• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Udang

Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih (renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).

Pemanfaatan sumberdaya udang yang dilakukan oleh nelayan merupakan salah satu aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan udang, terutama di daerah mangrove. Pengaruh penangkapan udang terjadi apabila makin besar laju penangkapan, menyebabkan ketersediaan udang makin menurun pada musim berikutnya (Sasmita, 2002).

Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda/ masih berukuran kecil dalam jumlah yang banyak. Kecenderungan yang terjadi apabila laju penangkapan makin meningkat, maka jumlah hasil tangkapan udang semakin menurun dengan kondisi regenerasi yang sama. Bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadi kepunahan sumberdaya udang pada daerah tersebut (Naamin dkk, 1981).

(2)

pada beberapa wilayah telah mengalami tangkap lebih (overfishing), seperti jenis ikan karang dan udang penaeid.

Udang Kelong (Penaeus merguiensis)

Dalam dunia perdagangan Udang Kelong mempunyai banyak nama dagang misalnya di Hongkong dinamakan White Prawn, di Australia Banana Prawn atau White Shrimp, di Malaysia udang Kaki Merah, dan di Indonesia dikenal dengan nama udang Putih, udang Perempuan, udang Popet, udang Jerbung, udang Peci, udang Pate, udang Cucuk, Pelak, Kebo, Angin, Haku, Wangkang, Pesayan, Kertas, dan udang Tajam (Martosubroto, 1977). Kedudukan Udang Kelong secara taksonomi menurut Racek dan Dall (1965), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Crustaceae Subclass : Malacostrata Ordo : Decapoda Subordo : Natantia Famili : Penaeidae Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus merguiensis

(3)

Pleomore Karapas

Rostrum Antena

Antennul

a Maxillipe

Kaki Jalan Kaki Renang

Telson Uropod dan kakinya berwarna merah, antennula bergaris-garis merah tua, dan antenna berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5 – 8 dan bagian bawah 2 – 5. Pada karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas (Kusrini, 2008). Bentuk Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)

Seluruh tubuh Udang Kelong tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari chitin. Tubuh udang agak melengkung (bengkok), udang berjalan dengan cara merayap di dasar air menggunakan kaki-kakinya (pereiopod) yang juga dapat digunakan untuk berenang (pleopod), sedangkan

bagian ekor terdiri atas telson dan uropod yang digunakan untuk mengemudi (Darmono, 1991).

Bagian kepala Udang Kelong ditutup oleh sebuah kelopak yang dinamakan cangkang kepala (karapas). Di kanan-kiri sisi kepala terdapat insang yang ditutup oleh kelopak kepala, mulut terdapat di bagian bawah kepala antara rahang-rahang (mandibula). Pada bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki

(4)

renang (pleopod) yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renangnya mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Ujung ruas ke-6 ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Kusrini, 2008).

Organ Reproduksi Udang Kelong (Penaeus merguiensis)

Udang penaeid pada umumnya termasuk ke dalam hewan heteroseksual (diocious) sehingga dapat dibedakan antara jantan dan betina secara morfologi (seksual dimorfisme). Pada umur yang sama ukuran udang betina lebih besar dari pada udang jantan dan mempunyai abdomen yang lebih besar. Antara udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dari alat kelamin luarnya. Alat reproduksi udang jantan terdiri atas sepasang testes, vasa diferensia, dan sebuah petasma yang berada di luar serta appendiks maskulina (George, 1979). Petasma terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Gambar 3).

(5)

Sedangkan pada udang betina, sistem alat reproduksi terdiri atas sepasang ovarium dan sepasang oviductus, lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang disebut dengan thelycum terletak antara pasangan keempat dan kelima kaki jalan. Gonad betina atau ovarium (indung telur), berfungsi untuk menghasilkan telur. Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Kematangan telur dapat dilihat dari perkembangan ovarinya (kandungan telur), yang terletak dibagian punggung (dorsal) dari tubuh udang mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor (telson). Ovari yang mengandung telur matang dapat dilihat dengan jelas pada individu yang masih hidup terutama pada jenis Udang Kelong, karena kulitnya tipis dan jernih (Purwanto, 1986).

Habitat dan Tingkah Laku Udang Kelong

Udang Kelong umumnya hidup di dasar perairan dengan dasar lumpur, berpasir atau lumpur berpasir. Hal ini terkait dengan kebiasaan makan udang yang makanannya terdiri atas detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar. Pada umumnya udang tertangkap dalam jumlah banyak diperairan dangkal terutama di daerah muara sungai. Udang Kelong senang tinggal di daerah yang terjadi pencampuran air laut dan air sungai, karena di daerah ini banyak makanan dan unsur hara yang dibutuhkan oleh Udang Kelong, sehingga pertumbuhan udang makin cepat (Sasmita, 2002).

(6)

Kelong. Tingkah laku Udang Kelong termasuk golongan yang jarang membenamkan diri dalam lumpur dan hampir selalu aktif bergerak, terutama pada siang hari, sehingga penangkapan Udang Kelong sebaiknya dilakukan pada siang hari (Motoh, 1981).

Sifat bergerombol Udang Kelong dewasa ada hubungannya dengan masa perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959). Pemijahan Udang Kelong terjadi pada malam hari. Gerombolan Udang Kelong biasanya terdapat di dekat dasar perairan pada saat air tenang (saat antara pasang surut dan pasang naik) atau bila arus air lemah (Martosubroto, 1978).

Daur Hidup Udang Kelong

Daur hidupnya Udang Kelong terjadi pada dua daerah, yaitu fase di laut dan fase estuaria (Gambar 4). Pemijahan terjadi di laut sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Maret dan Desember. Induk udang yang matang telur biasanya memijah pada malam hari dan telur diletakkan di dasar laut. Kira-kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva pada stadia pertama yang disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius

berubah menjadi stadia zoea atau protozoea. Pada stadia ini, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya, dan selanjutnya bentuk zoea berubah menjadi mysis (Koswara, 1985).

Dari stadia mysis, larva bermetamorfosis menjadi stadia pasca larva yang selanjutnya bermigrasi ke perairan estuarin. Di perairan estuarin udang membenamkan diri pada siang hari di dasar lumpur yang lembek untuk menghindari gangguan predator sampai menjadi yuwana. Setelah yuwana

(7)

berkembang sampai mencapai tingkat kematangan gonad dan bertelur di perairan laut. Beberapa spesies udang kadang-kadang hanya mencapai umur 12-14 bulan dan udang dewasa mati setelah kembali ke perairan dalam dan bertelur (Koswara, 1985). Menurut Naamin (1975) udang jerbung yang normal dapat hidup selama 12 bulan dan dapat mencapai 2 tahun. Daur hidup Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).

Alat Tangkap Udang Kelong

Alat tangkap Udang Kelong yang bersifat aktif, pengoperasiannya dengan cara ditarik kapal dengan daya tertentu atau dilingkarkan di perairan yang bertekstur dasar lebih rata, terdiri atas lumpur atau lumpur berpasir yang banyak Udang Kelongnya. Jenis alat tangkap yang termasuk kategori ini adalah trawl,

(8)

Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat, yaitu jaring udang (Gill net dan Trammel net). Jaring insang (Gill net) merupakan jaring selapis yang digunakan pada saat menangkap udang, biasanya lebar jaring insang lebih pendek dibandingkan panjangnya. Selain Gill net, alat tangkap lain yang sering digunakan nelayan adalah Trammel net (Gambar 5). Trammel net adalah jaring tiga lapis yang biasanya juga digunakan untuk menangkap ikan selain udang. Jaring ini memiliki lebar jaring yang berbeda-beda setiap lapisannya. Pengoperasian trammel net

yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arus akan memperoleh hasil tangkapan Udang Kelong yang lebih baik (Wudianto, 1985). Umumnya kedalaman perairan saat operasi penangkapan sekitar 5 - 20 m. Satu trip penangkapan alat tangkap trammel net (5 – 7) hari. Rata-rata pengoperasian alat 3-5 setting per hari. Faktor keberhasilan penangkapan Udang Kelong dengan

trammel net adalah bahan, kontruksi dan teknologi penangkapannya (Wudianto, 1985).

(9)

Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong

Hubungan panjang bobot udang dan distribusi panjangnya perlu diketahui terutama apabila diperlukan konversi statistik hasil tangkapan dalam bobot ke jumlah udang, menduga besarnya populasi dan laju kematian. Analisis hubungan panjang karapas dan bobot tubuh udang untuk tiap spesies menggunakan teknik hubungan eksponensial dan hubungan linear. Analisis hubungan panjang-bobot udang bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan udang di alam. Dari pola pertumbuhan alami akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dan bobot, nilai ini digunakan untuk mencari nilai faktor kondisi udang yang menggambarkan bentuk tubuh udang (gemuk atau kurus). Hubungan panjang bobot tubuh udang ditentukan untuk melihat sifat pertumbuhan allometrik atau isometrik. Panjang karapas pada udang dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang tersebut. Hubungan panjang-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya (Diskibiony, 2012).

(10)

Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong

Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah umur (Sparre dan Venema, 1999). Faktor pembatas dalam analisis frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya diketahui untuk mendeteksi kelompok umur pertama. Analisis frekuensi panjang memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly, 1984 diacu oleh Diskibiony, 2012).

Pertumbuhan Udang Kelong

(11)

tempat/habitat organisme tersebut berada, serta ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinyu karena hanya terjadi setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Hartnoll (1982), menyatakan pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui proses metamorfosis dan ganti kulit (moulting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi massa tubuh udang.

Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya pergantian kulit, yang secara sederhana digambarkan sebagai berikut: udang berganti kulit melepaskan dirinya dari kulit luarnya yang keras/eksoskeleton, air diserap sehingga ukuran udang bertambah besar, kulit luar yang baru terbentuk dan air secara bertahap hilang dan diganti dengan jaringan baru. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan panjang individu merupakan fungsi berjenjang (step function). Tubuh udang akan bertambah panjang pada setiap ganti kulit, dan tidak bertambah panjang pada saat antara ganti kulit (intermolt). Pada setiap ganti kulit integument terbuka, menyebabkan pertumbuhan terjadi dengan cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum integument yang baru menjadi keras (Hartnoll, 1982 diacu oleh Naamin, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang (Hartnoll, 1982) adalah sebagai berikut:

(12)

2. Faktor luar, yaitu ketersediaan makanan, cahaya, salinitas, suhu dan parasit.

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan udang seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan panjang hari (fotoperiod). Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Faktor-faktor dalam yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan udang adalah umur, ukuran udang serta kematangan gonad (Effendie, 1997).

Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan secara teoritis hanya akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi. Udang memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi pemanfaatan energi (pakan) untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya (Anggoro, 1992).

(13)

pertumbuhan allometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot tidak seimbang atau pertumbuhan bobot yang tidak proporsional terhadap pertumbuhan panjang (Effendie, 1997).

Di dalam manajemen perikanan, mempelajari laju pertumbuhan sangat penting, karena laju pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad pertama, komposisi umur dalam suatu stok biota, dan mortalitas. Selain itu, analisis pertumbuhan digunakan untuk meramalkan ukuran rata-rata biota di suatu populasi pada waktu tertentu, dan untuk membandingkan kondisi biota di daerah perikanan yang berbeda atau pada daerah yang sama dengan strategi manajemen yang berbeda. Pada organisme yang tidak mempunyai kerangka luar, ukuran panjang berubah secara kontinyu, tetapi pada krustesea yang memiliki kerangka luar, pertumbuhan menjadi suatu proses yang diskontinyu (Anggraini, 2001).

Laju Eksploitasi Udang Kelong

Mortalitas suatu kelompok Udang Kelong yang mempunyai umur yang sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian karena adanya predasi, penyakit, dan umur. Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (King, 1995 diacu olehDiskibiony, 2012).

(14)

eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama Udang Kelong hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah udang yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total udang yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Diskibiony, 2012).

Nisbah Kelamin Udang Kelong

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Udang Kelong jantan dengan Udang Kelong betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh. Menurut Bal dan Rao (1984) diacu oleh Tampubolon (2008), kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku Udang Kelong jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Ismail, 2006 diacu oleh Diskibiony, 2012).

(15)

Faktor Kondisi Udang Kelong

Faktor kondisi (FK) adalah suatu keadaan yang menyatakan kemontokan udang dengan angka. Faktor kondisi ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kecocokan suatu spesies terhadap lingkungan. Selanjutnya Effendie (1997), menyatakan bahwa variasi harga K sangat ditentukan oleh makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Dengan diketahuinya faktor kondisi maka bila terjadi perubahan mendadak pada suatu populasi udang akan cepat dapat diketahui (Robiyani, 2000).

Gambar

Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)
Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Kelong
Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).
Gambar 5. Trammel net

Referensi

Dokumen terkait

memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus merguiensis de Man di Perairan Estuari

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.. Dibimbing

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.. Dibimbing

Mulya dkk., (2011) menyatakan pada saat pascalarva, udang putih umumnya hidup di perairan estuari yang ditumbuhi hutan mangrove dengan salinitas rendah.. Hal ini disebabkan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan Teri Pekto di Perairan Belawan bahwa ikan Teri Pekto belum mencapai

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Kembung ( Rastrelliger spp.) di Perairan Selat Malaka Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara.. Dibimbing oleh BUDI UTOMO

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) di Perairan Selat Malaka Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara.. Dibimbing oleh BUDI UTOMO

Panjang karapas asimtotik (CL”) dan laju pertumbuhan (K) udang putih di perairan Tarakan, Kalimantan Utara masing-masing sebesar 57,6 mm (betina) dan 45,2 mm (jantan) dengan