• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

Gilda Vanessa Tiku

A14103111

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI

(Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

GILDA VANESSA TIKU

A14103111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

GILDA VANESSA TIKU. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan

RITA NURMALINA.

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia memicu peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan lain selain pangan. Contohnya kebutuhan akan papan yakni pembangunan perumahan, gedung-gedung sekolah, peribadatan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan lain sebagainya. Hal ini berdampak langsung menggeser fungsi lahan ke non pertanian. Dari hal diatas timbul permasalahan yang serius, di satu sisi kebutuhan akan konsumsi meningkat dan disisi lain lahan pertanian justru berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi yang ingin ditempuh salah satunya melalui peningkatan fungsi lahan yang masih ada contohnya dengan menerapkan sistem tumpang sari.

Sistem tumpang sari merupakan sistem pertanian dengan menerapkan dua jenis atau lebih komoditi yang diusahakan dalam satu lahan yang sama. Dari berbagai sistem tumpang sari, sistem mina padi merupakan sistem yang dianggap cukup bermanfaat dan aman untuk digunakan bagi petani terutama bagi petani padi sawah yang komoditinya merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Selain menguntungkan, sistem mina padi dapat mendukung ketahanan pangan dalam menyumbangkan asupan gizi berupa karbohidrat dan protein hewani sekaligus. Disamping itu dari penelitian sebelumnya terbukti dapat meningkatkan keseimbangan dan perbaikan ekologi sebab hama padi merupakan pakan alami bagi ikan sebagai predator dan kotoran ikan merupakan pupuk alami bagi tanaman padi. Adanya simbiosis mutualisme antara padi dan ikan dapat mendukung ketersediaan pangan dan perbaikan lingkungan sekaligus.

Hanya saja sistem ini masih sulit untuk diadopsi di areal persawahan pada umumnya. Sehingga, sistem ini masih jarang dijumpai dalam pertanian di Indonesia. Kurangnya informasi dan pelatihan tentang sistem ini menyebabkan petani cenderung tidak menerapkannya disawah. Untuk itu, diperlukan penelitian dan penelusuran informasi yang lebih mendalam tentang sistem ini guna meningkatkan ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan pokok dan ikan sebagai pangan tambahan. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sistem ini menguntungkan atau tidak jika diterapkan di lokasi penelitian. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi guna meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani padi sawah.

(4)

(purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifikasi sederhana (stratified

sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem

minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

Dari hasil penelitian dapat dikaji bahwa irigasi merupakan faktor yang sangat memiliki peranan penting dalam menentukan luas tanam padi sawah secara umum dan luas penerapan sistem mina padi secara khusus di desa penelitian. Air yang melimpah dan cukup ketersediaannya bagi tanah sangat diperlukan oleh tanaman padi khususnya padi sawah. Lain halnya dengan penerapan sistem mina padi. Sistem ini ternyata tidak hanya memerlukan air yang melimpah atau cukup, namun juga stabil dan konstan ketersediaannya bagi ikan di sawah. Jika ketersediaan air terbatas atau mendadak tidak mengalir di sawah, maka serentak ikan akan mati. Hanya lahan-lahan yang melimpah dan stabil irigasinya yang dapat mengadopsi sistem tumpang sari mina padi ini.

Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan.

Lahan sawah sistem mina padi umumnya kurang produktif dibanding lahan sawah sistem non mina padi, karena sistem non mina padi didukung oleh volume benih padi yang lebih besar dan penggunaan varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang digunakan petani mina padi dan lahan yang umumnya lebih rendah dari lahan mina padi. Meskipun demikian sistem mina padi masih tetap lebih unggul pendapatan kotor maupun pendapatan bersihnya karena dibantu oleh penerimaan dari hasil panen ikan disawah. Sehingga, sistem ini dinilai lebih menguntungkan dan efisien, namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Resiko yang dialami pun cenderung tidak terlalu besar, karena jika terserang penyakit pendapatan turun menjadi lebih rendah dari sistem non mina padi namun masih tetap menguntungkan karena nilai perbandingan pendapatan dan biaya (R/C) masih diatas satu.

(5)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina

Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa

Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama : Gilda Vanessa Tiku

NRP : A14103111

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 131 685 542

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT

SISTEM MINA PADI DAN NON MINA PADI (KASUS DESA TAPOS I DAN

DESA TAPOS II, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR,

JAWA BARAT)” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN

DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.

SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA

YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS

LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN

DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Januari 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 26

Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan

Dr. Ferry Rita, M.Hum dan Yetty Batong.

Penulis meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres Tatura I

,Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 2

Palu dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan

menengah atas di SMU Kristen Barana, Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan)

dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen

Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi

diantaranya sebagai anggota Paduan Suara IPB Agria Swara dan Persekutuan

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kepada

Allah Bapa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis

Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non

Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk

memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keragaan usahatani padi sawah di

Desa Tapos I dan Desa Tapos II, menganalisis pendapatan usahatani mina padi

dan non mina padi, dan menganalisis perbandingan nilai pendapatan dan biaya

usahatani untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang

telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan

selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan

dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia

pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang

berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi

dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan

Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Mama dan Papa tersayang, Geritz, Gerald dan Gaby. Paman dan Nenekku

yang paling galak tapi baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, Om

Pedi dan Nenek Ga’deng. Om Alex dan keluarga, keluarga besar Buntu

Ria dan keluarga besar Rita. Terima kasih telah membesarkan, mendidik

dan menyayangiku selama ini.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan kenyamanan dalam membimbing, arahan, informasi,

dukungan dan waktu yang sangat berharga kepada penulis selama

menyusun skripsi ini.

3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama.

4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil dari Komisi Pendidikan Departemen

Agribisnis.

5. Para petani dan aparat desa Tapos I dan Tapos II yang telah bersedia

menjadi responden dan memberikan informasi, izin, bantuan dan perhatian

selama ini.

6. Teman-temanku AGB 40 yang bersedia menemani pengambilan data dari

rumah-ke rumah petani menyisir lokasi kaki Gunung Salak untuk dua desa

sekaligus dan membantu sebagai Penerjemah Bahasa Sunda yakni: Tria,

Rima (Iboh), Sieska, Ajeng, Arni, Ani Alviah. Terima kasih banyak atas

segala bantuan dan pertolongannya.

7. Pramudia Utama Sofyan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar

(10)

8. Teman seperjuangan Greth, Mya, Uci, Agus, Rika atas kebersamaannya

sejak TPB (tingkat satu) dan semoga tali silahturahmi tetap kita jaga.

9. Teman seKKP Aini, Amel, Rica, Eko dan Hendrik. Terima kasih atas kerja

samanya selama didesa.

10. Teman seperjuangan dikelas Andi, Lita, Yeyen, Aswab, Rama, Wira plus

Galih dan semua teman-teman AGB angkatan 40 lainnya atas kerja sama

dan kebersamaannya selama empat tahun masa kuliah.

11. Teman sekosan Echa, Ani, Nabol, Dina, Ahmed, Sius, Tari, Mega, Joice,

Nita, Whelma, Sahat, Dodo, Tigor plus Iwa atas kebersamaan dan

bantuannya selama ini, dan semua anak perwira 44 yang tidak dapat saya

sebutkan satu-persatu.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini semoga

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi ... 7

2.2. Mina Padi ... 10

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah ... 10

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi ... 14

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi ... 15

2.2.4. Kamalir ... 17

2.3. Usahatani padi ... 19

2.4. Analisis Usahatani ... 22

2.5. Biaya Usahatani ... 23

2.6. Analisis Pendapatan ... 24

2.7. Analisis Profitabilitas ... 26

2.8. Penelitian Terdahulu ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

IV. METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 32

4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data .. 33

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 34

4.3.1. Analisis Biaya ... 35

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 36

4.3.3. Analisis Profitabilitas ... 37

4.4. Definisi Operasional ... 37

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 42

5.1. Keadaan Geografis ... 42

5.2. Pendudukan dan Mata Pencaharian ... 43

5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II ... 45

5.4. Karakteristik Petani Responden ... 50

(12)

6.1. Keragaan Usahatani ... 60

6.1.1 Persemaian ... 60

6.1.2. Persiapan Lahan ... 61

6.1.3 Penanaman ... 64

6.1.4. Penyulaman ... 65

6.1.5. Penyiangan ... 66

6.1.6. Pemupukan ... 67

6.1.7. Pengairan ... 69

6.1.8. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 73

6.1.9. Pemanenan ... 73

6.1.10. Perawatan Hasil ... 74

6.1.11. Penggilingan ... 76

6.2. Sistem Mina Padi ... 78

6.2.1. Penebaran Benih Ikan ... 80

6.2.2. Pemeliharaan Ikan Bersama Padi ... 82

6.2.3. Kamalir dan Pintu Air ... 6.2.4. Pemanenan Ikan ... 84 84 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN... 87

7.1. Penggunaan Input ... 7.1.1. Benih Padi ... 87 87 7.1.2. Benih Ikan ... 89

7.1.3. Pupuk ... 90

7.1.4. Pestisida ... 92

7.2. Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah ... 93

7.2.1. Biaya Tunai ... 93

7.2.2. Biaya Tidak Tunai ... 7.3. Irigasi ... 107 113 7.4. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah ... 115

7.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah ... 117

7.6. Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah ... 119

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

8.1. Kesimpulan ... 122

8.2. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk konsumsi

di Indonesia...1

2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas...17

3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II...44

4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di

Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten

Bogor...50

5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...53

6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya

Kabupaten Bogor...55

7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa

Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...58

8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan

Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...59

9. Total Penggunaan Pupuk Kimia di Desa Tapos I dan Tapos II

Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...90

10. Rata-Rata Penggunaan Pestisida Kimia Usahatani Padi Sawah

menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...92

11. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...95

12. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kimia Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...97

13. Rata-Rata Biaya Bagi Hasil Usahatani Padi Sawah menurut Sistem

Mina Padi dan Non Mina Padi...105

14. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...107

15. Rata-Rata Penggunaan Pakan ikan dan Benih Ikan Usahatani Padi

Sawah menurut Sistem Mina Padi...108

16. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kandang Usahatani Padi Sawah

menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...109

17. Rata-Rata Penggunaan Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan

Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina

Padi...112

18. Rata-Rata Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Sawah menurut

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Tanaman Padi Di Areal Sawah...8

2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I...12

3. Padi Varietas IR64 yang Sedang ditanam di Sawah...15

4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria...20

5. Kerangka Pemikiran Operasional...31

6. Sumber Irigasi untuk Areal Sawah dan Pertanian di Desa Tapos I...45

7. Terasering Areal Persawahan di Desa Tapos II...46

8. Proses Pengolahan Lahan Padi Sawah...61

9. Lahan Sawah yang Baru Selesai di Tanam di Desa Tapos I...64

10. Proses Penyiangan di Desa Tapos I...66

11. Pupuk Kandang yang Siap di Tebar...68

12. Saluran Irigasi di Desa Tapos I...70

13. Proses Pengeringan Gabah di Lapangan Jemur pada Dua Penggilingan Utama di Desa Tapos I...75

14. Penggilingan di Desa Tapos II dan Tapos I...77

15. Gambar Ikan yang di Pelihara di Sawah...83

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peta Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jawa Barat...130

2. Peta Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor ...131

3. Peta Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...132

4. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II...133

5. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Non Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II...134

6. Analisis HOK Tenaga Kerja Dalam dan Luar Keluarga Desa Tapos I dan Tapos II...135

7. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Produktivitas, Volume Bibit, Umur Panen dan Varietas Benih...137

8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan Lahan, Pendidikan, Umur, Pola Tanam, Pengalaman Menanam Padi dan Pupuk yang Digunakan...138

9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Penerimaan...139

10. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007...140

11. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata...141

12. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007...142

13. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata...143

14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usahatani, Alasan Mengusahakan Mina Padi dan Pola Tanam...144

15. Beberapa Jenis Rotifera (zooplankton) yang Hidup di Genangan Sawah...145

16. Beberapa Jenis Crustacea Kecil yang Hidup di Sawah ………...…146

(17)

18. Beberapa Jenis Gulma Air di Sawah ...………...……….148

19. Gambar Kamalir atau Parit Sawah Tampak Samping ...149

20. Bentuk dan Jenis Kamalir yang Terdapat di Desa Tapos I dan

Tapos II ...150

21. Dokumentasi Penelitian ...151

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan

manusia yang beraneka ragam, oleh karena itu perlu digalakkan usaha

peningkatan produksi beras sebagai bahan makanan pokok. Indonesia sudah

merintis usaha peningkatan produksi beras sejak Pelita I sampai saat ini. Hasilnya

cukup menggembirakan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984

(Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi beras

semakin lama semakin berkurang. Hal ini di akibatkan adanya pergeseran fungsi

lahan ke fungsi non pertanian. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan usaha

pendayagunaan lahan yang ada melalui intensifikasi (Supriadiputra dan Setiawan,

2005).

Tabel 1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk Konsumsi di Indonesia Tahun 2001- 2004

Tahun Kebutuhan (ton) Produksi tersedia (ton)

Defisit (ton)

2001 32.771.264 30.283.326 2.487.920

2002 33.073.152 30.586.159 2.486.993

2003 33.372.463 30.892.021 2.480.442

2004 33.669.384 31.200.941 2.468.443

Sumber: Statistik Pertanian dan Departemen Pertanian, 2004

Kemudian, beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan

ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Beras sebagai

(19)

dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang tinggi yaitu lebih dari 95 persen.

Ketergantungan akan beras ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap beras

semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data konsumsi pada Tabel 1 yang dari

tahun ketahun semakin meningkat.

Peningkatan produksi beras nasional cukup menggembirakan. Hal ini

terlihat pada Tabel 1. Namun, apabila dilihat secara menyeluruh hal itu belum

meningkatkan pendapatan para petani. Pemilikan lahan garapan per kapita yang

relatif sempit menjadi alasannya. Salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh

untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan merekayasa lahan

pertanian dengan teknologi yang tepat guna. Salah satu cara yang dapat dilakukan

yaitu dengan mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke arah

diversivikasi pertanian, misalnya dengan menerapkan sistem mina padi.

Perubahan strategi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan

meningkatkan pendapatan petani. Sistem budi daya ikan di sawah merupakan

salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan

pada areal pertanaman padi sawah yang sempit.

Manusia memerlukan zat makanan lain untuk meningkatkan kekuatan dan

kesehatan tubuhnya selain kebutuhan beras, yaitu protein. Kebutuhan protein

dapat dipenuhi oleh sumber protein hewani dan sumber protein nabati. Ikan

merupakan salah satu penghasil protein yang sangat baik.

Lahan sawah dimanfaatkan sebagai tempat memelihara ikan untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan adanya pemeliharaan ikan di

sawah, maka banyak hal positif yang terkandung didalamnya dan mengikutinya.

(20)

para petani juga akan memperoleh keuntungan lainnya, yaitu mendapatkan ikan,

hama penyakit padi menjadi berkurang, kesuburan tanah meningkat

(Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

1.2. Perumusan Masalah

Khairuman dan Amri (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sawah

sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan,

dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat

komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu

keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh hasil yang optimal.

Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menerima

keuntungan dari pemanenan ikan. Kalaupun terjadi kegagalan dalam pemanenan

padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan

yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah.

Kegiatan pemeliharaan ikan di sawah ternyata sudah dilakukan sejak lama

dan kian hari kian berkembang ke arah pengusahaan yang lebih maju. Ada yang

mengusahakannya secara sederhana, ada juga yang sudah melakukannya secara

intensif. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau

Intensifikasi Mina Padi. Namun demikian, di beberapa daerah lain kegiatan

seperti ini tidak banyak dilakukan bahkan tidak populer sama sekali. Hal ini bisa

terjadi karena kurang tersebarnya informasi, baik mengenai seluk beluk kegiatan

ini maupun manfaatnya (Khairuman dan Amri, 2002).

Pola tumpang sari mina padi sangat baik dan efisien dalam penggunaan

(21)

sawah mampu melakukannya. Hal ini tentunya membutuhkan pendidikan dan

pelatihan tentang teknik budi daya ikan dalam sawah. Sebab selain keuntungan

yang ditawarkan oleh sistem ini, ada pula resiko kegagalan yang sewaktu-waktu

dapat timbul dari sistem ini.

Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan melalui Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Tasikmalaya saat ini sedang bekerja sama memperkenalkan

Program Pemerintah yang sudah setahun berjalan yang dilaksanakan di daerah

tersebut yakni di Tasikmalaya yaitu program GEMPAR (Gerakan Mina Padi

Rakyat). Kebijakan pemerintah ini cukup berhasil bagi 73 petani mina padi di

daerah Tasikmalaya dengan memberikan bantuan permodalan bagi setiap petani

berdasarkan luas lahan garapan (Barniati, 2007).

Intensifikasi Mina Padi sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah

apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani padi sawah di

Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Tenjolaya Desa Tapos I dan Desa

Tapos II yang merupakan sentra komoditi padi di Bogor (Badan Pusat Statistik

Bogor, 2003a). Sebab selain output berupa hasil panen ikan, pola ini pun dibarengi

dengan input berupa biaya-biaya berupa benih, pakan, tenaga kerja. Selain itu

belum pernah dibuktikan secara nyata bahwa dengan adanya ikan di sawah maka

performa ikan mempengaruhi hasil produksi padi atau tidak.

Desa Tapos I dan Tapos II dapat dijadikan lokasi rujukan bagi pemerintah

untuk melanjutkan keberhasilan program GEMPAR-nya di daerah lain jika sistem

Intensifikasi Mina Padi dinilai layak dan cukup menguntungkan untuk

dikembangkan. Diharapkan pula program ini dapat memajukan pertanian di

(22)

Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan

adalah :

1. Bagaimana keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II,

baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi?

2. Bagaimana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi

sawah?

3. Bagaimana perbandingan antara pendapatan dan biaya pada sistem mina padi

dan non mina padi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,

maka adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II,

baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi.

2. Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi.

3. Menganalisis perbandingan antara pendapatan dan biaya usahatani (R/C).

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut :

1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang

pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian.

2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara

(23)

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih

menyempurnakan perkembangan usahatani padi sawah.

4. Sebagai bahan kajian dan informasi tingkat kesejahteraan dan pendidikan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam

jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika

(Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003).

Siregar (1981) menyatakan bahwa begitu banyak kontroversi mengenai

asal usul tanaman padi. Namun berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal

dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar,

terlebih dibagian negara Cina yang berbatasan dengan negara India sebelah utara.

Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul

suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman liar

tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003). Sastra-sastra Cina, menyatakan

bahwa tanaman padi telah dibudidayakan oleh kaisar SHEN-MUNG di Cina 5000

tahun sebelum Masehi. Jenis-jenis padi liar inilah yang memelopori, mendahului

dan menjadi saudara dari tanaman padi yang kita kenal sekarang yaitu tanaman

padi tergolong Oryza sativa L. dan yang dibudidayakan oleh umat manusia

diseluruh dunia penanam padi.

Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan

Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas.

Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu

bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek

(25)

adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah

dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas.

Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan

percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae

(lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak.

Dimana daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel

sebelah kiri dan kanan embel-embel mana disebutkan auricle. Warna dari ligulae

dan auricle kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan dengan demikin

auricle itu dapat dipergunakan sebagai determinatie identitas suatu varietas.

Gambar 1. Tanaman Padi di Areal Sawah

Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya

anak-beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan

dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana

terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981).

Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat

fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan

pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu

(26)

batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir,

daun dan bunga.

Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara

merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang

berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi

senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan

energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.

Surono (2001) menyatakan bahwa sebagai salah satu Tim Pengkaji

Kebijakan Perberasan Nasional produksi padi pada prinsipnya tergantung pada

dua variabel, yaitu luas panen/tanam dan hasil per hektar (produktivitas). Musim

panen raya berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei.

Diperkirakan luas panen pada periode tersebut mencapat 55,5 persen. Panen

berikutnya (disebut panen gadu) antara bulan Juni-September mengambil porsi

sebanyak 30 persen, sisanya disebut musim paceklik berlangsung antara bulan

Oktober-Januari tahun berikutnya. Pola produksi ini juga mengikuti pola panen,

curah hujan dan proses pertumbuhan tanaman. Pola tanaman seperti itu akan terus

berlangsung sampai sekarang maupun masa mendatang.

Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat

Indonesia. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah menjadi kebiasaan

masyarakat. Jika belum mengkonsumsi beras, maka belum dikatakan makan oleh

sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, makan nasi merupakan budaya

yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu.

Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis,

(27)

dalam perekonomian Indonesia dan negara-negara asia serta berbagai belahan

dunia menginspirasi FAO untuk menjadikan tahun 2004 sebagai tahun beras

sedunia. Program ini bertujuan untuk menuntaskan kelaparan dinegara-negara

miskin dan berkembang yang penduduknya sangat tergantung konsumsinya pada

komoditi beras.

2.2. Mina Padi

Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama

padi di sawah (Afrianto dan Liviawaty, 1998). Usaha semacam ini lebih populer

dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Umumnya sistem ini

hanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran kecil (fingerling) atau

menumbuhkan benih ikan yang akan dijual sebagai ikan konsumsi. Ikan mas dan

jenis karper lainnya merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di sawah,

karena ikan tersebut dapat tumbuh dengan baik meskipun di air yang dangkal,

serta lebih tahan terhadap panas matahari (Suharti, 2003).

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah

Djiwakusumah (1980) menyatakan bahwa sawah merupakan tempat yang

baik untuk memelihara ikan, khususnya ikan mas, karena disawah terdapat

jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan. Pemeliharaan

ikan bersama dengan padi ternyata dapat menaikkan produksi padi, karena

ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan demikian pula sisa-sisa

makanan tambahan yang diberikan kepada ikan, umumnya dedak, dapat bertindak

(28)

pemeliharaan ikan di sawah sudah lama dilakukan. Jenis budi daya ikan di sawah

dikenal tiga macam yakni sebagai penyelang, pengganti palawija, dan tumpang

sari mina padi. Budi daya ikan di sawah pada dasarnya sama, perbedaannya hanya

pada saat penanaman, lama penanaman, serta kepadatan penebaran benih ikan. Di

Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdapat ketiga sistem ini.

Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa belakangan ini di daerah

Parahyangan atau Jawa Barat muncul variasi lain yang populer dengan istilah

parlabek. Dalam praktiknya parlabek dilakukan tidak hanya terkait antara ikan dan

tanaman padi tetapi dengan memadukan tiga komoditas sekaligus, yaitu

pemeliharaan ikan, padi, dan pemeliharaan ternak unggas. Sehingga saat ini budi

daya ikan di sawah semakin beragam yakni :

(1) Penyelang

Penyelang adalah usaha pemeliharaan ikan di sawah sebelum penanaman

padi. Waktunya tidak terlalu lama, sekitar 3-4 minggu, menunggu padi di

persemaian sampai siap untuk ditanam di sawah. Umumnya kegiatan penyelang

lebih cocok dan banyak dilakukan pada saat musim hujan atau awal masuk musim

hujan, saat petani sudah menyemai benih padi di persemaian. Interval waktu

menunggu padi di persemaian sampai mencapai ukuran siap tanam inilah yang

dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Selanjutnya, setelah dipelihara beberapa

minggu, pemanenan ikan dilakukan bertepatan dengan pengolahan tanah sawah

(29)

Gambar 2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I

Pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa lahan tersebut telah bersih atau

telah selesai diolah dan sedang digenangi sambil memelihara benih ikan. Pada

latar belakang gambar juga tampak garis hijau terang yang merupakan lahan

persemaian untuk lahan ini nantinya.

(2) Palawija

Palawija adalah usaha pemeliharaan ikan disawah yang dilakukan setelah

padi dipanen dan sawah belum segera digunakan untuk penanaman padi.

Umumnya, pemeliharaan sistem palawija dilakukan setelah selesai panen padi

pada musim kemarau. Sambil menunggu datangnya musim hujan sebagai awal

musim tanam berikutnya, sawah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Dengan

begitu, pemeliharaan ikan sistem palawija ini dapat dilakukan lebih lama daripada

sistem penyelang, yaitu bisa berkisar 2-3 bulan, dari selesai panen padi pada

musim hujan berikutnya. Pemeliharaan sistem palawija lebih cocok dilakukan

(30)

(3) Mina Padi

Mina padi biasa juga disebut tumpang sari. Istilah mina padi berasal dari

bahasa Sansekerta yaitu mina (yang berarti ikan). Mina padi dapat diartikan

sebagai sistem pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan bersamaan dengan

penanaman atau pemeliharaan padi. Batas masa pemeliharaan ikan pada sistem

mina padi berkisar 45-65 hari. Batas masa pemeliharaan ikan ini terkait erat

dengan umur padi. Dalam praktiknya, waktu pemanenan ikan disesuaikan dengan

tujuan penanaman ikan, untuk pendederan atau pembesaran.

(4) Parlabek

Parlabek sebenarnya merupakan variasi pemeliharaan ikan di sawah dari

sistem mina padi. Parlabek merupakan singkatan dari bahasa sunda (Jawa Barat),

par dari kata pare atau padi, la dari kata lauk atau ikan, dan bek dari kata bebek

atau itik. Jadi, parlabek adalah pemeliharaan ikan sistem mina padi yang

dikombinasikan denga pemeliharaan bebek atau itik dalam satu unit persawahan.

Itik dalam sistem parlabek dilepas dan bebas berkeliaran di sawah mina padi dan

dapat dikandangkan disekitar sawah atau halaman rumah atau pekarangan.

Oka, Swastika dan Sudana (1992) mengemukakan bahwa usahatani sistem

mina padi dapat mengurangi pemakaian insektisida maupun tumbuhnya rumput.

Hal ini terjadi karena terciptanya hubungan yang harmonis antara padi, ikan, air,

dan tanah. Sehingga tercapai kondisi keseimbangan ekologis yang baik, dengan

demikian serangan hama dan rumput menjadi berkurang.

Fagi, Permana dan Syamsiah (1991) mengemukakan bahwa dengan mina

(31)

ikan. Rendahnya pemakaian pupuk oleh petani karena adanya korelasi ekologis

antara penanaman ikan dengan peningkatan kesuburan tanah, karena

kotoran-kotoran ikan dan makanan yang tidak termakan akan menjadi pupuk bagi tanah

dan air secara alami.

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi

Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), padi yang akan ditanam

sebaiknya dipilih yang cocok dengan lahan mina padi. Varietas padi itu harus

memenuhi kriteria berikut :

- Tahan genangan pada awal pertumbuhan

- Ketinggian tanaman sedang

- Perakaran dalam

Karena sawah merupakan lahan yang terendam, maka tanaman padi yang

ditanam sebaiknya mempunyai perakaran yang dalam dan kuat agar tidak

mudah roboh.

- Cepat beranak

Kurang lebih 7 hari setelah penanaman padi, areal akan digenang air.

Untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan

tadi, sebaiknya dipilih tanaman padi yang cepat bertunas banyak.

- Batang kuat dan tidak mudah rebah

Karena banyak air disekitar perakaran, maka kemungkinan air yang

diserap tanaman lebih banyak. Akibatnya, batang tanaman padi menjadi

lemah. Untuk mencegah masalah itu, sebaiknya padi yang ditanam

(32)

- Tahan hama dan penyakit

Semua tanaman yang akan ditanam harus mempunyai sifat tahan terhadap

hama penyakit.

- Produksi tinggi

- Daun tegak

Untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh permukaan

daun, sehingga diharapkan hasil fotosintesis besar dan hasil padi tentunya

akan meningkat.

- Rasanya enak sehingga disukai masyarakat

Gambar 3. Padi Varietas IR64 yang Sedang di Tanam di Sawah

Dengan menilik sifat-sifat yang dikehendaki dalam sistem mina padi,

maka tanaman padi yang dianjurkan untuk ditanam pada areal mina padi antara

lain IR 64, Ciliwung, Citanduy, Dodokan, Cisadane.

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi

Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), agar mendapatkan hasil yang

tinggi, ikan yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut :

(33)

Hal ini untuk menghindari hewan pemangsa sebab warna yang mencolok

akan menarik perhatian hewan pemangsa. Sebaiknya dihindari warna

merah dan kuning keemasan. Paling baik adalah warna gelap.

- Tahan hidup di air dangkal dan panas

Ketinggian air pada sistem mina padi biasanya sekitar 20-30 cm dan

bersuhu tinggi. Oleh karena itu, harus dicari jenis ikan yang tahan terhadap

dua kondisi tersebut agar pertumbuhan ikan tidak terganggu.

- Dipilih dari induk unggul dan sehat

Apabila ikan yang ditebar berasal dari induk yang unggul dan sehat, maka

diharapkan pertumbuhannya akan baik. Induk yang unggul dan sehat

untuk ikan mas, misalnya, yaitu yang berasal dari strain majalaya.

- Disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga jual yang memuaskan

Selain ikan mas dan tawes, jenis ikan lain yang juga baik dibudidayakan

dengan sistem ini yaitu ikan tambakan, mujair, nila, dan nilem.

Menurut Khairuman dan Amri (2002) waktu penebaran benih ikan di

sawah dataran rendah berbeda dengan penebaran di sawah dataran sedang. Di

sawah dataran rendah, ikan ditebarkan 5-7 hari setelah tanaman padi, sedangkan

di sawah dataran sedang ikan ditebar 10-12 hari setelah tanam padi. Hal ini

disebabkan kecepatan pertumbuhan padi di sawah dataran sedang relatif lebih

lambat. Jika ikan ditebar lebih awal, resiko kemungkinan merusak tanaman padi

lebih besar.

Padat penebaran benih ikan disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan.

Ukuran padat penebaran ikan mas yang disarankan untuk ditebar di sawah

(34)

Cara penebaran benih, pada prinsipnya sama dengan cara penebaran yang

dilakukan pada sistem penyelang dan palawija, yaitu melalui proses aklimatisasi

atau adaptasi terlebih dahulu.

Tabel 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas

Golongan Benih Ukuran (cm) Berat (g /

ekor)

Padat Penebaran (ekor / ha) Kebul (larva stadia akhir)

Putihan Belo Ngaramo Ngaduaramo Nelu

0,5 - 1,0 1,0 - 3,0 3,0 - 5,0 5,0 - 8,0 8,0 - 10,0

10,0

- 0,5 - 1,0 3,0 - 5,0 8,0 - 10,0 15,0 - 20,0 20,0 - 25,0

10 - 12 liter 10.000 - 12.500 5.000 - 10.000 3.000 - 5.000 2.500 - 3.000 2.000 - 2.500 Sumber : Suryapermana, dkk. 1994.

2.2.4. Kamalir

Menurut Khairuman dan Amri (2002), dalam budi daya sawah sistem

usahatani mina padi terdapat perbedaan bentuk sawah dengan sistem non mina

padi. Pada sistem mina padi, sawahnya terdapat kamalir atau caren yang

merupakan saluran yang dibuat dibagian paling dalam petakan sawah. Ada juga

kamalir yang dibuat membelah bagian tengah sawah tegak lurus sejajar sisi lebar

pematang.

Di sawah yang dijadikan tempat pemeliharaan ikan, kamalir dibutuhkan

sekali. Fungsi utama kamalir dalam pemeliharaan ikan bersama padi di sawah

sebagai berikut:

1. Melindungi ikan dari kekeringan. Dengan adanya kamalir, sekalipun

bagian tengah sawah sudah kering, ikan akan bertahan dikamalir dengan

(35)

2. Melindungi ikan dari hama. Kamalir yang memiliki kedalaman memadai

akan menjadi tempat berlindung yang aman bagi ikan dari serangan hama,

seperti sero atau linsang dan ular.

3. Memudahkan proses pemanenan. Saat panen, sawah disurutkan sampai

tinggal sedikit sehingga ikan akan berkumpul di kamalir yang masih

menyisakan air macak-macak. Ikan yang sudah berkumpul di kamalir akan

mudah dipanen.

4. Tempat memberi makan ikan. Kamalir menjadi tempat memberi makan

ikan yang baik karena terletak dibagian pinggiran sawah, sehingga

pemberian pakan akan efektif.

5. Memudahkan mobiltas ikan. Kamalir merupakan tempat ikan bergerak

secara leluasa dan dengan mudah bisa berpindah-pindah ke seluruh

petakan sawah.

Kamalir umumnya dibuat dengan lebar 40-45 cm, tinggi 25-30 cm, dan

panjangnya tergantung dari panjang atau lebar petakan sawah. Berdasarkan hasil

penelitian, luas kamalir yang optimum adalah 2-4% dari luas petakan sawah.

Produksi padi di sawah tidak akan berkurang walaupun penggunaan lahan sawah

untuk tanaman padi menurun karena digunakan untuk kamalir. Berkurangnya

penggunaan lahan sawah diimbangi dengan tingginya produksi padi yang ditanam

dibarisan pinggir. Menurut Jangkaru (2002), konstruksi kamalir cukup bervariasi

(36)

2.3. Usahatani Padi

Usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah organisasi yang

pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau

sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis maupun

teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) usahatani

adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja,

modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan

orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga

ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan.

Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua faktor yang akan

mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan, tenaga

kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang

tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan

sebagainya.

(1) Tanah

Tanah memiliki beberapa sifat antara lain : (1) luas relatif tetap atau

dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan

atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat

produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan

mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.

Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan

cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani

sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak dapat

(37)

(2) Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya

manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau

jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup

menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai

penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan

tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun

sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya

tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman,

waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan,

sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir

hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat

antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

Gambar 4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria

(38)

Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak

dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan

anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan.

Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara

tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk

menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat

dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan

kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria

atau Hari Orang Kerja (HOK).

Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar

keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan,

dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat

harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan.

Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga

kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam

pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan

pada petani yang menggarap lahan sempit.

(3) Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian

ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor

produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang

baru, yaitu berupa produksi pertanian.

Menurut Hernanto dalam Handayani (2006) dalam usahatani modal

(39)

lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul, parang, sabit

dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, benih ikan, pupuk,

obat-obatan) dan uang tunai.

Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap

(fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode

produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal

tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital),

yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode

proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk,

obat-obatan dan uang tunai.

2.4. Analisis usahatani

Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas

usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani

tersebut telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam

Hartono, 2000):

(1) Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua

biaya atau pengeluaran.

(2) Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk

membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal

yang dipinjam.

(3) Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar

(40)

(4) Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun

produksi.

Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya

yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang

keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.

Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001 ditinjau dari segi bisnis,

petani/pengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki :

a. Kemampuan berproduksi

b. Kemampuan memasarkan produknya

c. Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien

2.5. Biaya Usahatani

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula

fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988 dalam Handayani, 2006).

Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau

pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau

dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga

petani.

Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu

biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak

dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya

yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk

pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga

(41)

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya

pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain

itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari

penggunaan suatu peralatan.

Budi daya ikan di sawah merupakan suatu kegiatan pertanian yang

memadukan budi daya ikan dengan budi daya padi di sawah. Diharapkan dengan

sistem ini dapat meningkatkan pendapatan para petani karena banyak hal yang

menguntungkan dalam kegiatan ini.

Komponen biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan di sawah relatif

murah, sebab biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan lahan, pengairan dan

pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya penanaman padi (Supriadiputra

dan Setiawan, 2000). Lahan dan air yang digunakan untuk memelihara ikan sama

dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi. Demikian pula biaya

pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya pengolahan tanah untuk

menanam padi.

Menurut Afrianto dan Liviawati (1998), sistem perikanan terpadu dapat

memperkecil resiko kehilangan sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak

mengandalkan pada satu sumber saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha

dapat ditopang oleh keberlangsungan usaha yang lainnya.

2.6. Analisis Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang

(42)

dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk

dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi

keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan

kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima

petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.

Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan

usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua

tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan

sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang

akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri

sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari

usahataninya.

Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur

apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan.

Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya

angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian

tersebut.

b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk

pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).

c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk

(43)

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi

keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu

yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).

2.7. Analisis Profitabilitas

Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak

(analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong,

1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang

dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh

nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat

memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai

R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap

rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang

semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.

2.8. Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Setiawan (1994) sistem budi daya ikan di sawah

merupakan alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

Persentase peningkatan tersebut lebih besar dari persentase tambahan biaya. Pola

tanam budi daya ikan di sawah yang optimal adalah dengan mengusahakan

penyelang ikan ditambah dengan sistem mina padi baik musim tanam 1 maupun

musim tanam 2. Pola tanam tersebut cukup menguntungkan bila dibanding pola

(44)

Berdasarkan hasil penelitian Sari (2007), yang berjudul ‘Analisis Dampak

Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di

Cipinang Jakarta Timur’ didapat hasil bahwa terjadi perubahan pada masyarakat

Indonesia khususnya diJakarta terhadap komoditi beras pada saat terjadi kenaikan

harga pada perubahan jenis beras dan perubahan frekuensi pembelian terutama

pada masyarakat Kelas Menengah dan Kelas Bawah. Bagi Kelas Atas tidak terjadi

perubahan jenis beras dan frekuensi pembelian. Sedangkan bagi Kelas Menengah

cenderung menurunkan kualitas beras agar pengeluaran untuk makanan

khususnya beras tetap sama seperti harga beras naik. Responden pada kelas ini

mengkonsumsi beras dengan kualitas sedang yakni jenis Sentra, Ramos, Rojolele

dan Cianjur. Kelas Menengah cenderung untuk mengurangi frekuensi pembelian

beras karena khawatir harga beras akan semakin meningkat sehingga pembelian

dilakukan dalam jumlah besar agar dapat mencukupi kebutuhan dalam sebulan.

Berdasarkan penelitian tersebut, masyarakat Kelas Bawah juga

menurunkan kualitas jenis berasnya menjadi kualitas yang rendah dan murah

karena keterbatasan ekonomi yakni jenis IR64. Untuk kelas ini pun terjadi

perubahan frekuensi pembelian setelah harga naik dan pembelian beras dalam

sebulan menjadi lebih sering bahkan sebagian responden bahkan setiap hari. Hal

ini karena dengan pendapatan yang rendah dan tidak menentu,sehingga mereka

hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan beras untuk satu hari saja.

Dari penelitian tersebut terdapat gambaran kecil pola konsumsi sebagian

masyarakat Indonesia akan komoditi beras pada saat sedang mahal sekalipun,

masyarakat akan selalu berusaha mengkonsumsi beras karena sangat tergantung

(45)

menengah yang berupaya sekeras mungkin agar dapat mengkonsumsi beras

sekalipun dengan kualitas yang rendah. IR64 adalah salah satu dari jenis beras

kualitas rendah yang merupakan alternatif pilihan terakhir bagi sebagian besar

masyarakat miskin. Untuk itu pemerintah dapat membenahi permasalahan beras

dari kuantitas terlebih dahulu, kemudian ke arah kualitas. Dengan mengetahui

prioritas utama tersebut, pemerintah dapat memperkuat kebijakan untuk komoditi

beras sebagai pangan utama dari rakyat Indonesia agar ketahanan pangan dapat

terjaga.

Dalam Barniati (2007), sistem mina padi yang dilakukan didaerah

Tasikmalaya tersebut menggunakan benih padi varietas IR64 dan Bagendit.

Varietas benih jenis ini dianggap dapat disandingkan dengan ikan mas disawah

dengan baik. Sedangkan menurut Djiwakusumah (1980), pemeliharaan ikan mas

dapat dilakukan dibeberapa tempat yakni di kolam (tradisional maupun intensif),

di sawah dan didalam keramba. Namun diantara beberapa alternatif tersebut

sawah merupakan tempat terbaik bagi ikan jenis mas karena di sawah terdapat

jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan khususnya

ikan mas sebagai pemakan segala (omnivor) dan pemakan jasad dasar (bottom

feeder).

Menurut Handayani (2006), benih padi yang digunakan pada Kecamatan

Leuwiliang adalah varietas Ciherang dan IR64. Namun petani responden 100

persen menggunakan varietas IR64 karena menurut petani umurnya relatif rendah

(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang

mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan

untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam,

tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka

ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya

dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena

kedudukannya dalam usahatani sama pentingnya sehingga keempat unsur tersebut

tidak dapat dipisahkan (Handayani, 2006).

Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga

kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk

mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin

berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit

bertambah.

Sempitnya lahan yang seringkali dimiliki oleh petani dan tuntutan keadaan

untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, membuat petani harus mencari

peluang lain untuk meningkatkan pendapatan. Akhirnya, muncul satu peluang

usaha baru, yaitu memanfaatkan sawah selain untuk penanaman padi sekaligus

juga untuk pemeliharaan ikan.

Pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai

tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas

tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus

(47)

hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani

sekaligus menangguk keuntungan dari pemanenan ikan. Kalau pun terjadi

kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena

masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam

padi di sawah.

Untuk itu, dalam penelitian ini hendak dikaji lebih jauh, petani yang hanya

berkonsentrasi di satu komoditi saja yakni petani padi sawah yang tidak

menggunakan sistem mina padi apakah lebih menguntungkan dibanding mina

padi atau sebaliknya. Selain dari segi pendapatan, ingin diketahui pula hasil

produktifitas padi sawah sistem mina padi. Sistem ini lebih produktif atau tidak

hasil padinya dibandingkan sistem non mina padi. Sebab selain sistem mina padi

dinilai menguntungkan, namun tetap saja beresiko jika tidak dibarengi dengan

informasi seputar budi daya mina padi.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas

pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah

distratifikasi berdasarkan sistem penanaman mina padi dan non mina padi. Dari

masing-masing populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan

profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh

dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan sistem mina padi atau non

mina padi.

(48)

Latar Belakang :

- Pertambahan jumlah penduduk

Peningkatan

Konsumsi

Pergeseran fungsi

lahan ke non pertanian

Berkurangnya lahan pertanian

Peningkatan fungsi lahan melalui Tumpang Sari

Tumpang Sari sistem Mina Padi

Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina

Padi dan Non Mina Padi

(49)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan

Tenjolaya berada pada kawasan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya dipilih

sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tenjolaya

dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea yang merupakan lumbung

padi bagi Kabupaten Bogor merupakan penyumbang padi dengan desa-desa

penghasil padi terbanyak untuk tiap desa.

Pemilihan Desa Tapos I dan Desa Tapos II sebagai lokasi penelitian

karena desa ini merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya yang pertaniannya

relatif maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan

demikian, kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang

terjadi di lapang.

Desa Tapos I dan Tapos II dahulu merupakan bagian dari 19 desa di

Kecamatan Ciampea yang merupakan kecamatan sentra padi terbesar di

Kabupaten Bogor. Desa Tapos I dan Tapos II adalah desa penghasil padi terbesar

diantara 19 desa-desa yang ada di Kecamatan Ciampea (Badan Pusat Statistik

Bogor, 2003a). Namun pada tahun 2004, pemerintah mencanangkan program

pemekaran daerah dan Kabupaten Bogor yang semula terdiri dari 35 Kecamatan,

dimekarkan menjadi 40 Kecamatan. Kecamatan Ciampea di pecah menjadi dua

(50)

Kecamatan Tenjolaya yang terdiri dari 6 desa. Hingga penelitian ini dilaksanakan,

Kecamatan Tenjolaya masih berumur 3 tahun sejak tahun 2004.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II karena pada

kedua desa ini ditemukan petani yang menggunakan sistem mina padi. Untuk itu,

ingin dibandingkan pendapatannya dengan petani padi sawah yang tidak

menggunakan sistem mina padi yang terdapat di dua desa ini.

Dahulu, dua desa ini merupakan satu desa yang dipecah yakni Desa Tapos

yang dipecah menjadi Desa Tapos I dan Desa Tapos II. Diharapkan dengan

menyatukan data kedua desa ini, faktor bias dapat dihindari. Penelitian lapangan

dilaksanakan pada awal bulan Juli hingga awal bulan September 2007.

4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam

pencarian data sekunder serta literatur dan tahap kedua yaitu pengambilan data

primer melalui proses turun lapang, pengolahan dan analisis data perbandingan.

Unit-unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan

petani responden dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan menggunakan

sistem sampel stratifkasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi

menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi.

Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15

responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer)

dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer

(51)

(petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan

kuesioner.

Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya

tunai dan biaya tidak tunai, produksi dan penerimaan dalam usahatani padi sawah

dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai produksi dari usahatani

padi serta data penggunaan input usahatani seperti benih, pupuk kimia dan pupuk

kandang, obat pemberantas hama/pestisida dan tenaga kerja. Wawancara

dilakukan pada seluruh responden secara satu-persatu, dan mengadakan

pengamatan secara langsung keadaan usahatani yang dimiliki responden.

Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data

sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas serta media cetak yang

berkaitan dengan masalah penelitian seperti Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan

Pusat Statistik Bogor, Kantor Kelurahan/Desa, Litbang, Kompas, Media

Indonesia, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan

penelitian.

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan

tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis perbandingan

biaya dan pendapatan (R/C rasio). Data yang diperoleh diolah dan disederhanakan

dengan bantuan kalkulator dan komputer dengan menggunakan Microsoft Excel

serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.

Penelitian ini membandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut

(52)

tanam pertama (Januari-April) 2007. Pada saat itu terjadi serangan hama secara

serentak yang disebut hama merah yang menyerang areal sawah di Desa Tapos I

dan Tapos II. Ciri-ciri tanaman yang terkena penyakit hama merah yakni daun

padi menjadi berwarna merah, batang padi hijau kemerahan, penularannya cepat,

disinyalir lewat air, menyerang serentak hanya untuk tanaman padi. Selain itu,

dengan mempertimbangkan data yang di dapat lebih akurat karena petani lebih

mengingat data yang baru saja terjadi, sehingga faktor bias dapat dihindari.

4.3.1. Analisis Biaya

Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan

dalam usahatani padi sawah berdasarkan sistem mina padi dan sistem non mina

padi. Dalam analisis ini, biaya dibedakan jadi dua, yaitu Biaya Tunai dan Biaya

Tidak Tunai.

Biaya Tunai meliputi biaya benih padi, benih ikan, pupuk kimia, pupuk

kandang, pestisida kimia, sewa alat pertanian (semprotan yang disewa), tenaga

kerja luar keluarga (sistem upahan dan bawon), tenaga kerja ternak, tenaga kerja

mesin, biaya bagi hasil (sistem sakap), pajak lahan (petani milik) dan sewa lahan

(sistem sewa).

Biaya Tidak Tunai meliputi biaya benih padi dan ikan yang dibuat sendiri,

tenaga kerja ternak yang dimiliki sendiri dan tidak disewa di tempat lain,

penyusutan alat pertanian, pupuk kandang, pakan ikan (dedak), penyusutan alat

(53)

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem

mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa

Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani

padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu musim tanam pertama

(Januari- April) 2007.

Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor

usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan

dibawah ini:

P = TP - ( Bt + Btt )

Keterangan:

P = Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TP = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp)

Bt = Biaya Tunai (Rp)

Btt = Biaya Tidak Tunai (Rp)

Penerimaan sering disebut pendapatan kotor usahatani (gross farm

income) dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu

tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani

ini juga merupakan hasil kali jumlah fisik produk dengan harga jual di tingkat

petani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai

(

Gambar

Gambar Ikan yang di Pelihara di Sawah....................................................83
Tabel 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas Golongan Benih Ukuran (cm)
Tabel 3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II
Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kajian ini, terdapat empat hipotesis nol yang diuji: (i) Tidak wujud hubungan yang signifikan antara deposit permintaan perbankan Islam dengan kadar pulangan

Dengan demikian, semakin tinggi nilai CAR semakin besar kemampuan modal yang dimiliki oleh bank untuk menanggung risiko dari setiap kredit yang berisiko dan mampu membiayai

Komunikasi berpengaruh terhadap Kinerja pegawai pada bagian Tata Usaha. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

dengan judul Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer Pada Toko Listrik HTS Jaya Dengan Menggunakan Metode Rapid Application Development

Kegiatan pengelolaan sampah mengalami kendala dari sisi pembuangan yang tidak pada tempatnya, serta terkendala terkait dengan sarana dan prasarana.. Kata kunci : pengelolaan,

Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa dari 58 responden yang diteliti ternyata sebagian besar untuk pengetahuan tentang bahaya merokok berada pada

Kepentingan non pengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada

Penelitian dalam kasus pertumbuhan ekonomi dengan model ekonometrika spasial data panel pernah dilakukan oleh Edi (2012) yang memodelkan laju pertumbuhan ekonomi