• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar Serum Il-2 Pada Gastritis H.Pylori Dengan Gastritis Non H.Pylori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Kadar Serum Il-2 Pada Gastritis H.Pylori Dengan Gastritis Non H.Pylori"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung

sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik.1

Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis

histologis, bukan klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi

untuk mendeskripsikan gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinikan adanya

kerusakan mukosa yang tidak menembus mukosa muskularis. Perbedaan antara

gastritis dan ulkus gaster berdasarkan kedalaman rusaknya mukosa, sementara

ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis. Dari endoskopi, kedalaman

rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi gastritis bisa akut, kronik,

maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada 3-12% subjek penelitian yang

asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis.12

Gambar 2.1 Struktur potong lintang dinding gaster.12

Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus gaster

akut. E ulkus gaster kronik

Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan

keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien

(2)

25 2.2 Epidemiologi Gastritis

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi,

hampir 10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah

sakit datang dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( Word Health

Organitation ) dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut:

Inggris 22%, China 31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. 14

Angka kejadian gastritis di Indonesia pada beberapa daerah juga cukup tinggi

dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk, di kota

Surabaya angka kejadian gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, dan kejadian

gastritis yang tertinggi terdapat di kota Medan yaitu sebesar 91,6%.14

2.3 Klasifikasi Gastritis

Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi

berdasarkan infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik; klasifikasi

secara makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan non erosiva;

klasifikasi berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi gastritis komplit,

inkomplit, dan erosif hemoragik; serta klasifikasi menurut ICD-10.12,15,16

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi akut dan kronik. Gastritis akut

menunjukkan inflamasi yang singkat dan ditandai dengan infiltrat neutrofil,

sementara gastritis kronik menunjukkan inflamasi jangka panjang yang ditandai

infiltrat sel mononuklear terutama limfosit dan makrofag.15

Tabel 2.1 Klasifikasi Gastritis Akut dan Kronik.1

Klasifikasi Tipe Subtipe

Kronik H.pylori related Antral predominant gastritis

Pan gastritis

Atrophic gastritis

Lymphocytic gastritis

(3)

26 Pernicious anemia

(auto-immune)

Granulomatous

Miscellaneous

Corpus predominant gastritis

Crohn’s, sarcoid

Collagenous gastritis (same question: acute

or chronic?)

Gastritis cystica profunda

Bile reflux

Akut Granulomatous

Infectious

Eosinophilic

Drug Induced

Miscellaneous

Foreign body

Bacterial (eg Helicobacter heilmanni,

Enterococcus, Syphilis, and Typhoid),

viral, tubercular, fungal

Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia

Stress, bile reflux (chemical gastropathy,

acute or chronic?)

2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis non

erosiva. Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan kerusakan/

defek pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan perdarahan,

namun bisa bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala atau asimtomatis.

Paling sering disebabkan oleh NSAID, alkohol, stres. Penyebab lain yang jarang

seperti radiasi, infeksi virus, injuri vaskular, dan trauma langsung. Erosi

superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi. Erosi dalam, ulkus, bahkan

perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak ditangani. Lesi khas muncul di

korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri khas dari gastritis erosiva adalah lesi

mukosa tidak menembus lapisan mukosa muskularis. Sementara gastritis

non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang terutama akibat infeksi H.pylori.

(4)

27 2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe

matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.12

Tabel 2.2 Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi.12

2.4 Etiologi Gastritis

Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. Rugge M membagi etiologi

gastritis berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan

idiopatik. Rugge M juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama

antara lain gastritis Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun.

Lalu Toljamo K mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3 kelompok

yaitu agen kimiawi, penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun Adibi P

menuliskan etiologi gastritis menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis Helicobacter

(5)

28 Berdasarkan waktu gastritis dapat muncul tiba-tiba ( gastritis akut )

ataupun membutuhkan waktu yang lama ( gastritis kronik ). Gastritis akut adalah

proses inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya berupa erosi dan

hemoragik. Penyebab yang paling sering diantaranya non steroid anti

inflammatory drug ( NSAID ), kortikosteroid, paparan zat kimia seperti alkohol,

kondisi stress seperti luka bakar, miokard infark, lesi intra kranial dan periode

post operatif, kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hyperemia,

mukosa dengan erosi multiple, kecil dan erosi superficial dan dapat ditemukan

juga ulkus. Secara mikroskopis dapat ditemukan epitel superficial injury dan

nekrosis pada kelenjar superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan.

Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih

dominan. Pada kasus ringan pasien biasanya asimtomatik atau hanya memiliki

gejala dyspepsia ringan. Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan

nyeri ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan melena. Pada kasus berat biasanya

pasien telah mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi.18

Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histology berupa

peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan

etiologi gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari

autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain

dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi mukos menunjukkan

gambaran atropi. Sedangkan secara histology ditemukan infiltrasi sel

limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa

dapat menunjukkan perubahan kearah metaplasia intestinal. Pada stadium akhir

mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat

ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat

ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan.

Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko

terhadap terjadinya ca gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun

(6)

29 2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik

Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge M.17

Tabel 2.3 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik.17

Etiologi Agen Etiologi Spesifik Klinis Keterangan Agen yang

M. avian complex

M. diphteriae

Non atrofik,tipe C*

(7)

30 kronik C***

Agen Fisik Radiasi Akut/

kronik

Non atrofik &

atrofik*

Immuno-mediated

Autoimun

Obat : Ticlopidine

?Gluten

Non atrofik &

atrofik

Non atrofik &

atrofik*

Idiopatik Crohn’s disease

Sarkoidosis

(8)

31 2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi P

Adibi P menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis H.pylori

dan gastritis non H.pylori.15

Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:

1. Gastritis kimiawi

i. Gastritis alkoholik

ii. Gastritis yang diinduksi obat

Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain acarbose,

alkohol, antibiotik (eritromisin oral), bifosfonat, herbal (garlic,

ginkgo, saw palmetto, feverfew, chaste tree berry, white willow),

zat besi, metformin, miglitol, NSAID (termasuk COX-2), opiat,

orlistat, potasium klorida (KCl), teofilin.19

iii. Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)

iv. Gastritis kimiawi lainnya

2. Gastritis radiasi

3. Gastritis alergi

4. Gastritis autoimun

5. Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified

6. Duodenitis

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum

Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif

dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang

termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks bilier, nikotin,

alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya radikal bebas. Yang

termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan,

(9)

32 Gambar 2.2 Patofisiologi Gastritis.21

Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor

agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena

ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa.

2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID

Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam

lambung. Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini bekerja

pada enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung menyebabkan

pelepasan histamin. Histamin akan menstimulasi sel parietal untuk mensekresikan

asam. Hormon gastrin juga menstimulasi secara langsung sel parietal dan

meningkatkan kerja ECL serta sel parietal. Prostaglandin merupakan faktor

pertahanan yang penting untuk melindungi mukosa gaster. Sintesis prostaglandin

dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase (COX) enzyme. Ada 2 bentuk COX yaitu

COX-1 dan COX-2. COX-1 bertanggungjawab memproduksi prostaglandin, yang

secara fisiologis akan menjaga integritas mukosa dan aliran darah mukosa.

NSAID dapat menekan aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa

(10)

33 Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa

menyebabkan stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya. Interaksi

NSAID dan stres dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah satu

mekanismenya adalah dengan meningkatkan sitokin inflamasi salah satunya

TNF-α.23

Gambar 2.3 Pembentukan lesi gaster akibat aspirin.23

Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan juga

jumlah erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif dengan NSAID

non selektif, yaitu celecoxib vs diklofenak.24 Banyak studi yang melaporkan ada

hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan penggunaan NSAID. Mekanisme

NSAID menginduksi erosi antara lain dengan menghambat sintesis prostaglandin

dan fosforilasi oksidatif, mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak

terjadinya nekrosis iskemik. Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien

H.pylori secara signifikan menyebabkan erosi yang lebih berat dibandingkan pada

(11)

34 2.5.3 Patofisiologi Gastritis Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatf yang ditemukan pada

permukaan epitel lambung, dan pertama kali diisolasikan oleh Warren dan

Marshall pada tahun 1983.25

Gambar 2.4 Bakteri Helicobacter pylori beserta komponen – komponen nya26

H. pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk batang

melengkung. Mempunyai flagella, yang membantu menembus lapisan mucous

lambung yang tebal.26

Pada umumnya strains H.pylori menampilkan vakuola sitotoksin VacA

95-Kd yang mensekresi eksotoksin. Toksin yang dihasilkan masuk ke sel membran

epitel dan membentuk suatu heksamerik anion yang selektif, saluran yang

tergantung voltase dilalui bikarbonat dan anion organik dapat dilepaskan, yang

mungkin menyiapkan makanan untuk bakteri. VacA juga ditargetkan untuk

membrane mitokhondria, yang menyebabkan pelepasan sitokhrom c dan

merangsang apoptosis. Patogenesis peran toksin masih diperdebatkan. Mutan

VacA negatif dapat berkolonisasi pada binatang percobaan, dan strain dengan gen VacA yang inaktif telah dapat terisolasi dari pasien, ini mengindikasikan bahwa VacA bukan yang mendasari kolonisasi. Di Negara Barat, varian gen VacA

tertentu berkaitan dengan penyakit yang lebih berat. Namun, hal ini tidak GGT

- Gamma Glutamyl transpeptidase

(12)

35 ditemukan di Negara Asia, dan dasar fungsional yang mendasarinya masih belum

diketahui. 27

Sebagian besar strain H. pylori menunjukkan cag–PAI (pulau patogenisitas

cag), suatu fragmen genomik 37- kb. Sebagian komponen pengkodean ini

diperkirakan mensekresi apparatus jenis IV yang memindahkan protein CagA

120-kD ke dalam sel host. Setelah memasuki sel epitel, CagA berphosphorilasi

dan mengikat phosphatase tyrosin SHP-2, mengawali respon seluler yang

menyerupai faktor pertumbuhan dan sel host menghasilkan sitokin.27

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6,

TNF-α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi

menyebabkan Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan

kadar H.pylori dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun

pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset

dari sel T yang mensupresi respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker.

Sel T khusus tersebut mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3.

Treg meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat

bersamaan memfasilitasi pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa

studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan

keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki

respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN-γ, IL-12,

TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk

(13)

36 Gambar 2.5 Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori28

H.pylori menghasilkan factor virulensi selain CagA dan VacA yang

dikenal sebagai gamma-glutamyl transpeptidase (GGT). Dimana GGT ini akan

mengubah glutamin menjadi glutamate dan ammonia dan glutation menjadi

glutamate dan sistein glisin. H.pylori GGT menyebabkan pemakaian glutamin dan

glutation pada sel penjamu, produksi ammonia dan pembentukan radikal bebas.

Produk ini akan menginduksi penghentian siklus sel, apoptosis dan nekrosis pada

sel epitel gaster. 29

H.pylori GGT juga menginhibisi apoptosis dan menginduksi proliferasi sel

epitel gaster melalui induksi pada siklooksigenase-2, peptide epidermal growth

factor, nitrit oksida sintase dan IL-8. H.pylori GGT menginduksi imun toleran

melalui inhibisi T-Cell-Mediated-Immunity dan diferensiasi sel dendritik.29

H.pylori GGT dan VacA mempengaruhi Sel T secara langsung maupun

tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan menghambat siklus proliferasi sel T

pada fase G1 mitosis sel T oleh H.pylori GGT dan dibantu dengan menghambat

calmodulin M oleh VacA. Secara tidak langsung adalah dengan memprogram

ulang sel dendritic oleh H.pylori GGT dan VacA sehingga menghasilkan IL-10

untuk menghasilkan lebih banyak sel T-Reg dan sekaligus menginhibisi TH-17

(14)

37 2.6. Metode diagnostic Helicobacter pylori

Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H pylori dibagi menjadi

pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah

dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H pylori, yang dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.30

Tabel 2.4 Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori.30

Helicobacter pylori dapat dideteksi dari endoskopi melalui histologi,

kultur, maupun tes urease, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Semua metode berbasis biopsi tersebut dapat mengalami kesalahan pengambilan

sampel karena infeksi tersebut bersifat patchy. Sekitar 14% pasien tidak

mengalami infeksi di antrum namun memiliki Helicobacter pylori di suatu tempat

di lambung, terutama jika pasien tersebut mengalami atrofi gaster, metaplasia

intestinal, ataupun refluks empedu. Selain itu, pasca-eradikasi dengan efektivitas

parsial, infeksi dalam kadar rendah dapat terlewatkan pada biopsi melalui

endoskopi. Hal ini menimbulkan overestimasi efikasi eradikasi dan tingkat

(15)

38

pylori di lambung dan mengurangi akurasi biopsi di antrum. Oleh karena itu,

pedoman konsensus merekomendasikan untuk dilakukan biopsi multipel dari

antrum dan korpus untuk histologi dan satu untuk metode lain (baik kultur

maupun pemeriksaan urease).30

2.7 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis 2.7.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori

Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien yang mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan kadar

IL-6 dan TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi. IL-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respons imun terutama

selama ada kerusakan jaringan yang menyebabkan terjadinya inflamasi. IL-6 juga

berperan dalam melawan infeksi. TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin yang menstimulasi reaksi akut.

TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi. IL-6 dan TNF-α berperan dalam lesi

di lambung.11

Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan peningkatan

ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara signifikan meningkatkan

ekspresi TNF-α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel epitel gaster akibat indometasin.

Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI bisa menurunkan produksi TNF-α dan

IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti inflamasi dengan menekan secara langsung

induksi TNF-α dan IL-1β melalui inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee HJ, et al mengkonfirmasi bahwa

pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin inflamasi.9,10

Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai

patogenesis/ mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin,

efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti

TNF-α, IL-1β, IL-6, penurunan aliran darah mukosa, hipoksia, dan penurunan

(16)

39 Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat

diinduksi oleh HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan TNF-α. Adanya penurunan sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan gastroprotektor.11

Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi asam

asetat terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10. Sehingga saat terjadi proses penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada inflamasi gaster kronik terjadi peningkatan IL-10

yang secara simultan mengurangi inflamasi jaringan gaster. Peningkatan IL-10

sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan inflamasi di gaster.32

Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster

mukosa akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang berdampak pada akumulasi neutrofil.33,34

Iskemia pun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak

pembentukan radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan

TNF-α dalam proses penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam. Konturek

PC, et al melakukan percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi gaster

dimediasi oleh pembentukan radikal bebas, menyebabkan supresi mikrosirkulasi

gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta terjadi peningkatan superoksida

dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting dalam progresivitas iskemia yang

menginduksi erosi gaster akut menjadi ulkus kronis.35

2.7.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori

H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia,

yang menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi,

metaplasia, displasia dan akhirnya kanker lambung.3

Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel

plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya

(Israel DA, 2001). Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan

sel epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin

inflamasi. Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan

(17)

40 Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi

dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme.

Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun spesifik

dan imun non spesifik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Proses tersebut

juga akan menimbulkan keluarnya mediator sitokin, pada gastritis karena H

pylori, seperti pada tabel di bawah.37

Gambar 2.6 Inflamasi yang berhubungan dengan H pylori.37

(18)

41

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini

berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di

mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan

kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster.38

Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit

yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya

TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan

derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin

sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil.37

Sementara IL-10 yang merupakan sitokin anti inflamasi dapat mengurangi

inflamasi dan efek sitotoksik dari sitokin-sitokin proinflamasi (Holck S, et al,

2003). Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel endotel.

IL-10 diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti sel T

dan neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan inflamasi

dan mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa gaster.39-42

2.7.3 Interleukin 2

IL-2 adalah molekul sitokin pemberi sinyal yang diproduksi oleh limfosit

T yaitu T-cell naive dan Th-1 yang bertanggung jawab terhadap respon imun. IL-2

berikatan dengan reseptor IL-2 pada Th-1, T-cell naïve, T-Cytotoxic, B-cell,

makrofag, NK-cell dan oligodendrosit. IL-2 memiliki fungsi sebagai pro inflamasi

dan anti inflamasi. IL-2 yang berfungsi pro inflamasi adalah sebagai pembentukan

T-cell naïve menjadi Th-1 dan Th-2. IL-2 yang berfungsi anti inflamasi adalah

sebagai pembentukan T-cell naïve menjadi T-reg dan menghambat pembentukan

Th-17.43

Keseimbangan dalam regulasi T-reg dan efektor dari T-helper sangat

esensial dalam respon imun untuk eradikasi infeksi dan mencegah inflamasi

berkepanjangan yang destruktif dan menghasilkan toleransi dibandingkan

autoimunitas terhadap self-antigen. Pada hewan percobaan, ketiadaan IL-2 dapat

(19)

42 Gambar 2.7 Peran IL-2 terhadap inflamasi pada sistem imun.43

2.8 Hubungan IL-2 dengan gastritis H.pylori

IL-2 dalam infeksi H.pylori memiliki peran sebagai sitokin yang di

hasilkan dari respon humoral pada epitel gaster, yaitu dihasilkan oleh Th-1 namun

pembentukan IL-2 juga dihambat di dalam T-cell naïve. Produksi IL-2 pada T-cell

naïve dihasilkan oleh NFAT dan diperantarai oleh Calmodulin M, namun kerja

Calmodulin M dihambat oleh VacA dan kerja dari NFAT dihambat oleh GGT

sehingga IL-2 tidak diproduksi.8

T-cell naïve tidak berdiferensiasi menjadi Th-1 dan Th-17 melalui dengan

aktivasi IL-2, tetapi terdiferensiasi melalui aktivasi IL-1β. T-reg terdiferensiasi

dari T-cell naïve melalui aktivasi IL-18 yang dihasilkan dari caspase-1 pada sel

dendritik kemudian berikatan dengan reseptor IL-18 pada T-cell naïve. T-reg juga

(20)

43 Gambar 2.8 Proses T-cell naïve menjadi Th-1, Th-17 dan T-reg.8

(21)

44 2.9 Kerangka Teori

H.pylori (+) H.pylori (-)

IL2↓2 ↓ ILIL2 ↑

Menghambat Calmodulin M & NFAT Menghambat Siklus

Proliferasi Sel T

VacA Gastritis

Gambar

Gambar 2.1 Struktur potong lintang dinding gaster.12
Tabel 2.2 Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi.12
Tabel 2.3 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,
Gambar 2.2 Patofisiologi Gastritis.21
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Sekretaris Jenderal melalui Kepala Biro menyusun daftar rencana penyusunan Rancangan Peraturan

Ketentuan mengenai penyimpanan arsip aktif dan inaktif yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 145/U/2004 tentang Jadwal Retensi Arsip

Pada hari ini, Rabu tanggal Empat belas bulan Januari tahun Dua ribu lima belas, Unit Layanan Pengadaan (ULP) SPN Singaraja Tahun 2015 telah melaksanakan

Penulisan ilmiah ini berisikan sebuah program sederhana mengenai penjualan bunga, dimana penulisan ini terdiri dari 4 bab yang isinya menjelaskan tentang aplikasi penjualan yang

Sumber Mitra Agung Jaya masih menggunakan sistem manual, sehingga masih mengalami banyak kendala dalam melakukan proses penggajian karyawan terutama dalam pembuatan laporan

Penulisan ilmiah ini berisi tentang pembuatan sistem informasi geografis D.I.Yogyakarta, yang dapat digunakan untuk mengetahui letak suatu obyek dan datadata yang ada didalamnya.

Dari waktu yang disediakan oleh Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Polres Gianyar selama 3 jam ( 09.00 s/d 12.00 Wita ), ada penyedia yang meminta penjelasan