• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Sabun Cair Menggunakan Alkali Dari Kulit Coklat (Theobroma cacao L.) dengan Minyak Kelapa Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Sabun Cair Menggunakan Alkali Dari Kulit Coklat (Theobroma cacao L.) dengan Minyak Kelapa Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

keseluruhan. Semakin lama usia sabun natural maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati proses cure (pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan manfaat dari sabun natural akan lebih baik. Sabun dapat bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan cara penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang terbuka (agar proses curing tetap berjalan), tidak disimpan dalam suhu lembab, dan tidak tekena sinar matahari langsung. Sabun yang dibuat dengan proses dingin membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara soda api, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu kandungan air dalam sabun juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu digunakan.

2. Proses Panas

Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial menggunakan proses panas. Proses panas lebih mudah dibanding dengan process dingin. Berbeda dengan sabun natural, dalam Proses panas waktu yang dibutuhkan sangat singkat karena sabun dipaksa untuk matang dengan cepat. Cara ini efektif untuk menekan biaya produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah, tapi sifatnya kurang baik terhadap kulit dan juga lingkungan. Kandungan zat alam dalam sabun yang bermanfaat bagi kulit pun mudah rusak karena proses panas ini. Pembuatan sabun dengan metode ini lebih rumit dari proses dingin, Tetapi dengan metode hot process, waktu tunggu hanya 7-10 hari agar sabun mengeras untuk dapat digunakan.

(2)

2.1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan

Faktor-faktor yang memeperngaruhi reaksi penyabunan [25] [27]: 1. Konsentrasi larutan Alkali

Konsentrasi alakali yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksi, dimana penambahan minyak harus sedikir berlebih agar sabun yang terbentuk tidak memiliki nilai alkali bebas berlebih. Alkali terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika alkali yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Suhu

Ditinjau dari segi termodinamikan, kenaikan suhu akan menurunkan rendemen sabun, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

d ln�

dT = ΔH RT

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini:

= � −�⁄��

(3)

3. Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probobalitas interaksi molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika interaksi antar molekul-molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya interaksi yang disimbolkan dengan konstanta A.

4. Waktu

Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan

2.2 MINYAK DAN LEMAK

Minyak merupakan bahan baku utama dalam pebuatan sabun, asam lemak dari minyak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Sifat-sifat sabun berdasarkan kandungan asam lemak dapat dilihar pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan [28] Asam Lemak Sifat Sabun yang Ditimbulkan pada Sabun

Asam Laurat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut

Asam Palmitat Mengeraskan, menstabilkan busa Asam

Asam Stearat Mengeraskan, menstabilkan busa, melembabkan

Asam Oleat Melembabkan

Asam Linoleat Melembabkan

Minyak dalam pembuatan sabun dapat berasal dari berbagai jenis minyak seperti minyak hewani dan nabati. Berikut merupakan minyak berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan:

2.2.1 Minyak Hewani

(4)

1. Lemak Sapi (Tallow)

Lemak sapi atau domba (Tallow) dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titier (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan strearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar 0,75 – 7,0 %. Titer pada tallow umumnya diatas 40 °C. Tallow dengan titer dibawah 40 °C dikenal dengan grease.

2. Lemak Babi (Lard)

Minyak babi (lard) yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti strearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

2.2.2 Minyak Nabati

Minyak nabati adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan, beberapa contoh minyak nabati [3]:

1. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

2. Minyak Kelapa

(5)

asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

3. Minyak Zaitun

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

Adapun penelitian ini menggunakan minyak kelapa sebagai sumber asam lemak dalam pembuatan sabun.

2.2.3 Minyak Kelapa (Cocos nucifera)

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke-4 dengan panjang garis pantai seluas 95.181 kilometer persegi, menurut data yang dikeluarkan Dewan Kelautan Indonesia (2015), sebagian besar dari pesisir pantai tersebut ditumbuhi oleh tanaman kelapa dan dapat dioleh menjadi minyak kelapa. Penggunaan minyak kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah minyak sawit [12]. Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan atau yang biasa disebut kopra.

(6)

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5. Woodroof (1979) menyebutkan bahwa kandungan asam-asam lemak utama di dalam minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa [29]

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)

Asam Kaproat C H COOH 0,4

Asam Kaprat C H COOH 4,5

Asam Laurat C H COOH 53

Asam Miristat C H COOH 12

Asam Palmitat C H COOH 7,5

Asam Kaprilat C H COOH 5

Asam Oleat C H COOH 4,6

Asam Palmioleat C H COOH 5

2.3 ALKALI

Alkali akan bereaksi dengan minyak yang telah dihidrolisa dan akan menghasilkan sabun dan gliserol. Alkali dapat diekstrak dari tumbuhan yang mengandung kalium dan natrium, sabun yang terbentuk merupakan sabun natural dengan proses tradisional [30]. Berikut adalah hal yang mempengaruhi proses ekstraksi alkali dari kulit coklat:

2.3.1 Kulit Coklat

(7)

dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik [32].

Akumulasi limbah kulit coklat dalam pertanian dapat menyebabkan tanah tercemar oleh garam mineral dan juga mendorong pertumbuhan jamur proliferasi karena mereka menggunakan kulit coklat sebagai substratnya terutama spesies Phytophthora yang dapat menyebabkan penyakit busuk buah[33]. Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk mengolah kulit buah cokalat menjadi pakan ternak, kompos, dan produk lain, tetapi masih diperlukan teknologi lain untuk dapat memanfaatkannya lebih optimal [34].Contoh dari kulit coklat dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

(a) (b)

Gambar 2.2 Kulit Buah Coklat (a) Basah dan (b) Setelah di Keringan

Salah satu teknologi yang efektif untuk menanggulangi limbah kulit coklat adalah dengan memanfaatkannya sebagai sumber alkali dengan cara mengekstrak garam kalium dari kulit coklat. Kulit coklat memiliki kandungan kalium sekitar 40 % dari abunya. Garam kalium tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun [35].

2.3.2 Kandungan Kulit Coklat

(8)

Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Coklat [11]

Parameter Komposisi

(% kering)

Kalium merupakan unsur yang tergolong kedalam logam alkali. Struktur kalium merupakan kation monovalen (K+) yang dapat ditemukan pada cairan sel tanaman

yang tidak terikat secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua ke titik perhubungan akar dan tajak. Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah melakukan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, seperti klor dan magnesium. Kalium memiliki sifat mudah larut, mudah terbawa hanyut dan mudah terfiksasi dalam tanah. Kalium dapat diperoleh dari beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik [36]. Untuk memperoleh alkali kalium, abu tanaman yang telah diperoleh dari hasil dekarbonasi diekstraksi dengan menggunakan pelarut airmenghasilkan alkali dalam bentuk KOH [37].

Kalium hidroksida merupakan alakali kuat yang banyak digunakan dalam industri kimia. Kalium hidroksida juga berfungsi sebagai bahan baku pembantu pada industri pupuk, fosfat, kimia agro (agro chemical), baterai alkaline, dan pada industri tekstil. Kalium hidroksida juga digunakan pada industri sabun. Proyeksi kebutuhan kalium hidroksida dalam negeri semakin meningkat seiring dengan peningkatan industri-industri yang menggunakannya [38].

2.3.4 Proses Pembuatan Abu

(9)

peran penting dalam pendayagunaan energi ramah lingkungan [40]. Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan air (moisture content), zat mudah menguap (volatile matter), karbon terikat (fixed carbon), dan abu (ash). Pembakaran akan menyisakan material berupa abu [41]. Sebelum proses pembakaran bahan yaitu kulit coklat dikeringkan terlebih dahulu yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan dengan menguapkan air dalam dan dari permukaan bahan. Adanya sisa kandungan air dalam bahan dapat menghalangi proses difusi komponen komponen kimia yang terkandung dalam bahan pada saat dipanaskan, sehingga berpengaruh pada kemurnian bahan [42].

Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut [43]. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut [44]. Menurut Khan et al. [43], potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logam-logam berat yang tergantung dari sumber biomassa.

Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa melibatkan oksigen. Produk yang dihasilkan dari proses pirolisis berupa arang (karbon padat), tar (minyak), dan gas permanen yang meliputi metana, hidrogen, karbon monoksida dan karbon dioksida [34]. Pirolisis merupakan salah satu metode CVD (Chemical Vapor Deposition) dimana bahan-bahan organik akan terurai pada temperatur tinggi dibawah kondisi non-oksidatif (tidak ada oksigen yang masuk) [35]. Pirolisis dapat menghasilkan biofuel sebagai gas, bio-minyak dan biochar. Proporsi produk tergantung pada proses yang dibagi menjadi 3 yaitu pirolisis lambat, pirolisis cepat dan pirolisis intermediet [36].

Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, dan volatile matters pada bahan akan pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H

2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang

(10)

diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang berbeda [37].

2.3.5 Proses Pengambilan Kalium (K) dari Abu Kulit Coklat

Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah [40]. Ekstraksi dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor seperti kemudahan dan kecepatan proses, kemurnian produk yang tinggi, rendah polusi dan efektifitas dan selektifitas yang tinggi. Prinsip metode ekstraksi adalah berdasarkan perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur [41]. Metode serta pelarut yang digunakan untuk memperoleh ekstrak menjadi faktor pentingdalam optimasi proses ekstraksi komponenbioaktif dari alam [42].

Metode ekstraksi terdiri dari ekstraksi cair – cair dan ekstraksi padat cair. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching [40]. Ekstraksi cair – cair adalah sistem pemisahan secara kimia fisika dimana zat yang akan diekstraksi dipisahkan dari fasa cairnya denagn menggunakan pelarut organik yang tidak larut dalam fasa cair secara kontak langsung baik kontinyu maupun diskontinyu [43].

(11)

Proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti berikut [44]: 1. Preparasi dari padatan

Preparasi padatan yang perlu dipertimbangkan adalah dengan menggiling padatan yang akan diekstraksi. Penggilingan sebelum ekstraksi padat – cair akan meningkatan luas area kontak antara pelarut dan padatan.

2. Suhu

Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan solubilitas zat yang ingin diperoleh dalam pelarut, meningkatnya laju difusi dari solute ke dalam pelarut akan meningkatkan laju transfer massa.

3. Pemilihan pelarut

Pemilihan pelarut didasarkan pada sifat fisiokimia dan toksisitas. Pemilihan pelarut juga harus mempertimbangkan selektivitas dan kemampuannya untuk melarutkan zat yang diinginkan.

4. Kelembapan padatan

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Kimia Dasar, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alkali dari Abu Kulit Coklat

2. Minyak Kelapa 3. Phenoftalein 4. Asam Klorida 5. Aquades

6. Kalium Hidroksida 7. Etanol

3.2.2 PERALATAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik

2. Peralatan kaca seperti Beaker glass, Erlenmeyer dan lain-lain. 3. Termometer

4. Hot Plate (Branstead |Termolyne, CIMAREX) 5. Cawan

(13)

11.Piknometer 12.Pipet Tetes 13.Buret

14.Statif dan klem 15.pH meter 16.Kertas saring

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial, dengan variable sebagai berikut:

Volume minyak = 40 gram

Temperatur reaksi = 50 °C, 65 °C dan 80 °C [45]. Waktu reaksi = 4 jam, 12 jam dan 24 jam.

Waktu pengadukan = 2 jam, 3 jam dan 4 jam [45]. Kecepatan pengaduk = 250 rpm [4]

3.4 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN

3.4.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi

Adapun prosedur reaksi saponifikasi sebagai berikut [46]:

1. Minyak dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan diatas hot plate dengan suhu 50, 65, dan 80oC

2. Larutan alakali juga dipanaskan dengan suhu 80 oC lalu ditambahkan dengan massa (4:3) terhadap minyak ke dalam beaker glass sambil diaduk selama (2 jam, 3 jam dan 4 jam).

3. Suhu dijaga pada suhu reaksi selama reaksi saponifikasi

4. Waktu reaksi saponifikasi dilakukan salama (waktu pengadukan, 6 dan 24 jam)

3.5 PROSEDUR ANALISA

3.4.1 Analisa Densitas

Adapun prosedur analisa densitas sabun sebagai berikut:

(14)

3. Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya. Selisih antara massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air yang diisi ke dalam piknometer.

4. Dihitung volume air dengan rumus:

= �

5. Diisi piknometer dengan sampel hasil destilasi sebanyak volume air.

6. Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat massanya. Selisih antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan massa sampel.

7. Dihitung densitas ester dengan persamaan:

��� �� = � ��

�� x ρair

3.4.2 Analisa Keasaman (pH)

Adapun prosedur analisa keasaman, sebagai berikut [4]: 1. Disiapkan 5 gram sampel yang akan dianalisa pH-nya. 2. Dilarutkan sampel dalam 10 ml aquadest

3. Dicuci pH meter dengan aquadest, dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer.

4. Dimasukkan pH meter dalam sampel 5. Dicatat pH yang tampil.

3.4.3 Analisa Bilangan Saponifikasi

Adapun prosedur analisa bilangan saponifikasi sabun sebagai berikut [47]: 1. Ditimbang 2 gram sampel sabun dan dicampurkan dengan 25 ml potassium

Hydroxide Etanol 0,5 mol/L.

2. Campuran direfluks selama 30 menit. 3. Didinginkan dan ditambahkan phenolptalein

(15)

6. Dihitung bilangan saponifikasi dengan rumus :

� � � � �� = � × � − � ×��

V2 = Titrasi Blanko (ml) V1 = Volume Titrasi (ml)

Cl = Konsentrasi Konversi Koefesien (28,05) (Pottasium Hyroxide ex. 56,11 × 0,5) TF = Faktor Reagen (1,006)

W = Berat Sampel (gr)

3.4.4 Analisa Alkali Bebas

Adapun prosedur analisa alkali bebas sabun sebagai berikut [17]:

1. Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphtalein dan dinginkan sampai suhu 70° C

2. Timbang 5 g sampel sabun dan masukkan ke dalam alkohol netral, pasang refluk kondensor dan didihkan selama 30 menit. Larutan bersifat alakali (penunju phenolphtalein berwarna merah).

3. Lakukan uji alkali bebas dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol dari buret, sampai warna merah tepat hilang.

4. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus :

� � = �× , ×�× %

Keterangan:

(16)

3.5 FLOWCHART PENELITIAN

3.5.1 Percobaan Reaksi Safonifikasi

Berikut merupakan flowchart percobaan reaksi saponifikasi:

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi Mulai

Dimasukkan 40 gram minyak kelapa ke dalam beaker glass

Ditambahkan 30 ml larutan alkali

Diaduk selama 2, 3 dan 4 jam Dipanaskan hingga suhu 50, 65 dan 80 ˚C

Dilakukan analisa sabun pada 0, 12 dan 24 jam.

(17)

3.5.2 Flowchart Analisa Densitas

Berikut merupaka Flowchart Analisa Densitas Sabun:

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas Mulai

Diisi piknometer dengan air hingga penuh

Selesai

Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat masssanya

Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya

Dihitung volume air

Piknometer diisi dengan sampel hasil sabun sebanyak volume air

Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya

(18)

3.5.3 Flowchart Analisa Keasaman (pH)

Berikut merupakan flowchart analisa keasaman sabun:

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman Mulai

Dimasukan 5 gram sampel dilarutkan dalam 10 ml aquades

Dicuci pH meter dengan aquades dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer.

Selesai

Dimasukan pH meter kedalam sampel

(19)

3.5.4 Flowchart Analisa Bilagan Saponifikasi

Berikut merupakan flowchart analisa bilangan saponifikasi:

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi Mulai

Ditimbang 2 gram sampel sabun dan dicampurkan dengan 25 ml potassium hydroxide Etanol 0,5 mol/L.

Campuran di refluks selama 30 menit

Didinginkan dan ditambahkan phenolptalein

Apakah larutan sudah tidak

berwarna?

DIlakukan titrasi blanko

Dihitung bilangan saponifikasi

Selesai

TIDAK

YA

(20)

3.5.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas

Berikut merupakan flowchar analisa kadar alkali bebas:

Gambar 3.6 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas Mulai

Didihkan 100 ml alkohol, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphtalein

Dimasukkan 5 g sampel sabun ke dalam alkohol netral

Dipasang refluk kondensor dan didihkan selama 30 menit

Selesai

Dinginkan larutan sampai suhu 70° C

Dihitung nilai kadar alkali bebas Larutan berwarna

merah rosa?

Dititrasi menggunakan HCl alkoholik 0,1 N sampai larutan tidak berwana

Analisa ALB

YA

(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL KARAKTERISASI ALKALI DARI ABU KULIT COKLAT

(THEOBROMA CACAO L.)

Kulit coklat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit coklat yang diperoleh dari petani coklat pada perkebunan di Padang Panjang, Provinsi Sumatra Barat.

Kulit coklat memiliki presentasi berat 70% atau dari 100 kg buah coklat 70 kg merupakan kulit coklat [48], kulit coklat dikeringkan sampai kadar air < 15% lalu di perkecil menggunakan ballmill sampai berbentuk bubuk dan berukuran 50 mesh. Bubuk kulit coklat diabukan menggunakan tanur dengan suhu 600 ˚C selama 6 jam [49]. Pembakaran pada suhu tinggi menyebabkan teroksidasinya logam pada bahan membentuk oksida logam. Karbon dioksida yang dihasilkan selama pembakaran akan bereaksi dengan kalium oksida membentuk kalium karbonat [50].

Berikut gambar bubuk kulit coklat yang telah dihaluskan, sebelum dan sesudah diakukan penanuran:

(a) (b)

Gambar 4.1 Gambar Bubuk Kulit Coklat (a) Sebelum ditanur (b) Hasil Penanuran bubuk kulit coklat

(22)

Abu kulit coklat sebanyak 10 gram diektraksi menggunakan aquades sebanyak 50 ml sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 90 menit [49], hasil ektraksi disaring menggunakan kertas saring dan dikumpulkan hasilnya. Hasil ekstraksi yang telah dikumpulkan akan dipekatkan dengan menguapkan setengah dari volume awalnya.

4.1.1 Hasil Uji Konsentrasi Alkali dari Kulit Coklat

Tujuan dari analisa konsentrasi alkali dari kulit coklat adalah menetapkan presentasi kandungan alkali didalam sampel. Uji konsentrasi alkali dilakukan dengan cara mentitrasi alkali dari kulit coklat menggunakan HCl 0,1 N. Kandungan alkali pada sampel 1,01 N, konsentrasi alkali digunakan sebagai acuan penentuan volume alkali dalam pembuatan sabun.

4.1.2 Hasil Uji Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Coklat

Karakteristik AAS alkali dari kulit coklat (Theobroma Cacao L.) dilakukan untuk mengidentifikasi presentasi kandungan kalium didalam alkali dari kulit coklat. Dari hasil analisa AAS didapatkan kandungan kalium pada alkali dari kulit coklat sebesar 39,912% dan konsentrasi kandungan natrium pada alkali dari kulit coklat sebesar 13 %.

(23)

4.2 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP pH SABUN CAIR

Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar keasaman (pH) sabun cair pada berbagai waktu analisa:

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman (pH) Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa

Sabun

Gambar 4.3 menunjukan hubungan suhu reaksi dan waktu pengadukan terhadap kadar keasaman (pH) sabun cair yang dihasilkan. Dari ketiga gambar diatas dapat dilihat nilai pH sabun tertinggi pada masing-masing waktu analisa 0, 12 dan 24 jam, adalah pada waktu pengadukan 2 jam pada suhu reaksi 80 ˚C, yaitu berturut turut 10,2; 9,9 dan 9,5. Sedangakan nilai pH terendah untuk masing-masing waktu analisa adalah

Gambar

Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan [28]
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa [29]
gambar 2.2 berikut :
Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Coklat [11]
+7

Referensi

Dokumen terkait

The result of this research are the sentences of simple present tense percentage of the highest error is shown in misordering error is 70% and the lowest

18 PENERAPAN

Conclusion : With a greater understanding on the function of pelvic floor muscles, risk factors for trauma and damage as a result of preg- nancy and birth, healthcare professionals

Tujuan pengabdian pada ma- syarakat dalam bentuk workshop pe- nulisan karya ilmiah bagi guru SMK adalah: (1) meningkatkan pengem- bangan profesionalisme guru SMK dalam

Margono Soekarjo Purwokerto pasien menjalani hemodialisa tidaklah membutuhkan waktu yang sebentar, dalam sekali menjalani hemodialisa membutuhkan waktu sekitar

Cagar Budaya Kabupaten Murung Raya, dilakukan oleh SKPD tanpa menyebut Masyarakat hukum adat Suku Dayak Siang Murung yang secara de facto dan de jure dinyatakan ada,

ةيسايقلا ةقيرطلاب يرصلاو .ةيشتأ اد ب ـب مولعلا راد دهع ةيماا ةلم ا ىلع ةبلطلا ةرطيس ةيقرت ي. :و و دحاولا لاؤسلا ىلع ثحبلا ثحابلا دد ،ثحبلا ةلكشم نم قبس

Untuk mengamankan pesan tersebut dalam dilakukan penerapan ilmu kriptografi yang bertujuan untuk mengubah pesan asli (plaintext) menjadi pesan terenkripsi