitian yang telah dicatat atau direkam pada tahap
pengamatan. Pada tahap refleksi ini peneliti dan mitra peneliti melakukan evaluasi
dan revisi terhadap seluruh proses penelitian mengenai kekurangan dan kelebihan
dalam melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya. Refleksi yang dilakukan
meliputi kegiatan berikut:
1) Melakukan diskusi antara kolaborator penelitian setelah tindakan dilakukan.
2) Melakukan diskusi dengan siswa berkaitan dengan penerapan metode PBL yang
telah dilaksanakan.
3) Membuat rencana perbaikan terhadap berbagai kekurangan yang ditemukan di
dalam proses penelitian.
4) Melaksanakan pengolahan data dan menganalisis indikator ketercapaian hasil
5) Menyimpulkan hasil evaluasi, apakah penelitian akan dihentikan atau harus
dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
3. 4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan mitra-peneliti secara
kolaboratif. Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2009: 96) menyebutkan tujuh karakter
yang harus dimiliki oleh seorang peneliti as the only human instrument di dalam
penelitian, diantaranya: responsif, adaptif, menekankan aspek holistik,
pengembangan berbasis pengetahuan, memproses dengan segera, klarifikasi dan
kesimpulan, serta kesempatan eksplorasi. Ketujuh karakter ini selanjutnya akan
mendasari peneliti dalam mengumpulkan dan menganalisis data dengan di samping
beberapa teknik pengumpulan data yang secara umum digunakan dalam penelitian
95-130), diantaranya adalah: observasi, wawancara, studi dokumen, dan rekaman visual
serta audio-visual.
1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data terkuat di
dalam penelitian ini. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah observasi terbuka
dan terstruktur. Dalam kegiatan ini observer akan bertindak sebagai partisipan dengan
mengikutsertakan diri dalam berbagai kegiatan siswa. Observasi terbuka dilakukan
oleh observer dengan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung dalam sebuah catatan lapangan (field notes), sedangkan
observasi terstruktur dilakukan oleh guru dan observer untuk melihat aktifitas setiap
kelompok siswa sepanjang proses pembelajaran.
2. Wawancara
Wawancara adalah ”kegiatan yang menuntut peneliti mengadakan
pembicaraan terencana terhadap siswa atau subjek yang diteliti (semua pihak yang
terkait dengan penelitian), dengan pertanyaan lisan yang telah disiapkan untuk
mendapatkan data yang diinginkan” (Suparno, 2007: 50). Penelitian ini akan
menggunakan model wawancara semi terstrukur, yakni:
”bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan/ bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan sendiri selama wawancara berlangsung”. (Wiriaatmadja, 2009: 117)
Pihak yang akan diwawancarai adalah beberapa siswa, guru, atau pihak lain yang
penelitian bersifat dinamis, maka instrumen berupa pedoman wawancara akan
disusun secara fleksibel di tengah proses penelitian.
3. Studi dokumen
Terdapat berbagai dokumen yang dapat menyajikan beragam data berharga
bagi peneliti, diantaranya:
A. Kurikulum dan Silabus.
Peneliti akan mendapatkan guide-line pembelajaran berupa Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam kurikulum standar
yang berlaku, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta
menyesuaikan urutan (sequence) penyampaiaanya dalam silabus. Peneliti juga
akan mengkaji informasi di seputar diskusi-diskusi atau ulasan mengenai
model dan pengembangan kurikulum KTSP tersebut.
B. Arsip Siswa
Arsip siswa yang berisi mengenai data latar belakang sosial setiap murid
didapatkan peneliti atas seijin sekolah. Pengetahuan terhadap hal ini ditujukan
untuk dapat lebih memahami karakteristik individual setiap siswa.
C. Hasil Pekerjaan Siswa
Dalam satu tindakan penelitian, proses pembelajaran di dalam PBL akan
berupa pengajuan masalah dengan beberapa pertanyaan yang harus dijawab
guru. Data dari hasil LKS ini sangat signifikan dalam mengukur derajat
pertumbuhan kemampuan berpikir kritis yang diharapkan.
D. Kuesioner
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disiapkan peneliti untuk siswa
dalam bentuk isian kertas. Pengisian angket kuesioner dikerjakan tanpa
mencantumkan identitas pengisi. Pertanyaan bukan pada isi materi
pembelajaran tetapi pada bagaimana pendapat siswa mengenai proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Angket kuesioner ini akan berupa two-ways survey, yakni ”peneliti
mengadakan angket kepada kelompok subjek, lalu hasilnya dikembalikan
kepada subjek untuk dibicarakan bersama” (Tomal dalam Suparno, 2008: 50).
Model two-ways survey ini dilakukan untuk membangun dialog antara siswa
dan peneliti berkenaan dengan jalannya penelitian.
4. Rekaman visual dan audio-visual.
Peneliti akan menggunakan kamera digital untuk merekam suasana kelas saat
proses tindakan berlangsung. Data yang terkumpul dari foto atau video ini ditujukan
untuk menghidupkan catatan pengamatan serta analisis di dalam proses refleksi.
3. 5. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Kegiatan analisis data harus dilakukan sejak dini, menurut Miles dan
collection and analysis is one that interweaves them from the beginning” (model ideal
dari pengumpulan dan analisis data adalah dengan memulainya dari awal). Oleh
karena itu tahap analisis sebenarnya telah dimulai sejak langkah awal penelitian,
namun kegiatan ini akan lebih dominan dilakukan pada tahap refleksi.
Selanjutnya, teknik mengolah dan menganalisis data yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Membuat matriks. Catatan lapangan yang telah ditulis oleh observer segera
dirapihkan dan diketik ulang secara kolaboratif dalam sebuah matriks yang
berbentuk deskriptif dan kronologis. Dibuat dengan tiga kolom: kode,
deskripsi proses pembelajaran, serta komentar dan analisis.
2. Mengkodifikasi data. Kode tentang hal-hal yang menjadi fokus pengamatan
ditulis di sisi kiri catatan lapangan. Pengkodean dimaksudkan untuk
mereduksi data dalam catatan lapangan yang begitu luas ke dalam fokus
pengamatan dan kategori untuk memudahkan penganalisisan data. Daftar
pengkodean, fokus pengamatan, serta kategori yang akan digunakan adalah
Tabel 3. 1.
Daftar Kodifikasi Data Catatan Lapangan
No. Kode Fokus Pengamatan Kategori Konsep
1 AG-PER Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa untuk belajar Aktivitas Guru Mengembangkan pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
2 AG-BIM Melakukan bimbingan yang
merata terhadap seluruh kelompok diskusi
3 AG-DIS Memandu diskusi kelas
4 AG-LOG Mendorong dialog dengan
pola transaksi
5 AG-END Memberi penjelasan materi yang belum tereksplorasi dalam proses pembelajaran 6 AS-ANTU Antusiasme terhadap
pembelajaran
Aktivitas siswa 7 AS-KERSAM Kerjasama dalam kelompok
8 AS-PEND Keberanian mengeluarkan pendapat
9 AS-PER Perhatian terhadap pendapat orang lain
10 AS-LOG Intensitas dialog dalam diskusi kelas
3. Mengkategorisasi data. Data yang sudah diberi kode selanjutnya dikumpulkan
dalam satu rumpun kode dan kategori untuk dianalisis. Selanjutnya, kumpulan
fokus pengamatan ini akan menunjukkan perkembangan mengenai hal-hal
yang sedang diamati dari satu siklus ke siklus lainnya dan secara langsung
akan menggambarkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan penelitian yang
Setelah mengolah hasil catatan lapangan melalui penyusunan matriks,
kodifikasi, dan kategorisasi, selanjutnya peneliti akan melakukan refleksi terhadap
efektifitas dan efisiensi jalannya proses pembelajaran di dalam kelas. Catatan refleksi
tersebut akan ditampilkan ke dalam bentuk tabel untuk melihat performa aktifitas
[image:35.612.111.529.224.635.2]penelitian dalam setiap siklus, seperti berikut:
Tabel 3. 2.
Refleksi Aktivitas Guru dan Siswa
Kategori Fokus Pengamatan Refleksi
Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa untuk belajar
Aktifitas
Melakukan bimbingan yang merata terhadap seluruh kelompok diskusi Guru Memandu diskusi kelas
Mendorong dialog dengan pola transaksi
Memberi penjelasan materi yang belum tereksplorasi dalam proses pembelajaran
Antusiasme terhadap pembelajaran
Kerjasama dalam kelompok Aktifitas
Siswa
Keberanian mengeluarkan pendapat
Perhatian terhadap pendapat orang lain
Intensitas dialog dalam diskusi kelas
diarahkan kepada pengamatan terhadap aktifitas dialog siswa di dalam kegiatan
diskusi, analisis kuantitatif deskrpistif sederhana terhadap aktifitas kelompok, hasil
jawaban di dalam mengerjakan LKS, dan hasil pengisian kuesioner.
1. Format Penilaian Aktifitas Kelompok
a). Tabel Pedoman diskusi (Diisi oleh guru dan observer selama proses tindakan
[image:36.612.90.556.233.656.2]berlangsung).
Tabel 3. 3. Pedoman Diskusi
Indikator penilaian Kelompok Jml
A B C D
Konten 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Menyimak LKS
Mengidentifikasi permasalahan Mencari informasi
Menyimpulkan pembahasan
Sikap
Bertanya
Menjawab pertanyaan Menyampaikan pendapat Menyimak pendapat orang lain Kelancaran berbicara
Menggunakan bahasa yang baik Memaparkan hasil kajian
kelompoknya
Organisasi
Tanggung jawab individu Aktivitas dalam kelompok Kerja sama
Menyelesaikan tugas kelompok dengan baik
b). Tabel Analisis Pedoman Diskusi
Setelah melakukan observasi terstruktur melalui pedoman diskusi di atas, selanjutnya
peneliti secara kolaboratif melakukan refleksi yang selanjutnya ditulis ke dalam tabel
[image:37.612.105.539.223.650.2]berikut:
Tabel 3. 4.
Analisis Pedoman Diskusi No. Indikator penilaian Jumlah
Score
Keterangan Konten
1 Menyimak LKS 2 Mengidentifikasi
permasalahan 3 Mencari informasi
4 Menyimpulkan pembahasan
Sikap
5 Bertanya
6 Menjawab pertanyaan 7 Menyampaikan pendapat 8 Menyimak pendapat orang
lain
9 Kelancaran berbicara 10 Menggunakan bahasa yang
baik
11 Memaparkan hasil kajian kelompoknya
Organisasi
12 Tanggung jawab individu 13 Aktivitas dalam kelompok 14 Kerja sama
15 Menyelesaikan tugas
c). Tabel Performa Kelompok
Setelah melakukan refleksi terhadap aktifitas siswa, selanjutnya peneliti memberikan
skor kelompok yang dijumlahkan dari Tabel Pedoman Diskusi untuk mengukur
[image:38.612.130.474.219.548.2]perkembangan setiap kelompok sepanjang tindakan penelitian.
Tabel 3. 5. Performa Kelompok
No. Kelompok Jumlah Skor Keterangan
1 A
2 B
3 C
4 D
5 E
6 F
7 G
8 H
2. Format Penilaian Hasil LKS Siswa
a). Tabel Skor LKS per Kelompok
Peneliti memeriksa hasil pengerjaan LKS siswa dan memberikan skor indikator
perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa, lalu ditampilkan ke dalam table
Tabel 3. 6. Hasil Skor LKS
No Nama
Kelompok Kriteria Jumlah Skor Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3
Skor Skor Skor
1. Kelompok A 2. Kelompok B 3. Kelompok C 4. Kelompok D 5. Kelompok E 6. Kelompok F 7. Kelompok G 8. Kelompok H
b). Tabel Hasil LKS Rata-rata per Indikator
Setelah dilihat jumlah skor perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa pada
setiap kelompok, peneliti merata-ratakan kemampuan berpikir kritis siswa per
[image:39.612.117.528.135.700.2]indikator dalam tabel berikut:
Tabel 3. 7.
Skor Rata-rata LKS per-Indikator
Indikator Kemampuan Rata-rata
Siswa 1 Kemampuan mengidentifikasi
masalah
2 Kemampuan mengajukan solusi
terhadap masalah dengan mendapatkan dan menyusun informasi yang relevan
Jumlah skor seluruh kelompok siswa kemudian dirata-ratakan dan dibuat tampilan
hasilnya secara multi siklus, untuk melihat performa perkembangan kemampuan
berpikir kritis tersebut sepanjang proses penelitian.
Skor rata-rata
kemampuan berpikir kritis siswa =
siswa Jumlah
siswa seluruh skor
Jumlah
[image:40.612.108.516.197.597.2]Contoh display perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam multi siklus:
Gambar 3. 2.
Diagram Perkembangan Skor Rata-rata LKS Multi siklus
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4
3. Format Penilaian Angket Kuesioner
Mengelompokkan jawaban siswa ke dalam kelompok pendapat atau
[image:41.612.115.504.220.668.2]komentar: positif; negatif; biasa saja, dan; abstain ke dalam tabel seperti berikut:
Tabel 3. 8.
Persentase Kelompok Jawaban Siswa
Jenis komentar Persentase (%) Jumlah Siswa
Positif ... ...
Negatif ... ...
Abstain ... ...
Jumlah 100% 41
Contoh display perkembangan komentar siswa dalam multi siklus:
Gambar 3. 3.
0 10 20 30 40 50 60 70
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 siklus 4
Positif
Negatif
3. 6. VERIFIKASI DATA
Terdapat beragam upaya yang diajukan oleh para ahli untuk dapat
memverifikasi model penelitian kualitatif, diantaranya yang dikemukakan oleh Guba
(Suparno, 2008: 64) mengenai kriteria kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas,
dan konfirmasbilitas, atau yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (Wiriaatmadja,
2009: 164-168) mengenai validasi hasil, proses, demokratis, katalistik, dan dialog.
Serta beberapa ahli lain yang mengajukan kriteria validasi serupa seperti Maxwell,
Anderson, Wolcott, Schwalbach, dan lain-lain. (Suparno, 2008; Wiriaatmadja, 2009).
Di dalam penelitian ini, upaya verifikasi yang paling memungkinkan dilakukan
adalah bentuk validasi yang dikemukakan oleh Hopkins (Wiriaatmadja, 2009:
168-171), yakni sebagai berikut:
a. Member check, yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau
informasi data yang diperoleh selama obervasi atau wawancara sehingga
dapat dipastikan keajegannya dan terperiksa kebenarannya. Dalam proses ini,
data atau informasi tentang seluruh pelaksanaan tindakan yang diperoleh
peneliti dan mitra peneliti dikonfirmasikan kebenarannya kepada guru kelas
melalui diskusi balikan (refeksi kolaboratif) pada setiap akhir pelaksanaan
tindakan dan pada akhir keseluruhan pelaksanaan tindakan.
b. Triangulasi, yaitu membandingkan data yang diperoleh dari beberapa
perspektif; dalam hal ini bisa dengan membandingkan sudut pandang guru /
2009) terhadap jalannya proses penelitian. Guru berperan memberikan data
atau informasi mengenai pelaksanaan tindakan dengan melakukan
refleksi-kolaboratif pada saat diskusi balikan di setiap akhir siklus tindakan, peneliti
mitra memberikan data atau informasi tentang pelaksanaan tindakan yang
diperoleh dari hasil rekaman dan catatan dalam tahap pengamatan, dan siswa
berperan dalam memberikan data atau informasi mengenai pelaksanaan
tindakan dengan memberikan jawaban dalam kuesioner pada setiap akhir
pelaksanaan tindakan, serta melalui wawancara terhadap beberapa orang
siswa yang dianggap dapat memberikan informasi yang penting bagi peneliti.
c. Audit trail, yaitu mencek kebenaran hasil penelitian sementara beserta
prosedur dan pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikan pada
bukti-bukti temuan yang telah diperiksa, dan dicek kesahihannya pada sumber data
tangan pertama. Proses ini juga dilakukan dengan mengkonfirmasikan atau
mendiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa jurusan pendidikan sejarah
UPI yang sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
d. Expert opinion, yaitu meminta nasehat kepada para pakar atau ahli dalam hal
ini dosen pembimbing penelitian di Perguruan Tinggi.
3. 7. INTERPRETASI DATA
Hopkins (Wiriaatmadja, 2005: 186) menjelaskan bahwa interpretasi data di
sudah sahih kepada teori yang menjadi kerangka pemikiran sehingga dapat bermakna.
Pada penelitian ini, tahap interpretasi data dilakukan secara menyeluruh terhadap
sejumlah tindakan yang telah dilakukan dengan menginterpretasikan temuan-temuan
penelitian berdasarkan kerangka teoritik yang telah disusun. Pada akhirnya, hasil
interpretasi ini diharapkan dapat mempunyai manfaat yang cukup berarti sebagai
bahan untuk kegiatan tindakan selanjutnya, atau untuk kepentingan peningkatan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan hasil pengolahan
pada Bab IV, penelitian yang telah dilakukan di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, menerapkan metode Pemecahan Masalah untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif apabila
guru mampu mendesain bentuk perencanaannya yang tepat dan efisien. Pada awal
perencanaan penerapan metode Pemecahan Masalah guru akan selalu berhadapan
dengan sebuah hal penting, yakni memilih topik permasalahan yang tepat dengan
memperhitungkan ketersediaan waktu yang tersedia. Pemilihan topik masalah
menjadi sebuah hal penting karena akan menentukan tingkat keberhasilan
pembelajaran. Masalah yang diajukan harus berkaitan dengan materi kurikulum yang
sedang dipelajari, di samping harus mempunyai tingkat kesulitan pemecahan masalah
yang sesuai dengan kemampuan siswa sebagai subjek pembelajaran. Selanjutnya
yang harus diperhatikan adalah pengalokasian waktu pembelajaran, jam pelajaran
yang tersedia harus dialokasikan secara tepat sehingga tahapan pembelajaran
pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan baik dan efisien. Setelah hal tersebut
diperhitungkan, tahap perencanaan selanjutnya dilaksanakan dengan menyusun
ini guru harus mampu mendesain skenario pembelajaran yang akan dilakukan, selain
menyusun alat ukur evaluasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Kedua, penerapan metode Pemecahan Masalah untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan melalui penggunaan media dan
metode pembelajaran yang beragam. Penggunaan media pembelajaran seperti maket,
slide show dan video dalam menyajikan permasalahan di dalam kelas dapat membuat
kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, di samping itu pengembangan metode
seperti diskusi kelompok dan presentasi kelas dapat lebih mengkondisikan kegiatan
pembelajaran menjadi lebih aktif. Pada akhirnya penerapan metode pembelajaran
Pemecahan Masalah dapat membawa perubahan pada gaya belajar siswa di dalam
kelas. Siswa mulai dibiasakan untuk mengembangkan aktifitasnya secara mandiri,
menjadi partisipan yang aktif di dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan menjadi
pembelajar kritis yang mampu mengolah kemampuan berpikirnya secara lebih baik.
Selain itu pengembangan metode Pemecahan Masalah dengan pola diskusi kelompok
telah meningkatkan kemampuan solidaritas siswa, kesadaran untuk bertindak
kooperatif di dalam menghadapi suatu tantangan, dan kesadaran akan pentingnya
semangat bekerja-sama dalam memecahkan sebuah permasalahan.
Ketiga, pembelajaran sejarah dengan menerapkan metode Pemecahan
Masalah telah mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Beragam
aspek untuk mengamati kemampuan berpikir kritis siswa adalah: memfokuskan
suatu penjelasan atau pernyataan, serta mengenali masalah, menemukan cara yang
dapat dilakukan untuk menghadapi masalah, mendapatkan / menyusun informasi
yang berhubungan, dan menarik kesimpulan. Dari berbagai data observasi yang
berhasil dikumpulkan dan diolah secara reflektif dan kolaboratif, menunjukkan
bahwa beragam aspek yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis tersebut sudah
berhasil dikembangkan dengan skala yang terus meningkat dan cukup positif di
sepanjang proses pembelajaran.
Keempat, penerapan metode Pemecahan Masalah tidak terlepas dari
kendala-kendala teknis di dalam pelaksanaannya. Kendala tersebut diantaranya adalah: a).
Alokasi jam pelajaran sejarah di sekolah yang umumnya sangat terbatas, sehingga
guru seringkali kesulitan untuk dapat berkreasi dengan menerapkan metode
pembelajaran alternatif yang baru dan inovatif. Di dalam pelaksanaan penelitian, hal
ini telah diantisipasi dengan menambah jam pelajaran 1 x 45 menit atas kompromi
peneliti dengan guru yang memegang jam pelajaran tersebut; b). Selanjutnya kendala
teknis penerapan metode Pemecahan Masalah adalah pemikiran guru yang masih
menganggap kegiatan belajar mengajar adalah proses penyampaian materi yang
dilakukan secara teknis dan kaku. Hal ini telah menghambat pengembangan metode
alternatif yang akan lebih banyak mengkaji materi secara kritis dan interpretatif
dengan menemukan berbagai hal-hal baru sepanjang kegiatan pembelajaran. Di
dalam penelitian ini, permasalahan tersebut diantisipasi dengan upaya peneliti untuk
bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah ini hanya dilakukan di dalam proses
tindakan penelitian yang akan menggunakan tiga sampai lima pertemuan saja,
sedangkan pertemuan sisanya tetap dilakukan dengan metode umum seperti ceramah
dan tanya jawab; c). Selanjutnya kendala terakhir adalah seringnya guru (peneliti)
mengalami kesulitan dalam menyusun format LKS atau desain permasalahan yang
akan dibahas di dalam kelas. Proses penelitian ini sendiri memakan waktu yang
cukup lama karena peneliti perlu terus merevisi ulang perangkat pembelajaran yang
akan dilaksanakan, seperti RPP dan LKS agar menjadi lebih baik dan tepat. Hal ini
dapat diantisipasi dengan keseriusan peneliti untuk terus menerus melakukan evaluasi
yang reflektif sehingga pada akhirnya dapat benar-benar menguasai penerapan
metode Pemecahan Masalah ini dengan lebih baik.
5. 2. SARAN
Sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan baik di
lapangan maupun secara teoritis, maka beberapa hal yang menjadi saran penelitian
adalah sebagai berikut:
Pertama, metode Pemecahan Masalah dapat dijadikan sebagai metode
alternatif di dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Metode Pemecahan Masalah tidak
mengorientasikan pembelajaran di seputar menghafal fakta-fakta materi, tetapi lebih
kepada upaya untuk memaknai fakta-fakta tersebut secara kritis dan interpretatif. Hal
ini yang seharusnya membuat metode Pemecahan Masalah menjadi sesuatu hal baru
kelas. Dalam pelaksanaannya, metode Pemecahan Masalah dapat dikembangkan
dengan metode diskusi kelas, karena hal penting dari pembelajaran pemecahan
masalah adalah adanya proses kerja sama dan saling bertukar pikiran (sharing) di
antara para siswa. Diskusi kelas yang dibimbing dengan baik oleh guru akan melatih
siswa untuk dapat belajar secara mandiri, selain meningkatkan keaktifan dan
kemampuan berpikir mereka.
Kedua, kemampuan berpikir kritis adalah bekal penting yang harus dimiliki
oleh siswa dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan dunia yang semakin
pesat. Dalam hal ini, penerapan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 sudah
terbukti dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini bisa menjadi
pertimbangan bagi guru sejarah di sekolah lain untuk dapat menerapkan dan
mengembangkan metode Pemecahan Masalah demi menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis siswa mereka.
Ketiga, sebelum menerapkan metode Pemecahan Masalah, guru sebaiknya
memahami konsep, karakteristik, serta langkah-langkah atau tahapan dari metode ini
dengan baik, sehingga aktifitas guru dan siswa di dalam proses pembelajaran dapat
lebih terarah dan menjadi efektif. Di samping itu, dalam mengembangkan metode
pembelajaran Pemecahan Masalah, guru sebaiknya dapat menjadi fasilitator,
Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran (diskusi) menjadi menarik dan dapat
berjalan secara dinamis. Selain itu sikap responsif guru diperlukan untuk membantu
siswa mengatasi kesulitan atau kendala pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Keempat, guru harus dapat lebih memaksimalkan penggunaan atau
pemanfaatan media pembelajaran. Kreatifitas guru di dalam membuat variasi
kegiatan pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih mudah dan tidak sulit
untuk diikuti oleh siswa, selain menjaga agar penerapan metode ini tidak cepat
membosankan. Dari banyak jenis media pembelajaran yang dapat dikembangkan di
dalam kelas, media untuk memberikan wacana permasalahan kepada siswa adalah
yang paling harus diperhatikan. Pada penelitian ini media tersebut memakai LKS
yang berisi artikel dan gambar. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya,
tentu saja media pembelajaran tersebut dapat dibuat dengan lebih kreatif dan
bervariasi.
Kelima, pihak sekolah sebaiknya mendukung dan memberikan kemudahan
kepada upaya guru untuk dapat menerapkan metode-metode belajar baru yang
inovatif. Metode pembelajaran inovatif seperti metode Pemecahan Masalah, telah
terbukti dapat meningkatkan kualitas belajar siswa di dalam kelas. Terlepas dari
segala kesulitan dan kendala yang terjadi di dalam pelaksanaannya, guru harus dapat
menerapkan metode belajar yang inovatif tersebut untuk meningkatkan kualifikasi
Demikian kesimpulan dan saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti.
Penelitian ini bukan merupakan hasil yang sempurna, karena tidak terlepas dari
keterbatasan kemampuan dan wawasan peneliti di dalam mendeskripsikan dan
membahas permasalahan penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi
manfaat bagi perkembangan kualitas pembelajaran sejarah di kelas X-2 SMAN 6
Bandung yang menjadi subjek penelitian, dan lebih jauhnya dapat menjadi manfaat
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arends, R. I. (2008). ”LEARNING TO TEACH: Belajar Untuk Mengajar”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S., Suhardjono, Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Budiningsih, C. A. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Djamarah, S.B, Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Fisher, A. (2001). Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press
Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press
Johnson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Kock, H. (1994). Saya Guru yang Baik?. Yogyakarta: Kanisius
Kunandar. (2008). ”Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru”. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nuryatno, M.A. (2008). Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book
Suparno, P. (2008). “Riset Tindakan Untuk Pendidik”. Jakarta: Grasindo
Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press
Maksum, A. dan Ruhendi, L.Y. (2004). Paradigma Pendidikan Universal di Era
Modern dan Post-modern: Mencari ”Visi Baru” atas ”Realitas Baru” Pendidikan Kita. Yogyakarta: IRCiSod
Wena, M. (2009). ”Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional”. Jakarta: Bumi Aksara
Wiriaatmadja, R. (2009). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Artikel (Karya Ilmiah)
Abdulkarim, A. (2008). ”Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 16, (30), 7-17.
Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/1007arief3.html [25 september 2010]
Duch, J. B. (1995). Problem Based Learning: The Power of Student Teaching
Student. [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu/PBM/cte/jan95-phys.html
[27 Agustus 2009].
Dasna, I W. dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20% 20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/195704081984031%20%20DADA NG%20SUPARDAN/ [25 September 2010].
Hasan, S. H. (2008). Problematika Pendidikan Sejarah. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2 0SEJARAH/194403101967101%20-%20SAID%20HAMID%20HASAN/ Makalah/. [25 September 2010]
________________. (2008). ”Pengembangan Kompetensi Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran Sejarah”. Makalah disampaikan pada Seminar IKAHIMSI di
UPI, 8 April 2008.
Hoerudin, C. W. (2010). ”Pengembangan Membaca Kritis Melalui Penerapan Model
Kamarga, H. (2009). ”Pengembangan Social & Academic Skills melalui Model Social Inquiri dalam Interaksi Belajar-Mengajar Sejarah”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH /195609021987032%20%20HANSISWANY%20KAMARGA/KARYA%20 TULIS%20ARTIKEL/. [25 September 2010]
Kusmarni, Y. (2010). ”PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL IPS: Menjadikan
Pembelajaran IPS Bermakna”. [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2
0SEJARAH/196601131990012%20-%20YANI%20KUSMARNI/ [25
September 2010]
Mills. D. (2008). Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2
0SEJARAH/195704081984031%20%20DADANG%20SUPARDAN/ [25
September 2010].
Natawidjaja, R. (2008). ”Konsep Dasar Penelitian Tindakan: Sebuah Pengantar”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi
Zainul, M.Ed. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI
Sjamsudin, H. (2008) ”Pembelajaran Sejarah: Refleksi dan Prospek”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi Zainul