• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rs Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rs Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Defenisi Hipertensi

Hipertensi, juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, adalah masalah kesehatan masyarakat yang mendunia. Dimana Hipertensi dapat meningkatkan risiko terhadap Penyakit Jantung, Stroke, Gagal Ginjal Kronik, kematian Premature, dan kecacatan (WHO, 2013). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistoliknya sama dengan atau lebih dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastoliknya sama dengan atau lebih dari 90 mmHg (WHO, 2014).

2.2 Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer atau Esensial

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), Hipertensi primer atau esensial adalah jenis yang paling umum dari Hipertensi. Jenis Hipertensi ini cenderung terjadi pada seseorang selama bertahun-tahun seumur hidupnya (NHLBI,2015). Hipertensi esensial didefinisikan sebagai Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus Hipertensi (Yogiantaro,2010).

(2)

Organ sasaran utama keadaan ini adalah jantung, otak, ginjal, mata. Hipertensi maligna bisa diartikan sebagai Hipertensi berat dengan tekanan diastolic lebih tinggi dari 120 mmHg (Price dan Wilson, 2006).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain atau penggunaan obat-obatan tertentu. Jenis ini biasanya sembuh setelah penyebabnya diobati atau dihilangkan (NHLBI, 2015).

Hipertensi sekunder adalah Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain atau kelainan organik yang jelas diketahui dan meliputi 2-10% dari seluruh penderita Hipertensi (Madhur,2014).

(3)

2.2.2 Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD)

Berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2004 klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, pra-Hipertensi, Hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

Hipertensi derajat 1 140–159 atau 90–99

Hipertensi derajat 2 >160 atau >100

Sumber : The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), Tahun 2004

2.3 Gejala Klinis Hipertensi

(4)

dibutuhkan perubahan gaya hidup. Hipertensi dapat membunuh secara diam- diam (silent killer) dan sangat penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darahnya (WHO, 2013).

2.4 Epidemiologi Hipertensi 2.4.1 Distribusi dan Frekuensi a. Berdasarkan Orang

Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan Hipertensi kemungkinan besar akan bertambah, dimana baik Hipertensi sistolik maupun kombinasi Hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang berusia > 65 tahun (Yogiantoro, 2010).

Berdasarkan data Health, United States (HUS), 2014, dimana dari seluruh warga USA pada 2009- 2012, orang dewasa berusia ≥ 20 tahun dengan Hipertensi (didiagnosis dan tidak terdiagnosis) 47,4% penderita Hipertensi berlanjut menderita tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Dan didapatkan data penderita Hipertensi berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki 62,0% dan pada perempuan 44,7% (HUS, 2015).

(5)

Dan didapatkan data penderita Hipertensi berdasarkan ras dan etnis di USA, sebagai berikut :

Tabel 2.2 Hipertensi Berdasarkan Ras dan Etnis Di USA

Ras dan Etnis Laki-laki (%) Perempuan (%)

Afrika-Amerika 43.0 45.7

Meksiko 27.8 28.9

Berkulit putih 33.9 31.3

Keseluruhan 34.1 32.7

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention, Tahun 2015

Di Asia, kawasan Asia Tenggara, pada tahun 2010 terdapat 36% orang dewasa yang menderita Hipertensi (Yuliantari, 2014). Penelitian di Taiwan oleh Lu FH pada tahun 2000 menunjukkan prevalensi penderita Hipertensi usia diatas 65 tahun 60,4% (laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%) yang sebelumnya 31,1 % (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%) dan yang telah terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%) (Kuswardhani,2007).

Prevalensi Hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat Hipertensi sendiri sebesar 9,5%. Prevalensi Hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebagian besar (63,2%) kasus Hipertensi di masyarakat tidak

(6)

b. Berdasarkan Tempat

Hipertensi menyerang baik populasi dari negara yang berpendapatan rendah dan negara yang berpendapatan menengah dimana sistem penanganan kesehatannya lemah. Pada tahun 2008 di seluruh dunia kurang lebih 40% dari orang dewasa berusia ≥ 25 tahun telah didiagnosis menderita Hipertensi. Diketahui penderita Hipertensi yang berusia ≥25 tahun tertinggi di daerah Afrika dengan prevalensi 46% , sedangkan prevalensi terendah di Amerika 35%. Secara keseluruhan, negara-negara berpendapatan tinggi memiliki prevalensi penderita Hipertensi yang lebih rendah (WHO, 2013).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi Hipertensi pada penduduk umur ≥ 18 pada tahun 2007 di Indonesia menurut provinsi, prevalensi Hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan pada tahun 2013 prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8%) (Kemenkes, 2014). Berdasarkan karakteristik tempat tinggal, prevalensi Hipertensi lebih tinggi di perkotaan (26,1%), dibandingkan di perdesaan (25,5%) (Kemenkes RI, 2013). c. Berdasarkan Waktu

(7)

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda dan masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit Hipertensi (Kemenkes RI, 2014).

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi

a. Umur

Usia cenderung menjadi faktor risiko yang sangat kuat. Angka kejadian (prevalensi) Hipertensi pada orang usia muda masa kuliah berkisar 2-3%, sementara prevalensi Hipertensi pada manula berkisar 65% atau lebih (Townsend, 2010). Tekanan darah cenderung naik seiring bertambahnya usia, risiko untuk meningkatnya penyakit Hipertensi akan lebih tinggi juga seiring bertambahnya usia (CDC, 2015).

(8)

pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang. (Kumar et al, 2005).

b. Kurang Olahraga / Aktivitas Fisik

Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak keuntungan seperti berkurangnya berat badan, tekanan darah, kolesterol serta penyakit jantung. Dalam kaitannya dengan Hipertensi, olahraga teratur dapat mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

c. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga

(9)

umur sebelum 60 tahun, sedangkan Hipertensi yang terjadi pada umur 70 tahun biasanya tidak mempunyai komponen genetik (Bakri dan Lawrencce, 2008). d. Berat Badan / Obesitas

Seseorang lebih berisiko mengalami pra-Hipertensi maupun menderita Hipertensi jika memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Istilah “berat badan berlebih” dan "obesitas" merujuk pada berat badan yang lebih besar dari apa yang dianggap sehat untuk tinggi badan tertentu (NHLBI, 2015).

Hubungan antara pengurangan berat badan dan pengurangan tekanan darah tampaknya saling berhubungan. Pengurangan 1 kg berat badan dapat mengurangi tekanan darah sebesar 2 atau 1 mmHg. Penurununan tekanan darah karena penurunan berat badan terkait juga dengan penurunan massa lemak visceral. Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah. Berat badan berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih besar (Frisoli et al, 2011).

e. Asupan Natrium

(10)

kalium juga bisa meningkatkan tekanan darah. Zat kalium dapat ditemukan pada makanan seperti pisang, kentang, kacang-kacangan, dan yogurt (CDC, 2014). f. Konsumsi Alkohol (Minuman Keras) dan Merokok

Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari tiga kali dalam sehari. Dan mengkonsumsi alkohol sedang (moderate) diperkirakan punya efek protektif (Bustan, 2015).

Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit- penyakit yang berkaitan dengan jantung dan darah (Irianto, 2015). g. Stress

(11)

h. Jenis Kelamin

Sebelum usia 55 tahun laki- laki lebih mungkin menderita Hipertensi dibandingkan perempuan. Setelah usia 55 tahun, perempuan lebih mungkin menderita Hipertensi dibandingkan laki- laki (NHLBI,2015).

Laki-laki cenderung mengalami tekanan darah tinggi dibandingkan dengan perempuan. Rasio terjadinya Hipertensi antara pria dan perempuan sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistol dan 3,6 untuk kenaikan tekanan darah diastole. Laki- laki cenderung memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan perempuan. Tekanan darah laki- laki mulai meningkat ketika usianya berada pada rentang 35- 50 tahun. Kecenderungan seorang perempuan terkena Hipertensi terjadi pada saat menopause karena faktor hormonal (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

i. Suku

Orang berkulit hitam lebih sering menderita Hipertensi daripada orang berkulit putih, Hispanik, orang Asia, orang Kepulauan Pasifik, orang Indian, dan orang Alaska (CDC,2015).

(12)

2.5 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ- organ target yang umum ditemui pada pasien Hipertensi adalah : penyakit jantung, penyakit menyerang otak, penyakit ginjal, penyakit arteri perifer, dan retinopati (Yogiantoro, 2010).

Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar terkena stroke, enam kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan tiga kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hipertensi dapat meyebabkan komplikasi lain seperti DM, kolesterol yang tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan gangguan kognitif lain (WHO, 2013).

a. Penyakit Jantung

Hipertensi adalah suatu kondisi di mana tekanan pembuluh darah secara terus- menerus meningkat. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh darah semakin sulit untuk jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah. Jika dibiarkan tidak terkendali, Hipertensi bisa menyebabkan serangan jantung dan pembengkakan jantung yang pada akhirnya menjadi penyakit gagal jantung (WHO, 2013)

(13)

perjalanan yang jauh, tekanan di sisi jantung dan di arteri membawa darah dari ventrikel kanan ke paru-paru biasanya rendah dan jauh lebih rendah dari tekanan darah sistolik atau diastolik. Ketika tekanan dalam arteri ini terlalu tinggi, arteri di paru-paru dapat mempersempit pembuluh darah dan kemudian darah tidak mengalir sehingga menghasilkan darah yang kurang banyak mengandung oksigen (CDC, 2014).

b. Gangguan Pada Otak (Stroke)

Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh sulit meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen, biasanya ini terjadi secara mendadak dan menyebabkan kerusakan otak. Gangguan penyakit yang bisa terjadi adalah serangan iskemik otak sementara (transient ischaemic attack). Tekanan di dalam pembuluh darah juga bisa menyebabkan darah merembes keluar dan masuk ke dalam otak. Hal itu dapat menyebabkan stroke. (WHO, 2013).

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan mereka yang bertekanan darah kurang dari 140 mmHg (Bustan, 2015).

c. Gangguan Pada Ginjal

(14)

menyempit dan akhirnya menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi kerja ginjal menurun hingga dapat mengalami penyakit gagal ginjal. Diketahui bahwa diabetes dan Hipertensi bertanggung jawab terhadap proporsi ESRD (end-stage renal disease) yang paling besar (Price dan Wilson, 2006).

d. Gangguan Pada Mata

Komplikasi Hipertensi pada mata dapat berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan, diantaranya adalah oklusi arteri retina cabang, oklusi vena retina cabang, oklusi vena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, dan terjadinya makroaneurisma pada arteri. Iskemik sekunder oklusi vena retina cabang dapat menyebabkan neovaskularisasi dari retina, pre retinal dan perdarahan vitreus, pembentukan epiretinal membran, dan tractional retinal detachment. Hipertensi dan diabetes melitus secara bersamaan dapat menyebabkan retinopati yang lebih berat (Skuta et al, 2010).

e. Diabetes Mellitus (DM)

(15)

2.6 Manajemen Pengendalian Hipertensi 2.6.1 Menurut Level Upaya Pencegahan

Tabel 2.3 Pengendalian Hipertensi Menurut Level Upaya Pencegahan Level Pencegahan Perjalanan Hipertensi Intervensi Pencegahan

Level I:

Komplikasi Kronik - Jaga kualitas hidup optimum

Sumber : Manajemen Penegendalian Penyakit Tidak Menular, Tahun 2015 Upaya pencegahan Hipertensi perlu dilakukan secara komprehensif, mulai dari upaya primordial hingga rehabilitasi, yaitu pencegahan primordial, promosi kesehatan, proteksi spesifik (kurangi konsumsi garam sebagai salah satu faktor risiko), diagnosis dini (pemeriksaan check-up), pengobatan tepat, dan rehabilitasi (upaya perbaikan dampak lanjut Hipertensi yang tidak bisa diobati) (Bustan, 2015).

2.6.2 Terapi Non Farmakologis

Terapi non farmakologis dalam mengatasi Hipertensi ditekankan pada berbagai upaya berikut (Widyanto dan Triwibowo, 2013) :

(16)

b. latihan fisik (olahraga) secara teratur.

c. Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur. d. Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh.

e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol. f. Menciptakan keadaan rileks.

Diet untuk Hipertensi. Salah satu bentuk diet untuk Hipertensi yang terkenal adalah DASH ( Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang terutama berisi komponen gizi berserat tinggi (sayur dan buah) (Bustan, 2015).

DASH merupakan salah satu rencana pola makanan sehat yang terbukti membantu orang menurunkan tekanan darah yang dimilikinya, dengan mengonsumsi makanan rendah garam (natrium) dan tinggi kalium dapat menurunkan tekanan darah yang kita miliki (CDC, 2014).

Pada dasarnya komponen DASH sama dengan makan sehat lainnya, hanya saja DASH ditandai dengan proporsi yang tinggi sayur dan buah- buahan, lemak yang rendah, protein tanpa lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan berat badan, jika obesitas akan dikurangi kalorinya. Selain itu dianjurkan juga penurunan masukan kadar natrium. Penurunan rata- rata natrium masyarakat dari 3.300 mg ke 2.300 mg per hari dapat mengurangi kasus Hipertensi (Bustan, 2015).

2.6.3 Terapi Farmakologis

(17)

mempunyai efek pengendalian tekanan darah yang panjang pula, dan meningkatkan survival dengan meurunkan risiko gagal jantung dan mengurangi serangan balik (recurrent) infark miokard (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

(18)

2.7 Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita Hipertensi dengan Komplikasi 1. Sosiodemografi

Umur

Jenis kelamin Suku

Agama Pekerjaan

Gambar

Tabel 2.3Level Pencegahan

Referensi

Dokumen terkait

Off-axis tensile test (a) Strain gauge rosette (b) Shear failure of test specimen (c) Shear stress – strain relationship of the three test specimens. Off-axis Tensile Test

yang tinggi maka diduga ia akan yakin bahwa dirinya mampu menjalani terapi secara efektif, memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menyelesaikan terapi dan pulih

Pada kelas eksperimen memiliki persentase sebesar 83,33 % yang tergolong sangat kuat, sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah pembelajaran dengan menggunakan

Kaki kiri: Tungkai kiri dengan arah diagonal depan level rendah, tungkai kiri bawah berada di diagonal belakang kanan level rendah, telapak kaki arah diagonal depan kiri

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta inayahnya, sehingga skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelatihan Kader IVA sebagai Upaya

Keteladanan sikap cinta tanah air pada Syarat Kecakapan Umum (SKU) yang dipraktikkan dalam kegiatan ekstrakulikuler pramuka di Dabin 5 UPTD Pendidikan Kecamatan

Dari apa yang dikatakan saya melihat bahwa Leo XIII beranggapan bahwa perbedaan dalam masyarakat itu adalah kenyataan kodrati yang harus diterima, termasuk dalam hal ini

Setelah itu pengurus simpan pinjam akan membuat rekap peminjaman yang disetujui maupun yang ditolak untuk diserahkan kepada administrasi agar memanggil