BAB III
PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN PERUSAHAAN JOINT VENTURE
A. Pengertian Joint Venture
Pelaksanaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di
Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam ketentuan dalam Pasal 1 angka (3)
UUPM, khususnya yang berkenaan dengan penanaman modal asing yakni tidak
hanya dilakukan dalam bentuk direct invesment akan tetapi pula dalam bentuk
usaha kerja sama patungan (joint venture). Kehadiran bentuk kerja sama dalam
menjalankan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama
dalam hal penanaman modal, di mana perkembangan kerja sama antara pihak
asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan
pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam UUPM tidak mengatur mengenai
bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam
kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture.35 Secara sederhana joint venture perusahaan modal asing diartikan dengan
usaha patungan antara perusahaan domestik (Indonesia) dengan perusahaan asing
yang menggunakan modal asing. Perusahaan asing adalah perusahaan yang tidak
memenuhi ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 6
Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970. Ketentuan Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970
menentukan sebagai berikut: Perusahaan nasional adalah perusahaan yang
35
sekurang-kurangnya 51 % (lima puluh satu persen) daripada modal dalam negeri
yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional,
persentase itu senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974
menjadi tidak kurang dari 75 % (tujuh puluh lima persen). Selanjutnya Munir
Fuady menjelaskan, bahwa:
“Penanaman Modal Asing (foreign investment) merupakan suatu tindakan
dari orang asing atau badan hukum asing untuk melakukan investasi
modal dengan motif untuk berbisnis dalam bentuk apa pun ke wilayah
suatu negara lain”.
Pelaksanaan Penanaman Modal Asing di Indonesia seperti yang ditetapkan
dalam ketentuan penanaman modal asing sesuai dengan Pasal 1 UUPMA
mengenai pengertian penanaman modal asing yaitu dilakukan dalam bentuk direct
investment, akan tetapi di lain pihak diperkenankan pula usahanya dilakukan
dalam bentuk usaha kerja sama (joint venture) dengan pihak swasta nasional
Indonesia seperti yang teretera dalam Pasal 23 UUPMA yang pada prinsipnya
menetapkan bahwa:
1. Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan
kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat
ketentuan Pasal 3 UUPMA.
2. Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan
cara-cara kerja sama antara modal asing dengan modal nasional. Dengan
memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi
Berdasarkan pengaturan tersebut di atas seperti yang termuat dalam Pasal
23 ayat (1) dan (2) UUPM, maka penanaman modal asing di Indonesia
diperkenankan melaksanakan usahanya dalam bentuk kerja sama (joint venture)
dengan pihak swasta nasional dalam bentuk dan cara kerja sama yang ditetapkan
melalui peraturan pemerintah khususnya dalam hal komposisi kepemilikan saham
perusahaan36
Joint Venture sebagai suatu bentuk kerjasama penanaman modal yang di
dalamnya melibatkan pihak asing, di Indonesia mulai popular di penghujung
tahun 60-an ketika bangsa Indonesia baru menyadari bahwa bagi kepentingan
pembangunan nasional diperlukan modal yang sangat besar. Cadangan devisa
negara yang terbatas untuk tujuan pembangunan itu, menyebabkan Indonesia
memerlukan arus modal dari luar negeri, yang pada saat pemerintahan orde lama
masuknya modal asing ke Indonesia masih dianggap sebagai bentuk lain dari
penjajahan.
Kerja sama antar modal asing dan nasional dapat diadakan dalam bidang
usaha yang terbuka bagi modal asing. Kerja sama ini cenderung menggunakan
bentuk perusahaan joint venture. Kesepakatan antara investor asing dan nasional
dituangkan dalam perjanjian joint venture, yang selanjutnya digunakan sebagai
acuan dalam membuat Anggaran Dasar Joint Venture.37
Pasal 5 ayat (2) UUPM menyatakan:
36
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004) hlm. 47.
37
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah
negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”.
Istilah Joint Venture dalam kehidupan masyarakat selalu dipergunakan
untuk menunjukkan sebuah kerjasama dalam bidang-bidang tertentu yang
melibatkan pihak asing di dalamnya. Joint Venture sering diistilahkan dengan
sebutan patungan. Sedangkan dikalangan Pemerintah istilah Joint Venture adalah
suatu istilah yang diberikan secara khusus untuk suatu bentuk kerjasama tertentu
antara pemilik modal nasional (Swasta dengan Perusahaan Negara) dan pemilik
modal asing.
Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing
menjadi kecenderungan umum baik di negara-negara yang sedang berkembang
maupun negara-negara maju. Hal tersebut merupakan pencerminan nasionalisme
di bidang ekonomi dan merupakan keinginan untuk menghindari ketergantungan
pada kontrol asing terhadap perekonomian mereka. Strategi termudah untuk dapat
melakukan hak tersebut adalah pemberlakuan ketentuan keharusan adanya joint
venture. Bagi pelaku usaha sendiri, joint venture merupakan salah satu cara efektif
untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ian Hewitt dalam bukunya Joint Venture:
through their own recourse. Rarely day passes without an announcement of significant new joint venture or alliance38.
Istilah Joint Venture menurut Peter Muchlinski dalam bukunya yang
berjudul Multinational Enterprise and Law adalah sebagai berikut:
“The term ‘joint venture’ has no precise legal meaning, it can refer to any agreement or undertaking between two independent firms. However, certain features are commonly associated with the concept. In particular, the joint venture involves the cooperation of two or more otherwise independent parent undertakings which are linked, through the venture, in the pursuit of a common commercial, financial or technical activity”39
Pada dasarnya partisipasi asing dalam investasi langsung dapat melalui
dua cara berikut ini:
1. Staight investment: pihak asing mengadakan dan memiliki investasi secara
penuh (100%). Biasanya investasi terselenggara melalui:
a. Anak perusahaan milik asing penuh atau perusahaan cabang,
b. Perusahaan milik asing subsider.
2. Melalui kerjasama investasi: investasi terselenggara atas adanya kerjasama
pihak asing dengan pihak nasional, baik pemerintah maupun swasta. Dengan
demikian terdapat dua pola kerjasama investasi, yaitu:
a. Kerjasama melalui pembentukan sebuah badan hukum atau perusahaan ;
b. Kerjasama-kerjasama bisnis melalui hubungan-hubungan kontraktual
khusus yang dapat diklasifikasi dalam perjanjian-perjanjian teknologi dan
keahlian, serta perjanjian kerjasama produksi dan subkontrak.40
38
Ian Hewitt, Joint ventures, Second edition, Sweet and Maxwell A Thomson Company, 2001, hlm.1
39
Ibid, hlm.1 40
Mengenai perusahaan patungan, Henry Campbell mengartikannya sebagai
berikut:
“a corporation which has joined with other individuals or corporation
whittin the corporate framework in some specific undertaking”. 41
Sedangkan Tomlisoon melengkapi definisi perusahaan patungan tersebut
sebagai:
”a comitment for more than a very short duration, of fund, facilities and
services, by two or more legally separate interest to an enterprise for their
mutual benefit”.42
Menurut Erman Rajagukguk, joint venture terbentuk ketika dua pihak atau
lebih baik secara pribadi maupun perusahaan bermaksud menjadi partner satu
sama lain untuk suatu kegiatan dan mengatur secara bersama suatu perusahaan
baru yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama pula.43
Sunarjati Hartono, menegaskan bahwa istilah yang diberikan oleh
pemerintah ini tidak cukup memadai, hal ini dikarenakan bahwa di Indonesia
tidak dapat ditunjukkan suatu perbedaan yang prinsipal antara direct investment
dan portfolio investment, demikian pula tidak ada perbedaan yang tajam antara
direct investment kredit, atau antara kontrak karya dengan joint venture, sekalipun
rumusan yuridisnya memberi kesan seakan-akan terdapat perbedaan yang besar
dan prinsipal baik dalam UUPMA, maupun dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1970 tentang Perubahan dan tambahan UUPMA, tidak dijumpai adanya
batasan secara hukum apa yang dimaksud dengan joint venture tersebut. Karena
itu para pakar tidak mempunyai kesamaan pandangan tentang apa sesungguhnya
yang dimaksud dengan joint venture ini. 44
Partisipasi asing dalam kerjasama investasi melalui sebuah perusahaan
yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama (joint venture company), relatif
lebih kompleks dan diadakan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Kerjasama
terselenggara atas dasar pengadaan basic agreement antar mitra untuk membentuk
suatu usaha patungan serta atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pemerintah
negara penerima modal.45
Kerjasama patungan dapat diselenggarakan antara peserta swasta dengan
swasta, pihak swasta dengan pemerintah, dan antar pemerintah, berupa
perusahaan milik pemerintah. Pelaksanaan dari kerjasama patungan dapat
berbentuk joint venture, joint enetrprise, kontrak karya dan sebagainya.
Bagi investor asing motif diadakannya kerjasama patungan antara
investor asing dan nasional dalam perusahaan joint venture selain karena
peraturan, juga biasanya didukung oleh beberapa faktor yang memberi manfaat
bagi investor, yaitu:
Pertama, investor asing mendapatkan partner yang sudah mengenal
situasi pasar lokal. Adakalanya ia tidak perlu membuat jaringan pemasaran yang
baru, yang memakan waktu, biaya dan tenaga.
44
Sunaryati Hartono, Masalah-masalah Dalam Joint Venture Antara Modal Asing dan Modal Indonesia (Bandung; Alumni, 1974), hlm. 5.
45
Kedua, investor asing ingin menjaga hubungan baik dengan pemerintah
lokal yang dapat menyediakan bahan mentah atau bahan baku. Misalnya partner
lokal yang sudah memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Ketiga, investor asing akan menjaga hubungan baik dengan pemerintah
lokal, sehingga partnernya yang merupakan perusahaan lokal, yang akan
dikedepankannya, manakala berurusan dengan instansi-instansi pemerintah
setempat.
Keempat, untuk menekankan perasaan nasionalisme yang
berlebih-lebihan dari masyarakat lokal. Masyarakat lokal akan merasa ekonominya tidak
dijajah oleh investor asing, bila terdapat orang lokal didalam perusahaan
perusahaan asing46.
Struktur dari joint venture Perusahaan Modal Asing tidak jauh berbeda
dengan struktur dari perusahaan biasa. Perbedaannya yang mencolok terletak pada
permodalannya serta kepengurusan dan ketenagakerjaan. Perbedaan yang
mencolok di dalam permodalan adalah terdapatnya unsur modal asing dalam suatu
perusahaan modal asing. Meskipun begitu, perkembangan arah policy tentang
Penanaman Modal Asing yang semakin relaks menyebabkan pihak asing dapat
memegang saham 100 % (seratus persen) dalam perusahaan yang bergerak hampir
di semua bidang bisnis yang boleh dimasuki oleh Perusahaan Modal Asing
tersebut. Komposisi pemegang saham dari suatu Perusahaan Modal Asing adalah
salah satu dari kemungkinan berikut ini: (1) 100 % (seratus persen) saham asing;
(2) mayoritas asing; (3) minoritas asing; (4) pemegang saham asing dan domestik
46
berbanding 50: 50 (lima puluh banding lima puluh); dan (5) pemilik saham 49 : 49
(empat puluh sembilan banding empat puluh sembilan) dengan saham pengawas
di pegang oleh pihak ketiga.47 Mengenai kepengurusan, dalam suatu perusahaan
modal asing diperkenankan untuk menduduki posisi komisaris atau pengurus.
Sedangkan untuk posisi selain komisaris atau pengurus baru dibenarkan jika ada
izin untuk itu dari yang berwenang. Pemberian izin tersebut diberikan dengan
memperhatikan tenaga lokal yang memadai.
UUPM di satu pihak menetapkan asas perlakuan yang sama (non
diskriminatif) dalam penanaman modal di Indonesia, namun, di pihak lain
bidang-bidang usaha tertentu dinyatakan tidak terbuka untuk semua penanaman modal
karena diperuntukan khusus bagi pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah
Koperasi (UMKMK), sehingga asas perlakuan yang sama kelihatannya tidak
diterapkan secara utuh. Asas perlakuan yang sama yang tercantum pada
Undang-UUPM tersebut hanyalah sebatas asas perlakuan yang sama untuk hal-hal yang
berkaitan dengan pengurusan.perizinan penanaman modal, dan belum mencakup
perlakuan yang sama terhadap bidang-bidang usaha yang terhadap bidang-bidang
usaha yang dapat dimasuki untuk kegiatan penanaman modal. Pengertian ini harus
dipegang secara teguh karena implikasinya akan berbeda terhadap keberhasilan
dan kesinambungan pembangunan nasional menuju masyarakat Indonesia yang
adil dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan. Sampai saat ini pemerintah
masih memandang perlu untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena
bagaimanapun juga dalam semangat liberalisasi perdagangan yang begitu
47
mewabah dewasa ini tentunya tidak semua bidang usaha dapat dibuka dan
diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar bebas. Adanya persaingan bebas
pada akhirnya akan dapat mematikan pengusaha nasional yang sampai saat ini
masih perlu diberikan perlindungan.48
Pasal 12 ayat (1) UUPM menyatakan bahwa semua bidang usaha atau
jenis usaha bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha
yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Pasal 12 ayat 2
menetapkan bahwa bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan
undang-undang.
B. Pelaksanaan Perusahaan Joint Venture
Pelaksanaan atau aplikasi penanaman modal khususnya penanaman modal
asing di Indonesia yang tidak melalui suatu usaha kerjasama dengan modal
nasional baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum secara
yuridis telah jelas diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal
Asing, bahwa baik terhadap modal, kekuasaan maupun pengambilan keputusan
seluruhnya dilakukan sepenuhnya oleh pihak asing bilamana suatu perusahaan
100% modal sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Lain halnya bilamana dilakukan
atau dilaksanakan dalam suatu usaha kerjasama dengan pihak nasional, maka
terdapat berbagai bentuk atau corak maupun variasi kerjasama antara modal asing
48
dengan modal nasional baik dalam wujud perimbangan modal, kekuasaan dan
pengambilan keputusan.49
Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan
dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakakn sebagai berikut:50
1. Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang
dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang
bersangkutan paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya suatu
perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan skala
produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau
metode kerja baru. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan)
technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara
pembayaran dalam bentuk royalties, yakni pembayaran sejumlah uang
tertentu yang dapat diambil dari penjualan produksi perusahaan yang
bersangkutan.
2. Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerja sama yang
digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak
memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti
Coca-Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, dan Kentucky Fried
Chicken.
3. Managemet Contract: suatu bentuk usaha kerja sma antara pihak modal asing
dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya dalam hal
49
Amirudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004 hlm. 57
50
pengelolaan manajemen pihak modal asing terhadap suatu perusahaan
nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan maupun
pengelolaan hotel yang bertaraf Internasional oleh pihak Indonesia diserahkan
kepada swasta luar negeri sepert Hilton Internasional Hotel, Mandarin
Internasional Hotel, dan Hyatt.
4. Build, Operation, and Transfer (B.O.T): suatu bentuk kerja sama yang relatif
masih baru dikenal yang pada pokoknya merupaka suatu kerja sama antara
para pihak, di mana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama
jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli.51
Berbicara mengenai penanaman modal asing berarti terkait dengan dua
atau lebih sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh investor dan hukum
Indonesia yang dianut oleh pemodal nasional. Untuk itu, perlu dipahami mengenai
aspek-aspek hukum dalam kerjasama usaha yang dilakukan dalam penanaman
modal asing.
Ketentuan mengenai kerja sama patungan ini tidak dicantumkan dalam
UUPM, namun didalam Pasal 1 angka 3 UUPM dinyatakan bahwa:
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk
melaksanakan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam
negeri”.
51
Pasal 5 ayat (2) dan (3) UUPM secara langsung mengatur mengenai kerja
sama antara modal asing dengan modal nasional yaitu:
1. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
2. Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal
dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:
a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas
b. Membeli saham
c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Kerja sama patungan yang diatur dalam UUPM adalah Equity Joint
Venture.52 Hal ini pada dasarnya bahwa ketika investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia wajib berbentuk perseroan terbatas badan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pada prakteknya pelaksanaan
penanaman modal asing melalui usaha patungan yang diatur berdasarkan UUPM
tersebut masih kurang batasannya, sehingga memberikan celah bagi penguasaan
dan pengusahaan penuh oleh pihak asing melalui jalan kerjasama patungan.
Pengaturan pemerintah dalam hal penetapan bentuk kerja sama patungan
(joint venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam
penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui Instruksi Presidium Kabinet
36/U/IN/1967 yang di tetapkan dalam bentuk usaha kerja sama usaha campuran
52
(joint enterprise)53 yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama
patungan (joint venture).
C. Aspek Hukum Pelaksanaan Perusahaan Joint Venture
Perusahaan patungan yang dibentuk harus berbadan hukum perseroan
terbatas (PT) dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia. Para
pihak yang ada dalam joint venture, menetapkan klausa untuk membuat joint
venture company dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi
permodalan (sero), peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya
perusahaan, serta klausa-klausa lain sehingga perusahaan yang diharapkan dapat
terbentuk. Pembentukan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum tunduk
pada hukum perusahaan (company law), yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan terbatas. Penanaman modal asing yang sifatnya teknik
operasional seperti ahli teknologi tidak jalan alias mandeg, peningkatan skill
tenaga lokal tidak jalan, manajemen yang diterapkan terlalu individualistis dapat
mengakibatkan akibat hukum.
Akibat hukum bagi penanam modal asing yang lalai atau melakukan
pelanggaran kontrak, dapat menimbulkan akibat hukum yang menurut Handri
Raharjo, yaitu:
1. Menuntut pemenuhan perikatan;
2. Menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan tersebut bersifat
timbal-balik, menurut pembatalan perikatan;
3. Menuntut ganti rugi;
4. Menuntut pemenuhan perikatan dengan disertai ganti rugi;
5. Menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.54
Pasal 15 UUPM menerangkan bahwa penanam modal asing mempunyai
kewajiban yang terdiri dari:
1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada badan koordinasi penanaman modal;
4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal; dan
5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture
contract atau joint venture agreement. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil Menengah, menyebutnya dengan istilah perjanjian kemitraan.
Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerja sama antara pengusaha kecil dengan
pengusaha menengah dan besar. Kerja sama ini menyangkut tentang pemodalan
maupun skill. Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang
pengertian dan hakikat dari joint venture agreement.55
Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint
venture agreement adalah:56
54
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2009) Hlm. 81.
55
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 206 56
”Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal
nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).”
Pengertian-pengertian dari joint venture agreement telah memberikan
beberapa ciri/ karakteristik bagi joint venture agreement itu sendiri, yakni sebagai
berikut:57
a. Perusahaan baru yang sama-sama didirikan oleh beberapa perusahaan lain,
b. Modal perusahaan joint venture agreement terdiri dari modal saham yang
disediakan oleh perusahaan-perusahaan, pendiri, kekuasaan joint venture
sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam oleh masing-masing
perusahaan sendiri,
c. Perusahaan joint venture tetap memiliki eksistensi dan kemerdekaan
masing-masing,
d. Kerjasama antara perusahaan domestik dan perusahaan asing tidak menjadi
persoalan apakah modal yang ada merupakan modal pemerintah ataupun
modal swasta.
Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas
adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum
domestik. Kerja sama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik
dituangkan dalam joint venture agreement.
Joint venture agreement adalah suatu kontrak antara beberapa atau semua
pemegang saham dalam suatu perseroan. Tujuan dasarnya adalah untuk
menetapkan bagaimana perusahaan dikelola dan jika dimungkinkan, mengatur
57
hal-hal yang mungkin menjadi masalah di kemudian hari jika tidak disepakati
sebelumnya.58
Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha
asing dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama
perusahaannya sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama
perusahaanya sendiri-sendiri, namun dengan adanya perjanjian yang dibuat oleh
para pihak, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan baru.59
Joint venture agreement memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
proses pembentukan dan pengoperasian perusahaan patungan. Perjanjian seperti
ini dinegosiasikan dan dibuat sebelum pembentukan perusahaan yang
bersangkutan. Pentingnya dibuat sebuah kontrak atau perjanjian pada
pembentukan joint venture adalah sebagaimana fungsi adanya perjanjian tersebut,
yaitu :60
1. Sebagai peraturan mengenai hubungan hukum antara sesama pihak.
2. Menjadi dasar untuk melaksanakan pimpinan yang dibutuhkan untuk
kepentingan bekerjasama, semuanya harus mengacu pada perjanjian yang
telah disepakati bersama.
3. Sebagai dasar peraturan yang memungkinkan para pihak secara individual
mempunyai hak melakuakan perbuatan tertentu, tidak tergantung atau terpisah
dari joint venture.
58Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”,
http://www.dunde.ac.ukl/cepmlp/journal/htm/vol.1 /artickle-5.html (diakses tanggal 20 Mei 2015) 59
Ibid. 60
Kontrak joint venture yang telah dibuat, biasanya bahasa yang digunakan
adalah dengan menggunakan bahasa Inggris, karena hal ini akan memudahkan
para pihak, mengingat kontrak joint venture pada umumnya adalah bentuk kerja
sama dengan perusahaan asing. Isi kontrak tersebut dibuat oleh para pihak yang
ikut terlibat.
Joint venture agreement merupakan bentuk perjanjian patungan yang tidak
terlepas dari Buku III Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyebutkan:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun
yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Membuat suatu joint venture perlu juga diperhatikan beberapa hal yang
menjadi bahan pertimbangan untung ruginya suatu kerjasama. Segi-segi
kepentingan dari masing-masing pihak, menjadi pertimbangan suatu joint venture
akan memberikan manfaat walaupun disamping itu juga kerugiannya.
Dilihat dari kepentingan modal domestik, joint venture akan memberikan
keuntungan, karena:61
1. Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing.
2. Mitra lokal dapat memanfaatkan manajeman orang asing yang kaya
pengalaman.
3. Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing.
4. Mitra lokal dapat memanfaatkan dan memenembus pasar di luar negeri yang
di kuasai partner asing.
61
5. Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan
training (keterampilan) yang diberikan pihak asing.
Sementara itu kerugian yang dapat timbul dari suatu jenis joint venture
bagi pihak dalam negeri adalah sebagai berikut:
1. Manajeman tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan
harus dibagi dengan pihak yang lebih mempunyai kemampuan.
2. Training dan management belum tentu diberikan dalam batas-batas
kemampuan yang memadai untuk standar asing.
3. Transfer teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang
yang kurang optimal, selain itu hasil dari penelitian dan pengembangan tidak
akan seluruhnya diberikan kepada joint venture.
4. Kemungkinan transfer nilai harga dengan perusahan induk dalam dimensi
yang besar dapat dilaksankan dan hal itu dapat menimbukan kerugian bagi
mitra lokal.
Bagi investor asing, kerugian itu dapat terjadi dalam wujud dan keadaan
berikut:
1. Management tidak seluruhnya berada di tangannya, melainkan harus dibagi
kewenangannya dengan pihak domestik, walaupun melalui suatu perjanjian
tersendiri.
2. Teknologi harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat
disembunyikan dan yang tertutup.
3. Strategi pemasaan dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian
perjanjian-perjanjian internasional, di mana Indonesia telah ikut serta melibatkan
diri di dalamnya.62Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing
di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan
(joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan
berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan
dalam UUPM. Investor asing dan pihak lokal menjadi pemegang saham dalam
perusahaan patungan yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. UUPM
juga telah memberikan wewenang kepada BKPM untuk melakukan koordinasi di
dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam Pasal
27 ayat (2) UUPM.
Kegiatan penanaman modal asing langsung di Indonesia harus dijalankan
melalui perusahaan berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM, yakni dalam bentuk
perseroan terbatas. Berkaitan dengan hal ini, badan usaha yang berbentuk
perseroan terbatas yang akan menanamkan modalnya di Indonesia harus
mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UUPT dengan dinyatakan bahwa
perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.
Terdapat dua perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan
patungan (joint venture company), yakni joint venture agreement dan anggaran
dasar (article of association).
62
Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor
nasional akhirnya bermuara pada pendirian joint venture company, sehingga joint
venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas
kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hukum perjanjian,
memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum,
kepatutan dan kesusilaan yang baik. Asas kebebasan berkontrak (freedom of
contract) sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian,
memberikan keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk
menentukan isi perjanjiannya. Tidak hanya itu, berdasarkan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata sebuah perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai
undang-undang bagi pihak yang membuatnya serta memiliki kekuatan mengikat (pacta
sun servanda).
Joint venture agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam
penanaman modal asing oleh BKPM digunakan sebagai dasar dibentuknya joint
venture company. Artinya joint venture company tunduk kepada hukum
perjanjian. Namun dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM, joint venture company harus
berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. Sehingga dapat
dikatakan bahwa joint venture company tunduk kepada hukum perusahaan dalam
hal ini UUPT.
Perseroan terbatas (limited liability company, naamloze vennootschap)
adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis. Perseroan
terbatas menurut hukum Indonesia adalah badan hukum yang merupakan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan
nya.63
Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perusahaan penanaman modal asing
selain tunduk pada UUPM. Modal, juga harus tunduk kepada UUPT beserta
seluruh peraturan pelaksananya.
Aspek-aspek hukum di dalam pelaksanaan perusahaan joint venture terdiri
dari:
1. Bidang usaha
Setiap pengaturan kerja sama patungan adalah berkaitan dengan sesuatu
bidang usaha tertentu. Mengenai bidang-bidang usaha ini dalam UUPM
ditentukan bahwa pemerintah berwenang untuk:
a. Menentukan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing
menurut urutan prioritas yang ditetapkan tiap kali pada waktu pemerintah
menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka
panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.
b. Pemerintah berwenang pula untuk menentukan syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh penanam modal asing untuk melakukan sesuatu bidang,
termasuk menetapkan sesuatu bidang tertutup untuk penanam modal asing,
terbuka secara terbatas, dan sebagainya.
Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan
untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.
63
Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.64
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha
tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat
tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan,
bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan
dengan perizinan khusus.65
Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan
dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Untuk bidang usaha yang tertutup dalam penanaman modal asing yang
diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UUPM baik untuk investasi domestik maupun
investasi asing, yang meliputi:66
a. Produksi senjata.
b. Mesin.
c. Alat peledak.
d. Peralatan perang.
e. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan
undang-undang.
Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UUPM telah
dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Lampiran I Peraturan Presiden Nomor
39 Tahun 2014 telah mengatur secara rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup.
Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non
komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari
sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.
2. Persyaratan kepemilikan saham asing
UUPMA sebenarnya tidak mengatur suatu ketentuan yang mewajibkan
suatu perusahaan penanaman modal asing mempunyai mitra lokal, dan tidak ada
larangan atas keberadaan suatu perusahaan yang 100% (seratus persen) terdiri dari
modal asing. Baru pada tahun 1974 setelah meluas Peristiwa MALARI
(malapetaka 15 Januari) telah dilakukan pembatasan terhadap penanaman modal
asing. Ketika itu pemerintah menetapkan bahwa investor asing yang akan
menanam modal di Indonesia harus berpatungan dengan perusahaan lokal atau
perusahaan domestik.67
PP Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam
Perusahaan Penanaman Modal Asing yang merupakan salah satu bagian dari
kelengkapan UUPM, kegiatan penanaman modal di Indonesia, khususnya
penanaman modal asing, telah cukup berkembang dengan baik dan mampu
67
memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Sejak
pertengahan tahun 1997 di berbagai negara telah terjadi perubahan keadaan ke
arah kemunduran perekonomian yang disebut sebagai krisis ekonomi, yang terjadi
pula di Negara Indonesia. Berkaitan dengan usaha mempercepat pemulihan
perekonomian nasional Indonesia akibat krisis tersebut, pada tahun 2001
pemerintah pun kembali menyesuaikan ketentuan penanaman modal asing, yakni
dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 Tentang
Pemilikan Saham dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman
Modal Asing.
Pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 menyebutkan bahwa perusahaan yang
didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut Perusahaan
PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa
pemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham
perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi
sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dalam waktu 20 (dua
puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial
sebagaimana tercantum dalam izin usahanya.
Perusahaan PMA dapat didirikan dengan jumlah modal yang ditanamkan
sekurang-kurangnya US $ 250,000.00 (dua ratus lima puluh ribu dollar Amerika
Serikat) apabila memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut:
c. Padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung sekurang-kurangnya 50
seratus) hasil produksi untuk diekspor; atau menghasilkan bahan baku atau
bahan penolong atau barang setengah jadi atau komponen untuk
memenuhi kebutuhan industri lain,
d. Melakukan kegiatan di bidang usaha jasa tertentu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan PMA yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf a UUPM dapat didirikan dengan persyaratan bahwa
pemilikan modal saham peserta Indonesia pada saat perusahaan didirikan
sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari seluruh nilai modal saham
perusahaan pada saat didirikan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya
20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara
komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Modal saham peserta
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditingkatkan lagi menjadi
sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dari seluruh nilai modal
saham perusahaan dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan
berproduksi secara komersial. Investasi asing dapat berupa 100% kepemilikan
saham pada perusahaan penanaman modal asing. Namun, bila tidak beroperasi
selama 15 tahun, kepemilikan sahamnya harus dijual kepada perusahaan
Indonesia atau dengan merger bisnis dengan pertukaran saham domestik secara
langsung atau tidak langsung.
Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing yang
memberli saham modal dalam negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan
dalam rangka penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri
yang telah beridiri, baik yang telah atau belum berproduksi komersial melalui
pasar modal dalam negeri. Saham yang sebagaimana dimaksud dapat juga dibeli
oleh perusahaan yang didirikan melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan
para pihak. Pembelian saham perusahaan dapat dilakukan sepanjang bidang usaha
perusahaan tersebut tetap terbuka bagi penanaman modal asing dan tidak
mengubah status perusahaan.
Terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi serta pemilikan saham yang dirasa
sangat merugikan negara dan juga diperbolehkan permodalan asing ikut serta
menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara yaitu
dalam PP Nomor 83 Tahun 2001, penanaman modal asing dapat menjangkau
kegiatan-kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara yang dapat
menguasai hajat hidup orang banyak. Walaupun tidak dapat dikuasai oleh modal
asing secara langsung (100% dikuasai) akan tetapi modal asing dapat menguasai
maksimal 95% sedangkan 5% dikuasai oleh negara atau swasta nasional.
Sedangkan dalam peraturan sebelumnya, persentase modal milik negara atau
swasta nasional sebesar 60% saham dan modal asing hanya dapat menguasai
modalnya sebesar 40% sehingga sebagian besar keuntungan perusahaan masih
tetap masuk ke kas negara.
Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang
Bidang Penanaman Modal menyebutkan dalam hal terjadi perubahan kepemilikan
modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan
penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan
penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana
yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan
penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum
dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru
hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat
terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud.
3. Persyaratan direktur dan komisaris dan penggunaan tenaga kerja asing
a. Direktur
Keberadaan dewan direktur atau direksi sebagai pengurus perseroan dan
dewan komisaris sebagai pengawas suatu perusahaan joint venture yang
berbentuk Perseroan menentukan akselerasi pencapaian tujuan Perseroan sebagai
badan hukum bisnis. Perusahaan joint venture sangat memerlukan direksi yang
profesional. Profesionalitas suatu dewan direksi amat menentukan keberhasilan
suatu usaha. Pengurus atau direksi mempunyai suatu tanggung jawab yang lebih
luas, yakni dapat melindungi kepentingan setiap pemegang saham, kreditur dan
perseroan dalam pelaksanaan tugasnya dapat mengawasi kebijaksanaan direksi,
dan bila dianggap perlu komisaris perseroan dapat melakukan tindakan
kepengurusan perseroan, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 100
ayat (2) UUPT.
Jumlah direksi dalam perseroan terdiri dari 1 orang anggota direksi atau
lebih yang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dan direksi berwenang menjalankan
pengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 93 ayat (1) UUPT sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar. Namun menurut Pasal 93 ayat (2) UUPT,
perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2
orang anggota direksi.
Berdasarkan Pasal 93 ayat (1) UUPT, di jelaskan yang dapat diangkat
menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya
pernah:68
1) Dinyatakan pailit;
2) Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit,
atau
68
3) Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan angka 2 dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 93 ayat (1) UUPT menetapkan bahwa UUPT tidak mengatur adanya
kewajiban/keharusan bagi perusahaan yang merupakan penanaman modal asing
untuk mengangkat seorang direksi yang berkewarganegaraan Indonesia.
Sementara Pasal 46 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang secara tegas melarang tenaga kerja asing menduduki
jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu. Artinya, jika
suatu perusahaan penanaman modal asing hendak mengangkat seorang direktur
personalia, maka direktur personalia tersebut haruslah orang yang
berkewarganegaraan Indonesia.
Anggota direksi dan komisaris diangkat oleh RUPS dan untuk pertama
kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b UUPT. Keputusan RUPS
mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut. Kemudian anggota direksi diangkat untuk jangka waktu
tertentu dan dapat diangkat kembali. Jika RUPS tidak menetapkan saat mulai
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai
berlaku sejak ditutupnya RUPS.
Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi, direksi
wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.69 Pengangkatan anggota direksi
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 UUPT
batal karena hukum sejak saat anggota direksi lainnya atau dewan komisaris
mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Jika jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan
komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang
bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar perseroan.70
b. Komisaris
UUPT dengan tegas menyebutkan komisaris sebagai salah satu organ
perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Jumlah komisaris dalam perseroan terbatas minimal satu orang. Apabila terdapat
lebih dari satu orang komisaris, menurut pasal 94 ayat (3) UUPT mereka
merupakan sebuah majelis. Berbeda dengan direksi, dalam hal terdapat lebih dari
satu orang komisaris, sebagai majelis komisaris tidak dapat bertindak
sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan.
69
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 94 ayat (7) 70
Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan
kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan komisaris
dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan tempat tinggal dan kewarganegaraan komisaris dalam anggaran
dasar. Selanjutnya, anggota komisaris dapat sewaktu-waktu diberhentikan
berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasan-alasan dan setelah
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.71
Tidak semua orang dapat diangkat menjadi anggota komisaris, hanya
mereka yang memenuhi syarat tertentu yang dapat diangkat menjadi komisaris.
Sama halnya dengan direksi, UUPT juga mengatur kriteria orang yang dapat
menduduki jabatan komisaris suatu perseroan. Kriteria tersebut diatur dalam Pasal
110 UUPT yang menentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi komisaris
adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: 72
1) Dinyatakan pailit;
2) Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau
3) Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
c. Penggunaan tenaga kerja asing
Setiap perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga
kerja harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia serta wajib meningkatkan
71
Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 4.30. 72
kompetensi tenaga kerja Warga Negara Indonesia melalui pelatihan kerja.
Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional
terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu
yang tidak dapat ter cover oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing
dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu.
Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan
melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara
mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja
asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja
asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap
perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai
pegawai diplomatik dan konsuler. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan
waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu
Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
Persyaratan Tenaga Kerja Asing menurut Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
a. Memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki,
b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada
tenaga kerja Warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping, dan
c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
4. Fasilitas penanaman modal
Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan
penanaman modal. Fasilitas penanaman modal itu berupa:73
a. Melakukan peluasan usaha.
b. Melakukan penanaman modal baru.
Penanaman modal yang mendapat fasilitas tersebut sekurang-kurangnya
harus memenuhi salah satu kriteria yang sebagai berikut:74
a. Menyerap banyak tenaga kerja,
b. Termasuk skala prioritas tinggi,
c. Termasuk pembangunan infrastruktur,
d. Melakukan ahli tekonologi,
e. Melakukan industri pionir,
f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau
daerah lain yang di anggap perlu,
g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi,
i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau
73
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 18 ayat (2) 74
j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
di produksi di dalam negeri.
Apabila salah satu kriteria telah dipenuhi oleh penanam modal, maka
sudah dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas dan
kemudahan bagi investor. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman
modal sebagaimana yag dimaksud pada Pasal 18 ayat (4) UUPM adalah sebagai
berikut:75
a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilam neto sampai tingkat
tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu
tertentu,
b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin,
atau peralatan untuk keperluan produki yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri,
c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong
untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan
tertentu,
d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor
barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang
belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu,
e. Penyusunan atau amortisasi yang dipercepat, dan
f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha
tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
75
Pemberian fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang diberikan
pemerintah terhadap penanaman modal asing hanya berlaku bagi penanaman
5. Penyelesaian sengketa
Pasal 32 UUPM mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Pasal tersebut
diuraikan bagaimana cara menguraikan sengketa yang digunakan apabila terjadi
sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal.
Dari ketentuan Pasal 32 UUPM tersebut disebutkan bahwa penyelesaian
sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan melalui cara:
a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola
penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, di mana
dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat
mengikat. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ini biasanya ditempuh
apabila cara-cara penyelesaian yang telah ada ternyata tidak berhasil.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasanya hanya dimungkinkan ketika
para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausula penyelesaian
sengketa dalam kontrak tersebut. Klausula tersebut biasanya menegaskan bahwa
jika terjadi sengketa, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketa kapada suatu
pengadilan.76
Lembaga pengadilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi dan
kewenangan di antaranya:77
1) Sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat (in guardian the freedom of
society).
76
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2005), hlm. 210.
77
2) Sebagai wali masyarakat (are regarding as custodia of society).
3) Sebagai pelaksana penegakan hukum (judiciary as the up holders of the
rule of law).
Penyelesaian sengketa yang telah dijelaskan sebelumnya tentu
penyelesaian sengketa melalui sistem litigasi atau pengadilan mempunyai
keuntungan dan kerugian dalam menyelesaian sengketa . Keuntungannya yaitu:78
1) Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, pengadilan
sekurang-kurangnya dalam batasan tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak
dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial.
2) Pengadilan sangat baik untuk menentukan kesalahan-kesalahan dan
masalah-masalah dalam posisi pihak lawan.
3) Pengadilan memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan
memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar
keterangannya sebelum mengambil keputusan.
4) Pengadilan membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian
sengketa pribadi.
5) Dalam pengadilan para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang
terkandung dalam hukum untuk menyelesaiakan sengketa.
Litigasi bukan hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu
bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara eksplisit
maupun implisit. Namun, litigasi setidak-tidaknya sebagaimana yang terdapat di
78
Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan (drawbacks). Kekurangan
litigasi:79
1) Memaksa para pihak pada posisi yang ekstern.
2) Memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat
memengaruhi putusan.
3) Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara,
apakah persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk persamaan
kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta
yang ekstrem dan sering kali marginal.
4) Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan.
5) Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para
pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang
sebenarnya.
6) Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan
para pihak yang bersengketa, dan
7) Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa
yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa
kemungkinan alternatif penyelesaian.
b. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat (binding).
Badan arbitrase dalam perkembangannya saat ini semakin popular dan semakin
79
banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa baik pada tingkat
nasional maupun tingkat internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada
arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan
kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu
klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya lahir (claise
compromissoire). Orang yang dipilih melaui arbitrase disebut arbitrator atau
arbiter yang biasa disebut di Indonesia.80
Arbitase juga memiliki kelebihan atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh
peradilan umum, yaitu sebagai berikut:81
1) Kebebasan, kepercayaan dan keamanan, yaitu memberikan kebebasan
otonomi yang sangat luas kepada para pelaku bisnis pihak yang
bersengketa dan memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak
menentu kepastian berkenaan dengan sistem hukum yang berbeda serta
terhadap kemungkinan putusan yang berat sebelah,
2) Keahlian arbiter, yaitu para arbiter merupakan orang-orang yang
mempunyai keahlian besar mengenai permasalahan yang
disengketakan,
3) Cepat dan hemat biaya, yaitu proses pengambilan keputusannya cepat,
tidak terlalu formal dan putusannya bersifat final dan binding.
Permasalahan baru muncul jika pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela,
80
Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 37. 81
4) Bersifat Confidential, yaitu arbitrase bersifat rahasia dan tertutup, oleh
karenanya pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup termasuk
pengucapan putusannya,
5) Bersifat non preseden, artinya putusan arbitrase tidak mempunyai
preseden. Maka mungkin saja dengan masalah yang sama dihasilkan
putusan arbitrase yang berbeda di masa datang,
6) Independen, artinya pemeriksaan arbitrase dilakukan oleh para arbiter
yang dipilih oleh kedua belah pihak dan dalam memberikan putusannya
arbiter tidak dipengaruhi oleh pihak luar termasuk pemerintah.
7) Final dan binding, artinya putusan arbitrase merupakan putusan terakhir
yang mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum tetap,
dimana atas putusan tersebut tidak dapat dibanding.
8) Kepekaan arbiter, artinya arbiter menerapkan hukum yang berlaku
dalam menyelesaikan perkara dan akan lebih memberikan perhatian
khusus terhadap keinginan, realitas, dan praktik dagang para pihak.
Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing.
Arbitrase asing yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal
antara lain seperti: ICSID (International Center for Settlement of Investment
arbitrase asing tersebut, Indonesia telah meratifikasi New York Convention on
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958.82
Indonesia juga memiliki arbitrase nasional, yaitu BANI (Badan Arbitrase
Nasional). Selain itu, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dapat
dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Lembaga arbitrase yang juga sering digunakan adalah ICC yang
kepanjangan dari International Chamber of Commerce atau juga kamar dagang
Internasional. Ini adalah badan non pemerintah dan juga salah satu badan arbitrase
internasional tertua di dunia. Badan ini didirikan di Paris pada tahun 1923. ICC
memiliki spesialisasi dalam perdagangan komersial internasional seperti dalam
Incoterms 1990 yang banyak digunakan dalam kontrak-kontrak penjualan barang
internasional.
D. Prosedur Pengawasan Pelaksanan Joint Venture
Berdasarkan Pasal 27 UUPM, maka Pemerintah mengoordinasi kebijakan
penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan Bank
Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar
pemerintah daerah. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini
dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”). BKPM
merupakan lembaga independen non-departemen yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Presiden kemudian menetapkan Peraturan Presiden
82
No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 3
September 2007. 83
Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 Perpres No.
90/2007, maka BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan koordinasi
kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
kepadanya, BKPM mengeluarkan Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009
tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal
pada 23 Desember 2009 (“Perka BKPM No. 13/2009”). Pengendalian
Pelaksanaan Modal ini dimaksudkan untuk melaksanakan pemantauan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai
dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal.
Tujuan dari pengendalian pelaksanaan modal ini adalah agar dapat:
1. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi
masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan;
2. Melakukan bimbingan dan fasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan yang
dihadapi oleh perusahaan;
3. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan
penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan tindak lanjut atas penyimpangan
yang dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut diharapkan tercapainya kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan penanaman modal serta tersedianya data realisasi penanaman modal.
83
Pengawasan Pelaksanaan Joint Venture dan Badan yang Berwenang Melakukan
Pengawasan. Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6
huruf (c) Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui:
a. Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman
modal dan fasilitas yang telah diberikan;
b. Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan
c. Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.
Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penanaman modal tersebut adalah:
a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM)
terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;
b. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) terhadap
penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas kabupaten/kota dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan
pemerintahan provinsi;
c. BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang
menjadi kewenangan pemerintah;
d. Instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha.
Berkaitan dengan pelaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di
atas, PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan
mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah
BAB IV
WEWENANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERKAIT PENYIMPANGAN YANG
TERJADI PADA PELAKSANAAN PERIZINAN PERUSAHAAN JOINT VENTURE
A. Bentuk Penyimpangan pada Pelaksanaan Perizinan Joint Venture
Berkembangnya berbagai kawasan dapat peningkatan di bidang investasi,
khususnya sarana dan penunjangnya mendorong adanya pelanggaran terhadap
ketentuan mengenai penanaman modal atau investasi oleh asing , meliputi:
1. Pelanggaran terhadap izin prinsip
Izin prinsip adalah izin yang wajib dimiliki dalam memulai kegiatan usaha
baik dalam kegiatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun
Penanaman Modal Asing (PMA). Kegiatan yang mencakup memulai usaha
adapun sebagai berikut:
a. Pendirian usaha baru baru, baik dalam rangka PMDN maupun PMA;
b. Perubahan status menjadi PMA, sebagai akibat dari masuknya modal asing
dalam kepemilikan seluruh/sebagian modal perseroan dalam badan hukum,
atau
c. Perubahan status menjadi PMDN, sebagai akibat dari terjadinya perubahan
kepemilikan modal perseroan yang sebelumnya terdapat modal asing,
menjadi seluruhnya modal dalam negeri.
Terdapat beberapa jenis izin prinsip, sebagaimana yang diuraikan di