• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PENGADAAN BARANG/JASA DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

A. Pengertian Pengadaan Barang/Jasa

Fungsi pemerintahan dijalankan dengan memerlukan logistik, peralatan

dan jasa yang menunjang optimalnya kerja instansi tersebut. Kebutuhan ini

dipenuhi oleh beberapa pihak, baik itu perusahaan milik pemerintah maupun

swasta. Berbeda dengan pengadaan barang dan jasa di instansi dan perusahaan

swasta, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan lebih rumit karena

berhubungan dengan perhitungan APBN/APBD yang digunakan untuk membayar

barang atau jasa tersebut. Terlebih lagi ada beberapa aturan yang mengatur proses

pengadaan barang tersebut, Perpres 54 tahun 2010 sebagai perubahan tentang tata

cara pengadaan barang dan jasa pemerintah dari Keputusan Presiden No 8 tahun

2003.21

Pengertian barang/jasa itu sendiri tertuang dalam Pasal 1 Angka 1

Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden

Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai

berikut :

“Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

Pengadaan Barang/Jasa adalah Kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa

21

(2)

oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”22

Kemudian ada peraturan lain juga yang mengatur tentang pengadaan

barang/jasa tersebut yaitu Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang

pedoman pengadaan Barang/Jasa yang menyatakan sebagai berikut :23 “Kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang

dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa”

Pengertian pengadaan barang dan jasa juga diatur dalam peraturan

menteri nomor 15 tahun 2012 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa badan usaha milik negara pada pasal 1 angka 1, yaitu:

“pengadaan barang dan jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa

yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang pembiayaannya

tidak menggunakan dana dari APBN/APBD”

Pengadaan barang dan jasa yang terjadi pada kasus Korupsi PT. PLN

(Persero) KITSBU adalah pengadaan barang/jasa pada BUMN yang dikarenakan

PT.PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara yang modalnya sebagaian besar

adalah milik negara dan penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan

negara yang terpisah.

B. Prinsip – Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa

22

Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presdien No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

23

(3)

Keberadaan suatu asas atau prinsip dalam suatu aturan hukum atau

norma hukum memiliki makna yang fundamental dikarenakan setiap

aturan-aturan atau norma-norma pada hakikatnya memiliki asas atau prinsip sebagai

rohnya.24 Asas atau prinsip tersebut diartikan merupakan sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak ataupun kebenaran yang menjadi pokok

dasar berpikir, bertindak dan sebagainya.25

Pada peraturan presiden nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan atas

peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa

pemerintah menganut prinsip-prinsip dara pengadaan barang/jasa, prinsip-prinsip

dasar tersebut sejalan dengan peraturan menteri BUMN nomor 15 tahun 2012

pada pasal 2 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

badan usaha milik negara yang menyatakan bahwa :

1. Efisiensi

Efisiensi pengadaan barang diukur terhadap seberapa besar upaya yang

dilakukan untuk memperoleh Barang/Jasa dengan spesifikasi yang sudah

ditetapkan. Upaya yang dimaksud merupakan dana dan daya yang

dikeluarkan untuk memperoleh barang/jasa.

2. Efektif

Efektifitas dalam suatu pengadaan diukur terhadap seberapa jauh

barang/jasa dengan spesifikasi yang sudah terlebih dahulu ditetapkan.

3. Transparan

24

Purwosusilo, Aspek Pengadaan Barang Dan Jasa, Prenadamedia group, Jakarta, 2014, Halaman 8-9

25Ibid,

(4)

Suatu proses dalam pengadaan barang/jasa dilakukan oleh pemerintah dapat

diketahui secara luas. Proses yang dimaksudkan tersebut meliputi dasar

hukum, ketentuan-ketentuan, tata cara, mekanisme, aturan main, sepsifikasi

barang/jasa, dan semua hal yang terkait dengan proses pengadaan

barang/jasa yang dilakukan tersebut. Dapat diketahui secara luas berarti

semua informasi tentang proses tersebut mudah diperoleh dan mudah

diakses oleh masyarakat umum, terutama penyedia barang/jasa yang

berminat.

4. Terbuka

Hal ini berarti bahwa pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua

penyedia barang/jasa yang memenuhi kriteria ataupun persyaratan yang

ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap dari penyedia barang/jasa

yang memenuhi syarat dapat dengan mudah medapatkan informasi tentang

prosedur yang jelas untuk mengikuti lelang/seleksi.

5. Bersaing

Suatu iklim atau suasana persaingan yang sehat di antara penyedia

barang/jasa tercipta karena proses pengadaan barang/jasa tersebut,

kemudian tidak ada intervensi yang dapat mengganggu mekanisme pasar

sehingga dapat menarik banyak minat penyedia barang/jasa untuk mengikuti

lelang/seleksi yang pada gilirannya dapat diharapkan untuk dapat

memperoleh barang/jasa dengan kualitas yang maksimal.

(5)

Dimaksudkan proses pengadaan barang/jasa tersebut mampu memberikan

perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barag/jasa tersebut dan

tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu.

7. Akuntabel

Ini diartikan bahwa penyedia barang/jasa harus sesuai dengan aturan dan

ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat

dipertanggungjawabkan.

C. Pengaturan Hukum Pengadaan Barang/Jasa

1. Sejarah Pengaturan Barang/Jasa

Pemerintah dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara harus

mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh

masyarakatnya, dalam mewujudkan hal tersebut pemerintah memiliki kewajiban

untuk menyediakan kebutuhan masyarakatnya yang salah satunya dalam bentuk

barang maupun jasa.

Barang diartikan sebagai benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang

meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang

spesifikasinya ditetapkan.26 Sedangkan jasa diartikan sebagai suatu barang yang tidak berwujud, namun dapat memberikan kepuasan dan memenuhi kebutuhan

masyarakat.27

Pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam hal barang/jasa sangat memiliki

potensi untuk terjadinya korupsi atau penyimpangan-penyimpangan lainnya yang

26

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 1 Butir 11, Halaman 3

(6)

berakibat kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. salah satu lahan

subur dari terjadinya korupsi adalah pengadaan barang dan jasa karena pengadaan

barang/jasa melibatkan dana yang sangat besar.

Mempertimbangkan bahwa pengadaan barang/jasa yang menjadi salah

satu lahan subur untuk terjadinya suatu kegiatan korupsi haruslah diatur dengan

jelas dan tertulis. Peraturan perundangan-undangan yang dibuat pertama kali

untuk mengatur tentang pengadaan barang/jasa ialah keputusan presiden nomor

18 tahun 2000,lahirnya keputusan presiden nomor 18 tahun 2000 sebagai suatu

pedoman pelelangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Didalam diatur mengenai petunjuk teknis yang memberikan kewenangan

kepada lembaga penbembangan jasa konstruksi (LPJK) dan kamar dagang dan

industri (KADIN) untuk memberikan akreditasi dan sertifikasi bagi penyedia

barang dan jasa.

Menurut surat keputusan bersama menteri keuangan republik indonesia

dengan kepala BAPPENAS nomor NO.KEP-S-42/A/2000 dan S.226/D.2/05/2000

tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah

menyatakan pada Bab I Angka 1 huruf g yaitu:

“sertifikat penyedia barang/jasa adalah sertifikat tanda bukti

registrasi,klarifikasi dan kualifikasi tanda bukti bagi penyedia barang/jasa

tertentu sesuai dengan bidang usaha dan kemampuannya yang diterbitkan

oleh lembaga atau assosiasi perusahaan/profesi yang bersangkutan yang

(7)

lembaga pengembangan jasa konstruksi (LPJK) dan dan non konstruksi

oleh kamar dagang dan industri (KADIN)”

Penyempurnaan pengaturan mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan

barang/jasa pemreintah melahirkan keputusan presiden nomor 80 tahun 2003

tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Melahirkan keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 sebagai pengganti

dari keputusan presiden nomor 18 tahun 2000 tentunya dengan maksud dan tujuan

tertentu, maksud dan tujuan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) yang

menyatakan bahwa:28

“(1) Maksud diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah untuk

mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau

seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD.

(2) Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah agar

pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya

dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien,efektif, terbuka dan

bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.”

Keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 juga mengatur tentang hal-hal

seperti tugas pokok pengguna barang/jasa,persyaratan penyedia

barang/jasa,penentuan harga perkiraan sendiri dan lain sebagainya yang berkaitan

dengan pengadaan barang/jasa.

Pengadaan barang/jasa mengalami perkembangan yang sangat dinamis,

hal ini ditandai dengan adanya delapan kali revisi terhadap keputusan presiden

28

(8)

nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa

pemerintah sampai akhirnya keputusan presiden tersebut dicabut dan tidak

berlaku lagi sejak tanggal 1 januari 2011.

Dicabutnya keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman

pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melahirkan peraturan

perundang-undangan yang baru yang menggantikan keputusan presiden nomor 80 tahun 2003

tersebut.

Peraturan perundang-undangan tersebut ialah Peraturan Presiden Nomor

54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (yang untuk selanjutnya

disebut sebagai Perpres Nomor 54 Tahun 2010). Peraturan ini diharapkan mampu

mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah lebih baik.

Pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dengan Keppres Nomor 80 Tahun

2003 memiliki perbedaan-perbedaan yang prinsipil yang ditandai dengan didasari

oleh 7 (tujuh) gagasan pokok perubahan yaitu : penyederhanaan prosedur,

mengurangi ekonomi biaya tinggi, mendorong terjadinya persaingan usaha yang

sehat, melindungi usaha kecil, meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri,

meningkatnya profesionalitas pelaksana pengadaan barang dan penyelarasan

aturan.29

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 sampai saat ini telah mengalami empat

kali perubahan. Yang pertama diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 tahun

2011 tentang perubahan pertama atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010

29

(9)

tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (yang selanjutnya disebut sebagai

Perpres Nomor 35 Tahun 2011).

Perpres Nomor 35 Tahun 2011 dilahirkan karena dianggap perlunya

penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa konsultansi di bidang hukum

meliputi konsultan hukum/advokat atau pengadaan arbiter yang tidak

direncanakan sebelumnya untuk menghadapi tuntutan hukum dari pihak tertentu

kepada pemerintah yang sifatnya harus disegerakan.30

Setelah Perpres Nomor 35 Tahun 2011 berlaku pada tahun 2012

pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah mengalami perubahan

kembali yaitu Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan ketiga

atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa

pemerintah (yang selanjutnya disebut sebagai Perpres Nomor 70 Tahun 2012).

Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dilahirkan karena terjadi banyak

penambahan materi pada pasal-pasal tertentu dan dianggap juga perlunya

percepatan pengadaan barang/jasa dalam menunjang percepatan pelaksanaan

belanja negara. Perpres Nomor 70 Tahun 2012 kemudian dirubah lagi dengan

Peraturan Presiden Nomor 172 tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa (yang

selanjutnya disebut sebagai Perpres Nomor 172 Tahun 2014). Dirubahnya Perpres

Nomor 70 tahun 2012 menjadi Perpres Nomor 172 tahun 2014 karena perlunya

percepatan penyediaan benih dan pupuk kepada petani melalui upaya khusus

(10)

bantuan benih unggul dan pupuk dalam rangka mencapai swasembada pangan dan

mengantisipasi perubahan iklim.

Perubahan terakhir ialah Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang

perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang

pengadaan barang/jasa. Peraturan terakhir ini dilakukan karena perlunya inovasi

terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan

pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka percepatan pelaksanaan belanja

negara guna percepatan pelaksanaan belanja negara guna percepatan pelaksanaan

pembangunan.

Pengadaan barang dan jasa yang dilakukan BUMN bukan hanya diatur

dalam peraturan presiden diatas melainkan juga diatur oleh peraturan BUMN

nomor 15 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan menteri BUMN nomor 05

tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

badan usaha milik negara.

2. Pihak-Pihak Dalam Pengadaan Barang/Jasa

Purwosusilo dalam bukunya yang berjudul aspek hukum pengadaan

barang dan jasa membagi para pihak yang terlibat didalam pengadaan barang/jasa

pemerintah ke dalam 2 (dua) bagian yaitu pengguna barang/jasa dan penyedia

barang/jasa.

I. Pengguna barang/jasa

pengguna barang/jasa diwakili dengan pengguna anggaran/kuasa

(11)

(unit layanan pengadaan) dan aparat pengawas internal pemerintah (APIP).31 Para pihak memiliki tugas pokok, kedudukan dan fungsi masing-masing.

a. Pengguna Anggaran

Istilah pengguna anggaran dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor

54 tahun 2010 pada pasal 1 angka 5 yang menyatakan sebagai berikut :32

“Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat

pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/

Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan

pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.”

pengguna anggaran juga memiliki tugas dan kewenangan yang telah

diatur jelas pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang telah diubah

dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor

70 tahun 2012 pada pasal 8 yang menyatakan sebagai berikut :33 “(1) PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:

a. menetapkan Rencana Umum Pengadaan;

31

Bab III Perpres Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa struktur organisasi pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia terdiri atas : a. PA/KPA, b. PPK, c. ULP/Pejabat Pengadaan, dan d. Panitia/pejabat penerima hasil pekerjaan. Yang kemudian dalam pengadaan barang/jasa pemerintah melalui swakelola terdiri atas : a. PA/KPA, b. PPK, dan c. Panitia/pejabat penerima hasil pekerjaan dan dikenal pula aparat pengawas internal pemerintahan (APIP)

32

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

33

(12)

b. mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling

kurang di website K/L/D/I;

c. menetapkan PPK;

d. menetapkan Pejabat Pengadaan;

e. menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;

f. menetapkan:

1) pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada

Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai

diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

atau

2) pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan

Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi

dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

g. mengawasi pelaksanaan anggaran;

h. menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

i. menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/ Pejabat

Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat;dan

j. mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen

(13)

(2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dalam hal diperlukan, PA dapat:

a. menetapkan tim teknis; dan/atau

b. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan

melalui Sayembara/Kontes.

Kewenangan dan tugas dari pengguna anggaran diatur secara tegas guna

untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan para pejabat dalam

pengadaan barang/jasa pemerintah dan BUMN serta tercapainya keseimbangan

(check and balance) sehingga pelaksanaan pengadaan barang/jasa tersebut

berjalan sebagaimana mestinya.34 b. Kuasa Pengguna Anggaran

Istilah kuasa pengguna anggaran tidak dikenal dalam Keppres 80 Tahun

2003 maupun aturan sebelumnya, istilah tersebut baru dikenal pada Perpres 54

Tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah dengan Perpres Nomor 35 Tahun

2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012.35

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut dengan KPA

merupakan pejabat bentukkan Pengguna Anggaran untuk menggunakan APBN

atau bentukkan kepala daerah untuk menggunakan APBD.36 KPA dapat menerima pengalihan penuh maupun sebagian wewenang dari pengguna anggaran.

c. Pejabat Pembuat Komitmen

34

Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, Halaman 237

35Ibid,

238

36

(14)

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut sebagai PPK

adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang/jasa.37 Serta pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan

dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran

belanja negara.38

PPK memiliki tugas dan wewenang yang telah diatur secara jelas dalam

pasal 11 yaitu,sebagai berikut:39

a. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang

meliputi :

1) Spesifikasi teknis barang/jasa;

2) Harga perkiraan sendiri (HPS); dan

3) Rancangan kontrak;

b. Menerbitkan surat penunjukkan penyedia barang/jasa;

c. Menyetujui bukti pembelian atau menandatangani kuitansi/surat

perintah kerja (SPK)/ suat perjanjian;

d. Melaksanakan kontrak dengan penyedia barang/jasa;

e. Mengendalikan pelaksanaan kontrak;

f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada

PA/KPA;

37

Pasal 1 ayat (7) Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana yang telah direvisi dengan Perpres 35 Tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012.

38

Pasal 1 angka (23) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

39

(15)

g. Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA

dengan berita acara penyerahan;

h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan

hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan;

i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan

pengadaan barang/jasa.

d. ULP/Pejabat Pengadaan

Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut sebgai ULP adalah

unit organisasi Kementrian/Lembaga/pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi

melaksanakan pengadaan barang/jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri

sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.40

Seperti pihak-pihak lainnya ULP juga memiliki tugas pokok dan

kewenangannya yaitu menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa,

menetapkan dokumen pengadaan,menetapkan besaran nominal jaminan

penawaran, mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website

K/L/D/I masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta

meyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam portal pengadaan nasional,

menilai kualifikasi penyedia barang/jasa melalui prakualifikasi atau

40

(16)

pascakualifikasi, dan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap

penawaran yang masuk.41

e. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disebut

sebagai PPHP pada hakikatnya merupakan perpanjangan tangan dari pengguna

anggaran untuk memeriksa kebenaran hasil pekerjaan yang telah diselesaikan

penyedia dengan dasar kontrak yang telah ditanda tangani.42

Adapun tugas pokok dan kewenangan dari PPHP yaitu juga dengan jelas

tercantum dalam pasal 18 ayat (5) yang menyatakan sebagai berikut:43

a. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sesuai

dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak;

b. Menerima hasil pengadaan barang/jasa setelah melalui pemeriksaan/

pengujian; dan

c. Membuat dan menandatangani berita cara serah terima hasil

pekerjaan.

d. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

Aparat pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disebut sebagai

APIP ini merupakan aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, review,

41

Pasal 17 ayat (2) Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang telah direvisis pada Perpres Nomor 35 Tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

42

Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, halaman 246

43

(17)

evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap penyelenggaraan

tugas dan fungsi organisasi.44

II. Penyedia Barang/Jasa

penyedia barang/jasa ini merupakan pilar penting setelah pemerintah

dalam pengadaan barang/jasa. Sesuai dengan konsep dasar pengadaan barang/jasa

yang baik harus pula disediakan oleh penydia barang/jasa yang baik juga,

sehingga dengan hal ini dikenal istilah kualifikasi.45

Kualifikasi diartikan sebagai penilaian terhadap kompetensi atau

kemampuan penyedia barang/jasa dalam menyediakan barang/jasa yang

dibutuhkan. Untuk membuktikan penyedia barang/jasa tersebut memenuhi

kualifikasi maka dilakukan penilaian sebagaiamana sesuai ketentuan pasal 19

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang telah diubah dalam Perpres Nomor 35 Tahun

2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Selain pembuktian dilakukan untuk penyedia barang/jasa yang telah

memenuhi kualifikasi perlu juga dilakukan pembuktian penyedia barang/jasa yang

mampu menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan yaitu dengan penilaian

terhadap dokumen penawaran penyedia yang terdiri atas penilaian administrasi,

teknis dan harga.46

3. Proses Pengadaan Barang dan jasa

44

Purwosusilo, Aspek hukum Pengadaan Barang dan jasa, Pranadamedia Group, Jakarta, 2014, halaman 248

45

Ibid. Halaman 251-252

46Ibid.

(18)

Dalam mengadakan suatu barang/jasa dalam pemerintahan tentu saja

membutuhkan tahap-tahap untuk membantu proses pengadaan barang/jasa

tersebut, tahap-tahap tersebut yaitu,sebagai berikut :

I. Tahapan Persiapan Kontrak

Tahapan ini diawali dengan perencanaan pengaturan yang diatur dalam

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang telah diubah dalam Perpres Nomor 35 Tahun

2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang pengadaan barang/jasa.47 Purwosusilo dalam bukunya yang berjudul aspek-aspek pengadaan barang dan

jasa menyebutkan proses pengadaan barang dan jasa pada tahapan persiapan

kontrak ialah dimulai pada tahapan pengumuman, penetapan harga perkiraan

sendiri (HPS)/ Owner Estimate, pendaftaran dan pengambilan dokumen,

aanwijzing (penjelasan), pengajuan penawaran, jaminan penawaran, pembukaan

dokumen penawaran, penilaian/evaluasi, penetapan pemenang, dan adanya

sanggahan atau sanggahan banding.

II. Tahapan Pelaksanaan Kontrak

Tahapan ini merupakan lanjutan dari tahapan persiapan kontrak, adapun

proses di dalam tahapan pelaksanaan kontrak, yaitu :48 a. Penyempurnaan rancangan kontrak;

b. Penandatangan kontrak;

c. Jaminan pelaksanaan;

d. Pelaksanaan kontrak;

e. Pembayaran uang muka;

47

Purwosusilo, Aspek-Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, halaman 254

(19)

f. Perubahan kegiatan pekerjaan;

g. Laporan hasil pekerjaan;

h. Penilaian progres kegiatan;

i. Penghentian dan pemutusan kontrak.

III. Tahap Pasca Kontrak

Tahapan-tahapan pasca kontrak ini terdiri atas penerimaan kontrak,

denda dan ganti rugi, keadaan kahar dan terakhir perpanjangan waktu pelaksanaan

pekerjaan.49 hal ini seperti yang dinyatakan pada peraturan presiden no 70 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang

Pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan hanya mengacu pada

peraturan presiden nomor 70 tahun 2012 tetapi menteri BUMN juga telah

membuat tata cara pengadaan barang dan jasa BUMN berdasarkan peraturan

menteri BUMN nomor 15 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan menteri

nomor 05 tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan

jasa badan usaha milik negara. Tata cara tersebut tercantum pada pasal 5, yang

menyatakan sebagai berikut :

1. Cara pengadaan barang dan jasa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna

barang dan jasa serta dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip umum

sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan best practice yang berlaku;

2. Cara pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan cara antara lain tetapi tidak

terbatas pada :

(20)

a. Pelelangan terbuka, atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan, yaitu

diumumkan secara luas melalui media massa guna memberi

kesempatan kepada penyedia barang dan jasa yang memenuhi

kualifikasi untuk mengikuti pelelangan;

b. Pemilihan langsung, atau seleksi langsung untuk pengadaan jasa

konsultan, yaitu pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan kepada

beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran;

c. Penunjukkan langsung yaitu pengadaan barang dan jasa yang

dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang

dan jasa atau melalui beauty contest;

d. Pembelian langsung, yaitu pembelian terhadap barang yang terdapat

di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar;

3. Tata cara pengadaan barang dan jasa sebagaiamana dimaksud pada ayat (2),

diatur lebih lanjut oleh direksi BUMN

Berdasarkan ayat (3) tersebut, maka direksi BUMN memiliki wewenang

secara khusus untuk membuat tata cara pengadaan barang dan jasa. Apabila

berdasarkan putusan 94/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn tentang kasus korupsi

pengadaan barang dan jasa di PT. PLN, dimana PT.PLN (persero) KITSBU

selaku Badan Usaha Milik Negara melaksanakan Pengadaan barang/ jasa dalam

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 beserta Petunjuk Teknisnya dan BAB III

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

Peraturan Presiden Nomor O4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2O1O Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 25 ayat

Pada peraturan presiden nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah menganut

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, dimana pada dasarnya obat termasuk dalam

bahwa sesuai bunyi Pasal 111 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, perlu menetapkan