• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting keberhasilan suatu

negara. Negara–negara di dunia bersaing untuk dapat mewujudkan kesejahteraan

ekonomi negaranya. Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat

banyak negara, termasuk Indonesia dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus

globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti “peringkasan” atau

“perapatan” dunia (compression of the world) di bidang ekonomi.1

Sejalan dengan jumlah penduduk yang semakin berkembang pesat,

tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang menunjang masyarakat juga

mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong beberapa pihak baik swasta

maupun pemerintah untuk melakukan pembangunan terutama di bidang

perumahan. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Pemukiman secara tegas disebutkan bahwa negara

bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui

penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman agar masyarakat mampu

bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam

perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.

(2)

Kebutuhan mengenai tempat tinggal di kota-kota besar berbanding terbalik

dengan ketersediaan lahan atau tanah untuk pembangunan perumahan. Menyiasati

problema mengenai hal tersebut, beberapa kota besar di berbagai negara di dunia

memilih model pembangunan kompleks perumahan secara bertingkat (vertical). Pemenuhan hak atas rumah ini merupakan masalah nasional yang dampaknya

sangat dirasakan masyarakat di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari

masih banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum dapat

menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan

terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah

satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari

pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.2 Bangunan rumah bertingkat (vertical) belakangan ini marak dilakukan di Indonesia, yaitu dalam bentuk apartemen atau rumah susun.

Bisnis properti kini menjadi trend yang diminati banyak orang sebagai

investasi jangka panjang. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya permintaan jumlah

gedung perkantoran, pertokoan, pembangunan perumahan, apartemen atau rumah

susun yang terus melesat.3 Meningkatnya eksistensi bisnis properti dan

kecenderungan pemerintah serta stake holder mengembangkan bangunan vertical

yaitu rumah susun atau apartemen menjadi solusi di beberapa wilayah negara

Indonesia yang mengalami keterbatasan lahan pemukiman dikarenakan

meningkatnya jumlah penduduk atau populasi, sehingga diperlukan ketersediaan

2 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Penjelasan Umum.

(3)

rumah susun sebagai tempat tinggal maupun untuk sentra niaga bisnis dan

lainnya.4 Pembangunan rumah susun ini diharapkan mampu mendorong

pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas

permukiman.

Di negara lain model pembangunan kompleks perumahan secara

bertingkat (vertical) ini juga kerap dipilih untuk dapat memenuhi kebutuhan hunian atau tempat tinggal bagi masyarakat kota, yakni dalam bentuk flat, strata title, maupun apartemen. Maraknya pembangunan model perumahan sudah barang tentu menimbulkan implikasi dari sisi hukum.

Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

alinea keempat ialah “memajukan kesejahteraan umum”. Makna memajukan

kesejahteraan umum ini dapat didefinisikan sebagai meningkatkan kondisi yang

tenteram di bidang ekonomi bagi rakyat. Memajukan kesejahteraan umum dan

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merupakan cita-cita yang

berangkat dari bidang perekonomian Indonesia. Bertitik tolak dari cita-cita inilah

maka visi hukum ekonomi harus menunjukkan hukum yang bersifat akomodatif

terhadap perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, yaitu suatu keadilan

yang proporsional dalam masyarakat.5

Kegiatan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang

kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu kegiatan jasa, produksi,

distribusi, pemasaran, dan lain-lain. Dengan karakteristik tersebut,

4Ibid.

(4)

kegiatan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan sehingga kegiatan-kegiatan

ekonomi bisa berjalan tertib, lancar, dan seimbang. Dan peraturan-peraturan

tersebut merupakan hukum, karena secara umum hukum mempunyai tujuan untuk

menciptakan keseimbangan kepentingan, berupa kepastian hukum sehingga

terwujud keadilan yang proporsional dalam masyarakat sejahtera.6

Perkembangan terjadi pada pengaturan tentang rumah susun, diawali

dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2

Tahun 1984 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta

Pemisahan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 1985 tentang Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 4 Tahun 1988, kemudian dikeluarkan pula Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara

Pengisian serta Pendaftaran Akta Rumah Pemisahan Akta Rumah Susun,

kemudian dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4

Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Tanah serta

Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan

pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Rumah

Susun, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 yang

mengatur teknis pembangunan Rumah Susun, sampai pada akhirnya

dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun,

peraturan inilah yang sampai sekarang menjadi acuan bagi segala sesuatu yang

berkaitan dengan rumah susun.

(5)

Mengenai rumah susun dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 tentang Rumah Susun dinyatakan bahwa :

“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”7

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa rumah susun

merupakan bangunan bertingkat yang dihuni bersama dan merupakan satuan yang

dapat dimiliki secara terpisah. Beberapa jenis rumah susun yang dikenal di

Indonesia, yaitu rumah susun, apartemen, condominium, ketiganya termasuk dalam tipe flat, town house (pembangunan secara vertical). Pada dasarnya ketiganya memiliki fungsi yang sama, rumah susun merupakan hasil terjemahan

dari condominium dan apartement itu sendiri.

Secara sederhana pelaku dalam rumah susun/apartemen terbagi dalam 4

(empat) agen, yakni sebagai berikut:8

1. Pengembang (developer), yakni seseorang atau perusahaan yang mengharapkan keuntungan dengan kegiatan pengembangan rumah

susun/apartemen.

2. Pengguna (user), yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan atau memiliki rumah susun/apartemen.

7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, BAB I Pasal 1 ayat (1).

(6)

3. Investor, yakni seseorang atau perusahaan yang mengharapkan

keuntungan dari modal yang ditanamkan untuk berinvestasi rumah

susun/apartemen.

4. Spekulator, yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh

keuntungan dari spekulasi penempatan modal dalam investasi rumah

susun/apartemen.

Selain itu masih ada beberapa faktor lain yang terlibat dalam dunia rumah

susun/apartemen seperti banker; pengacara atau konsultan hukum yang terkait

dengan keabsahan transaksi, pihak asuransi, dan lain-lain.

Pemerintah Indonesia dalam hal kepemilikan apartemen menyatakan

bahwa dalam hukum Indonesia dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen

secara individual. Pada dasarnya terkait dengan siapa-siapa saja yang dapat

memiliki rumah susun/apartemen akan senantiasa mengacu kepada

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA). Dalam UUPA dikenal prinsip nasionalitas yang diatur pada pasal 9 ayat

(1) yang menyatakan bahwa “hanya warga negara indonesia yang dapat memiliki

hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa”, sementara itu

hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada

orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah

dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya

badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).9

(7)

Kepemilikan rumah susun/apartemen di Indonesia sendiri pada umumnya

dapat dimiliki oleh perseorangan, orang asing, maupun badan hukum, namun ada

hal-hal yang membatasi tentang rumah susun yang bagaimana yang dapat dimiliki

oleh perseorangan, orang asing maupun badan hukum seperti halnya rumah

susun/apartemen yang dibangun di atas tanah hak milik, maka yang dapat

memiliki satuan apartemen hanya perseorangan warga negara Indonesia atau

badan hukum tertentu, terbatas pada bank pemerintah, badan keagamaan, atau

badan sosial. Jangka waktu penguasaannya tidak dibatasi oleh jangka waktu

tertentu sehingga dapat beralih dan dialihkan dari satu generasi ke generasi

berikutnya tanpa memerlukan proses perpanjangan hak. Apabila apartemen

dibangun di atas tanah hak guna bangunan, maka yang dapat memiliki satuan

apartemen adalah perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Adapun

jangka waktu penguasaannya paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk

jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu

paling lama 30 tahun. Apabila apartemen yang dibangun di atas tanah hak pakai

atas tanah negara, maka yang dapat memiliki adalah perseorangan warga negara

Indonesia, perseorangan warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia,

badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia, perwakilan negara asing, badan internasional, Lembaga Pemerintah,

dan Pemerintah Daerah. Jangka waktu untuk hak pakai ini paling lama 25 tahun,

dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat

(8)

yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak

pengelolaan, perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai sangat bergantung

pada persetujuan dari pemegang hak pengelolaannya. Tidak ada jaminan bahwa

permohonan perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai akan disetujui.10 Pembangunan suatu apartemen akan senantiasa berhubungan dengan

pelaku usaha dan konsumen, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pasal 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menyatakan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.”11

Konsumen yang akan membeli rumah susun/apartemen sebelum

pembangunan rumah susun dilakukan, akan melewati tahap awal yakni dengan

melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pihak pelaku

pembangunan dan/atau agen pemasaran yang melakukan pemasaran apartemen

dimana segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen

pemasaran akan mengikat dengan konsumen. Sedangkan konsumen yang akan

membeli rumah susun/apartemen setelah pembangunan selesai, maka dilakukan

melalui Akta Jual Beli (AJB).12 Pengembang (developer) yang membangun suatu

rumah susun/apartemen akan terus berusaha untuk melakukan berbagai cara agar

10 http://www.kompasiana.com/septiannugroho/teliti-sebelum-membeli-waspadai-alas-hak-apartemen-anda_54f38280745513792b6c78eb, “Ragam Alas Hak Kepemilikan Apartemen”,

(diakses pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 22:46 WIB)

11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (2).

(9)

produk (rumah susun/apartemen) dapat terjual habis di masyarakat. Banyak cara

yang dapat dilakukan oleh pengembang (developer) untuk menjual rumah susun/apartemen.

Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang (developer) untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Pada umumnya, pemasaran

apartemen dilakukan dengan menggunakan iklan atau brosur sebagai sarana

mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan oleh

pengembang kepada konsumennya. Kegiatan promosi sendiri dilakukan oleh

pengembang untuk mengenalkan atau menyebarluaskan informasi dari produk

yang telah dibuat oleh pengembang (developer). Iklan melalui brosur tersebut, juga ditujukan untuk menarik minat beli konsumen terhadap produk yang

diperdagangkan, dalam hal ini adalah rumah susun/apartemen.

Alasan masyarakat membeli perumahan dari pengembang adalah

masyarakat dapat memperoleh rumah susun/apartemen secara lebih cepat, lebih

terjangkau, tidak repot, dapat memilih unit yang sesuai dengan keinginan, dan

mendapat fasilitas umum maupun fasilitas sosial.

Namun kepercayaan masyarakat seringkali disalahgunakan oleh

pengembang (developer). Dalam melakukan penawaran rumah susun/apartemen tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang (developer) terlalu berlebihan sehingga membuat konsumen sangat tertarik atau mungkin bahkan

justru membingungkan bagi konsumen sendiri.

Begitu tendensiusnya pemasaran, tidak jarang informasi yang disampaikan

(10)

padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) dengan pengembang, atau bahkan sudah akad kredit dengan bank

penyedia jasa kredit kepemilikan rumah. 13Dan pada akhirnya mengakibatkan banyak konsumen yang merasa dirugikan atas itikad buruk pengembang atas

penawarannya.

Dampak yang paling nyata banyak terjadi akibat dari ketidaksesuaian

penawaran pengembang (developer) dengan realita adalah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, diantaranya hak-hak individual konsumen rumah

susun/apartemen. Pelanggaran tersebut antara lain berupa mutu bangunan di

bawah standar, ukuran luas bangunan tidak sesuai dan lain sebagainya. Selain

pelanggaran hak-hak konsumen, dapat pula timbul pelanggaran yang lain yaitu

mengenai pelanggaran hak-hak kolektif konsumen rumah susun/apartemen.

Pelanggaran tersebut seperti tidak dibangunnya fasilitas sosial dan/atau fasilitas

umum, sertifikasi hak kepemilikan atas satuan rumah susun/apartemen, apartemen

fiktif, banjir, dan soal kebenaran klaim atau informasi dalam iklan, brosur,

pameran rumah susun / apartemen serta sarana promosi lainnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen memberikan kewajiban-kewajiban kepada pelaku usaha dalam

melakukan kegiatan usaha, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Kewajiban-kewajiban pelaku usaha secara tegas ditentukan pada Pasal 7 huruf b

dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yang menyatakan:

(11)

Pasal 7 huruf b:

“Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;”

Pasal 7 huruf d:

“Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;”

Dari ketentuan pasal-pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha

wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat

mewujudkan keseimbangan perlindungan bagi kepentingan konsumen. Berbagai

masalah yang timbul akibat ketidaksesuaian antara iklan dan realisasinya ini,

mengakibatkan banyak konsumen yang merasa bahwa hak-hak nya selaku

konsumen telah dirampas.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penyusunan

sebuah skripsi dengan judul: “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen

Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun”.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi

permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran

(12)

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat

beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun

permasalahan yang akan dibahas, antara lain:

1. Bagaimanakah aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti?

2. Bagaimanakah kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun?

3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap

penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer)?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Kegiatan penelitian yang dilakukan pasti memiliki suatu tujuan yang

hendak dicapai. Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga

dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari

penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti.

2. Mengetahui kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

3. Mengetahui penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap

penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer).

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan,14 sehingga

(13)

harapan penulis agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca, adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum,

memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi

penulis dan pembaca, khususnya mengenai keberadaan rumah

susun/apartemen di Indonesia sehingga dapat membantu dalam kasus-kasus

yang berkaitan dengan rumah susun/apartemen. Selain itu juga untuk

membuka khasanah berpikir penulis dan pembaca mengenai peran penting

dari suatu iklan sebagai sarana promosi dalam jual beli apartemen, sehingga

mampu menjadikan suatu perlindungan hukum bagi konsumen apartemen

apabila terjadi suatu permasalahan terkait dengan kedudukan iklan sebagai

sarana promosi.

2. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

masyarakat yang bergelut dalam bidang properti serta memberikan

masukan-masukan, solusi, atau pandangan kepada calon konsumen dalam membeli

produk-produk apartemen sehingga calon konsumen dapat berpikir kritis dan

tidak asal menerima begitu saja produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap

(14)

D. Keaslian Penulisan

Sebelum melakukan penulisan skripsi yang berjudul “Kedudukan Iklan

Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun”. Penulis terlebih dahulu telah melakukan penelusuran

pada perpustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh

penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung

tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini

merupakan implikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga

dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu,

semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain,

baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan

mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap. Setelah dilakukan

pemeriksaan, selanjutnya perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara mengeluarkan surat pada tanggal 27 Mei 2016 yang menyatakan tidak ada

judul yang sama, namun judul skripsi ini memiliki kesamaan topik dengan

beberapa judul skripsi. Adapun judul skripsi yang dimaksud adalah:

1. Nama : Suriyanti

NIM : 990200178

Judul : Aspek Yuridis Perjanjian Pemasangan Iklan (Studi Kasus

Pemasangan Iklan di Radio Prapanca FM – Medan)

(15)

NIM : 980200098

Judul : Akibat Hukum Dari Iklan Yang Dapat Merugikan Konsumen

3. Nama : Rabithah Khairul

NIM : 090200321

Judul : Tinjauan Atas Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman

yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun

terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang

dilakukan dengan judul “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau

Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun” secara

khusus membahas tentang bagaimana kedudukan iklan itu dalam terselenggaranya

jual beli apartemen ditinjau dari Undang-Undang Rumah Susun. Sedangkan

ketiga judul diatas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas

mengenai perjanjian pemasangan iklan pada radio Prapanca FM Medan. Judul

kedua membahas mengenai akibat hukum dari iklan ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan judul ketiga

membahas tentang penyediaan perumahan dan pemukiman yang layak huni bagi

masyarakat berpenghasilan rendah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun

(16)

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis dalam skripsi ini

adalah:

1. Iklan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberikan definisi

terhadap iklan, yakni:

“1. Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai

agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan; 2. pemberitahuan kepada

khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media

massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum;”

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlidungan

Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) memberikan ketentuan mengenai

iklan bagi pelaku usaha, pasal 7 huruf b UUPK menyatakan:

“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;”

Berkaitan dengan hal diatas maka setiap pelaku usaha wajib memiliki

sifat yang kooperatif sehingga konsumen tidak dirugikan dengan

ketidakjelasan iklan yang diberikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UURS) memuat

pengaturan mengenai pemasaran produk yang dibangun oleh pelaku usaha

(dalam hal ini developer).

Pasal 42 ayat (1) UURS menyatakan:15

(17)

“Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.”

Pasal 42 ayat (2) UURS menyatakan:

“Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:

a. kepastian peruntukan ruang; b. kepastian hak atas tanah;

c. kepastian status penguasaan rumah susun; d. perizinan pembangunan rumah susun; dan

e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.”

Pasal diatas dapat menjadi batasan bagi pelaku usaha (developer) dalam menerbitkan iklan untuk disebarkan kepada masyarakat guna tertib

terhadap peraturan yang berlaku serta dapat terhindar dari pelanggaran norma

hukum. Pengaturan ini juga mengatur kepada pelaku usaha (developer) untuk senantiasa memberikan informasi yang benar dan baik kepada konsumen.

2. Rumah Susun

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun

dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,

benda-benda bersama dan tanah bersama.16

Satuan Rumah Susun (SRS) adalah Bagian-bagian dalam rumah susun

yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. SRS harus mempunyai

Bab V, Pasal 42 ayat (1) dan (2).

(18)

sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh

melalui SRS yang lain.17

Menurut Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang

Rumah Susun menyebutkan bahwa Hak Milik atas satuan rumah susun

meliputi hak kepemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak

bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda dan hak

bersama atas tanah yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak yang

secara fungsional tidak terpisahkan.18 Berikut merupakan penjelasan mengenai hak-hak bersama:19

a. Bagian bersama

Adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki bersama secara

tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah susun dan

diperuntukkan pemakaian bersama, seperti: lift, tangga, lorong,

pondasi, atap bangunan, ruang untuk umum dan lain-lain.

b. Tanah bersama

Adalah sebidang tanah tertentu di atas mana bangunan rumah susun

yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan

luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik satuan rumah susun

yang ada di lantai dasar. Melainkan, seperti halnya “bagian bersama”,

17 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. Kesepuluh, Ed. Revisi, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 349.

18 Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Cet. Pertama, (Medan : USU Press, 2006), hlm. 121

(19)

juga merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah susun

dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan.

c. Benda bersama

Adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang buka merupakan

bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi

berada di atas “tanah bersama” dan diperuntukkan bagi pemakaian

bersama. Seperti bangunan tempat ibadah, lapangan parkir, olahraga,

pertamanan, tempat bermain anak-anak dan lain-lainnya. Benda-benda

tersebut juga merupakan milik bersama yang tidak terpisah dari semua

pemilik satuan rumah susun.

Dalam memanfaatkan satuan rumah susun, tentunya para penghuni

memiliki hak, kewajiban dan larangan yang harus dilaksanakan dan ditaati.

Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan

rumah susun adalah:20

a. Hak penghuni satuan rumah susun:

1) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian

bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib;

2) Mendapat perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran

rumah tangga;

3) Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan

penghuni;

(20)

4) Menyewakan satuan rumah susun yang dimilikinya kepada pihak

lain yang akan menjadi penghuni, asal tidak melebihi jangka waktu

berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan;21

5) Menunjuk hak milik satuan rumah susun yang dimilikinya sebagai

jaminan kredit, dengan membebaninya dengan hak tanggungan;

6) Hak milik satuan rumah susun dapat beralih karena pewarisan;

7) Memindahkan hak milik satuan rumah susun melalui jual-beli,

tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat.

b. Kewajiban penghuni satuan rumah susun:

1) Mematuhi dan melaksanakan pengaturan tata tertib dalam rumah

susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga;

2) Membayar iuran untuk membiayai pengelolaan bagian bersama,

serta premi asuransi kebakaran;

3) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian

bersama, benda bersama dan tanah bersama;

4) Membentuk perhimpunan penghuni;22

5) Membayar biaya operasional perhimpunan penghuni sesuai dengan

nilai perbandingan proposionalnya;

6) Dalam hal apabila tanah bersama dimiliki bukan dengan hak milik,

pemilik satuan rumah susun mengajukan permohonan perpanjangan

(21)

jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan atau hak pakai

bagi tanah bersama yang bersangkutan.

c. Larangan bagi penghuni satuan rumah susun:

1) Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban

dan keselamatan terhadap penghuni lainnya, bangunan dan

lingkungannya;

2) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan

rumah susun yang dimiliki, tanpa mendapat persetujuan

perhimpunan penghuni.

UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis rumah susun, yakni:23 a. Rumah susun umum

Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan

rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun umum

inilah yang kemudian berkembang menjadi rusunami dan rusunawa.

Rusunami adalah akronim dari rumah susun umum milik, sedangkan

rusunawa adalah akronim dari rumah susun umum sewa.

b. Rumah susun khusus

Merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi

kebutuhan khusus.

c. Rumah susun negara

(22)

Yaitu rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat

tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat

dan pegawai negeri.

d. Rumah susun komersial

Adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan

keuntungan. Rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut

apartemen, flat atau kondominium.

Berdasarkan penggunaannya, rumah susun kemudian dikelompokkan

menjadi:24

a. Rumah susun hunian

Yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal.

b. Rumah susun bukan hunian

Adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha

dan atau kegiatan sosial.

c. Rumah susun campuran

Merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat

tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.

Hapusnya hak milik atas satuan rumah susun dapat terjadi karena hak

atas tanahnya hapus menurut pertaturan perundangan yang berlaku, misalnya

karena adanya pencabutan hak atas tanah dan sebagainya. Apabila hal ini

terjadi, maka setiap pemilik berhak memperoleh bagian atas milik bersama,

(23)

terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan

nilai perbandingan proporsionalnya.

Hapus dalam pengertian ini hanyalah dalam arti hubungan hukum atau

atas haknya. Misalnya karena seluruh satuan rumah susun beralih haknya

kepada satu orang atau badan hukum, sehingga bagian bersama, benda

bersama dan tanah bersama tidak ada lagi karena dimiliki oleh satu orang atau

badan hukum. Atau hak guna bangunan atas tanah berakhir karena tidak

diperpanjang atau diperbaharui.

Hak milik atas satuan rumah susun juga hapus karena tanah dan

bangunannya musnah, misalnya karena bencana alam dan sebagainya. Atau

karena hak milik atas satuan rumah susun tersebut diserahkan haknya secara

sukarela oleh pemiliknya kepada negara.25

3. Jual Beli Apartemen

Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah “suatu perjanjian,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan”.26 Sesuai dengan pengertian dalam Pasal 1457 KUH Perdata di

atas, maka ada tiga makna pokok dari jual beli yaitu:

a. Kesepakatan mengenai jenis dan bentuk benda yang dijual;

b. Kesepakatan mengenai harga benda yang dijual; dan

25 Andi Hamzah, Op. cit., hlm. 46.

(24)

c. Penyerahan benda, yaitu mengalihkan hak kepemilikan atas kebendaan

yang telah dijual.

Bahwa pada hakikatnya disamping perbuatan atau tindakan hukum

menyangkut perpindahan hak atas suatu kebendaan, jual beli juga merupakan

suatu perjanjian, oleh karenanya secara yuridis pelaksanaan jual beli harus

merujuk pada ketentuan umum mengenai perjanjian, sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan

empat syarat, yakni:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3) suatu hal tertentu;dan

4) suatu sebab yang halal.

Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama.27

Rumah susun/apartemen ini selanjutnya dipasarkan oleh pelaku usaha

dan/atau agen pemasaran, baik sebelum pembangunan dilakukan maupun

setelah pembangunan selesai agar rumah susun/apartemen tersebut terjual.

Dalam proses jual beli apartemen yang dilakukan akan menimbulkan hak dan

(25)

kewajiban masing-masing pihak dan dituangkan dalam perjanjian pengikatan

jual beli atau akta jual beli apartemen yang akan mengikat kedua belah pihak.

Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diharuskan untuk melaksanakan

kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawabnya. Dan apabila salah satu

pihak tidak dapat atau lalai melaksanakan apa yang sudah menjadi

kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menuntut atas kesalahannya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metodologi merupakan logika yang menjadi dasar suatu penelitian

ilmiah.28 Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.29 Penelitian

hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam

pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum

dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa

dikaitkan dengan masyarakat.30 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,31 yaitu inventarisasi berbagai peraturan

hukum nasional dan internasional dalam bidang periklanan (advertising) dan

28 Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 6

29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

30 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.

(26)

rumah susun (apartemen), jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta

artikel-artikel berita terkait.

Penulis dalam menulis skripsi ini menggunakan inventarisasi hukum

positif yang meliputi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan

iklan, rumah susun, dan jual beli. Pengumpulan data diambil secara studi

kepustakaan yang terdiri dari data-data primer dan sekunder kemudian

ditelusuri dan diuraikan secara sistematis, faktual dan akurat.

Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat

terhadap suatu populasi atau daerah tertentu.32 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan secara jelas,

tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen di Indonesia.

2. Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.33 Menurut

Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga

bahan hukum, yaitu:34

32 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.

33 Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13-14.

(27)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan

hukum nasional yang mengikat, antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

2) KUH Perdata.

3) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

4) UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

5) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.

7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, serta peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan

undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan

berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan

(28)

primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu

kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode

pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat

kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan

bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif

kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan

selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis secara

eksploratif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

iklan, rumah susun, dan jual beli. Kemudian penulis menghubungkan dengan

pendapat-pendapat ahli, asas-asas hukum, perbandingan hukum, dan

sinkronisasi aturan hukum. Lalu penulis mencoba merumuskan dalam bentuk

uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan

yang dikemukakan.

G. Sistematika Penulisan

Karya ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disajikan secara

sistematis, maka penulis membagi penulisan karya ilmiah ini ke dalam susunan

(29)

bab tersendiri yang maksudnya adalah untuk mempermudah dalam menguraikan

dan mendeskripsikan setiap permasalahan yang dikaji yang saling berkaitan satu

dengan yang lain. Adapun sistematika yang akan dikembangkan oleh penulis

dalam penulisan skripsi yang berjudul “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli

Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun” ini adalah sebagai berikut:

Bab I mengenai pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum dan

menyeluruh yang disusun secara sistematis berkaitan dengan judul skripsi ini yang

kemudian meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab II mengenai aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti, bab

ini akan membahas mengenai kegiatan periklanan di bidang properti di Indonesia

yaitu mengenai sejarah bisnis periklanan, pengertian dan tujuan kegiatan

periklanan, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang periklanan,

jenis-jenis periklanan dan perbuatan yang dilarang bagi perushaan dalam kegiatan

periklanan di bidang properti.

Bab III mengenai kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari

undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun, bab ini menguraikan

tentang tinjauan umum rumah susun yang mana juga menjelaskan mengenai

pengertian rumah susun pada umumnya dan asas-asas rumah susun, membahas

tentang tinjauan umum tentang perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat

(30)

umum pengertian konsumen, pengaturan tentang periklanan dalam

undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun dan juga akan membahas

tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen.

Bab IV mengenai penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap

penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (developer), bab ini selanjutnya akan membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

diantaranya penyelesaian sengketa secara damai antara para pihak, penyelesaian

sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan juga

membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.

Bab V mengenai kesimpulan dan saran, memberikan kesimpulan yang

merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok-pokok

permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan

saran-saran mengenai pokok-pokok permasalahan yang telah di bahas agar menjadi

bahan pertimbangan bagi orang-orang yang sedang membahas tentang kedudukan

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan dengan petani dikelompok tani semuanya telah menerapkan 12 Paket teknologi yang disampaikan oleh penyuluh pertanian meskipun belum sepenuhnya 100

Tiga orang pakar dalam bidang dakwah dan pengembangan masyarakat Islām (content) untuk mendapatkan komen tentang kesesuaian pertanyaan dengan data yang diperlukan untuk

Pada penelitian ini, perkembangan tekstur kristalografi dipelajari pada baja lembaran bebas interstisi setelah baja bebas interstisi mengalami proses pencanaian panas,

Pemajanan zat agensia teratogenik yang bersifat kolagenase misalnya enzim bromelin dari buah nanas (Ananas comosus) juga berakibat pada terjadinya degradasi kolagen

Oleh karena itu diperlukannya penanganan yang dilihat dari partisipasi masyarakat dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri

Pada konsentrasi ekstrak rosela 2 %, penilaian panelis untuk uji mutu hedonik rasa adalah 4,78 yang menunjukan bahwa rasa dari minuman jeli rosela tersebut hampir

Berdasarkan analisis regresi berat terhadap panjang benih, dapat diperoleh hasil bahwa nilai-p pada uji-t sebesar (0.000)<alpha 5% maka tolak H0. Hal ini menunjukkan

Bapak H Mohammad Subekti, BE, MSc selaku Ketua Jurusan Teknik Informatika dan dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan ide, saran, kritikan, dorongan dan banyak meluangkan