• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Chapter III V"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DASAR HUKUM SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERH DAN RETRIBUSI DAERAH

A. Dasar Hukum Pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Negara Indonesia adalah negara hukum.32Oleh karena itu salah satu

ciri-ciri negara hukum adalah setiap tindakan penguasa negara (pemerintah) harus

berdasarkan hukum.Demikian juga tentang pungutan pajak dan retribusi harus

didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengingat pajak daerah maupun

retribusi daerah itu merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah

yang tidak ada imbalannya yang dapat ditunjukkan secara langsung.33

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sehubungan dengan itu adapun jenis atau hierarki Peraturan

Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan yang terdiri atas :

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

32

(2)

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota34

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama

Pasal 23 A yang menegaskan; Pajak dan pungutan lain yang bersifat

memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. ialah terdiri dari :

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Retribusi Daerah.

3. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

4. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembuatan Peraturan

Perundang-Undangan Pasal 7.

5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

6. Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

7. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

B. Perbedaan Pajak Daerah dengan Retribusi Daerah

Seperti telah diuraikan pada point A. Dasar Hukum Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah di atas, bahwa pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

diatur pada undang-undang yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan pergantian

terhadap undang-undang yang telah ada sebelumnya yaitu Undang-Undang N0.

18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan

(3)

Retribusi Daerah, tetapi apabila dicermati, maka antara Pajak Daerah dengan

Retribusi Daerah terdapat beberapa perbedaan.

Perbedaan antara Pajak Daerah dengan Retribusi Daerah dapat dilihat dari

beberapa sudut yaitu sebagai berikut :

1. Dari sudut ciri atau karakteristik

Dari berbagai defenisi yang telah diuraikan pada Bab II tulisan ini dapat

ditarik ada beberapa ciri atau karakteristik dari pajak yaitu :

a. Pajak dipungut berdasar undang-undang atau peraturan pelaksanaannya.

b. Terhadap pembayaran pajak, tidak ada tegen prestasi yang dapat

ditunjukkan secara langsung;

c. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;

d. Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pengeluaran-pengeluaran rutin maupun pengeluaran-pengeluaran

pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya

dipergunakan untuk public investment,

e. Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan danadari

rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga

mempunyai fungsi yang lain, yakni fungsi mengatur.

Retribusi agak berbeda dengan pajak.Dalam retribusi, hubungan antara

prestasi yang dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan kontraprestasi itu

bersifat langsung.Dalam hal ini, pembayar retribusi justru menginginkan adanya

(4)

air minum pada PDAM, retribusi listrik, telepon, gas, uang kuliah, dan

sebagainya.Pengenaan retribusi juga dilakukan dengan mendasarkan pada

ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum, dan untuk menaatinya yang

bersangkutan juga dapat dipaksa. Dalam retribusi terhadap listrik, misalnya,

apabila rakyat selaku pelanggan tidak memenuhi kewajibannya maka akan ada

tindakantindakan tertentu yang bertujuan sebagai pemaksaan seperti pengenaan

denda, pemutusan hubungan untuk sementara, dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, maka ada ciri-ciri tertentu yang melekat pada

retribusi, antara lain:

a. Retribusi dipungut dengan berdasarkan peraturan-peraturan (yang berlaku

umum);

b. Dalam retribusi, prestasi yang berupa pembayaran dari warga

masyarakat akan mendapatkan jasa timbal secara langsung yang tertuju

pada individu yang membayarnya (individual);

c. Uang hasil dari retribusi dipergunakan bagi pelayanan umum berkait dengan

retribusi yang bersangkutan;

d. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, dimana paksaan itu umumnya bersifat

ekonomis.35

2. Dari unsur-unsur defenisi pajak dengan melihat defenisi yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka unsur-unsur yang terdaapt dalam pajak adalah :

a. Bahwa pajak itu adalah suatu iuran, atau kewajiban menyerahkan sebagian

kekayaan (pendapatan) kepada negara. Dapat dikatakan bahwa pemerintah

(5)

menarik sebagian daya beli rakyat untuk negara.

b. Bahwa perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat wajib, dalam arti

bahwa bila kewajiban itu tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya dapat

dipaksakan, artinya: hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan

kekerasan seperti surat paksa dan sita.

c. Perpindahan ini adalah berdasarkan undang-undang atau peraturan yang dibuat

oleh pemerintah yang berlaku umum. Sekiranya pemungutan pajak tidak

didasarkan pada undangundang atau peraturan, maka ini tidak sah dan

dianggapsebagai perampasan hak.

d. Tidak ada jasa timbal (tegen prestasi) yang dapat ditunjuk, artinya bahwa

antara pembayaran pajak dengan prestasi dariInegara tidak ada hubungan

langsung. Prestasi dari negara seperti: Hak untuk mendapat perlindungan

dari alat-alat negara, hak penggunaan jalan umum, hak untuk mendapatkan

pengairan dan sebagainya. Prestasi tersebut tidak ditujukan secara langsung

kepada individu pembayar pajak, tetapi ditujukan secara kolektif atau kepada

anggota masyarakat secara keseluruhan. Buktinya orang miskin yang tidak

membayar pajak pun dapat menikmati prestasi dari negara. Bahkanorang miskin

mungkin lebih banyak menggunakan prestasi dari negara dibanding dengan

orang kaya seperti dalam hal penggunaan sarana/kesehatan.

e. Uang yang dikumpulkan tadi oleh negara digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat, seperti pembuatan jalan,

(6)

Dengan memperhatikan unsur-unsur yang melekat pada pajak maka akan mudah

untuk membedakan antara pajak dengan “retribusi”. Adapun perbedaannya adalah

sebagai berikut:

a. Pada pajak sifatnya berlaku umum, artinya berlaku bagi setiap orang yang

memenuhi syarat untuk dapat dikenakan pajak, sedangkan pada retribusi

hanya berlaku bagi orang-orang tertentu yang langsung ditunjuk.

b. Pada pajak unsur paksaannya bersifat pidana dan administratif. Sedangkan

retribusi unsur paksaannya bersifat ekonomis, artinya kalau tidak membayar

iuran maka orang yang bersangkutan tidak diperkenankan memperoleh

atau menikmatijasa dari negara. Misalnya retribusi pasar. Bagi mereka

yangtidak membayar retribusi, maka kepadanya tidak akan

diperkenankan masuk di pasar menjual barang dagangannya.

c. Pada pajak, tegen prestasinya bersifat tidak langsung dalam arti bahwa

meskipun kita bayar pajak belum tentu kita bisa menikmati jasa dan negara.

Misalnya kita bayar pajak untuk membiayai salah satu IRIGASI (pengairan)

yang lerletak di salah satu daerah lain. Antara pembuatan irigasi dengan

pembayaran pajak tadi boleh dikatakan tidak ada hubungannya karena kita

selaku pembayar pajak belum tentu dapat manfaat atau kegunaan dan irigasi

itu. Irigasi itu dibangun bukan ditujukan kepada mereka yang membayar

pajak saja tetapi ditujukan untuk kepentingan masyarakat

secarakeseluruhan. Jadi, tampak bahwa mereka yang tidak bayar pajak

(7)

Sedangkan pada retribusi, tegen prestasinya bersifat langsung dalam arti

bahwa siapa yang membayar iuran maka ia berhak menikmati jasa

negara, sedangkan mereka yang tidak membayarnya, tidak diperkenankan

menikmati jasa negara, Contoh: Retribusi pasar dan retribusi air

minum.36

3. Dari Sudut Objek dan Jenisnya

Objek dan Jenis Pajak ada sebanyak 16 (enam belas) yang diperinci

seperti :

(1)Pajak Provinsi terdiri atas :

a. Pajak kendaraan bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

(2) Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

(8)

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Sementara objek dan jenis Retribusi hanya sebanyak 3 (tiga) jenis yaitu

terdiri atas :

a. Jasa Umum

b. Jasa Usaha

c. Perizinan Tertentu.37

C. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Adapun tata cara pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah

adalah seperti diperinci di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah

sebagai berikut :

1. Pemungutan Pajak

a. Pasal 96 Tata cara pemungutan pajak

(1) Pemungutan pajak dilarang diborongkan

(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang

berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib

pajak berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan.

(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan

penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau

dokumen lain yang dipersamakan.

(9)

(4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) berupa karcis dan nota perhitungan.

(5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar

dengan menggunakan SPTPD dan atau SKPDKBT.

b. Surat Tagihan Pajak

(1) Pasal 100 Kepala daerah dapat menerbitkan STPD jika

a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran

sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dan/atau denda.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana

yang telah dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah

dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)

setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat

terutangnya pajak.

(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo

pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%

(dua persen) sebulan dan ditagih melalui SRPD.

c. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

(1) Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan

penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak

(10)

(2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan

Pembentukan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang

menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar dilunasi dalam jangka

waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

(3) Kepala Daerah atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi

persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada

wajib pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)

sebulan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran,

tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak

diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB,

SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembentulan, Surat

Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau

kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih

dengan surat paksa.

(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

2. Pemungutan Retribusi

a. Tata Cara Pemungutan Retribusi

Pasal 160

(1) Retribusi dipungut mengenakan SKRD atau dokumen lain yang

(11)

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.

(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada

waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administratif

berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi

yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan

menggunakan STRD.

(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

didahului dengan Surat Teguran.

(5) Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan

Peraturan Kepala Daerah.

b. Tata Cara Perhitungan Retribusi

Pasal 151

(1) Besarnya Retribusi yang terulang dihitung berdasarkan perkalian

antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi.

(2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

jumlah penggunaan jasa yang dijadijan dasar alokasi beban biaya yang

dipikul pemerintah daerah untuk penyelenggaraan jasa yang

bersangkutan.

(3) Apabila tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sakit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan

(12)

(4) Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mencerminkan

beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan

jasa tersebut.

(5) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai

rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung

besarnya Retribusi terutang.

(6) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan

seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan

sasaran penetapan tarif Retribusi.

c. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi

Pasal 152

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi jasa umum

ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang

bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas

pengendalian atas pelayanan tersebut.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan

pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

(3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya

penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.

(4) Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan

Retribusi penggantian biaya cetak peta hanya memperhitungkan biaya

(13)

Pasal 153

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi jasa

Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang

layak.

(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut

dilakukan secaera efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Pasal 154

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu

didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya

penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan,

penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari

pemberian izin tersebut.

Dari uraian di atas dibawah ini dijelaskan secara sistematika mekanisme

Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai berikut :

a. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

1. Pendaftaran dan Pendataan

Pendaftaran dilakukan oleh Wajib Pajak ke kantor DPKA. Pendataan

dilakukan oleh Petugas Pajak melalui pendataan Wajib Pajak.Kegiatan

pendaftaran pendataan diawali dengan pengisian formulir pendaftaran dan

(14)

Formulir yang telah diisi dikembalikan wajib pajak kepada petugas yang

ditunjuk dan dicatat dalam buku induk wajib pajak berdagarkan nomor

urut.DPKA menerbitkan surat pengukuhan pengusaha kena pajak dan NPWPD.

Apabila wajib pajak tidak mengembalikan/mengisi formulir, tidak

mengembalikan formulir pendaftaran maka hal tersebut telah dianggap

menyetujui sebagai wajib pajak.maka DPKA akan mengukuhkan pengusaha kena

pajak secara jabatan dan menerbitkan NPWPD. Wajib pajak yang telah memiliki

NPWPD setiap awal tahun pajak wajib mengisi SPTPD.

SPTPD disampaikan wajib pajak ke DPKA paling lambat 15 (lima belas)

hari berakhir masa pajak. untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada wajib

pajak, NPWPD hams dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan daerah.

2. Pengisian dan Penyampaian SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT

Pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT adalah prosedur

pengisian dan penyampaian surat pemberitahuan dan surat ketetapan pajak oleh Wajib Pajak

kepada Walikota.

Wajib Pajak yang telah memiliki NPWPD, setiap awal masa pajak wajib mengisi

SPTPD. SPTPD harus diisi secara jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh

wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada kepala DPKA paling lambat 15 (lima

belas) hari sesudah masa pajak.SPTPD untuk memperhitungkan dan menetapkan pajak

sendiri yang terutang.

Jumlah pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak harus tercantum

dengan jelas pada bukti pembayaran.Bukti pembayaran dapat berupa bill, atau kuitansi

(15)

pembayaran, perlu dilakukan perporasi terhadap bill atau kuitansi atau faktur oleh

DPKA.

Bill atau faktur pembayaran sekurang-kurangnya harus memuat :

a. nama dan alamat Wajib Pajak

b. nomor unit

c. tanggal

d. nama/jenis makanan yang dikonsumsi konsumen

e. jumlah pajak yang harus dipungut dan konsumen

3. Pembayaran, Penyetoran, Tempat Pembayaran, Angsuran dan Penundaan Pembayaran.

Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan

pembayaran adalah prosedur yang harus dilakukan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran,

penyetoran, penunjukan tempat pembayaran, pengajuan permintaan pengangsuran dan

penundaan pembayaran pajak.

3. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau

Pembatalan Ketetapan Pajak

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan

ketetapan pajak adalah prosedur yang harus dilakukan wajib pajak apabila akan mengajukan

pengurangan, atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan

ketetapan pajak.

Permohonan pengurangan Pajak diajukan dengan melampirkan syarat-syarat

sebagai berikut:

a. surat kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain

(16)

c. NPWPD

d. fotocopy KTP/kartu identitas lainnya dan wajib pajak

Walikota dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal

diterimanya surat permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan

pengurangan pajak yng diajukan wajip pajak. Keputusan berupa mengabulkan

sebagian, atau mengabulkan seluruhnya atau menolak.

Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan secara teratur dan

berturut-turut dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang

belum atau kurang bayar. Walikota melalui kepala DPKA dapat

memberikanpersetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak

sampai dengan 12 (dua belas) bulan, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan

dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dan jumlah pajak yang belum atau

kurang bayar.

Persyaratan untuk dapat mengangsur atau menunda pembayaran adalah sebagai

berikut:

a. Objek pajak terkena bencana atau bencana alam, seperti kebakaran, gempa

bumi, banjir tanah longsor.

b. Wajib Pajak berada dalam krisis keuangan.

c. Wajib Pajak berada dalam kondisi pailit yang dibuktikan dengan putusan

pengadilan.

4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah prosedur pengajuan kelebihan

(17)

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak hotel kepada walikota melalui

kepala DPKA. pengembalian kelebihan pembayaran pajak hotel dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

5. Kriteria Wajib Pajak dan Penentuan Besaran Omset Serta Tata Cara

Pembukuan atau Pencatatan

Wajib pajak yang melakukan usaha dengan omset paling sedikit

Rp.300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan

Pembukuan. Pembukuan dapat dijadikan sebagai dasar untuk

menghitungbesamya pajak terutang dan hams dilakukan secara tertib, teratur dan benar

sesuai denga norma pembukun yang berlaku.

Apabila wajib pajak tidak menunjukkan pembukuan pada saat

pemeriksaan, maka jumlah pajak terutang akan ditetapkan secara jabatan. Pembukuan,

catatan dan bukti pembukuan yang berhubungan dengan usaha wajib pajak hams disimpan

selama 5 (lima) tahun.

6. Pemeriksaan

Pemeriksaan pajak adalah tata cara yang hams dilakukan petugas yang ditunjuk

dalam memeriksa pembukuan wajib pajak. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang dilakukan oleh PPNS.

Bentuk pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan lengkap

Pemeriksaan lengkap dilakukan ditempat wajib pajak meliputi pajak untuk tahun

(18)

pemeriksaan yang lazim digunakan untuk pemeriksaan pada tahun sebelumnya.

b. Pemeriksaan sederhana dapat dilakukan:

1. di lapangan, meliputi seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun

sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknis pemeriksaan dengan

bobot dan kedalaman yang sederhana.

2. di kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan yang

dilakukan dengan menerapkan teknik pemerikasaan dengan bobot dan kedalam

sederhana.

Dalam pengelolaan pajak harus dilakukan sesuai dengan syarat-syarat

pengelolaan pajak yang telah ditetapkan, mengingat membebankan pajak kepada

masyarakat bukanlah suatu hal yang mudah.Disini para petugas pajak harus aktif

dalam hal pemungutan pajak.

Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun

sejak akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun. Pajak atau Tahun Pajak.Apabila

terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung

persengketaan antara fiskus dan wajib pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur

Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan wajib pajak.

Kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang dapat dibetulkan

ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau

kekeliruan dari:

a. Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama,

alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak

(19)

b. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan

atau perkalian danatau pembagian suatu bilangan;

c. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma

Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh dalam tahun

berjalan, dan pengkreditan pajak.

Jangka waktu penyelesaian permohonan pembetulan Wajib Pajak harus

diselesaikan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima. Apabila jangka waktu

tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan,

maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan.

b. Sistem Pemungutan Retribusi Daerah

Proses pemungutan Retribusi Daerah meliputi proses pendataan sampai

pada proses pengawasan penyetoran oleh pejabat yang berwenang. Sifat

pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses

kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh

bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses

pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama

badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut

melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih

efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan

(20)

terutang,pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.38

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi

dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang

terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa.

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah

(SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah suratketetapan retribusi

yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara

lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak

membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, ia dikenakan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dan retribusi terutang

yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi

Daerah (STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi

administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah

ditetapkan oleh kepala daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, Pejabat Pemungut Retribusi adalah Pejabat pegawai yang diberi tugas

tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

39

38

Ryan Harianto, Makalah Tentang Tantangan Otonomi Daerah dalam Prespektif Pendapatan Asli Daerah. Disampaikan dalam seminar terbuka di Universitas Sumatra Utara 2014.

39

(21)

a. Tingkat Penggunaan Jasa

Tingkat Penggunaan Jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa

sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untukpenyelenggaraan

jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, berapa

kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya.Akan tetapi, ada pula penggunaan

jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur.Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa

mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang didasarkan atas luas tanah, luas

lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.

b. Tarif Retribusi Daerah

Tarif Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan

untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang.Tarif dapat ditentukan seragam

atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan sasaran dan tarif

tertentu, misalnya perbedaan Retribusi Tempat Rekreasi antara anak dan dewasa.Tarif

retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan sasaran

penetapan tarif retribusi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan

perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau

kembali paling lama lima tahun sekali.

c. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan

memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar

golongan retribusi daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun

(22)

8-10 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan

sebagai berikut:

1. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan

mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan

masyarakat, dan aspek keadilan.

2. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk

memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap

memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

3. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan padatujuan untuk

menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin

yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin yang

bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan

dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari

pemberian izin tersebut.40

Sedangkan menurut Kesit Bambang Prakosa, prinsip dasar untuk

mengenakan retribusi biasanya didasarkan pada total biaya dari

pelayanan-pelayanan yang disediakan. Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan

tingkat pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap dibawah tingkat biaya (full

cost) ada 4 alasan utama mengapa hal ini terjadi :

a. Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public goodyang disediakan

karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan

konsumsi. Misalnya retribusi air minum.

(23)

b. Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dan swasta dan sebagian lagi merupakan good

public. Misalnya tarif kereta api atau bus disubsidi guna mendorong masyarakat

menggunakan angkutan umum dibandingkan angkutan swasta, guna mengurangi

kemacetan.

c. Pelayanan seluruhnya merupakan (privat good) yang dapat disubsidi jika hal ini

merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi masyarakat

dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasi dan kolam renang.

d. Privat good yang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan group-group

berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma. Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:

Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunan Jasa.41

41

(24)

BAB IV

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian dan Tujuan Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian

dari hukum yang khusus.Hukum Administrasi Negara dalam studi ilmu

Administrasi, merupakan mata kuliah bahasa khusus tentang salah satu aspek dari

administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi

negara.Hukum Administrasi Negara dikalangan PBB dan kesarjanaan

internasional, diklasifikasi baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam

ilmu-ilmu administrasi, hukum administrasi materiil terletak diantara hukum

privat dan hukum pidana. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945

disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Prinsip negara

hukum pada dasarnya mengisyaratkan adanya aturan main dalam

penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sebagai aparatur penyelenggara

negara, dengan inilah kemudian Hukum Administrasi Negara muncul sebagai

pengawas jalannya penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Berdasarkan asumsi tersebut tampah bahwa Hukum Administrasi Negara

mengandung dua aspek yaitu pertama, antara aturan hukum yang mengatur

dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya

(25)

administrasi negara dengan para warga negaranya,42

1. Perbuatan Pemerintahan (pusat dan daerah) dalam bidang politik :

jadi Hukum Administrasi

Negara adalah hukum yang berkenaan dengan pemerintahan (dalam arti sempit)

Bestuursrecht of administratief Recht omvat regels, die betrekking hebben op de

administratie yaitu hukum yang cakupannya secara besar mengatur :

2. Kewenangan pemerintah (dalam melakukan perbuatan dibidang publik

tersebut) di dalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan

bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya; pengguna kewenangan

ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum, karena itu diatur pula tentang

pembuatan dan penggunaan instrument hukum;

3. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunana kewenangan

pemerintahan itu;

4. Penegakan hukum dan penetapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.43

Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara. Sejarah dari Hukum

Administrasi Negara dan Negara Belanda yang disebut Administratif Recht atau

Bestuurs Recht yang berarti Lingkungan Kekuasaan/Administatif di luar dari

legislative dan yudisial. Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang

selalu berkaitan dengan aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan

masyarakat serta interaksi diantara keduanya.Pada dasarnya defenisi Hukum

Administrasi Negara sangat sulit untuk memberikan suatu defenisi yang dapat

diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat

luas dan terus berkembang mengikuti arah pengolahan/penyelenggaraan suatu

42

(26)

negara.44

1. Oppen Hein mengatakan “Hukum Administrasi Negara sebagai gabungan

ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah

apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan

kepadanya oleh Hukum Tata Negara”.

Namun sebagai pegangan dapat diberikan beberapa defenisi sebagai

berikut :

2. J.H.P. Beltefroid mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah

keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan

badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak

memenuhi tugasnya”.

3. Logemann mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari

norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk

memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka

yang khusus”.

4. De La Bascecoir Anan mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah

himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab negara

berfungsi/bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan

antara warga negara dengan pemerintahan”.

5. L.J. Van Apeldorn mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah

keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung

kekuasaan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung

44

(27)

kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu”.

6. A.A.H. Strungken mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah

aturan-aturan yang menguasai tiap-tiap cabang kegiatan penguasa sendiri”.45

Pengertian-pengertian di atas jelaslah bahwa bidang hukum administrasi

negara sangatlah luas, banyak segi dan macam ragamnya.Pemerintah adalah

pengurus dari pada negara, pengurus negara adalah keseluruhan dari

jabatan-jabatan di dalam suatu negara yang mempunyai tugas dan wewenang politik

negara dan pemerintahan.Apa yang dijalankan oleh pemerintah adalah tugas

negara dan merupakan tanggung jawab dari pada alat-alat pemerintahan. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum

mengenai pemerintah/eksekutif di dalam kedudukannya, tugas-tugasnya dan

fungsi.

Hukum Administrasi Negara umum berkenaan dengan peraturan-peraturan

umum mengenai tindakan hukum dan hukum administrasi atau

peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum

administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang tertentu.Hukum Administrasi

Negara adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu

seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian, peraturan

tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan bidang

pendidikan, peraturan pertambahan dan sebagainya.46

45

Ibid, hlm. 20 46

(28)

Perbedaan bidang hukum administrasi khusus adalah hal yang logis,

karena masing-masing negara mempunyai perbedaan sosio kultural, politik,

kebijakan, pemerintah, dan sebagainya.Pembedaan antara hukum adminstrasi

umum dan khusus menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari.Munculnya

hukum administrasi khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahrinya

berbagai bidang tugas-tugas pemerintahan yang baru dan sejalan dengan

perkembangan dan penemuan-penemuan baru berbagai bidang kehidupan di

tengah masyarakat, yang harus diatur melalui hukum administrasi. Hukum

Administrasi Negara khusus ini telah dihimpun dalam Himpunan

peraturan-peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, yang disusun berdasarkan

sistem Engelbrecht, yang di dalamnya dimuat tidak kurang dari 88 bidang.

Bidang Hukum Administrasi Negara khusus di Belanda, terdapat pada

Staatsalmanak 1995, yang juga memuat puluhan bidang.Berdasarkan keterangan

tersebut tampak bahwa bidang Hukum Administrasi Negara itu sangat luas,

sehingga tidak dapat ditentukan secara tegas ruang lingkupnya. Khusus bagi

negara kesatuan dengan system desentralisasi, terdapat pula Hukum Administrasi

Daerah, yaitu peraturan-peraturan Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai

“hukum antara”, sebagai contohnya yaitu dalam perihal perizinan bangunan.

Penguasa dalam memberikan izin, memperhatikan segi-segi keamanan dari

bangunan yang direncanakan.47

Pemerintah dalam hal demikian, menentukan syarat-syarat keamanan,

disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin

(29)

bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana.W.F. Prins mengemukakan bahwa

hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda

venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah

berarti ada racun di ekor/buntut).48

1. Mengatur hubungan-hubungan dalam masyarakat.

Hukum menurut isinya dapat dibagi dalam

Hukum Privat dan Hukum Publik.Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang

mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain,

dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.Hukum publik (Hukum

Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat

perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara),

yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi

Negara.

Hukum Administrasi Negara secara teoritik, merupakan fenomena

kenegaraan dan pemerintahan yang keberadaannya setua dengan keberadaan

negara hukum, atau muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan

negara dan pemerintahan berdasarkan aturan hukum tertentu.Hukum Administrasi

Negara sebagai suatu cabang ilmu, khususnya di wilayah hukum kontinental, baru

muncul belakangan.

Dalam pelaksanaannya Hukum Administrasi Negara mempunyai beberapa

tujuan sebagai berikut :

Fungsi Hukum Administrasi Negara ini sama dengan fungsi dari

hukum-hukum lain, yaitu mengatur hubungan dalam masyarakat. Contoh :

48

(30)

a. Hukum perdata mengatur hubungan antara individu/badan hukum dengan

individ/badan hukum lain.

b. Hukum pidana mengatur hubungan antara negara dengan

individu/masyarakat dalam hal kepidanaan.

c. Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan antara negara dengan

individu/masyarakat dalam bidang administrasi negara/pemerintahan.

2. Mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat

Dalam beberapa peraturan perundang-undangan Hukum Administrasi Negara,

selain mengatur hubungan-hubungan dalam masyarakat, tujuan Hukum

Administrasi Negara juga mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan

dalam masyarakat.

a. Contoh : dalam pengurusan ijin HO dan dalam pengurusan IMB. Dalam

pengurusan ijin HO (anti gangguan) di dalam pengurusan ijin HO adalah

beberapa kepentingan :

• Kepentingan orang yang mengajukan

• Kepentingan pemerintah

• Kepentingan orang di sekitar tempat yang diajukan

Dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan ada beberapa kepentingan

yang diajukan :

• Kepentingan orang yang mengajukan

• Kepentingan pemerintah

• Kepentingan orang yang memiliki tanah di sekitar tempat yang

(31)

3. Menjaga agar pelaksanaan administrasi negara berjalan sebagaimana

mestinya.

4. Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

B. Asas-Asas dan Tujuan Pemungutan Pajak dan Retribusi 1. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Masalah pajak tidaklah sederhana memindahkan dana dari masyarakat ke

kas negara. Pemungutan pajak dikenakan atas sebagian harta, kekayaan atau

penghasilan seseorang atau sebagian keuntungan yang didapatkan oleh badan

usaha berdasarkan wewenang pemerintah selaku pelaksana undang-undang

perpajakan.Agar tidak menimbulkan akses dan gejolak dalam pelaksanaannya

maka dalam penyusunan undang-undang dan peraturan perpajakan haruslah

memperhatikan beberapa asas pemungutan pajak.

Teori asas pemungutan pajak yang sangat terkenal dan dianut hingga saat

ini salah satunya adalah teori “Four common of taxation” atau The four maxims”

yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya “An inquiry in to the nature

and cause of the wealth of Nations”, yaitu :

1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan).

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan

kemampuan dan penghasilan wajib pajak (ability to payment), negara tidak

boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Keadilan disini mengacu

kepada konsep penerimaan dan pengorbanan yakni jika kita membayar pajak

(32)

walaupun timbal balik tersebut tidak dapat diberikan secara langsung.

2. Asas Centainty (asas kepastian hukum)

Pajak dipungut secara pasti tanpa kesewenang-wenangan dalam arti dalam

melakukan pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undang-undang.

Pajak bukanlah suatu asumsi namun pajak adalah suatu kepastian berupa

yang harus dipungut dan dibayar oleh wajib pajak serta harus pasti pula

ketentuan dan undang-undang sebagai payung hukum pelaksanaan

pemungutan itu.

3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak tepat waktu)

Asas ini disebut pula asas kesenangan, dimana pemungutan pajak harus

dilakukan pada saat yang tepat dan pada saat yang tidak menyulitkan bagi

wajib pajak. Sebagai contoh pada saat wajib pajak menerima penghasilan atau

menerima hadiah, pada saat itulah saat yang tepat untuk memungut pajak

darinya dimana sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.

4. Asas Economy (asas ekonomis), asas ini mengamanatkan bahwa biaya

pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak

diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung

wajib pajak. Jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak yang timbul

nilainya lebih besar dari pada hasil pemungutan pajaknya.49

Menurut Adam Smith, asas keadilan dalam pemungutan beban pajak

pertama-tama hendaknya dibebankan kepada masyarakat yang bersangkutan.

Apabila manfaat yang dinikmati tersebut tidak dapat dipakai untuk membagi

(33)

beban pajak yang diperlukan, maka anggota masyarakat harus dikenakan pajak

sebanding dengan kemampuan membayar masing-masing, yaitu sebanding

dengan penghasilan yang diperolehnya berkat perlindungan pemerintah. Jika

Adam Smith mengemukakan 4 (empat) asas dalam pemungutan pajak, maka W.J

de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7 (tujuh) asas

pokok perpajakan, yakni sebagai berikut :

1. Asas Kesamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan yang sama

hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam

pemungutan pajak.

2. Asas Daya Pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak

hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti orang yang

pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya

rendah dan pendapatannya dibawah basic need dibebaskan dari pajak.

3. Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan

istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.

4. Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah

didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang

dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5. Asas Kesejahteraan, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa dengan adanya

tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan

barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada lain pihak menarik

pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan

(34)

6. Asas Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun pengenaan

pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun

tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahkan

bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.

7. Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan

berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi

hendaknya selalu diusahkan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu

perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum.50

Adolf Wagner, pakar perpajakan lainnya mengatakan bahwa asas

pemungutan pajak terdiri dari :

1. Asas Politik Finansial Pajak yang dipungut oleh negara jumlahnya harus

memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara,

sehingga penyelenggaraan perpajakan harus diteliti dan akurat

menentukannya.

2. Asas Ekonomi Penentuan Objek Pajak harus tepat. Misalnya objek pajak atas

barang-barang mewah.

3. Asas Keadilan Pungutan Pajak harus berlaku secara umum tanpa adanya

diskriminasi diantara satu wajib pajak dengan wajib pajak yang lain, dalam

kondisi yang sama diperlukan pungutan pajak yang sama pula.

4. Asas Administrasi, asas ini menyangkut tentang masalah perpajakan (kapan,

dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara

membayarnya) dan berapa biaya pajak yang harus dikeluarkan.

50

(35)

5. Asas Yuridis, asas ini mengharuskan setiap pemungutan pajak oleh

pemerintah harus berdasarkan undang-undang.51

2. Tujuan Pelaksanaan Pemungutan Pajak dan Retribusi a. Tujuan Pemungutan Pajak

Secara umum dilakukannya pemungutan pajak adalah untuk mencapai

kondisi meningkatnya kondisi perekonomian suatu negara atau daerah yaitu :

(1) Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari

konsumsi ke investasi.

(2) Untuk mendorong tabungan dan menanam modal

(3) Untuk mentransfe sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah

sehingga memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke

tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah.

(4) Untuk memodifikasi pola investasi

(5) Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan

(6) Untuk memobilisasi surplus ekonomi.52

Dapat diketahui bahwa pada dasarnya pajak diorientasikan kepada

kesenagan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan

kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat

secara sadar dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang.

51

(36)

b. Tujuan Pemungutan Retribusi

Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan pokok dengan

tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara atau pemerintah daerah.

Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah :

(1) Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah guna

memenuhi kebutuhan rutinnya.

(2) Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran masyarakat melalui

jasa yang diberikan secara langsung kepada masyarakat.

(3) Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam retribusi

sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

(4) Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan

penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.

(5) Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan

daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan retribusi

daerah.53

(37)

C. Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Apabila dilihat dari sudut asas-asas dan tujuan pemungutan Pajak Daerah

dan Retibusi Daerah, maka Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, sekalipun merupakan pergantian-pergantian

Undang-Undang No. 18 tahun 1997 sebagaimana telah dirobah melalui

undang-undang yang sama dianggap mempunyai kekurangan yaitu Undang-Undang

No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah dirobah melalui Undang-Undang No. 34

Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Undang-Undang

inipun masih dapat dikatakan belum berhasil dari sudut tujuan hukum administrasi

negara. Karena undang-undang adalah merupakan payung atau alat pemerintah

atau pejabat negara untuk dapat melaksanakan tugasnya demi kepentingan bangsa

dan negara itu sendiri.

Sebagai bukti bahwa pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

belum dapat dikatakan berhasil dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber PAD belum

tercapai sebagaimana mestinya, dikarenakan banyak faktor diantaranya

adalah :

a. Wajib Pajak kurang memiliki kesadaran dalam membayar pajak dan

retribusi. Mereka belum mengatakan pentingnya pajak dan retribusi baik

bagi pembangunan daerah maupun terutama manfaatnya bagi mereka

sendiri. Bahkan sebagian besar wajib pajak sulit menerima tarif pajak

(38)

memberatkan mereka. Sehingga hal sedemikian ini tidak jarang terjadi

antara wajib pajak dengan petugas pemungut pajak terjadi tawar menawar

atau negoisasi agar dapat membayar pajak dengan nominal yang lebih

rendah dari apa yang telah ditetapkan. Dalam hal seperti ini petugas

pemungut pajakpun tidak jarang menerima tawaran wajib pajak dengan

pertimbangan takut kehilangan potensi pajak yang lebih besar yaitu si

wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak.

b. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam hal pemungutan retribusi

sehingga menyulitkan kolektor dalam hal pemungutan tersebut bahkan

subjek retribusi tidak jarang sengaja menunda atau tidak mau melalukan

pembayaran dengan alasan bahwa pendapatan mereka dari hasil

berdagang tidak menghasilkan untung yang cukup sehingga memberatkan

mereka untuk melakukan pembayaran.

c. Petugas pemungut pajak kurang optimal dalam memungut pajak karena

selain belum professional juga jumlahnya terbatas dibanding dengan

jumlah wajib pajak itu sendiri.

d. Sarana dan prasarana dalam rangka pemungutan pajak belum optimal.

Tempat-tempat pembayaran pajak ditemukan antrian panjang yang

menyita waktu dan tenaga wajib pajak. Pembayaran pajak secara “On

Line” dirasakan masyarakat bukan mempermudah tetapi sebaliknya

menyulitkan mereka.

e. Adanya pemungut liar terutama dalam hal retribusi, sehingga sekalipun

(39)

kas negara, karena petugas pemungutnya adalah liar atau dengan kejadian

seperti ini tidak jarang terjadi bahwa subjek retribusi harus melakukan

pembayaran lebih dari satu kali.54

2. Adanya kesepakatan pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan

undang-undang tentang pengampunan pajak (Tax Amnesty) adalah bukti kegagalan

pemerintah menjalankan undang-undang tentang pajak dan retribusi.

Kelemahan pemerintah disini adalah tidak dapat melakukan paksaan terhadap

pemungutan pajak sangat sedikit kita memperoleh berita tentang adanya

pemidanaan oleh pemerintah terhadap orang-orang wajib pajak. Kalaupun ada

hal tersebut dilakukan tebang pilih. Terhadap orang yang mempunyai

kekuasaan dan uang yang banyak pemerintah dalam hal kewajiban membayar

pajak.55

3. Adanya kasus-kasus petugas pajak seperti kelas kakap “Gayus Tambunan”

dan lain-lain berada dalam pusaran korupsi pajak membuat wajib pajak

banyak yang tidak percaya sehingga hal ini salah satu penyebab pungutan

pajak dan retribusi belum dapat mencapai sasaran yang diinginkan.56

4. Pada saat-saat penulisan skripsi dilaksanakan, beredar isu bahwa setelah

tanggal 31 Maret 2017 diperpanjang menjadi tanggal 21 April 2017

merupakan batas terakhir pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan’

pajak Tahun 2016, bahwa tanggal waktu pengisian SPT badan diperpanjang

sampai dengan 30 April 2017, wajib pajak juga belum mengisi SPTnya, maka

(40)

Direktorat Djenderal Pajak Republik Indonesia akan memberikan sanksi

berupa denda uang sampai ratusan ribu rupiah. Hal ini mengindasikan bahwa

yang pertama masih banyak wajib pajak yang belum mengisi SPT sehingga

perlu mendapatkan sanksi denda sebagai resiko yang harus diterima oleh

yang bersangkutan. Sebagai konsekuensi kelalaian atau ketidak peduliannya.

Yang kedua, bahwa pemungutan pajak sesuai dengan Undang-Undang No. 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak berjalan

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab terdahulu, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Adapun jenis-jenis objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai UU No.

28 Tahun 2009 ialah terdiri atas :

a. Pajak Daerah, yaitu :

1) Pajak Provinsi terdiri atas :

a) Pajak kendaraan

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d) Pajak Air Permukaan; dan

e) Pajak Rokok

2) Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran

c) Pajak Hiburan

d) Pajak Reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan

(42)

h) Pajak Air Tanah

i) Pajak Sarang Burung Walet

j) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

b. Retribusi Daerah, yaitu terdiri atas :

1) Jasa Umum

2) Jasa Usaha, dan

3) Perizinan Tertentu

2. Adapun Dasar Hukum Pendapatan dan Pemungutan Pajak Daerah dan

Retibusi Daerah adalah sebagai berikut :

a. Dasar Hukum Pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdiri atas:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Retribusi Daerah.

3. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

4. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

5. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

b. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dan Retibusi Daerah.

a) Pemungutan Pajak Daerah

1. Pendaftaran dan Pendataan

Pendaftaran dilakukan oleh Wajib Pajak ke kantor DPKA.

(43)

pengisian formulir pendaftaran.Wajib pajak yang telah memiliki

NPWPD setiap awal tahun pajak wajib mengisi SPTPD.

2. Pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT.

Pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT

adalah prosedur pengisian dan penyampaian surat pemberitahuan dan

surat ketetapan pajak oleh wajib pajak kepada

Gubernur/Walikota/Bupati.

3. Pembayaran Pajak Daerah dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau

kuasanya di Kas Daerah atau Kantor Pajak yang ditentukan oleh

Pemerintah Daerah setelah Kepala Daerah menentukan jatuh tempo

penyetoran dan pembayaran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga

puluh hari) kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 60

(enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

b) Pemungutan Retribusi Daerah

1) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Daerah

(SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa : karcis,

kupon dan kartu langganan, SKDR adalah surat ketetapan retribusi

yang menentukan besarnya pokok retribusi. Jika wajib retribusi

tertentu tidak membayar retribusi tepat waktunya atau kurang

membayar, ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar

2% setiap bulan dari retribusi terutang ditagih dengan

(44)

2) Pejabat Pemungut Retibusi adalah pejabat pegawai yang diberi

tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah oleh Gubernur atau

Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai UU No. 28 Tahun

2009 ditinjau dari perspektif Hukum Administrasi Negara belum berhasil

sebagaimana mestinya (diharapkan). Sebagai buktinya antara lain :

a. Pemerintah dan DPR mengeluarkan undang-undang terutang tentang

pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini mengindikasikan begitu

banyaknya wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar

pajak sesuai Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah. Hasilnya ternyata benar bahwa jumlah perolehan

tax amnesty tersebut. Negara Indonesia adalah merupakan negara yang

paling tinggi di dunia sekalipun target pemerintah tidak tercapai.

b. Adanya wacana pemerintah untuk memberikan sanksi denda bagi wajib

pajak sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) pertahun bagi siapa yang

pengisian SPT-nya belum diisi sampai batas tanggal terakhir 31 Maret

2017 yang telah tunggu diperpanjang menjadi 21 April 2017, bahkan

(45)

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dibawah ini diturunkan

beberapa saran-saran sebagai beikut;

1. Kepada petugas atau pegawai pajak yang telah ditugaskan oleh pemerintah

disarankan agar lebih profesional di dalam pemungutan pajak dna retribusi

mengingat yang pertama begitu banyak jenis atau objek pajak dan retribusi,

kemudian yang kedua pajak dan retribusi adalah merupakan kesiapan semua

bangsa dan negara kita untuk dpat membiayai semua sektor pembangunan

negara untuk kesejahteraan bangsa dan negara tersebut.

2. Disarankan kepada; petugas atu pegawai pajak dan retribusi sekaligus

masyarakat wajib pajak maupun wajib retribusi, kiranya dapat mempedomani

semua peraturan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan pajak

daerah dan retribusi daerah seperti diuraikan di atas. Dan khusus kepada

masyarakat wajib pajak maupun wajib bayar retribusi kiranya secara sadar

membayar pajak dan retribusi tersebut tanpa harus menunda atau memberikan

sesuatu yang berupa gratifikasi atau menyuap petugas pajak dan retribusi

untuk dapat tidak membayar pajak dan retribusi yang/telah terutang yang

wajib dibayarkan sesuai dengan peraturan perundng-undangan. Apalagi untuk

penundaan untuk pembayaran pajak maupun retribusi oleh undang-undang

bukan saja dapat dihukum denda administrasi dibayar sesuai dengan %

(persenan) tertentu, tetapi juga dapat dikenakan hukuman pidana tertentu.

3. Disarankan kepada pemerintah khususnya pegawai pajak agar dapat lebih

(46)

Daerah dan Retribusi Daerah agar target pengungkapan pajak dan retribusi

daerah tersebut dapat dicapai. Kemudian dihimbau pemerintah agar dapat

memberikan risentif tertentu kepada wajib pajak maupun retribusi yang dapat

membayar pajak dan reribusi tepat waktu, dan kepada wajib pajak dan

retribusi yang tidak dapat melakukan kewajibannya tanpa alasan yang dapat

diterima akal supaya dapat memberikan hukuman sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dimana kedua hal ini tentunya akan

menjadi sugesti bagi orang banyak untuk taat hukum terutama dalam

Referensi

Dokumen terkait

aktivitas jual beli kuliner khas Tionghoa di Kota Pangkalpinang) adanya.. sebuah interaksi dalam aktivitas jual beli kuliner khas Tionghoa

Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan

In the same value of the applied peak ground acceleration, the longer vibration duration also potentially produces the higher maximum excess pore water

Berdasarkan pembahasan dan analisis implementasi eGovernment pada Situs Web Pemerintah Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Makassar dan Kota Jayapura

dapat merupakan sumber nitrogen tanah dalam waktu yang relatif lama untuk.. tanaman, bila tidak terdapat gangguan lain yang mempercepat

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa proses pengembangan buku ajar menulis cerita pendek yang berorientasi pada karakter cinta tanah air yang

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Istighfaroh (2011) menunjukkan bahwa pembiayaan Qardhul Hasan seharusnya disesuaikan dengan PSAK 109, dimana sumber dana

Pengamatan pada proses produksi benar-benar dilakukan untuk mengamati seberapa besar jumlah cacat yang terjadi pada bulan February 2008.. Hasil pengumpulan data-data