• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Limbah Ampas Tebu Sebagai Pengisi Dengan Penambahan Alkanolamida Pada Film Lateks Karet Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Limbah Ampas Tebu Sebagai Pengisi Dengan Penambahan Alkanolamida Pada Film Lateks Karet Alam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbiaceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan sebelum di bawa ke benua lain. Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bukan organik [25].

Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm yang hasilnya adalah sebagai berikut : [1]

 Fraksi karet (37%) : karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.

 Fraksi Frey Wyssling (1-3%) : karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya.

 Fraksi serum (48%) : senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.

 Fraksi dasar (14%) : fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung protein, lipida dan logam.

Lateks pekat adalah lateks dari karet alam yang sekurang-kurangnya mengandung 60% kadar karet kering. Penggolongan lateks pekat didasarkan dengan cara pemekatan dan jenis pengawetannya. Untuk membuat barang jadi lateks, maka terlebih dahulu lateks harus dipekatkan. Pemekatan lateks bertujuan untuk : [1] - Memperoleh kadar karet kering sebanyak 60%

- Menguangi kenaikan biaya produksi

- Mengetahui jumlah air yang ditambahkan pada pengenceran lateks sampai kadar yang dikehendaki

(2)

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks PekatASTM D 1076 dan ISO 2004 [25]

No. Parameter ASTM D 1076 ISO 2004

HA LA HA LA

1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 61,5 61,5 61,5 61,5 2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 60,0 60,0 60,0 60,0 3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 2,0 2,0

4. Kadar amoniak min (%) 1,6 1,0 1,0 0,8

5. Waktu kemantapan mekanis min (detik) 650 650 540 540

6. Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 1,0 1,0

7. Asam lemak eteris (ALE) maks (%) - - 0,2 0,2

8. Tembaga maks (ppm) 8 8 8 8

9. Mangan maks (ppm) 8 8 8 8

2.2 PEMBUATAN SENYAWALATEKS KARET ALAM

Dalam proses pembuatan barang jadi karet, terlebih dahulu cairan lateks pekat dibuat menjadi kompon lateks yang cair (comounding). Kompon lateks adalah lateks pekat yang ditambah dengan berbagai bahan kimia untuk memberikan sifat barang jadi karet yang diinginkan.

Lateks harus divulkanisasi untuk mendapatkan karakteristik barang jadi karet dengan kualitas tinggi. Proses vulkanisasi lateks memerlukan belerang (sulfur) sebagai bahan utama pemvulkanisasi dan juga dipanaskan untuk mempercepat proses terjadinya vulkanisasi.

Bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam lateks dapat digolongkan ke dalam 6 kategori pokok dengan berbagai fungsi dan kegunaannya masing-masing, yaitu sebagai berikut : [2]

- Bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent) - Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators)

- Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activators Accelerators) - Bahan Penangkal (Antioksodant)

(3)

CH3

2.2.1 Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent)

Vulkanisasi adalah proses pemanasan karet ban setelah dicampur dengan belerang. Namun secara kimiawi, vulkanisasi adalah proses pembentukan polimer karet untuk saling bertautan satu sama lainnya (cross-linking).

Tanpa proses vulkanisasi (cross-linking), karet alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Karet tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini dikarenakan struktur karet yang terdiri dari isopren yang panjang. Rantai polimer yang belum divulkanisasi akan leih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk. Jika dilakukan proses vulkanisasi, cross-linking yang terjadi antar rantai polimer itu akan membuat

polimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Cross-linking sering diistilahkan sebagai proses membentuk ikatan silang antara molekul-molekul karet sehingga merubah sifat karet dari viskositas yang lunak menjadi produk akhir dengan sifat yang dikehendaki yanitu elastis. Berikut adalah struktur karet sebelum dan sesudah vulkanisasi: [2]

CH3

Gambar 2.4 Struktur karet sebelum dan sesudah vulkanisasi [2]

2.2.2 Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerator)

(4)

jumlah yang sangat banyak, dan temperatur reaksi yang tinggi. Oleh karena itu pada proses vulkanisasi ditambahkan juga bahan pencepat vulkanisasi oleh belerang, sedangkan manfaat lain yang bisa didapatkan dengan menambahkan bahan pencepat reaksi ini ada 2, yaitu : [2]

- Kenaikan jumlah produksi karena waktu vulkanisasi menjadi lebih cepat

- Perbaikan kualitas barang jadi karet, oleh karena daya tahan yang lebih baik dan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan vulkanisasi tanpa penambahan bahan pencepat.

Ada beberapa jenis bahan pencepat yang bisa digunakan, secara umum yaitu dari golongan dithikarbamat. Bahan pencepat jenis ini mampu membantu reaksi vulkanisasi dengan ultra cepat, selain itu bahan pencepat ini sesuai jika digunakan untuk pencepat proses vulkanisasi barang-barang tipis dan dapat divulkanisasi dalam waktu singkat dengan suhu rendah. Contohnya adalah senyawa ZDBC (Zink Dibuthyl Ditio Carbomate), ZDEC (Zink Diethyl Ditio Carbomate), dan ZDMC (Zink Dimethyl Ditio Carbomate) [2].

2.2.3 Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activator Accelerators)

Sebagian besar bahan pencepat vulkanisasi membutuhkan bahan pengaktif pencepat atau disebut juga penggiat vulkanisasi untuk bisa mempercepat proses vulkanisasi secara maksimal. Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat vulkanisasi karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan penggiat ini. Bahan penggiat vulkanisasi yang sering digunakan antara lain ZnO (Zink Oxide). Selain Zink Oxide, senyawa lain yang biasa digunakan adalah asam stearat [2].

2.2.4 Bahan Penangkal Oksidasi (Antioksidant)

(5)

Selain itu, untuk mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidan juga dapat melindungi bahan jadi terhadap ion-ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan, dan ion besi. Sehingga brang jadi lateks akan memiliki ketahanan erhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan akan memiliki sifat lentur. Antioksidan yang digunakan misalnya Buthyl Hidroksi Toluene (BHT) dan Buthyl Hidroksi Anisol (BHA) [2].

2.2.5 Bahan Pemantap (Stabilizer)

Pencampuran dispersi lateks harus dilakukan hati-hati karena lateks sangat mudah menggumpal. Bahan pemantap ini berguna untuk mencegah pengentalan atau penggumpalan lateks terlalu cepat. Selain itu penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan pendispersi. Contoh bahan pemantap paling umum adalah Kalium Hidroksida (KOH) [2].

2.2.6 Bahan Pengisi (F iller)

Bahan pengisi ini merupakan material paling besar kedua dalam hal kuantitas di dalam suatu campuran lateks itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat karet, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemrosesan. Penguatan karet merupakan bidang yang paling penting dalam teknologi pemrosesan karet karena dapat meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer, sesuai kegunaannya. Selain itu, penggunaan bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer. Bahan pengisi yang digunakan secara meluas oleh industri adalah karbon black, kaolin, dan kalsium karbonat.

Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolin dan terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan keramik karena sifatnya yang tahan api. Jika ditambahkan ke dalam campuran lateks karet alam, kaolin akan menambah kekerasan dan kekakuan. Selain itu kaolin juga lebih disukai karena harganya relatif lebih murah dibandingkan bahan pengisi aktif yang lainnya [2]

(6)

0

Selulosa mikrokristal adalah zat yang diperoleh dari selulosa kayu melalui proses hidrolisis asam dan merupakan bahan hasil pemurnian dan pemutihan produk dari kandungan lignin, hemiselulosa, dan bahan penghantar lainnya. Selulosa mikrokristal merupkan produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang besar dan menunjukkan sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Selulosa mikrokristal merupakan bahan berbentuk kristal putih, tidak larut dalam air atau asam, dan hampir semua pelarut organik, tidak reaktif, free flowing, dan akan melunak pada kelembaban yang sangat tinggi tetapi akan reversibel ketika lingkungan berubah kelembabannya [11].

Beberapa tanaman yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi antara lain sekam padi, pakan ternak, jerami beras, ampas tebu, tongkol jagung, kulit jeruk, serbuk gergaji, kulit kedelai, kulit manggis, kulit pepaya, limbah kapas, serta biji mangga.

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Luas daerah tanaman di Indonesia hampir mencapai 487 ribu hektar dengan kostribusi utama adalah di Jawa Timur (43,29%), Jawa Tengah (10,07%), Jawa Barat (5,87%), dan Lampung (25,71%) [12]. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, produksi tebu di Indonesia pada 2000-2015 sedikit mengalami fluktuasi. Untuk melihat perkembangan produksi tebu di Indonesia tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

(7)

Dari grafik di atas, terihat bahwa produksi tebu di Indonesia sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi ampas tebu dapat ditemukan secara melimpah di Indonesia. Jadi berdasarkan penyebaran dan jumlah ketersediaannya, ampas tebu sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengisi pada produk lateks karet alam.

Tabel 2.2 menunjukkan kandungan penyusun ampas tebu. Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa ampas tebu memiliki kandungan selulosa yang hampir mencapai 40%. Melihat potensi dari ampas tebu yang mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka ampas tebu ini sangat cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut yang umum. Penggunaan selulosa sebagai bahan pengisi berfungsi untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada produk lateks karet alam, sehingga sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam diharapkan akan menjadi lebih baik.

Tabel 2.2 Kandungan Penyusun Ampas Tebu [12]

Komponen Kandungan (% berat)

Ampas tebu basis basah

Serat Selulosa 25-40

Air 40-55

Gula 6-10

Albuminoid dan Getah 0,1-0,15

Ampas tebu basis kering

Hidrogen (H) 5,5-6,6

Oksigen (O) 45-49

Karbon (C) 43-47

Abu 1,5-3,0

Ada beberapa proses yang dapat digunakan untuk memproduksi selulosa mikrokristal yaitu [37] :

1. Proses hidrolisis asam

(8)

selulosa dari tumbuhan berserat dengan larutan mineral encer. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan selulosa mikrokristal menggunakan metode kimiawi lebih singkat.

2. Proses kontak uap

MCC diproduksi dengan cara mengkontakkan selulosa dengan steam bertekanan pada temperatur antara 180 oC sampai 350 oC selama waktu yang cukup untuk mencapai kondisi LODP (leveling off degree of polymerization). Proses pengontakkan bertujuan untukmenghidrolisis selulosa dan menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Uap jenuh secara terus menerus diumpankan ke dalam reaktor sampai mencapai tekanan 430 psig. Tekanan di dalam reaktor antara 390 psig(2,689 Pa) sampai 430 psig (2,965 Pa). Kelebihan dari proses ini adalahtidak membutuhkan larutan asam. MCC yang diproduksi dengan proses kontak berbentuk koloid.

3. Proses hidrolisis gas

Proses hidrolisis gas merupakan proses hidrolisis dengan menggunakan gas. Selulosa dihidrolisis sebagian di dalam reaktor bertekanan menggunakan air dan menjaga suhu reaktor pada suhu reaksi, 100 DP (degree of polymerization). Kemudian, menginjeksikan gas oksigen atau karbon dioksida dengan menjaga tekanan antara 0,1 sampai 60 bar pada 20 oC. Rasio antara selulosa dan air dalam reaktor yaitu 1:8 sampai 1:20 (V/V). Kelebihan dari proses ini yaitu dapat menghasilkan yield di atas 95%. Proses ini dikategorikan ramah lingkungan karena air limbah yang dihasilkan tidak lagi mengandung garam anorganik. Namun proses ini hanya sesuai untuk bahan bakuselulosa murni.

4. Proses ekstruksi reaktif

(9)

larutan asam membentuk MCC. Kelebihan proses ini yaitu dapat dijalankan pada proses kontinyu untuk memproduksi MCC dengan waktu reaksi lebih cepat dan dengan efisiensi yang baik. Dilihat dari segi produk MCC, partikel MCC yang dihasilkan kecil sehingga tidak membutuhkan perlakuan tambahan untuk memperkecil partikel.

5. Proses enzim

Pada proses ini, hidrolisis ini dilakukan dengan menggunkan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzim a-amylase yang dipakai untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958). Dalam hidrolisis selulosa, mikrobia yang digunakan dapat berupa Trichoderma viride. Mikrobia tersebut akan menghasilkan enzim endo-celullase yang dapat memutus bagian amorf a-cellulose secara selektif. Kondisi operasi yang disarankan dalam proses ini adalah 50-60 oC dan pH 2.5-3. Proses inimemiliki beberapa kelebihan yaitu, hidrolisis dengan enzim lebih bersih dan prosesnya lebih selektif, bekerja pada tekanan dan temperatur yangsedang. Namun, proses hidrolisis dengan menggunakan enzim terjadisecara lambat dengan waktu reaksi sekitar 24 sampai 48 jam. Ditinjau dariwaktu reaksi, proses ini tidak cocok untuk aplikasi secara komersial.

Metode yang digunakan untuk pembuatan selulosa mikrokristal pada penelitian ini adalah metode kimiawi (hidroisis asam). Metode kimiawi dilakukan dengan cara menghidrolisis secara terkontrol alfa selulosa dari tumbuhan berserat dengan larutan mineral encer. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan selulosa mikrokristal menggunakan metode kimiawi lebih singkat dibandingkan dengan pembuatan selulosa mikrokristal dengan metode mikrobiologi [38].

(10)

2.4 RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

Minyak sawit memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Komposisinya terdiri dari asam lemak jenuh ± 50%, Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) ± 40%, serta asam lemak tak jenuh ganda yang relatif sangat sedikit (± 10%).

Minyak sawit juga dapat difraksinasikan menjadi 2 bagian , yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan maupun non pangan. Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: mechanical pressing, solvent crystalization dan hydrophilization. Metode machanical pressing merupakan cara yang paling sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini asam lemak di didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu bahan tersebut akan terbentuk menjadi dua fasa yaitu kristal padat dan cairan [40].

Fatty Acid mechanical pressing Asam Stearat (Stearin)

+ Asam Oleat (Olein)

2.5 ALKANOLAMIDA

Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya sifat kimia antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan suatu modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik.

Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan (interfacial tension). Surfaktan memiliki kecenderungan untuk menjadikan zat terlarut dan pelarutnya terkonsentrasi pada bidang permukaan.

Berdasarkan muatan ion, surfaktan dibagi menjadi empat bagian penting dan digunakan secara meluas pada hamper semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionic, surfaktan kationik, surfaktan nonionic, dan surfaktan amfoterik [13].

(11)

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik disebabkan keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat atau sulfonat, ontohnya adalah alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), paraffin (secondary alkane sulfonat, SAS) [13].

 Surfaktan non-ionik

Surfaktan non-ionik adalah bagian aktif permukaan tidak bermuatan. Contoh dari surfaktan jenis zwitter ion ini adalah poli (oksietilena) alkil fenol [14].  Surfaktan zwitter ion

Surfaktan zwitter ion adalah dimana bagian aktif permukaan mengandung muatan positif dan muatan negatif. Contoh dari surfaktan jenis ini adalah sulfobetaine [14].

 Surfaktan kationik

Surfaktan kationik adalah molekul yang bermuatan positif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik disebabkan keberadaan gugus ionik yang sangat besar, misalnya adalah benzalkonium klorida [14].

Dalam penelitian ini, jenis surfaktan yang digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida adalah surfaktan non ionik dimana rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara mikrokristal selulosa dari ampas tebu dan lateks karet alam menjadi lebih kuat, dengan asumsi rantai hidrokarbon yang panjang akan berinteraksi dengan lateks karet alam yang bersifat non polar, sedangkan gugus amida akan berinteraksi dengan mikrokristal selulosa ampas tebu yang bersifat polar.

(12)

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau.

2.6 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI

2.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.

Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [17].

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) dapat ditunjukkan pada persamaan 2.1 [18].

σ =FmaksAo ...(2.1) Dimana :

(13)

2.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya pelarut [19].

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [20].

(14)

(2MC-1) = densitas sambung silang

V0dan χ =volume molardan parameter interaksi dari pelarut (untuk toluene,V0 = 108,5 mol.cm-3and χ = 0,γλ) ρNRL = densitas karet = 0,932 [31]

Vradalah fraksi volumekaret dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan 2.3 [21]: Wsol = massa pelarut yang terserap dalam karet

ρsol = densitas pelarut (untuk toluene, ρsol = 0,87 g.cm-3)

2.6.3 Karakterisasi F ourier Transform Infra Red (Ft-Ir)

Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19.

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1.

(15)

2.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (Sem)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar β0 m dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [22].

2.6.5 Karakterisasi X-Ray Diffraction (Xrd)

(16)

dimana sinar monokromatik harus memeriksa bidangnya untuk memberikan gangguan konstruktif [63]:

n = βd sinθ………(β.1)

dimanan = 1, β, γ …, adalah panjang gelombang, d adalah jarak antar bidang

kristal dan � adalah sudut difraksi. .

Gambar 2.4 Ilustrasi Kondisi yang Dibutuhkan untuk Difraksi Bragg Terjadi [65] Kristalinitas merupakan salah satu sifat yang paling penting yang berkontribusi pada sifat fisika, kimia dan mekanik suatu bahan. Indeks kristalinitas (CrI) adalah parameter yang umumnya digunakan untuk menghitung jumlah kristalin dalam suatu bahan dan juga diterapkan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur bahan setelah perlakuan fisikokimia dan biologis. Salah satu metode analitik untuk menentukan indeks kristalinitas adalah X-ray diffraction (XRD) [65].

Indeks kristalinitas dapat dihitung dengan metode Segal sebagai berikut [65].

Pada persamaan ini, CrI menyatakan derajat kristalinitas relatif, I002 adalah intensitas maksimum dari difraksi kisi 002 pada 2θ = 22o dan Iam adalah intensitas difraksi dalam satuan yang sama pada 2θ = 18o.

100 I

I I CrI

002 am 002

   

 

 ………...(

Gambar

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks PekatASTM D 1076 dan ISO 2004 [25]
Gambar 2.4 Struktur karet sebelum dan sesudah vulkanisasi [2]
Gambar 2.2 Produksi Tebu di Indonesia Periode tahun 2000-2011
Tabel 2.2 Kandungan Penyusun Ampas Tebu [12]
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang. seleksi

Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Dan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 39 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Jaden Desa

Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Dan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 40 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Kemiri Desa

Demikian Pengumuman Penetapan Penyedia Barang/Jasa ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Surakarta, 03

[r]

Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 41 Rehabilitasi.. Jaringan

Lingkup pekerjaan : Pelaksanaan Survey untuk mengetahui kondisi mesin pelinting rokok, pendataan potensi industri rokok dan spesifikasi mesin pelinting rokok yang