• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISIS DAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISIS DAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI RSUD ULIN BANJARMASIN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

151

HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISIS DAN

KUALITAS HIDUP PASIEN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

TINJAUAN TERHADAP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG

MENJALANI HEMODIALISIS RUTIN

Aditya Rizky Arief Rahman 1, Muhammad Rudiansyah 2, Triawanti 3

1

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

2

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

3

Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT: Hemodialysis is one of the treatment method of chronic kidney disease. Patients with renal disease will lead to many other health problems, such as

hypertension, anemia, osteoporosis and psychological disorders, that will cause a decline in the quality of life of patients. Hemodialysis therapy requires an adequate therapeutic dose. Adequacy of hemodialysis until now still have a question whether can improve the quality of life for the patient or not. The purpose of the research is to find out if there is any relation between adequacy of hemodilysis and the quality of life of the patient or not. This research use cross sectional method and invove patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis treatment that have categorized according to the inclusion criteria. The subjects were examined with a formula hemodialysis adequacy Kt / V, and a quality of life by questionnaire SF-36, and analyzed with the chi-square method.The All of the data was analyzed by Kolmogrov-Smirnov Test and it was found that p= 0,147 (p<= 0,050), that means there is no correlation between hemodialysis adequacy and quality of life among patients of Ulin General Hospital Banjarmasin.

Keywords : Chronic Kidney Disease (CKD), hemodialysis adequacy, quality of life

ABSTRAK: Hemodialisis merupakan salah satu tindakan pengobatan gagal ginjal.

Pada pasien gagal ginjal akan menimbulkan banyak masalah kesehatan lain, seperti hipertensi, anemia, osteoporosis dan gangguan psikologis, yang nantinya berakibat pada penurunan kualitas hidup pasien. Terapi hemodialisis membutuhkan dosis terapi yang adekuat. Adekuasi hemodialisis sampai sekrang masih menjadi pertanyaan apakah dapat meningkatkan kualitas hidup pasien atau tidak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian menggunakan metode cross sectional dengan subjek penelitian yaitu pasien gagal ginjal kronik sebanyak 44 orang yang telah menjalani hemodialisis sesuai dengan kriteria inklusi. Subjek diperiksa adekuasi hemodialisisnya dengan rumus Kt/V, dan kualitas hidup dengan kuesioner SF-36, dan dianalisa dengan metode chi-square. Hasil dari penelitian ini didapatkan perhitungan statistik dengan uji Kolmogrov-Smirnov nilai p=0,147 (p<= 0,050), yang berarti tidak terdapat hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien RSUD Ulin Banjarmasin.

(2)

152

PENDAHULUAN

Hemodialisis (HD) adalah suatu bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan alat yaitu

dializer yang bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk metabolisme toksik yang seharusnya dibuang oleh ginjal. Hemodialisis merupakan terapi utama selain transplantasi ginjal pada orang- orang dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Selain itu juga akan terjadi penurunan fungsi ginjal dalam proses eritropoesis yang dapat menyebabkan anemia, terjadinya hipertensi dan edema yang berakibat pada penurunan kualitas hidup pasien baik dari segi fisik, mental, dan sosial. Kasus PGK di Indonesia tiap tahunnya cukup tinggi, mencapai 200–250/1 juta penduduk. Di RSUD Ulin, prevalensi penderita PGK mencapai 192 pasien pada bulan Desember 2011. Hal ini menjadi suatu perhatian khusus, karena dengan tingginya prevalensi kejadian PGK akan dapat menurunkan banyak sekali kualitas hidup masyarakat Indonesia (1,2,3,4).

World Health Organitation

(WHO) menjelaskan bahwa sehat tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan, tetapi juga terdapatnya kesejahteraan fisik, mental dan sosial. Hal–hal tersebut merupakan hal yang menjadi masalah pada pasien dengan PGK karena pada penyakit tersebut terjadi penurunan kualitas hidup yang meliputi aspek–aspek tersebut. Untuk mengetahui penurunan kualitas hidup akibat PGK dapat digunakan kuesioner SF-36 yang secara luas telah digunakan untuk evaluasi dan validasi kualitas hidup pasien dengan PGK, serta untuk mengevaluasi apakah terjadi

perbaikan kualitas hidup pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Penelitian di Brazil telah dilakukan untuk mengetahui kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner SF-36, hasil kuesioner tersebut dapat memprediksi dengan baik kualitas hidup pasien yang menjalani HD rutin yang berdasar pada aspek kesehatan fisik dan mental (5,6,7).

Keberhasilan HD berhubungan dengan 2 hal, memdainya (adekuat) tindakan HD, serta rutinitasa HD yang dilakukan. Untuk mengetahui apakah HD sudah adekuat atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan secara periodik setiap bulan sekali dengan beberapa instrumentasi penilaian. Secara laboratorik, HD dikatakan adekuat jika terdapat kadar ureum darah yang menurun (Urea Reduction Ratio) dan rasio antara

jumlah darah yang dihemodialisis per waktunya dengan fraksi HD yang terbentuk (Kt/V) lebih dari sama dengan 1,2. Rutinitas HD dikatakan adekuat bila Kt/V ≥ 1,8 dengan frekuensi HD 2 kali perminggu ( 8,9).

Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kualitas hidup dan adekuasi HD yang dijalani pasien PGK di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini penting untuk dilakukan di RSUD Ulin karena sebagai pusat HD di Kalimantan Selatan, belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan adekuasi HD dan kualitas hidup, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang adekuat atau tidaknya HD yang dilakukan di RSUD Ulin dan hubungannya dengan kualitas hidup pasien yang menjalani HD rutin.

(3)

153 METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien PGK yang menjalani HD rutin di RSUD Ulin. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut: pasien yang telah didiagnosa PGK yang rutin menjalani HD 2 kali seminggu minimal tiga bulan dan telah menyatakan bersedia untuk mengisi kuesioner yang terlebih dahulu dilakukan informed consent. Kriteria ekslusi sampel yaitu semua hal yang tidak tercakup pada kriteria inklusi, pasien berada dalam status rawat inap, pasien dengan gangguan kesadaran, dan pasien yang tidak dapat berbahasa indonesia.

Instrumen penelitian pada penelitian ini berupa kuesioner SF-36 (kualitas hidup) yang sudah teruji validasi dan realibilitasnya pada penelitian sebelumnya.

Variabel bebas dalam penelitian adalah adekuasi hemodialisis. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup pasien. Variabel pengganggu adalah: latar belakang pasien yang heterogen. Variabel pengganggu ini dapat dikontrol dengan cara anamnesis yang menyeluruh kepada pasien untuk menggali faktor detrminan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

Prosedur penelitian ini adalah: pengumpulan bahan dan literatur penelitian, pembuatan surat perizinan penelitian yang diserahkan kepada Kepala Instalasi Hemodialisis RSUD Ulin Banjarmasin, survei pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin untuk mengetahui jumlah sampel yang dapat diambil

sebagai subyek penelitian, pemilihan subyek penelitian berdasarkan kriteria inklusi setelah menyetujui prosedur penelitian yang terdapat pada informed consent, pencatatan data diri masing-masing pasien yang menjadi subyek penelitian, meminta pasien yang masuk dalam kriteria inklusi untuk mengisi kuesioner SF-36, tabulasi data dan melakukan analisis data yang sesuai.

Analisis data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat

kepercayaan 95% (α=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai hubungan adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup ini mengikutsertakan 44 sampel yang telah sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Dari ke 44 sampel tersebut didapatkan data adekuasi dan kualitas hidup yang beraneka ragam. Data tentang adekuasi hemodialisis sampel dapat diliat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Status Adekuasi Hemodialisis Sampel Pasien PGK di RSUD Ulin No Status Adekuasi (Kt/V > 1,8) Jumlah % 1 Adekuat 10 22,72 % 2 Inadekuat 34 77,28 % Total 44 100 %

Minimnya jumlah sampel yang adekuat pada penelitian disebabkan oleh standar adekuasi terkait frekuensi hemodialisis dalam 1 minggu menurut PERNEFRI, yaitu Kt/V ≥ 1,8 (10). Pada penelitian, hanya sedikit sampel yang memiliki status adekuasi yang adekuat, sedangkan sisanya tidak adekuat.

(4)

154

Penilaian untuk kualitas hidup sampel dilakukan dengan menggunakan kuesioner SF-36. Kuesioner ini membagi kualitas hidup menjadi 2 dimensi, yaitu dimensi kualitas kesehatan fisik (Physical Component Summary) dan dimensi kualitas kesehatan mental

(Mental Component Summary).

Penilaian kualitas hidup total didasarkan pada rata-rata kedua komponen tersebut (11). Data kualitas kesehatan fisik dan mental dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Kualitas

Kesehatan Fisik dan Mental Sampel Pasien PGK di RSUD Ulin Kualitas kesehatan Fisik / PCS (%) Mental / MCS (%) Rendah (<40) 19 (43,2 %) 9 (20,5 %) Sedang (40-60) 21 (47,8%) 25 (56,8 %) Baik (>60) 4 (9%) 10 (22,7 %) Total 44 (100 %) 44 (100%)

Tabel diatas menunjukkan bahwa kualitas kesehatan fisik dan mental sampel pada penelitian ini didominasi oleh kualitas hidup sedang. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa nilai kualitas mental cenderung lebih baik dari kualitas fisik sampel. Hal ini tercermin dari sedikitnya jumlah sampel yang memiliki kualitas mental rendah dibanding dengan kualitas fisik rendah, demikian pula sebaliknya, terdapat jumlah sampel yang lebih besar pada kualitas mental baik daripada kualitas fisik baik.

Pada proses analisis data, didapatkan hasil perpotongan data adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup sampel. Pada kualitas hidup sampel, dilakukan perhitungan

rata-rata antara kualitas kesehatan mental dan fisik tiap pasien sehingga didapatkan data sesuai tabel 3. Tabel 3. Distribusi Jumlah Sampel

Pasien PGK Berdasarkan Skor Rata - Rata Kualitas Hidup Skor kualitas hidup Frekuensi (%) Rendah 13 29% Sedang 24 55% Baik 7 16% Total 44 100%

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan baik pada adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup sampel, dapat dilakukan pembuatan grafik silang antara kedua variabel yang berguna untuk mengetahui distribusi persilangan data dari kedua variabel tersebut, seperti yang disajikan pada gambar berikut.

Gambar Distribusi Silang Antara Kualitas Hidup dan Adekuasi Hemodialisis Pasien PGK di RSUD Ulin

Berdasarkan data diatas, dilakukan pengujian

Kolmogorov-Smrnov, dan didapatkan hasil (p=0,147 > p<=0,050) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 kualitas hidup baik kualitas hidup sedang kualitas hidup rendah adekuat inadekuat

(5)

155

hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup (12).

Adekuasi hemodialisis setiap sampel memiliki nilai yang berbeda- beda. Hal ini dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu adekuat dan inadekuat. Berdasarkan rumus adekuasi HD Daugridas terdapat 4 faktor yang mendasari perbedaan nilai adekuasi. Faktor tersebut meliputi durasi HD , rasio BUN pre dan post dialisis, volume ultrafiltrasi darah ke mesin dialyzer tiap menitnya, dan berat badan setelah HD.

Semakin lama HD dilakukan maka semakin tinggi adekuasi HD (7). Hal ini terjadi karena semakin lama HD dilakukan, maka semakin banyak volume darah dan cairan yang dapat difiltrasi oleh mesin HD guna menyaring fraksi ureum darah. Hal ini berakibat bila semakin lama HD dilakukan maka semakin banyak fraksi ureum yang dapat terfiltrasi dari darah sehingga nilai adekuasi HD (Kt/V) semakin tinggi.

Jumlah BUN yang rendah sebelum HD, maka akan semakin rendah pula nilai Kt/V, dan sebaliknya. Rasio BUN yang tinggi juga dapat menurunkan nilai adekuasi hemodialisis. Hal ini dapat terjadi karena setiap protein yang kita makan akan didegradasi oleh sistem enzimatik hepar dan diubah menjadi bentuk urea yang bersifat toksik dan harus diekskresikan lewat urin. Semakin banyak protein yang dimakan, maka rasio BUN akan semakin besar, hal ini mengakibatkan jumlah ureum yang harus difiltrasi juga semakin banyak dan dengan kemampuan klirensi ureum yang terbatas maka akan menyebabkan jumlah ureum sisa yang tidak terfiltrasi juga tinggi, akibatnya ialah adekuasi HD pun

tidak adekuat. NKF DOQI merekomendasikan diet protein yang aman pada penderita PGK sebanyak 0,6-0,8 g/ KgBB (13). Tingginya jumlah BUN dalam darah ini akan sangat menurunkan kualitas kemampuan fisik (PCS) seseorang, hal ini bersifat toksik terhadap eritrosit sehingga dapat menyebabkan kerusakan eritosit. Jumlah ureum yang tinggi juga dapat berdampak pada perubahan konformitas faktor von wilenbrand pada mekanisme sumbat trombosit sehingga dapat bermanisfestasi pada terjadinya koagulopati. Selain itu, sifat ureum yang hiperosmotik juga dapat menahan air dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura. Semua efek dari inadekuasi HD ini akan bermanifestasi pada penurunan fungsi fisik (PCS) seseorang. Berbeda dengan sampel yang memiliki adekuasi HD yang mencapai standar adekuasi, jumlah BUN yang bersifat toksik dapat dieksresi optimal, sehingga cenderung akan meningkatkan nilai kualitas fisik (PCS) sampel (14,15).

Volume ultrafiltrasi akan berdampak pada klirensi ureum dalam darah. Semakin tinggi volume ultrafiltrasi, maka semakin tinggi pula jumlah darah yang difiltrasi, dan akan semakin tinggi pula fraksi ureum yang difiltrasi. Berat badan akan berpengaruh pada volume cairan tubuh 60 % massa tubuh tersusun atas cairan dan ini merupakan media distribusi dari ureum dalam tubuh. Semakin tinggi berat seseorang maka semakin banyak volume darah yang harus difiltrasi karena semakin luas pula area distribusi urea dalam tubuh, sehingga tingginya berat badan

(6)

156

seseorang akan semakin menurunkan adekuasi HD (14,15).

Kualitas hidup seseorang terbagi menjadi 2 komponen penilaian yaitu kualitas kesehatan mental (Mental Component Summary) dan kualitas kesehatan

fisik (Physic Component Summary). Perhitungan skor kualitas hidup menggunakan nilai rata- rata dari tiap komponen PCS dan MCS untuk mengetahui skor akhir dari kualitas hidup (11). Pada penelitian ini , terdapat banyak sampel yang memiliki nilai PCS rendah, tetapi memiliki nilai MCS tinggi, dan nilai MCS yang tinggi ini akan menutupi nilai PCS sampel. Sebanyak 72% sampel memiliki nilai MCS yang lebih baik dibanding dengan nilai PCS. Hal ini tercermin dari sedikitnya jumlah sampel yang memiliki kualitas mental rendah dibanding dengan kualitas fisik rendah, demikian pula sebaliknya.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada tiap komponen penilaian kualitas hidup pasien PGK yang menyebabkan tidak terbuktinya hipotesis penelitian ini. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal. Pada faktor mental sendiri, terdapat dua faktor yang berpengaruh pada nilai kualitas hidup. Pada penelitian nilai MCS pasien dengan PGK di selatan Brazil, didapatkan dua faktor yang berpengaruh pada nilai MCS pasien. Faktor tersebut meliputi faktor adaptasi dan isu sosial ekonomi pasien (7).

Ketika seseorang terdiagnosis PGK, umumnya nilai MCS pasien akan turun dan masuk dapat masuk pada level mild depression. Setelah satu bulan, nilai MCS pasien dengan hemodialisis pada umumnya akan mengalami peningkatan seiring

adanya proses adaptasi (16,17). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor psikologis pasien yang mulai dapat menerima kenyataan akan penyakit tersebut, dan adanya pikiran positif dari pasien itu sendiri juga berkontribusi pada proses adaptasi tersebut. Setelah pasien mencapai tahap adaptasi yang berkisar satu bulan, nilai MCS pasien akan cendrung meningkat. Tingginya nilai MCS akibat faktor adaptasi ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup pasien meskipun pasien tersebut memiliki dosis adekuasi yang inadekuat. Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Ulin, semua sampel telah menjalani HD dengan onset lebih dari 3 bulan, sehingga secara teori semua sampel telah beradaptasi dan memiliki nilai MCS yang tinggi.

Faktor berikut adalah isu sosial ekonomi pasien. Adanya dorongan keluarga, lingkungan masyarakat dan perbaikan taraf ekonomi akan meningkatkan nilai MCS seseorang, demikian pula sebaliknya. Nilai MCS ini dapat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, seperti status pekerjaan, pernikahan, dukungan keluarga, dan aspek sosial ekonomi lain (18,19,20). Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar untuk sembuh menimbulkan suatu keoptimisan pada diri seseorang, untuk sembuh dari suatu penyakit dan memiliki kehidupan yang lebih baik, sehingga akan didapatkan nilai kesehatan mental (MCS) yang cenderung lebih baik walaupun fungsi fisik probandus tersebut menurun. Hal ini akan berakibat pada penilaian dengan kuesioner SF- 36 yang menilai kualitas hidup secara holistik, cenderung didapatkan nilai kualitas hidup yang lebih baik

(7)

157

walaupun adekuasi HD tidak mencapai nilai standar. Demikian pula sebaliknya, pada sampel yang memiliki kualitas kesehatan mental dan fungsi emosional yang rendah , maka akan berpengaruh pada nilai kualitas hidup sehingga cendrung rendah, walaupun adekuasi HD sampel tersebut cendrung tinggi (18,20,21,22,23).

Nilai PCS dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi umur, penyakit penyerta lain dan adekuasi HD. Seiring dengan bertambah umur seseorang, maka faktor degenaratif dapat menurunkan PCS juga semakin meningkat. Faktor degeneratif mulai menurunkan nilai PCS secara signifikan setelah dekade ke-5.

Berdasarkan sebaran sampel penelitian, mayoritas pasien memiliki umur kurang dari 50 tahun, yaitu sebanyak 28 orang (63,7%). Sedangkan pasien yang berumur lebih dari atau sama dengan 50 tahun hanya 16 orang (36,3%). Hal ini berarti faktor degeneratif umur belum tampak nyata. Tetapi nilai PCS pasien yang rendah ini dapat diakibatkan oleh faktor lainya yaitu adekuasi HD dan penyakit komorbiditas lainya.

Adanya penyakit penyerta lain baik yang menjadi kausa primer dari PGK maupun penyakit lainya juga dapat berpengaruh pada nilai PCS. Untuk mendapatkan nilai PCS murni karena PGK maka diperlukan sampel yang mengalami PGK karena kausa primer, tetapi kendala untuk mendapatkan sampel seperti hal tersebut sulit, karena mayoritas sampel mengalami PGK sebagai penyakit sekunder dari penyakit primernya, seperti diabetes dan hipertensi, dimana penyakit- penyakit tersebut memiliki efek sistemik yang juga berpengaruh pada

PCS, seperti diabetik neuropati, diabetik retinopati, ulkus diabetik, penyakit arteri perifier, penyakit jantung, dan stroke, yang juga dapat menurunkan kualitas hidup pasien dari segi fisik (PCS). Berikut ditampilkan tabel epidemiologi penyebab PGK pasien hemodialisis RSUD Ulin.

Tabel 4. Tabel Epidemiologi penyebab PGK pada pasien HD di RSUD Ulin

Etiologi Jenis kausa Jumlah (%)

Intoksikasi obat-obatan

Primer 4 (9,1 %)

Hipertensi Sekunder 38 ( 86,3%)

Diabetes Sekunder 2 (4,6 %)

Durasi dan frekuensi HD akan juga berkontribusi pada adekuasi HD dimana faktor tersebut akan berpengaruh secara langsung pada nilai PCS . Hal ini berkaitan dengan clearence ureum dalam tubuh. Tingginya jumlah ureum tubuh dapat berimplikasi pada penurunan fungsi fisik tubuh seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini juga merupakan faktor yng dapat menurunkan nilai kualitas hidup pasien dari segi fisik. (7,21)

Pada penelitian ini, didapatkan nilai MCS total sampel cendrung sama dengan populasi normal. Hal ini sejalan dengan penelitian Hopman et al (21), tentang kualitas hidup pasien dengan osteoarthritis, gagal ginjal, penyakit jantung koroner, perlukaan ekstremitas, dan multipel sklerosis, dimana didapatkan nilai PCS yang cenderung rendah dan nilai MCS yang cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan setiap penurunan fungsi kualitas fisik seseorang tidak selalu akan menurunkan nilai kualitas mental seseorang. Tingginya nilai

(8)

158

kualitas kesehatan mental seseorang walaupun ia memiliki nilai kualitas fungsi fisik yang rendah dapat disebabkan oleh kualitas fungsi emosional dan kesehatan mental yang baik (18,21,22). Temuan ini didasarkan pada keoptimisan dan keyakinan sampel untuk sembuh atau memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari sebelumnya, terbukti dari nilai MCS pada kuesioner SF 36 yang tinggi yaitu pada aspek pertanyaan tentang keterbatasan peran sosial akibat gangguan emosional, fungsi sosial serta fungsi emosional pasien, walaupun sampel tersebut memiliki morbiditas yang tinggi, yang ditandai dengan rendahnya nilai PCS (24). Dari semua penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup tidak hanya HD, tetapi juga terdapat faktor lainya, yang terdiri dari umur, penyakit komorbiditas, isu sosial ekonomi pasien dan adaptasi. Semua faktor tersebut turut menentukan kualitas hidup seseorang.

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa simpulan, yaitu: proporsi nilai adekuasi HD sampel terdiri dari nilai adekuasi (adekuat) mencapai 22,72 % dan pasien yang memiliki nilai adekuasi hemodialisis (inadekuat) mencapai 77,28 %.; nilai kualitas kesehatan fisik (PCS) pasien memiliki proporsi nilai yang terdiri atas kualitas fisik rendah 43,3%, kualitas fisik sedang 47,8%, kualitas fisik baik 9 %; nilai kualitas kesehatan mental (MCS) pasien memiliki proporsi nilai yang terdiri atas kualitas mental rendah 20,5 %,

kualitas kesehatan mental sedang 56,8 %, kualitas kesehatan mental baik 22,7 %; tidak terdapat hubungan bermakna antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis rutin di RSUD Ulin Banjarmasin.

Saran dari penelitin ini: (1)Diperlukan dosis hemodialisis yang adekuat bagi pasien PGK yang menjalani HD baik dengan cara menambah durasi proses, perbaikan diet pasien, maupun meningkatkan jumlah frekuensi HD per minggu; (2)Diperlukan perbaikan kualitas hidup pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUD Ulin baik oleh pihak hemodialisis RSUD Ulin maupun oleh pasien itu sendiri; dan (3)Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang berpengaruh baik pada kualitas hidup maupun adekuasi pasien PGK.

DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute for Health and Clinical excellence. Treatment methods for kidney failure hemodialysis. US Department of Health and Human Service, 2008.

2. National Institute for Health and Clinical excellence. Early management and identification of chronic kidney disease. London: NICE Guidline, 2008. 3. Price SA, Wilson LM.

Patofisiologi konsep klinis proses – proses penyakit jilid 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.

4. Feroze U, Noori N. Quality-of-life and mortality in hemodialysis patients: roles of race and nutritional status.

(9)

159

Cinical Journal of Nephrology (CJON) 6: 1100 – 1111, 2011. 5. Moreira M, Raquel Blanco G.

Assessment of health-related quality of life:

The cinderella of peritoneal dialysis?. International Journal of Nephrology (IJON). doi:10.4061/2011/528685.

6. Larckson J, Xu J. A Comparison of SF-36 and SF-12 composite scores and subsequent hospitalization and mortality risks in long-term dialysis patients. Clin J Am Soc Nephrol 5: 252–260, 2010.

7. Bolhke M, Nunes DL. Predictors of quality of life among patients on dialysis in southern Brazil. Sao Paulo Med J. 2008;126(5):252-6.

8. Owen WF Jr, Lew NL, Liu Y, et

al. The urea reduction ratio and

serum albumin concentration as predictors of mortality in patients undergoing hemodialysis. N Engl J Med 1993; 329: 1001–1006.

9. Depner TA. Hemodialysis adequacy: Basic essentials and practical points for the nephrologist in training. Hemodialysis International (HI) 2005; 9: 241–254.

10. Septiwi C. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

11. Rahmadinie, Amalia. Hubungan Antara Lama Menjalani Hemodialisis dan Kualitas Hidup Pada Pasien Penyakit

Ginjal Kronik yang Menjalani Hmodialisis Rutin di Ruang Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin. Banjarbaru : Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran.2011.

12. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan;Salemba Medika: Jakarta.2005.

13. Murray K. Harper Illustrated Biochemistry 27 th ed.Jakarta : EGC,2009.

14. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA : McGraw-Hill, 2005.

15. Daugridas JT. Second generation of logarithmic estimates of Singel Pool Variable Volume Kt/V : an Analysis of Erorr.J am soc Neprhol.1993;4 :1205-1213. 16. Kimmel PL, Peterson RA,

Weihs KL, et al. Psychologic functioning, quality of life, and behavioral compliance in patients beginning hemodialysis. J Am Soc Nephrol. 1996;7(10):2152-9.

17. Mittal SK, Ahern L, Flaster E, Maesaka JK, Fishbane S. Self-assessed physical and mental function of haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant. 2001;16(7):1387-94.11.

18. Guundgard J. Decomposition of sources of income-related health inequality applied on SF-36 summary scores: a Danish health survey. Health and Quality of Life Outcomes 2006, 4:53

(10)

160

19. Kusek JW. Cross-sectional study of health-related quality of life in African Americans with chronic renal insufficiency: the African American Study of Kidney Disease and Hypertension Trial. Am J Kidney Dis 2002 Mar; 39(3) :513-24.

20. Maor Y, King M, Olmer L, Mozes B. A comparison of three measures: the time trade-off technique, global health-related quality of life and the SF-36 in dialysis patients. J Clin Epide-miol. 2001;54(6):565-70.

21. Hopman WM. Associations Between Chronic Disease, Age and Physical

and Mental Health Status. Chronic Disease in Canada. Vol 29, No 2, 2009.

22. Sanjeev K. Self- Assased Physical and Mental Fuction of Hemodyalisis Patients. Nephrol-Dial Transplant (2001) 16: 1387-1394

23. Knight EL. The Association Between Mental Health, Physical Function, and Hemodialysis Mortality. Kidney Int. 2003 May;63(5):1843-51. 24. RAND. How to score the RAND

SF-36 questionner 2001; (online), (http://www.sf-36.org.tools/sf-36.shtml,

Gambar

Tabel 2. Distribusi Kualitas
Tabel 4. Tabel Epidemiologi  penyebab PGK pada pasien  HD di RSUD Ulin

Referensi

Dokumen terkait

Ada yang sudah kering, terbakar matahari, ada yang masih setengah matang, belum kering benar, dan banyak juga yang masih segar karena barn saja meloncat dari mulutnya.. Heran,

Melalui sebuah bank dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan selanjutnya dari dana yang telah terhimpun tersebut, oleh bank disalurkan kembali

Lulus pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (Warna Kuning) b. Lulus pada FakultasSyari'ah

Dikemukakan oleh Khan dan Bhatnagar (1997) bahwa, perubahan konsentrasi fosfat pada kultur dipengaruhi oleh fosfat yang mengendap karena metabolit organik dan atau

Timah (Persero) Tbk dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah, mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Kemitraan dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di

Anshari juga mengemukakan bahwa kompetensi profesional mengharuskan guru menguasai materi pembelajaran Ba hasa Indonesia (masukah sastra. .?) secara luas dan mendalam

Alhamdullilah, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “ Respon

Menggunakan hasil pembahas- an penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1)Terdapat peningkatan rata- rata penguasaan konsep fisika siswa sebesar 0,55; (2) Terdapat