• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Permasalahan gizi yang terjadi pada saat ini sudah menjadi kendala yang mendunia. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2012, status gizi buruk pada anak Indonesia mencapai 900.000 jiwa. Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke 5 se-dunia. Keadaan ini, kemungkinan disebabkan oleh faktor perekonomian serta kebudayaan yang mempengaruhi pemahaman sebahagian masyarakat Indonesia tentang pentingnya menjaga asupan nutrisi yang tepat secara kualitas maupun kuantitas (Istiani, 2013).

Pada saat ini negara kita sedang dihadapkan oleh permasalahan gizi ganda yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi yang dapat diketahui yaitu Kurang energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) (Almatsier, 2009).

(2)

Di Daerah Provinsi Riau, keadaan balita dengan status gizi buruk-kurang sebesar 15,9% sehingga menduduki urutan ke 15 dari 18 provinsi yang angka prevalencenya diatas angka nasional 21,1%. Sedangkan kejadian ISPA mencapai 10,9% yang mana hal ini disebabkan oleh virus atau bakteri yang diawali dengan panas disertai dengan salah satu atau lebih gejalanya, seperti batuk berdahak atau kering, pilek, tenggorokan sakit, atau nyeri ketika menelan (Riskesdas, 2013).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit Infeksi yang menyerang saluran Pernafasan atas maupun bawah secara mendadak serta menimbulkan masalah kegawatan dan menjadi salah satu penyebab kematian pada bayi dan balita. Upaya untuk menurunkan resiko penyakit ISPA perlu dilakukan, yaitu dengan pemberian imunisasi dasar lengkap dan pemberian kapsul vitamin A ( Marimbi, 2010).

Dalam pencegahan infeksi dan peningkatan kekebalan tubuh balita, Pemerintah mengeluarkan program setiap balita harus mendapatkan Lima Imunisasi dasar Lengkap (LIL) yang mencakup 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak (Kemenkes RI, 2013).

(3)

Selain imunisasi setatus gizi juga dapat mempengaruhi kekebalan tubuh balita karena jika balita menderita gizi buruk dan kurang dan telah diimunisasi lengkap maka masi dapat terserang penyakit. Hal ini disebabkan kekurangan dan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan dan protein sehingga ISPA akan lebih mudah menyerang apabila kekebalan tubuh (imunitas) menurun. Biasanya pada kelompok anak dibawah lima tahun yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk ISPA baik golongan pneumonia ataupun bukan golongan pneumonia (Marimbi, 2010).

Surve mortalitas ISPA pada tahun 2005 di 10 Provinsi, diketahui bahwa Pneumonia menjadi penyebab kematian bayi terbesar yaitu 22,3% dari seluruh kematian bayi. Studi mortalitas menurut Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa proporsi kematian pada bayi karena pneumonia di Indonesia mencapai 23,8% dan pada balita sebesar 15,5%. Pada tahun 2011 di Indonesia kejadian Pneumonia meningkat menjadi 559,114 kasus atau 23,98%. Di Provinsi Riau diketahui bahwa ISPA juga mempunyai kontribusi 28% sebagai penyebab kematian pada bayi ≤ 1 tahun dan 23% pada anak balita (1-5 tahun) dimana 49% dari seluruh kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia (Kemenkes RI, 2013).

(4)

kematian pada anak masih dalam jumlah kecil, akan tetapi komplikasi yang akan ditimbulkan dari ISPA lanjutan seperti OMA dan Mastoiditis akan berujung pada kecacatan bahkan dapat menimbulkan komplikasi patal seperti pneumonia (Suratun, 2013).

Seperti yang diperoleh dari hasil penelitian (Friendly, 2012) bahwasannya dari 112 pasien ISPA (6-35 bulan) didapatkan 35% mengalami OMA dan 8% sinus dan epidemiologi dari seluruh dunia, terjadinya OMA usia 1 tahun sekitar 62%, anak 3 tahun sekitar 83%. Sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 75% dan di Inggris 25%. Sedangkan untuk resiko kambuh lebih sering terjadi pada usia < 5 tahun.

Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena penyakit ISPA yang didapat umumnya merupakan kejadian pertama kali atau orang tua berusaha mengobati anaknya sendiri terlebih dahulu sehingga pada saat keadaan memberat baru diperiksakan kepada dokter.

(5)

lengkap) dan faktor ekstrinsik (perumahan, kepadatan tempat tinggal,sosial ekonomi, pendidikan). Resiko akan berlipat ganda pada anak usia dibawah dua tahun yang daya tahan tubuhnya masih belum sempurna. ISPA pada anak dibawah dua tahun harus diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian (Istiani, 2013). Kejadian penyakit ISPA pada balita di Kota Dumai terutama di wilayah kerja Puskesmas Bukit Kapur menduduki peringkat 10 penyakit yang paling menonjol. Temuan kasus penyakit ISPA pada balita di tahun 2015 sebanyak 2459 kasus dari 3.051 balita. Dan pada bulan Februari 2016 sebanyak 483 kasus (19,64%). Peningkatan kasus yang terjadi dikarenakan keadaan lingkungan yang tercemar karena asap kebakaran hutan dan asap pabrik. Selain temuan penyakit ISPA saat studi pendahuluan peneliti juga mendapatkan data mengenai cakupan imunisasi tahun 2016 yaitu bayi yang diimunisasi BCG sebanyak 9,3%, imunisasi DPT dan HB sebanyak 18%, bayi yang diimunisasi campak sebanyak 33% dan yang diimunisasi polio sebanyak 10,2% (Profil Puskesmas Bukit Kapur, 2016).

(6)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah ―apakah ada hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan kejadian infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai tahun 2016‖.

1.3.Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Priode Tahun 2016.

1.4.Hipotesis

1. Adanya hubungan status gizi pada balita dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai tahun 2016.

2. Adanya hubungan status imunisasi pada balita dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai tahun 2016

(7)

1.5.Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan sejauh mana hubungan status gizi terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Bukit Kapur sehingga dapat mengambil suatu kebijakan dalam meningkatkan program deteksi dini dan penanggulangan ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai. 2. Bagi Puskesmas, sebagai bahan masukan dalam memberikan promosi kesehatan mengenai perilaku hidup sehat sebagai upaya pecegahan ISPA untuk peningkatan cakupan pelaksanaan kesehatan ibu dan anak yang selama ini belum mencapai standart.

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). 4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan augerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menuangkan apa yang dirancang didalam laporan

• Use Case Delete Barang : memuat proses hapus barang yang dilakukan oleh admin ke dalam sistem, dalam hal ini ke database Logistik pada tabel Barang. • Use Case Cari Barang :

Beberapa saran yang dapat diajukan untuk pengembangan program aplikasi ini bagi peniliti lain adalah: (1) pengembangan dari program ini dapat dikembangkan menjadi 3D anaglyph dengan

Oleh karena itu bahasa C merupakan bahasa prosedural yang menerapakan konsep runtutan (program dieksekusi per baris dari atas ke bawah secara berurutan), maka apabila kita

(1) Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja dan dirawat pada fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata

mengakses sistem komputer. Saat diketikkan, komputer tidak menampilkan dilayar. Teknik ini mempunyai kelemahan yang sangat banyak dan mudah ditembus. Pemakai cenderung memilih