• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN TAUHID MUHAMMAD IBN ABDIL WAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN TAUHID MUHAMMAD IBN ABDIL WAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN TAUHID MUHAMMAD IBN ABDIL WAHHAB

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERSIS

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Mohammad Natsir di dalam Capita Selektanya telah menggagas pola pendidikan berlandaskan Tauhid.

Tak pelak lagi, pendidikan Tauhid merupakan kebutuhan primer bagi umat Islam, karena Tauhid merupakan pilar yang utama dalam ajaran Islam. Bahkan, hakikat Ajaran Islam itu sendiri adalah sebuah manisfretasi dan internalisasi Tauhid. Sehingga bisa dikatakan, jika Tauhid hilang maka hakikat Ajaran Islam pun lenyap bersamanya.

Di dalam bidang pendidikan, menurut ‘Ulama tujuan utama dari pendidikan itu tiada lain adalah membentuk kepribadian Muslim yang taat dan bertakwa. Untuk itu, esensi pendidikan Islam pun tidak bisa dilepaskan dari konsep Tauhid.

Dengan kata lain, Tauhid menjadi ruh bagi pendidikan Islam. Persis seperti seorang manusia, betapa pun eloknya seorang manusia jika ia tak bernyawa, maka orang tersebut disebut mayat. Namun sebaliknya, walaupun secara fisik tidak menarik kalau ia bernyawa maka disebut makhluk hidup.

Ajaran Islam, dengan demikian, sangat memperhatikan dan mengutamakan Tauhid. Didalam Al-Qur’an Tauhid diibaratkan akar yang menghujam dalam ke dalam tanah bagi sebuah pohon, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

(2)

م

م ههملومييقل

رلادل

رلاولييبللما

)

28

م

ل يينلهلجل (

َاهلنلومللييص

م يل

س

ل

ييئمبلول

رهارلييقللما

/ميهاربإ]

24

-29

[

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik1 seperti pohon yang baik, akarnya teguh

dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk2 seperti pohon yang buruk,

yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu3 dalam kehidupan di dunia

dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah4 dengan kekafiran dan

menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, Yaitu neraka jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (Q.S. Ibrahim, ayat : 24-29)

Berkenaan dengan ayat di atas Ibnu Katsir menjelaskan demikian:

لَاق

ِيلع

نب

ِيبأ

،ةحلط

نع

نبا

سَابع

ِيييف

لثلمل } :هلوييق

ةلملللكل

ةلبلييط

ل

ةدَاهش {

نأ

ل

هلإ

لإ

،هييللا

ةةرلجلييش

ل ك

ل }

ةةييبلييط

ل

{

وهو

،نمؤملا

َاهللهييص

م أ

ل }

ت

ت بلَاييثل

ل :لوييقي {

هييلإ

لإ

هييللا

ِيييف

بلق

،نمؤملا

َاهلعهرمفلول }

ِيييفل

ءلَاملييس

ل لا

عييفري :لوييقي {

َاييهب

لمع

نمؤملا

َىلإ

.ءَامسلا

Ali ibn Abi Thalhat menerima dari Ibn ‘Abbas bahwa yang dimaksud “Perumpamaan Kalimat Thayyibah” adalah syahadat Laa ilaaha illa Allah. Dan yang dimaksud perumpamaan yang baik itu ialah orang yang beriman, sedangkan yang dimaksud akarnya yang teguh menghujam ke dalam tanah adalah kalimat Laa ilaaha illa Allah yang bersemayam di dalam hati orang

1 Terjemah Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Kementerian Agama memberikan pengertian , bahwa

termasuk dalam Kalimat yang baik ialah Kalimat Tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. Kalimat tauhid seperti Laa ilaa ha illallaah.

2 Termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar

dan perbuatan yang tidak baik.

3 Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam

ayat 24 di atas

(3)

yang beriman, dan yang dimaksud cabangnya menjulang ke langit adalah terangkatnya amal orang yang beriman dengan Tauhidnya itu ke langit.5

Oleh karena itu, tidak bisa disangkal lagi bahwa ketauhidan seseorang menentukan diterima atau ditolaknya seluruh amal orang tersebut. Maka daripada itu, Allah memberikan perumpamaan bagi perbuatan syirik sebagai pohon rapuh yang tak berakar. Allah Ta’ala berfirman:

ل

ه ثلملول

ةةملللكل

ةةثليبلخل

ةةرلجلش

ل ك

ل

ةةثليبلخل

ت

م ثلتهجما

ن

م مل

ق

ل ومفل

ض

ل

رملم

ل ا

َامل

َاهللل

ن

م مل

رةارلقل

Artinya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk6 seperti pohon yang buruk, yang

telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”

Dengan demikian, ketika seorang beramal dan beraktivitas tetapi disertai perbuatan syirik kepada Allah, niscaya amal dan aktivitasnya itu akan tertolak, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawah ini:

ن

م ع

ل

َىبلأل

ةلرليمرلهه

ِي

ل ض

ل رل

ههللا

ههنمعل

ل

ل َاقل :ل

ل َاقل

ل

ه وس

ه رل

هللللا

َىلص-هللا

هيييلع

ل

ل َاييقل » :-مليسو

ههييلللا

ك

ل رلَاييبلتل

َايينلأل :َىللَاييعلتلول

َىيينلغمأل

ءلَاك

ل رلشدلا

ن

ل ع

ل

ك

ل رميش

ي لا

،

ن

م يمل

ل

ل يملعل

ل

ل ملعل

ك

ل رليشمأل

هلييفل

ِييعلمل

ِيرليمغل

ههتهكمرلتل

ههكلرمش

ل ول

حيحص - .«

ملسم

ج)

-8

ص /

223

(

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku tidak membutuhkan sekutu. Siapa yang beramal dengan cara menyekutukan Aku dengan yang lain, maka Aku akan membiarkan ia beserta sekutunya itu.’” (H.R. Muslim)

Berkaitan dengan hadits diatas, Imam Nawawi memberikan penjelasan sebagai berikut.

ههَانلعمملول

َانلأل

ِي

ي نلغل

ن

م ع

ل

ةك

ل رلَاشلمهلما

َاهلريمغلول

،

ن

م ملفل

ل

ل ملعل

َائليمش

ل

ِيلل

ِيرليمغلللول

م

م لل

ههلبلقمأل

،

ل

م بل

ههكرهتمأل

ك

ل للذللل

ريمغللما

دارلمهلماول .

ن

ل أل

لييملعل

5 Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Kairo: Dar al-Fikr),

6 Termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar

(4)

ِيئلارلمهلما

لط

ل َابل

لل

باولثل

هليفل

،

مثلأميلول

حرييش .هلبل

ِيوويينلا

َىييلع

ملسم

ج)

-9

ص /

370

(

“Maknanya adalah Aku tidak butuh kepada sekutu dan yang lainnya. Oleh karena itu, siapa yang mengerjakan sesuatu untuk-Ku dan juga untuk selain-Ku, niscaya Aku tidak akan menerimanya, bahkan Aku akan meninggalkannya untuk selain-Ku. Dan yang dimaksud dengannya adalah bahwa sesungguhnya amal orang yang riya’ itu suatu kebatilan yang tiada pahala baginya, malah justru berdosa karenanya.”7

Memahami Imu Tauhid, dengan demikian, merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap orang Muslim. Bahkan dapat dikatakan, bahwa kewajiban yang paling utama dan pertama bagi Kaum Muslimin itu tiada lain adalah Ilmu Tauhid. Namun pada kenyataannya, seringkali orang tidak mengacuhkan hal ini, sehingga alih-alih ia paham terhadap urusan Tauhid ini, justru yang terjadi adalah mereka sangat awam kepadanya. Sehingga, tidak aneh kalau kemudian ketika ada peristiwa yang bersifat khurafat dan takhayul sangat cepat diterima oleh masyarakat. Berita-berita ini adakalanya lebih menyedot perhatian mereka ketimbang urusan yang lain.

Kenyataan pahit yang dialami seorang professor, Ehrenfest, yang pernah diilustrasikan oleh Mohammad Natsir memberikan gambaran nyata bahwa ketika makin tinggi ilmu seseorang namun bila tidak diiringi kesadaran akan makna Tauhid, maka dapat dipastikan kehidupannya semakin sempit dan kian terkekang.

Ehrenfest ialah seorang ilmuwan, intellectual dalam arti yang penuh, guru besar yang berhasil. Ia menjadikan wetenschap (ilmu pengetahuan) sebagai pokok dan tujuan hidup yang sebenar-benarnya. Tidak ada selain itu.

“Tak ada yang lebih baik dari wetenschap (ilmu pengetahuan). Tak ada yang tersembunyi di belakang wetenschap (ilmu pengetahuan). Wetenschap (ilmu pengetahuan) diatas segala ….”

Akan tetapi, dengan hanya semakin memperdalam ilmu pengetahuan, hilanglah tempat berpijak baginya sebagaimana diutarakan oleh Mohammad Natsir dengan bahasa yang indah nan elok, bahwa nuraninya dahaga kepada suatu tempat berpegang yang teguh, suatu barang yang absolute, yang mutlak. Tempat

(5)

menyangkut sauh bila ditimpa gelombang kehidupan, tempat bernaung yang teguh bila datang pancaroba ruhani.8

Mohammad Natsir mengambil ibrah dari kekurangstabilan mental yang dialami Professor Ehrenfest akibat peristiwa yang dihadapinya diluar kemampuan nalar untuk mencernanya sembari ia tidak memiliki Aqidah Tauhid. Maka Mohammad Natsir menyimpulkan bahwa semua ini tak mungkin diperdebatkan dengan semata-mata berpuluhan dalil, ratusan aksioma, dan hipotese yang diperolehnya dengan wetenschap (ilmu pengetahuan belaka).9

Drama kehidupan yang tragis lagi menyedihkan itu pada dasarnya merupakan resiko bagi orang-orang yang berpaling dari Jalan Allah (Tauhidullah). Allah berfirman:

ن

م ملول

ض

ل

رلعمأل

ن

م ع

ل

ِيرلكمذل

ن

ل إلفل

ههلل

ةلش

ل يعلمل

َاك

ل نمض

ل

ههرهش

ه ح

م نلول

ملوميييل

ةلملَايلقللما

َىملعمأل

)

124

ل

ل َاقل (

ب

ي رل

م

ل لل

ِينلتلرمش

ل حل

َىملعمأل

دمقلول

ت

ه نمك

ه

ارليص

ل بل

/هط]

124

،

125

[

Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’". (Q.S. Thaha, ayat 124-125)

Oleh sebab itu, pendidikan yang mula diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya bukan sekedar bagaimana menjadi manusia yang sukses secara materi, tetapi justru mengenalkan akan eksistensi manusia sebagai hamba yang hanya layak berbakti kepada Ilahi. Pendidikan Tauhidlah yang pertama ditanamkan dalam benak masyarakatnya. Suatu keyakinan

8 Mohammad Natsir, Capita Selekta I, halaman 157

9 Peristiwa yang dialami sang Professor adalah, ia mempunyai seorang anak. Sudah tabi’at seorang

(6)

bahwa manusia mempunyai martabat yang tinggi sehingga hanya boleh ruku’ dan sujud kepada Dzat yang Maha Luhur. Kepercayaan dan praktek ritual masyarakat pra Islam yang mengkultuskan benda-benda tak bernyawa diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya. Tidak ada lagi penyembahan dan penyerahkan diri kepada berhala atau patung yang tiada memberikan manfaat dan madharat sedikit pun kepada hidup umat manusia.10

Dengan pendidikan Tauhid selama dua puluh tiga tahun ternyata dapat mengubah paradigm berpikir para shahabat yang asalnya jahiliyyah menjadi manusia-manusia unggul yang mampu menguasai jazirah Arab dalam tempo yang amat singkat, sejak deklarasi kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai penaklukan Byzamtium dan Persia. 11

Dengan demikian, kata kunci kesuksesan pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para shahabat dan pengikutnya adalah pendidikan Tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, dapat dikatakan bahwa manakala Tauhid seseorang beres, maka akan beres pula amal kesehariannya. Sebaliknya, jika Tauhidnya tidak benar, niscaya amalnya pun akan kacau.

Lebih jauh disebutkan oleh Amrullah Achmad, bahwa Tauhid yang dibangun atas dasar arahan Al-Qur’an sudah tentu akan melahirkan kesadaran amaliah kongkrit, mampu mengangkat realitas kehidupan manusia dan alam pada kesadaran Tauhidiyah, dapat memberikan peta dasar yang saling berhubungan antara realitas dengan pusat tugas kekhalifahan manusia dan menyadarkan seseorang bahwa keesaan adalah hokum dasar universal (sunnatullah). Hal ini mengacu pada diterimanya Allah sebagai pusat alam semesta dan manusia sebagai khalifah di muka

10 Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ini

terangkum pula dalam Tujuan Pendidikan Nasional, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4 yang berbunyi bahwa, Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan menusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Lebih jauh lihat “Guru dan Anak Didik”, hlm. 25)

11 Sebagaimana diakui oleh para pakar pendidikan, bahwa tujuan mengajar (mendidik) itu ialah

(7)

bumi, wajib berusaha untuk menemukan sunnatullah tersebut untuk menundukkan alam bagi kepentingan tugas kekhalifahan. Oleh karena itu pula, pengembangan Tauhid dalam arti teologi yang bermetodologi Barat sudah seharusnya mulai ditinggalkan, karena hal tersebut tidak mampu melahirkan ghirah intelektual Islami bagi pengembangan peradaban Islam masa depan.12

Tauhid tersebut diatas, mendasari epistemology Islam yang hendak dibangun, merupakan salah satu disiplin dasar yang sangat penting dalam mengembangkan ilmu-ilmu Islami, sebab epistemology merupakan operator mayor yang mentransformasikan visi Tauhid dan visi dunia ke dalam realitas. Dalam bahasa yang lebih popular, mentransformasikan ideal Islam menjadi kenyataan, yaitu semacam ‘management’ dalam proses mengetahui menjadi perbuatan dan perlembagaannya dalam kehidupan.13

Untuk itu, Pendidikan Tauhid ini yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian diteruskan dan dilanjutkan oleh generasi shahabat dan salafush shalih. Bahkan, sampai hari inipun pendidikan Tauhid senantiasa diajarkan dan ditekankan oleh ‘Ulama-ulama mu’tabarah, yang diantaranya adalah Muhammad ibn Abdil Wahhab rahimahullah. Muhammad ibn Abdil Wahhab yang lebih dikenal dengan sebutan Wahhabi, sangat concern dengan dunia pendidikan.14 Sepanjang hayatnya beliau baktikan untuk mengajar dan mendidik murid-muridnya dari seluruh penjuru dunia.

Ada beberapa metode yang telah dirumuskan oleh beberapa intelektual.15 Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Al-‘Utsaimin, bahwa dikalangan luas masih banyak beredar pembahasan Tauhid kepada Allah yang batil dan tercampur ideologi yang rusak.

12 Amrullah Achmad dalam Pendidikan Islam di Indonesia, editor: Muslih Musa, (Yogya: Tiara

Wacan Yogya, 1991, hlm. 120)

13 Ibid, hlm. 120

14 Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib

At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.

15 Diantaranya Al-Ustadz Muhammad Abd al-Qadir Ahmad, didalam Thuruq Ta’lim Tarbiyyah

(8)

Kita sepakat bahwa pembahasan Tauhid yang tidak bersandar kepada tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah akan melahirkan pemahaman Tauhid yang rusak. Begitupun dengan sajian atau metode yang digunakan seorang guru dalam mengajarkan dan mendidik peserta didiknya. Jika ia salah dalam memberikan ilmu, maka tentunya akan melahirkan ilmu yang salah. Oleh karena itu, disamping pembahasan ilmunya harus benar, metode pengajarannya pun harus benar pula.16

Benar dan tepat dalam menyampaikan ilmu itu sejatinya merupakan pengamalan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ad-Dailamiy dari Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa kita diperintahkan untuk berbicara kepada umat manusia itu sesuai kadar pemikirannya.17 Bahkan menurut Abdullah ibn Mas’ud, ketika kita salah menyampaikan hadits karena tidak memperhatikan kapasitas mustami’ maka pada hakikatnya kita telah menimbulkan fitnah baginya.18

ن

م ع

ل

دليييمبلعه

هلييلللا

ن

ل ييبم

دلييبمعل

هلييلللا

ن

ل ييبم

ةلييبلتمعه

،

ن

ل أل

دلييبمعل

هلييلللا

ن

ل ييبم

دةوعهس

م مل

َامل :للَاقل

ت

ل نمأ

ل

ث

ة ديح

ل مهبل

َاملومقل

َاثليدلحل

ل

ل

ههييغهلهبمتل

م

م ههلهوييقهع

ه

ل

ل إل

ن

ل َاك

ل

م

م هلض

ل عمبللل

هاور} .ةلنلتمفل

{ملسم

Artinya: “Dari ‘Ubaidillah ibn ‘Abdullah ibn ‘Utbah, ia berkata, ‘Sesungguhnya Abdullah ibn Mas’ud telah berkata, “Tiada kau menyampaikan suatu hadits (pembicaraan/ ilmu) kepada suatu kaum yang akal mereka tidak menyampainya, kecuali hal itu akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka.’” (H.R. Muslim)

Pendidikan dan pengajaran Ilmu Tauhid di sebagian belahan dunia, dan khususnya di Indonesia, terkadang terlihat formalitas belaka.19 Anak didik hanya

16 Sebagaimana diutarakan oleh pakar pendidikan Persis, Dr. Dedeng Rosyidin, dalam salah satu

makalahnya, bahwa (pengajaran yang) tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan, (maka akan) timbul kegagalan pendidikan

17 Lihat Kitab Jami’ al-Ahadits Jilid VI halaman 401 (Maktabah Syamilah) 18 Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I, halaman 9

19 Problem Pendidikan di Indonesia memang amat komplek. Hal ini setidaknya tergambar dari

(9)

disuruh menghapal wujud, qidam, baqa’ tanpa upaya bagaimana penanaman nilai Tauhid ke dalam hati dan menginternalisasinya dalam kehidupan. Sehingga terjadi problem serius dalam kehidupan masyarakat yang teraktualisasi dalam kebobrokan moral dan dekadensi akhlaq. Tidak sedikit pejabat yang korup padahal mereka mengaku beragama Islam yang notabene secara Aqidah memahami dan mengenal Tauhid. Disini letaknya urgensitas merevisi dan mereview kajian dan sajian Ilmu Tauhid kepada masyarakat, supaya mereka disamping memahami Ilmu Tauhid, juga memaknai dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata.

Persatuan Islam (Persis) sebagai sebuah jam’iyyah (organisasi kemasyarakatan) yang bergerak di dalam bidang pendidikan dan dakwah sudah seyogianya memperhatikan permasalahan Tauhid.

Hal ini semakin relevan manakala kita menengok visi dan misi Persatuan Islam. Sebagaimana tertuang di dalam Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), Persatuan Islam bertujuan: Pertama, mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan. Kedua,menempatkan kaum Muslimin pada ajaran Aqidah dan Syari’ah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi dijalankan dalam bentuk berjama’ah, berimamah, berimarah, seperti dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agar tetap terarah dalam mengemban misi perjuangannya, Persatuan Islam menentukan sifatnya sebagai organisasi pendidikan, tabligh, dan kemasyarakatan yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.20

Sejak awal kelahirannya, Persatuan Islam (Persis) sudah mencurahkan daya upayanya untuk memberantas kejumudan pemikiran umat Islam kala itu. Focus perhatian Persatuan Islam dewasa itu memberantas penyakit-penyakit umat, baik yang berkaitan dengan aqidah ataupun ibadah. Pantas jika kemudian, Persis berjibaku untuk membasmi penyakit TBC (akronim dari: takhayyul, bid’ah, dan churafat).

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain. (www.

20 Badri Khaeruman, Pandangan Keagamaan Persatuan Islam; Sejarah,

(10)

Untuk itu, Persatuan Islam yang bersemboyan hendak mengembalikan umat Islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, antara lain melakukan seleksi dan koreksi terhadap paham dan pandangan yang selama ini dianggap keliru. Ini berarti bahwa Persatuan Islam seperti diakui oleh para anggota dan simpatisannya, merasa wajib melakukan koreksi terhadap aqidah dan tata cara ibadah, atau dalam bahasa K.H. M. Isa Anshari dinyatakan bahwa Persatuan Islam, dalam usaha dan perjuangannya hendak menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, merasa wajib melakukan Ishlah Al-‘Aqidah dan Ishlah al-‘Ibadah dikalangan umat Islam sendiri. Ishlah al-‘Aqidah ialah membersihkan iman dan tauhid kaum muslimin dari tiap-tiap kepercayaan dan pandangan serta keyakinan yang membawa pada syirik. Sedangkan Ishlah al-‘Ibadah ialah membersihkan peribadahan kaum muslimin jangan sampai bercampur bid’ah, kemodelan, dan barang tambahan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,21

Demi untuk menegakkan kedua Ishlah itulah, kemudian Persatuan Islam dengan cara-cara yang shock therapy pada masa awal kemunculannya suka disamakan dengan gerakan Wahabiyyah yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad ibn Wahhad di Jazirah Hijaz yang melakukan purifikasi Ajaran Islam secara radikal.

Namun demikian, adakah kaitan secara langsung antara Jam’yyah Persatuan Islam dan Gerakan Wahabiyyah? Tentu memerlukan jawaban yang lebih ilmiah.

Oleh karena itu, kiranya amat penting dan menarik ketika kita membicarakan kembali Urgensitas Pendidikan Tauhid yang digagas Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, serta kaitannya dengan penegakan Ajaran Tauhid berlandasan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dilakukan Persatuan Islam (Persis) jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Untuk mempermudah kajian dan penelitian kiranya perlu dirumuskan permsalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana model Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab?

2. Bagaimana kaitan antara Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan Persatuan Islam (Persis)?

(11)

C. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Mengetahui model Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab.

2. Mengetahui kaitan gerakan Wahhabiyyah dengan Jam’iyyah Persatuan Islam (Persis).

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Menjadi bahan penelitian lebih lanjut mengenai hakikat Ajaran Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab.

2. Mengungkapkan fakta dan data pengaruh langsung dan tidak langsung Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab ke Indonesia. 3. Kejelasan hubungan dan kaitan pemikiran serta gerakan antara Persatuan

Islam dengan Gerakan Wahhabiyyah.

D. KERANGKA PEMIKIRAN

Ajaran Tauhid yang ditulis oleh Syaikh Kabir Muhammad ibn Abdil Wahhab rahimahullah di dalam Kitab Risalah Tauhidnya menjadi rujukan pengajaran dan pendidikan Tauhid dari segala penjuru dunia. Demam Wahhabiyyah sejak dilaksanakan Gerakan Tajdid di belahan bumi Hijaz pada abad kedua belas Masehi hingga hari ini masih amat terasa. Reaksi pro dan kontra terhadapnya senantiasa bergulir dari seantero negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa pengaruh jenis CMA pada jumlah gabah bernas pada tanaman padi tidak memperlihatkan perberbedaan yang nyata sesamanya baik antara pengaruh

Berdasarkan Permendikbud No. Penilaian adalah merupakan pengumpulan.. dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran

Skripsi ini membahas tentang peranan supervisi pendidikan dalam meningkatkan profesionalisme guru pendidikan agama islam di SMA N Se- Salatiga, yang dilatar

Dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan infrastruktur dihadapkan pada tantangan untuk mewujudkan suatu keterpaduan antara kebijakan nasional (top down policy)

Untuk mencapai tuntutan tersebut, maka TK IKAL DOLOG mewajibkan anak untuk harus menguasai keterampilan misalnya untuk mengenal huruf hijaiyah, diharapkan anak usia 4 –

Inilah akhirnya yang menjadikan anak yang jujur akan dimusuhi dan tidak ditemani (Anonim, 2013). 5) mengemukakan penalaran moral merupakan faktor utama yang menimbulkan

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui karakteristik pasien rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong, 2) Untuk mengetahui apakah pasien puas terhadap kualitas

Kedua, lanjut Gun Gun, Partai Perindo diuntungkan dengan kanal media massa, yang akan membuat terpaan informasi dan propaganda dari partai ini menjadi sangat massif dan