• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepuasan Pasien Lanjut Usia Pemakai Gigi Tiruan Penuh Berdasarkan Sosiodemografi dan Kondisi Klinis Rongga Mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Kepuasan Pasien Lanjut Usia Pemakai Gigi Tiruan Penuh Berdasarkan Sosiodemografi dan Kondisi Klinis Rongga Mulut"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

Perkembangan lanjut usia (lansia) yang sangat pesat merupakan fenomena global yang menimbulkan tantangan dalam meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. Tingginya angka penduduk lansia tersebut diikuti oleh tingginya angka permasalahan kesehatan, khususnya kesehatan gigi dan mulut dengan kehilangan gigi yang disebabkan oleh penurunan kondisi fisik lanjut usia.4 Antara tahun 2000 dan 2050, proporsi penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun akan berlipat ganda dari sekitar 11% menjadi 22%. Jumlah mutlak orang berusia 60 tahun ke atas diperkirakan meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar selama periode yang sama. Negara berpenghasilan rendah dan menengah akan mengalami perubahan demografi yang paling cepat dan drastis. 19

Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan jumlah penduduk lansia

yang berumur 60 tahun ke atas besarnya 9,6% dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Angka harapan hidup penduduk Indonesia semakin meningkat dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 69,8 tahun pada periode 2005-2010.20 Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup penduduk Indonesia, maka populasi lansia juga akan meningkat. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, populasi lansia di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai angka kurang lebih 24 juta, padahal pada tahun 2005 populasi lansia mencapai angka 18,7 juta orang atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. Indonnesia termasuk negara kelima yang akan memiliki populasi lansia yang tinggi setelah Cina, India, Amerika Serikat dan Meksiko.21,22

(2)

Wijayanti (2008), ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua, antara lain:23

a. Primary aging

Bahwa penuaan merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan).

b. Secondary aging

Proses penuaan merupakan hasil dari penyakit, kerusakan dan disuse pada tubuh yang sering kali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang baik, menjaga kebugaran fisik dan lain-lain.

2.1.1 Pengertian

Lansia adalah periode dimana manusia telah mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.23 Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas 60 tahun dan masih hidup.1,23 Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi (1999) cit Wijayanti, kelompok

lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Papalia (2001) cit Wijayanti, usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda .23

2.1.2 Klasifikasi

World Health Organization (WHO) dikutip oleh Wijayanti menggolongkan lansia menjadi 4 golongan yaitu:1,23

a. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun b. Usia lanjut (elderly) 60-74 tahun

c. Usia lanjut tua (old) 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

(3)

a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia

b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)

c. Kelompok lansia risiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

2.1.3 Perubahan Jaringan Rongga Mulut

Perubahan pada struktur orofasial akibat pertambahan usia mempunyai peran klinis yang penting dalam perawatan gigi pasien lansia. Perubahan-perubahan ini membuatkan prosedur klinis tertentu menjadi lebih sulit dan akan mengurangi prognosisnya. Hal ini terutama berlaku pada perawatan prostetik dan perawatan gigi restoratif. Akibat penuaan pada pasien lansia meliputi:24

a. Perubahan tulang alveolar dan linggir alveolar

Kepadatan tulang mencapai tahap maksimum pada usia pertengahan, dimana secara substansial laki-laki memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita. Kepadatan tulang setiap ras bervariasi, bahkan antar individu, kualitas tulang dari seluruh bagian skeletal termasuk kedua rahang yang bervariasi dan menurun seiring

pertambahan usia. Penurunan ini terjadi pada lanjut usia karena osteoblas kurang efisien dan kadar estrogen menurun seiring dengan penurunan keseluruhan absorbsi kalsium dari usus.25

(4)

Tulang alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang secara umum oleh karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat dengan tanggalnya gigi, penyakit periodontal, protesa yang tidak adekuat dan menderita penyakit sistemik. Penurunan yang hebat dari linggir alveolar sering kali merupakan akibat pemakaian gigi tiruan penuh dalam jangka waktu yang panjang. Diduga bahwa resorpsi alveolar merupakan akibat yang tidak bisa dihindari dari pemakaian gigi tiruan. Pemakaian gigi tiruan mempunyai potensi untuk membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya.24

Resorpsi yang berlebihan dari tulang alveolar mandibular menyebabkan puncak linggir alveolar mendekati foramen mental. Puncak linggir alveolar yang mengalami resorpsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorpsi berlebihan pada puncak linggir alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang.24

Pengaruh dari resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan tiga macam bentuk

linggir alveolar, yaitu bentuk “U” bila permukaan labial atau bukal sejajar dengan

permukaan lingual atau palatal (retensi dan stabilitas yang ideal), bentuk “V” bila

puncak tulang sempit dan tajam seperti pisau (sulit untuk mendapatkan retensi dan

stabilitas yang baik) dan bentuk “bulbous” bila melebar pada puncak dan berleher

sehingga dapat menimbulkan gerong (retensi dan stabilitas yang ideal seperti bentuk

“U” namun adanya gerong menyulitkan pada saat GTP dipasang atau dilepaskan).

House mengklasifikasikan bentuk lengkung menjadi tiga yaitu, bersegi (square),

tapering, dan ovoid .26

b. Perubahan sendi temporomandibular

(5)

Kerusakan pada sistem neuromuskular selama proses penuaan diperkirakan merupakan disfungsi neuron motoris yang progresif, yang termanisfestasi pertama kali berupa meningkatnya ketidakmampuan neuron motoris untuk mempertahankan serabut-serabut otot dalam kondisi yang baik. Setelah neuron motoris mengalami degenerasi, neuron bersebelahan mulai tumbuh dan mengambil alih pasokan pada beberapa serabut otot.24

Penelitian tentang otot-otot penutupan mulut menunjukkan perpanjangan fase kontraksi sejalan dengan usia, yang menunjukkan perubahan umum dari otot atau hilangnya serabut otot untuk gerakan mandibular berkaitan dengan pertambahan usia. Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang ditemukan pada orang yang tidak bergigi dibandingkan yang masih bergigi. Ini membuktikan bahwa tingkat tekanan pengunyahan dan efisiensi pengunyahan berkurang dengan banyak pada pasien yang gigi aslinya sudah diganti dengan gigi tiruan.23 Kekuatan otot dapat berkurang sehingga 50% pada usia pertengahan dan lanjut usia dimana hal ini mengakibatkan kemampuan mengunyah lebih pendek dan mengambil masa yang lebih lama.24

Perubahan yang dapat terjadi pada sendi temporomandibula (STM) seiring

bertambahnya usia adalah perubahan pada kondilus dan fosa agar sesuai satu sama lain, fosa menjadi lebih dangkal, pengurangan inklinasi dari dinding fosa bagian anterior dan kondilus, eminensia artikularis menjadi rata, penipisan pada diskus artikularis, perubahan pada jaringan tulang rawan sendi yaitu pengurangan ketebalan lapisan fibrokartilago pada permukaan kondilus sendi, konsistensi dari cairan sinovial menjadi kental dan jumlahnya berkurang sehingga akan mempengaruhi kelancaran pergerakan dari diskus artikularis. Adanya gangguan pada fungsi STM untuk mengunyah mengakibatkan berkurangnya asupan makanan sebagai sumber gizi.27-29

(6)

Kelenjar parotis merupakan salah satu kelenjar mayor yang menghasilkan saliva yang encer, namun apabila terjadinya atropi padal sel kelenjar ini dapat menyebabkan kualitas saliva berubah menjadi kental.7 Selain itu, terjadi perubahan pada duktur kelenjar saliva juga dapat mempengaruhi kuantitas saliva sehingga jumlah saliva yang dihasilkan semakin berkurang. Telah diketahui bahwa fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaan yang normal pada pasien lansia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau mulut kering akibat aliran saliva yang kurang sering ditemukan pada orang tua dibandingkan pada orang muda disebabkan oleh perubahan usia pada kelenjar itu sendiri.24 Fungsi utama dari saliva adalah sebagai pelumas, buffer dan perlindungan untuk jaringan lunak dan keras dalam rongga mulut.24,26

Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva non stimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua. Walaupun begitu, faktor penuaan tidak lagi menjadi faktor primer dalam pengurangan saliva karena hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan umum pasien, pemakaian obat-obatan, depresi,

stress, atau insomnia. Pasien yang menerima terapi radiasi pada regio kelenjar saliva biasanya akan mengalami destruksi jaringan kelenjar, mengakibatkan aliran saliva tereduksi.24,25

d. Perubahan mukosa mulut

(7)

Warna mukosa melambangkan kesehatan mukosa itu sendiri. Mukosa yang sehat memiliki warna merah muda, namun adanya warna kemerahan yang mencolok pada mukosa menandakan terjadinya suatu inflamasi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh merokok, adanya infeksi atau penyakit sistemik dan bisa juga disebabkan oleh karena rasa sakit dari pemakaian gigi tiruan pada lansia. Radang mukosa dapat dikaitkan dengan kekurangan vitamin B12, riboflavin dan zat besi pada diet pasien lanjut usia. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan lambatnya penyembuhan luka, kerapuhan kapiler dan perdarahan serta pembengkakan pada gingiva.25,30

e. Perubahan lidah dan pengecapan

Lidah merupakan salah satu organ yang penting dan kompleks terutama dalam fungsi berbicara, pengecapan dan tidak dapat diganti untuk pengunyahan dan penelanan. Lidah yang kuat umumnya terkait dengan ukuran lidah yang besar. Lidah yang membesar akibat dari kehilangan gigi yang tidak diganti mungkin digunakan untuk proses pengunyahan. Kehilangan gigi mengakibatkan pasien menghancurkan makanan ke arah linggir alveolar dan palatum dengan menggunakan lidah. Seperti otot yang lain, peningkatan dari fungsi akan menyebabkan peningkatan tonisitas

muskular sehingga terjadinya pembesaran lidah.31

Posisi lidah menurut Wright dibagi menjadi tiga klas, yaitu:32 1. Klas 1

Lidah mengisi dasar mulut dengan dorsal lidah ke depan dan sedikit ke bawah dari puncak insisal gigi anterior rahang bawah.

2. Klas 2

Dorsal lidah dalam posisi normal tetapi lidah melebar dan rata. 3. Klas 3

Lidah diretraksi dan menekan ke dasar mulut dengan dorsal lidah melekuk ke atas, ke bawah atau berasimilasi ke dalam tubuh lidah.

(8)

2.2 Kehilangan Gigi

Bersamaan dengan bertambahnya usia, terjadi pula penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik. Penurunan ini terjadi pada semua tingkat seluler, organ, dan juga sistem. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan penyakit pada lansia sehingga menyebabkan perubahan pada kualitas hidup lanjut usia. Kualitas hidup ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status kesehatan mulut. Dampak negatif dari kesehatan mulut yang buruk terhadap kualitas hidup para lanjut usia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Secara global, kesehatan mulut yang buruk pada lansia terutama tampak dengan banyaknya kehilangan gigi karena karies atau penyakit periodontal.21,34 Akibat dari penyakit ini yang meliputi rasa sakit, infeksi dan hilangnya fungsi, dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup lansia.21 Kehilangan gigi menyebabkan terganggunya asupan nutrisi yang adekuat untuk keperluan tubuh sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan umum juga.33,35 Keadaan edentulus mempengaruhi penurunan berat badan akibat pengunyahan yang bermasalah, lebih lanjut menyebabkan gangguan psikologis dan sosial karena gangguan estetik dan bicara.6,9,13,35

2.2.1 Dampak Emosional Kehilangan Gigi

(9)

bisa menyebabkan estetik yang buruk dan sequelae biomekanik sehingga banyak tenaga kesehatan profesional mungkin tidak sadar bahwa meskipun banyak penelitian dan perhatian telah dikhususkan untuk berbagai bentuk kehilangan organ, namun kondisi edentulus mendapat perhatian psikologi yang relatif sedikit.31 Walaupun begitu, orang lebih menginginkan menggunakan gigi asli mereka daripada gigi tiruan, sehingga timbul tingkat prasangka terhadap gigi tiruan. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tahun 1998, yang menemukan bahwa lebih dari 60% orang-orang yang mengandalkan hanya pada gigi asli akan merasa sedih jika fungsi oral mereka harus bergantung pada gigi tiruan penuh. Hal ini banyak dialami oleh orang yang lanjut usia.25

2.2.2 Dampak Terhadap Aktivitas Fungsional

Penelitian Davis dkk (2000), menyatakan bahwa pasien yang sulit menerima kehilangan gigi, merasa sangat dirugikan dalam menjalankan aktivitas fungsi normal, yaitu 76% merasa sangat tertekan dalam pemilihan makanan dan kurang menikmati makanan akibatnya terjadi penurunan asupan nutrisi.6,14,15 Pasien yang edentulus

(10)

2.3 Gigi Tiruan Penuh

Gigi tiruan penuh (GTP) merupakan gigi tiruan yang menggantikan kehilangan gigi pada rahang atas maupun bawah dan berfungsi untuk memperbaiki fungsi pengucapan, pengunyahan, estetis, dan menjaga kesehatan jaringan rongga mulut.8 Pada keadaan lansia yang edentulus, GTP menjadi suatu kebutuhan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan fungsi mastikasi, estetik, sosial dan psikologis.6,7,33 Selain itu, GTP didefinisikan sebagai pengganti gigi asli dalam lengkungan dan bagian yang terkait dengan substitusi buatan. GTP merupakan seni dan ilmu dalam merestorasi edentulus. Dengan kata lain, GTP adalah sebuah gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi dan struktur yang terkait pada rahang atas maupun rahang bawah.26

2.3.1 Fungsi

Fungsi GTP adalah mengembalikan fungsi estetik, mastikasi dan fonetik.25,40,41

a. Estetik

GTP harus dapat mengembalikan kontur wajah yang hilang, memperbaiki dimensi vertikal, serta memberi dukungan pada pipi dan wajah.

b. Mastikasi

Gigi tiruan penuh harus memiliki oklusi yang seimbang untuk meningkatkan stabilitas gigi tiruan dan memperoleh stabilitas yang optimal pada saat menerima beban pengunyahan.

c. Fonetik

(11)

2.3.2 Prosedur Diagnostik Perawatan

Diagnosis dan perencanaan perawatan merupakan parameter yang paling penting dalam menentukan keberhasilan perawatan pasien. Diagnosis dan rencana perawatan yang tidak memadai menjadi alasan utama dibalik kegagalan perawatan GTP. Faktor-faktor berikut harus dievaluasi untuk mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang adekuat:26,43

1. Evaluasi pasien : nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, ras, agama, sikap mental.

2. Riwayat klinis: riwayat dental dan riwayat medis 3. Pemeriksaan klinis pasien

a. Pemeriksaan ekstraoral : fasial, otot pada region bibir dan pipi, bibir, STM, evaluasi neuromuskular

b. Pemeriksaan intraoral : sisa gigi geligi (jika masih ada), mukosa, saliva, linggir alveolar, defek linggir, palatum keras dan lunak, bentuk

palatal throat, undercut tulang, torus, perlekatan otot dan frenulum, dan lidah

4. Pemeriksaan radiografi: jenis radiografi yang digunakan adalah radiografi panoramik yang memperlihat imej seluruh rahang atas dan rahang bawah seperti sisa akar, gigi yang tidak erupsi, kista, tumor, gangguan STM dan juga kualitas dan kuantitas tulang rahang (resorpsi tulang).

5. Pemeriksaan GTP yang ada: memeriksa GTP yang sedang dipakai pasien untuk dievaluasi penyebab mengapa GTP perlu diganti.

(12)

Gambar 1. Pemeriksaan ketebalan mukosa dengan menggunakan burnisher 44

Dari pemeriksaan saliva pula dilihat kualitas dan kuantitas saliva yaitu kental atau encer dan sedikit atau banyak. Pemeriksaan kualitas saliva dilakukan dengan cara meletakkan kaca mulut pada permukaan saliva yang berkumpul dibawah lidah lalu menarik kaca mulut. Saliva kental bila terdapat garis tipis berserabut pada kaca mulut. Kemudian, kaca mulut diletakkan pada permukaan mukosa untuk melihat kuantitas saliva. Kaca mulut akan lengket ke permukaan mukosa akibat kurangnya lubrikasi dari saliva.45 Pemeriksaan linggir alveolar dilakukan secara visual dengan melihat bentuk tulang alveolar rahang atas dan rahang bawah pada regio posterior.44 Pada pemeriksaan ukuran lidah, harus berada dalam posisi istirahat sepenuhnya. Ketinggian normal dorsum lidah harus sama dengan bidang oklusal gigi mandibular;

bagian lateral lidah pula harus berkontak dengan, namun tidak tumpang tindih, tonjol lingual gigi mandibular. Lidah yang melebihi dari dimensi tersebut dikatakan

(13)

Gambar 2. Pembesaran lidah akibat edentulus yang menutupi linggir alveolar 31

Untuk pemeriksaan intra oral, faktor anatomi dan fisiologi yang ditekankan oleh Celebic dkk (2003), Maller, Karthik dan Maller (2003) telah menggunakan pengklasifikasian untuk pemeriksaan ini, seperti:43

1. Pemeriksaan ukuran linggir menurut House: Klas 1: besar (retensi dan stabilitas terbaik)

Klas 2: medium (retensi dan stabilitas baik namun tidak ideal)

Klas 3: kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik) 2. Pemeriksaan bentuk linggir menurut House: (Gambar 3) Klas I: persegi (bentuk terbaik untuk mencegah pergerakan rotasi) Klas II: tapering (memberikan resistensi terhadap pergerakan)

Klas III: ovoid (memberikan sedikit atau tidak ada resistensi terhadap pergerakan rotasi)

(14)

3. Pemeriksaan kondisi mukosa menurut House: Klas 1: sehat

Klas 2: iritasi Klas 3: patologik

4. Pemeriksaan ukuran lidah menurut House: Klas 1: normal dalam ukuran, perkembangan dan fungsi

Klas 2: kehilangan gigi yang cukup lama untuk memungkinkan perubahan bentuk dan fungsi lidah

Klas 3: pembesaran lidah secara berlebihan akibat kehilangan gigi untuk jangka waktu yang lama sehingga terjadinya pembesaran yang abnormal

5. Pemeriksaan saliva:

Klas I: normal dalam kuantitas dan konsistensi

Klas II: jumlah saliva yang tipis, encer atau kental, berurat yang berlebihan Klas III: kekurangan jumlah saliva

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawatan

(15)

Selain dari aspek teknis dalam pembuatan GTP, Celebic dkk (2003) menyatakan bahwa faktor anatomi dan fisiologi dari rongga mulut pasien juga memainkan peran yang penting dalam kepuasan pasien memakai GTP, di antaranya adalah derajat resorpsi linggir alveolar, kualitas saliva, pembesaran lidah dan status mukosa oral.9 Dalam penelitian Maller, Karthik, dan Maller (2010) berpendapat bahwa suatu keberhasilan dari perawatan GTP tidak hanya meliputi kesehatan rongga mulut pasien bahkan kesehatan umum dan psikologi pasien turut memainkan peran. Penelitian mereka menekankan pada urutan pemeriksaan dari pasien yang didiagnosa dan kepentingannya dalam merencanakan rencana perawatan seperti kuesioner data pribadi, klasifikasi pasien (philosophical, indifferent, exacting, and hysterical), riwayat kesehatan umum, dan evaluasi klinikal yang terdiri dari pemeriksaan intral oral dan ekstra oral.42

2.4Kepuasan Pasien 2.4.1 Pengertian

Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang

dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini adalah pasien.47

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan pasien pemakai GTP dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut pasien. Faktor sosiodemografi terdiri dari faktor-faktor:

1. Umur

(16)

bahwa tidak ada hubungan antara gigi tiruan penuh, gigi tiruan sebagian lepasan, umur pasien dan kepuasan pasien.48 Uji statistik dalam penelitian Brunello dan Mandikos (1998) gagal mengidentifikasi hubungan antara umur pasien dan jenis keluhan mengenai gigi tiruan penuh mereka.26 Sebaliknya, hal ini berlawanan dengan penelitian Celebic dkk (2003), yang menunjukkan bahwa umur memiliki pengaruh terhadap kepuasan yaitu pasien muda lebih mudah puas terhadap retensi GTP rahang atas daripada pasien tua, tetapi pasien tua lebih mudah puas terhadap retensi GTP rahang bawah daripada pasien muda.9

2. Jenis kelamin

Celebic dkk (2003), melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kepuasan antara laki-laki dan wanita. Berdasarkan uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jenis kelamin, atau kebiasaan merokok dan tingkat kepuasan pasien dengan gigi tiruan penuh menurut penelitian Golebiewska dkk (1998).9 Dalam penelitian Brunello dan Mandikos (1998) gagal membuktikan hubungan antara jenis kelamin pasien dan jumlah atau jenis keluhan mengenai gigi tiruan penuh.26 Sebaliknya, Awad dan Feine (1998)

menyatakan kepuasan pasien terhadap gigi tiruan penuh sangat tergantung pada jenis kelamin.9

3. Tingkat pendidikan

Penelitian Adam (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan tingkat kepuasan memakai gigi tiruan.7 Hal ini bertentangan dengan pendapat Celebic dkk (2003), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien secara umum, kepuasan terhadap penampilan, berbicara, dan kenyamanan dalam pemakaian GTP rahang atas. Pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih puas secara umum, penampilan, fungsi bicara, dan kenyamanan dalam pemakaian GTP rahang atas.9

4. Status ekonomi

(17)

menggunakan status sosioekonomi sebagai faktor yang memungkinkan dalam mempengaruhi kepuasan gigi tiruan. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi antara status sosioekonomi dengan tingkat kepuasan gigi tiruan: semakin rendah status sosioekonomi, semakin tinggi tingkat kepuasan terhadap gigi tiruan.45

5. Pengalaman memakai GTP

Van Waas (1990) menjumpai tidak ada korelasi antara pengalaman memakai gigi tiruan sebelum dengan tingkat kepuasan namun ia mengakui bahwa ini akan menjadi alat yang penting untuk studi pada masa akan datang. Sebaliknya, penelitian Weinstein dkk (1988), menyatakan bahwa pasien yang tidak mempunyai pengalaman memakai gigi tiruan mengekspresikan derajat kepuasan lebih rendah secara signifikan berbanding pasien yang lain.7 Hal ini dikarenakan pasien yang mempunyai pengalaman, mampu mempelajari gerakan neuromuskular untuk mendapatkan stabilitas gigi tiruan dengan lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak mempunyai pengalaman memakai gigi tiruan. Selain itu, pasien dengan pengalaman memakai gigi tiruan juga mempunyai harapan yang realistis terhadap estetik dan psikososial.7 Hal ini didukung oleh pernyataan Celebic dkk (2003) yang menyatakan bahwa jumlah

GTP yang pernah dipakai pasien sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien. GTP lama memiliki skor lebih rendah dari segi estetik namun dari segi pengunyahan, kepuasan umum, retensi, dan kenyaman memakai gigi tiruan skor GTP lama lebih tinggi.9

6. Faktor psikologikal

(18)

puas adalah mereka yang kurang cemerlang, kurang stabil, lebih teliti, dan lebih egosentris dari pasien yang puas.7

Hal ini bertentangan dengan pendapat Smith (1976) yang telah menggunakan

Minnesota Multiphasic Personality Inventory dan tidak dijumpai korelasi antara sifat personal seperti hipokondriasis, histeri, depresi dengan kepuasan pasien. Van Waas (1990) melakukan studi menggunakan Health Locus Control Scale yang merupakan kemampuan seseorang itu, dalam berbagai situasi kesehatan, percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengendalikan apa yang terjadi pada diri mereka. Ia tidak menemukan hubungan antara ketidakpuasan dengan personal pasien. Hasil yang sama ditemukan dengan penelitian Manned dan Mehra (1983).7,45

Menurut Celebic dkk (2003) menyatakan bahwa kepuasan pasien memakai GTP berdasarkan kondisi klinis rongga mulut, yaitu:9

1. Linggir alveolar

Jaringan pendukung pada linggir alveolar gigi tiruan penuh terbatas dalam kemampuannya untuk beradaptasi dan menyerupai peranan jaringan periodonsium. Kekurangan ini disebabkan oleh pergerakan gigi tiruan dalam hubungannya terhadap

dasar tulang sewaktu berfungsi. Hal ini terkait dengan ketahanan yang mendukung mukosa dan ketidakstabilan pergerakan gigi tiruan sewaktu fungsional dan parafungsional. Oleh karena terjadinya pergerakan yang berkelanjutan dan daya yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan linggir alveolar, maka hampir semua prinsip konstruksi gigi tiruan penuh telah diformulasikan seminimal mungkin. Meskipun belum terbukti, dapat dianggap bahwa pergerakan fungsional yang berulang dari gigi tiruan penuh mungkin menjadi salah satu faktor penyumbang terjadinya resorpsi linggir alveolar.

Bentuk linggir alveolar ada tiga macam, yaitu bentuk “U” bila permukaan

labial atau bukal sejajar dengan permukaan lingual atau palatal (retensi dan stabilitas

yang ideal), bentuk “V” bila puncak tulang sempit dan tajam seperti pisau (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik) dan bentuk “bulbous” bila melebar

(19)

yang ideal seperti bentuk “U” namun adanya gerong menyulitkan pada saat GTP

dipasang atau dilepaskan). 2. Saliva

Saliva yang cair dalam jumlah yang banyak dapat membasahi permukaan anatomis gigi tiruan sehingga mempertinggi daya permukaan saat saliva yang kental dan banyak mudah untuk melepaskan gigi tiruan dan menyulitkan pada saat mencetak rahang bawah.49 Menurut Nallasamy (2003), kualitas dan kuantitas saliva mempengaruhi keberhasilan pemakaian GTP seperti saliva yang encer dapat memberikan ikatan adhesi antara basis GTP dengan jaringan mukosa, namun jumlah saliva yang sedikit dapat mengurangi ikatan adhesi tersebut.26 Walaupun faktor ini tidak memungkinkan untuk dimodifikasi bagi tujuan prostodontik, penjelasan mengenai efek tersebut dapat membantu pasien untuk lebih memahami masalah tersebut, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemauan pasien untuk menerima keterbatasan untuk keberhasilan perawatan tersebut.25

Pengurangan saliva ini juga akan mengganggu retensi gigi tiruan karena mengurangi ikatan adhesi saliva diantara basis gigi tiruan dengan jaringan mukosa

dibawahnya dan menyebabkan iritasi mukosa. Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian gigi tiruan berkurang sehingga kepekaan pasien terhadap gesekan-gesekan dari gigi tiruan bertambah.26,30 Kelenjar saliva itu sendiri bisa sakit atau saluran tertutup karena kelenjar palatal sering mengalami kerusakan akibat dari tekanan gigi tiruan yang berkepanjangan.25

3. Mukosa

(20)

tiruan dan menunjukkan predisposisi yang lebih besar terhadap kerusakan mukosa.24,25

4. Lidah

Lidah memainkan peran yang penting dalam menentukan suatu keberhasilan gigi tiruan penuh dimana ukuran dan aktivitas lidah menjadi perhatian. Penggunaan GTP yang baru bisa menyebabkan lidah cenderung untuk melepaskan gigi tiruan, sedangkan lidah yang kecil tidak dapat menahan GTP pada tempatnya dengan baik.49 Pasien edentulus yang belum pernah memakai gigi tiruan rahang bawah sering menggunakan lidah sebagai antagonis untuk rahang atas selama pengunyahan. Dalam hal ini, lidah dapat membesar dan juga sangat kuat sehingga perawatan gigi tiruan dan penggunaan gigi tiruan berikutnya menjadi tantangan bagi dokter gigi dan pasien masing-masing.25

Kavitas oral sangat berkontrubusi terhadap health-related quality of life pada tingkat biologi seperti mengunyah dan menelan tetapi juga berpengaruh terhadap aspek sosial dan psikologi seperti komunikasi, rupa dan percaya diri. Kehilangan gigi penuh dapat menyebabkan lansia mengalami malnutrisi akibat dari pemilihan

makanan yang menyebabkan lansia tidak mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga berpengaruh terhadap kesehatan umum lansia. Berdasarkan asumsi bahwa penggunaan gigi tiruan dapat meningkatkan kualitas hidup untuk menggantikan gigi yang hilang, namun lansia menganggap bahwa gigi tiruan dapat mengganti fungsi gigi asli sehingga mereka mempunyai harapan yang tinggi terhadap kualitas gigi tiruan yang dipakai. Harapan ini mempengaruhi kepuasan pasien lansia untuk memakai gigi tiruan dan sering mengeluh ketidakpuasan memakainya walaupun gigi tiruan telah memenuhi kriteria klinis. Menurut Bilhan (2013), oral health-related quality of life (OHRQoL) dipengaruhi kualitas perawatan gigi tiruan.9,10,36

(21)
(22)
(23)

2.6 Kerangka Konsep Lansia pemakai gigi tiruan penuh

Saliva Mukosa Linggir alveolar

(24)

2.7 Hipotesis

1. Ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien lanjut usia pemakai gigi tiruan

penuh dengan faktor sosiodemografi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi gel lidah buaya 5, 10, 15, dan 20% pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan

“Microsoft Visual Studio 2015 Unleashed”. United

Sasaran ketiga yang diampu oleh Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya peternakan, dengan

semua anggota harus memberikan segala bantuan kepada PBB dalam suatu tindakannya yang diambil sesuai dengan Piagam ini, dan tidak akan memberikan bantuan kepada

Suryabrata (2000: 182-183) menyatakan bahwa untuk dapat diolah dengan statistik parametrik (hal ini umumnya yang diinginkan peneliti) maka datanya perlu pada

The systematic height errors of the ZY3 DSM, based on orientation by bias correction with affine transformation, against the reference DSM from IGN (figure 2) are obvious – in

Firstly, eighteen accurate and evenly-distributed GPS points are collected in field and used as GCPs/check points, the image points of which are accurately measured, and also

[r]