Indonesia menghadapi masalah dengan peningkatan jumlah penduduk, dan
kualitas sumber daya manusia, hal ini dapat dilihat pada angka kelahiran di
Indonesia yang telah mencapai 5.000.000 penduduk per tahun (BKKBN,2014a).
Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat mempengaruhi derajat kehidupan
bangsa karena akan meningkatkan kebutuhan penduduk terkait lapangan pekerjaan, perumahan dan kesehatan yang pada akhirnya akan meningkatkan
beban negara. Usaha pemerintah untuk dapat mengangkat derajat kehidupan
bangsa adalah dengan dilaksanakannya secara bersamaan dua program yaitu:
program pembangunan ekonomi dan program keluarga berencana. Tujuan
diterapkannya program keluarga berencana adalah untuk membentuk
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.
Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk;
(a) mendapatkan objektif-objektif tertentu; (b) menghindari kehamilan yang tidak
diinginkan; (c) mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan;
(d) mengatur interval diantara kehamilan; (e) mengontrol waktu kelahiran dalam
hubungan dengan suami istri; (f) menentukan jumlah anak dalam keluarga (WHO
Expert Committee, 1970 dalam Report of a WHO Expert Committe., 1975).
Program KB yang terlaksana dengan baik belum tentu dapat menjaga
disampaikan oleh Armida S.A (BKKBN, 2014b) yang mengatakan bahwa pada 20 tahun mendatang Indonesia akan mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk
yang luar biasa. Ia berpendapat pada tahun 2035 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan bertambah menjadi sebanyak 305 juta jiwa. Pertambahan
penduduk tersebut disebabkan bertambahnya angka harapan hidup masyarakat
sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah penduduk negara Indonesia.
Prediksi yang disampaikan oleh Armida tersebut berlaku bila program KB
terlaksana dengan optimal, namun bila program KB tidak terlaksana dengan baik maka jumlah penduduk warga Indonesia pastinya akan melebihi angka prediksi
tersebut.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tersebut akan menambah beban
negara, sehingga untuk mengurangi beban tersebut maka perlu dilakukan
tindakan-tindakan yang dapat membantu terlaksananya program KB dengan
optimal. Bila melihat hasil pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013) terlihat prevalensi PUS yang ikut program KB sebesar 62,84%. Data tersebut
menunjukkan bahwa sudah 50% lebih PUS menggunakan alat kontrasepsi. Dari
hasil pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013) tersebut pula menunjukkan
selisih angka prevalensi yang amat kecil dari PUS yang ikut program KB antara
wilayah kota dengan wilayah pedesaan. Hal ini menggambarkan bahwa program
KB berjalan tidak hanya di wilayah perkotaan, namun juga berjalan di daerah
pedesaan.
Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa salah satu usaha pemerintah
mengendalikan pertumbuhan penduduk, kita dapat melihat persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang mengikuti program KB dibandingkan dengan jumlah
seluruh PUS, serta melihat rata-rata jumlah anggota rumah tangga. Hasil
pendataan keluarga tahun 2012 (BKKBN, 2013) menunjukkan bahwa jumlah PUS
seluruh Indonesia berjumlah 45.504.450 pasangan, dari seluruh jumlah PUS
tersebut sebanyak 12.731.107 pasangan atau 27,98% tidak mengikuti program
KB, dan ini berarti sekitar 72,02% PUS ikut dalam program KB. Dari pendataan
keluarga tahun 2012 tersebut (BKKBN, 2013), terlihat bahwa propinsi Sumatera Utara memiliki PUS berjumlah 2.156.756 dan sekitar 37,16% (801.482) PUS
diantaranya tidak mengikuti program KB, sehingga dapat dikatakan bahwa sekitar
62,84% PUS yang ikut dalam program KB (BKKBN, 2013).
Di Kabupaten Langkat, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) bertambah
jumlahnya dari tahun 2008, dimana pada tahun 2008 terdapat 181.692 PUS dan
meningkat sebanyak 1,21 persen pada tahun 2009 yaitu menjadi 183.927 PUS. Persentase akseptor KB aktif berfluktuasi dari tahun ke tahun, tapi pada umumnya
berada diatas angka 50 persen dari jumlah PUS. Efek dari tingginya persentase
akseptor KB tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggota rumah tangga dari tahun
2005-2009 sebesar 4,3 jiwa (BPS Kab Langkat,2014). Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa masing-masing keluarga memiliki jumlah anak rata-rata
dua orang dan memperlihatkan bahwa program KB terlaksana dengan baik di
Kabupaten Langkat.
Data Kecamatan Gebang pada tahun 2012 jumlah Pasangan Usia Subur
menggunakan alat kontrasepsi. Sedangkan pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah Pasangan Usia Subur yaitu 10.292 PUS dengan jumlah PUS yang
menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 7.024 pasangan, dan 3.272 PUS yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sama halnya dengan tahun sebelumnya, PUS
pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan jumlah yaitu mencapai 10.297 PUS
dan sebanyak 7.165 PUS diantaranya yang menggunakan alat kontrasepsi, serta
3.132 PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN Gebang, 2014).
Bila dilihat dari jumlah anggota rumah tangga, Kecamatan Gebang tidak menunjukkan peningkatan angka yang berarti. Pada tahun 2005-2008 rata-rata
anggota rumah tangga yaitu sebesar 4.8 jiwa, sedangkan hanya terjadi penurunan
yang sedikit pada tahun 2009 yaitu rata- rata anggota rumah tangga sebesar 4,6
jiwa. Hal ini dapat disimpulkan rata-rata jumlah anak yang ada di keluarga yaitu
2-3 anak (BPS Kab Langkat, 2014).
Hasil survei awal menunjukkan bahwa dahulu masyarakat di pedesaan Kecamatan Gebang terutama di Kelurahan Pekan Gebang, dimana daerah ini
masih tergolong daerah pedesaan masih menerapkan sistem budaya terkait dengan
nilai anak yang begitu kental. Pendapat ini sesuai dengan hasil penelitian Fazidah
yang mengatakan nilai anak di pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah
perkotaan (Siregar, 2003).
Kabupaten Langkat memiliki keberagaman suku di daerahnya. Data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Langkat tahun 2010 memperlihatkan bahwa
mayoritas bersuku bangsa Jawa (56,87%), diikuti dengan suku Melayu (14,93 %),
(18,28%), diikuti dengan suku Karo (2,50 %), Simalungun (0,03 %), Tapanuli /Toba (13,21%), Madina ( 2,22%), Pak-pak (0,04%), Nias (0,19%), Jawa
(53,37%), Minang (0,91%), Cina (0,57%), Aceh (1,74%) dan lainnya (6,94%)
(BPS Langkat, 2014). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten
Langkat khususnya di daerah Kecamatan Gebang termasuk daerah yang
heterogen. Penilaian persepsi terhadap nilai anak pada masyarakat Kelurahan
Pekan Gebang dapat menggambarkan secara umum terhadap persepsi nilai anak
dari masing-masing suku.
Tanggapan masyarakat Kelurahan Pekan Gebang terhadap nilai anak dari
survei awal yang dilakukan peneliti adalah pertama, orang tua menganggap bahwa
banyak anak banyak rezeki. Anak adalah sebuah anugerah dari tuhan, maka dari
itu tuhan pasti akan memberikan rezeki yang berlipat ganda kepada keluarganya
serta memiliki anak yang banyak akan lebih banyak mendapatkan pertolongan
dari keluarga-keluarga terdekat. Selain itu ketika anak lahir, orang tua menganggap anak tersebut memiliki utang timbal balik antara orang tua dan anak.
Akibatnya anak diminta untuk membiayai kehidupan orang tuanya saat mereka
dewasa. Pembayaran utang tersebut dilakukan dengan melaksanakan kewajiban
anak terhadap ibunya. Hal ini nilai anak dikategorikan sebagai nilai anak segi
agama.
Kedua, sebagian orang tua mengganggap ketika sudah mempunyai anak maka
pasangan suami istri akan mempertimbangkan keputusannya bila ingin bercerai.
Selain itu, pentingnya anak laki-laki didalam suatu keluarga adalah untuk
Ketiga, anak laki-laki juga bisa menggantikan kepala rumah tangga dan menjadi tulang punggung keluarga jika kepala keluarga sudah tidak ada. Peranan
anak disini berupa bantuan ekonomi dari segi tenaga kerja maupun bantuan
materi. Kategori pemikiran tersebut termasuk didalam golongan nilai anak segi
ekonomi.
Keempat, anak mempunyai segi nilai psikologis positif maupun negatif. Nilai
yang positif dapat dilihat dari adanya kenyataan yang dialami oleh para orangtua
bahwa anak dapat menimbulkan perasaan aman, terjamin, bangga dan puas. Pasangan Usia Subur (PUS) menganggap jika mempunyai anak maka jaminan
hari tua mereka akan diberikan oleh anak -anaknya. Anak-anak ini yang nantinya
diharapkan akan mengurusi orang tuanya ketika sakit dan melindunginya ketika
mereka sudah masa lanjut usia dan sudah tidak dapat mencari pendapatan lagi.
Di zaman modern sekarang ini, masyarakat pedesaan mulai mengalami
pergeseran budaya yang merubah pandangan terhadap nilai anak. Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu yang membuat pemikiran masyarakat sekarang mulai berkembang.
Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2014) memperoleh kesimpulan
bahwa masyarakat pedesaan telah mengalami perubahan pemikiran, dimana awalnya mereka menganut nilai “banyak anak, banyak rezeki” mulai mengalami perubahan pemikiran menjadi menganut nilai “banyak anak, banyak beban”. Dan
nilai anak laki-laki sudah mengalami perubahan, dimana mereka beranggapan
anak laki-laki dan anak perempuan sama nilainya.
terhadap penentuan jumlah anak sehingga pada akhirnya akan memengaruhi PUS untuk ikut dalam program KB.
1.2Perumusan Masalah
Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan nilai anak pada
PUS Akseptor dan Non Akseptor KB di Kelurahan Pekan Gebang.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Nilai Anak pada PUS Akseptor KB dan Non Akseptor KB.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi
agama pada Akseptor dan Non Akseptor KB.
2. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi
psikologi pada Akseptor dan Non Akseptor KB.
3. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi sosial pada Akseptor dan Non Akseptor KB.
4. Mengetahui hubungan persepsi PUS terhadap nilai anak dari segi
ekonomi pada Akseptor dan Non Akseptor KB.
1.4Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah nilai anak pada Non akseptor KB lebih
1.5Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai gambaran dari aspek sosio budaya (nilai
anak) pada PUS Akseptor dan Non Akseptor KB.
2. Memberikan masukkan kepada instansi kesehatan untuk dapat mengambil
tindakan terhadap perilaku PUS yang tidak mau mengikuti program KB