• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2003

TENTANG

RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN IZIN ANGKUTAN KHUSUS DI PERAIRAN DARATAN LINTAS KABUPATEN/KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan otonomi daerah, perlu dilakukan penataan dan pengaturan di bidang perhubungan khususnya angkutan di perairan daratan di dalam wilayah Propinsi Kalimantan Selatan disamping sebagai penjunjang pendapatan asli derah.

b. bahwa untuk keperluan tersebut perlu ditetapkan pengaturan tentang retribusi perizinan angkutan di perairan daratan lintas kabupaten/kota dalam wilayah Propinsi Kalimantan Selatan.

c. bahwa untuk maksud tersebut huruf b konsideran ini, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106). 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).

(2)

3. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493).

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048).

5. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran negara Nomor 3258).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 187, Tambahan lembaran negara Nomor 3907).

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).

9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Tahun 4139).

10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70).

(3)

11. Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Kalimantan Selatan Nomor 02 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah TK. I Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Tahun 1987 Nomor 5).

12. Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretaris Daerah Propinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Nomor 13 Tahun 2000).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN IZIN ANGKUTAN KHUSUS DI PERAIRAN DARATAN LINTAS KABUPATEN/ KOTA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah, adalah Propinsi Kalimantan Selatan;

2. Pemerintah Daerah, adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan Eksekutif Daerah Kalimantan Selatan;

(4)

4. Dinas Perhubungan, adalah Dinas Perhubungan Propinsi Kalimantan Selatan;

5. Perairan Daratan, adalah semua perairan meliputi perairan sungai, danau, waduk, kanal dan terusan;

6. Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenisnya, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;

7. Kapal, adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;

8. Kapal Perairan Daratan, adalah semua kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di perairan daratan baik di sungai, danau, waduk, kanal dan terusan;

9. Motor Tempel, adalah salah satu jenis dari kapal perairan daratan yang menggunakan alat penggerak mekanik yang ditempelkan di badan kapal tersebut;

10. Angkutan Umum Perairan Daratan, adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan disungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut orang dan/atau barang yang diselenggarakan baik oleh badan maupun perorangan yang dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;

11. Trayek, adalah lintasan untuk pelayanan jasa angkutan umum perairan daratan yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal;

12. Angkutan Khusus, adalah semua angkutan di perairan daratan baik yang ditarik, dimuat, digandeng dengan kapal maupun yang dihanyutkan dalam jumlah dan/atau volume yang besar;

13. Izin Trayek, adalah izin yang diberikan kepada badan atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha angkutan umum perairan daratan;

14. Izin Angkutan Khusus, adalah izin yang diberikan kepada badan atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha angkutan khusus di perairan daratan, baik ditarik, dimuat,

(5)

digandeng dengan kapal maupun dihanyutkan dalam jumlah dan/atau volume yang besar;

15. Retribusi Daerah, selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

16. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemnafaatan ruang, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;

17. Wajib Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;

18. Masa Retribusi, adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah;

19. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

20. Surat Setoran Retribusi, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;

21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;

22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;

23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena

(6)

jumlah kredit retribusi lebih bayar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

24. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;

25. Surat Keputusan Keberatan, adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT, SKRDLB atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib retribusi;

26. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengeloh data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan tujuan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi;

BAB II RETRIBUSI Bagian Pertama

Nama, Obyek Dan Subyek Retribusi Pasal 2

(1). Dengan nama retribusi izin trayek dan izin angkutan khusus dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian perizinan terhadap kapal yang digunakan untuk kegiatan angkutan umum dan angkutan khusus di perairan daratan lintas kabupaten/kota didalam Daerah.

(2). Obyek Retribusi adalah pemberian izin yang terdiri dari : a. Izin Trayek Angkutan Orang lintas kabupaten/kota; b. Izin Trayek Angkutan Barang lintas kabupaten/kota; c. Izin Angkutan Khusus lintas kabupaten/kota.

(3). Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kapal untuk kegiatan angkutan umum atau angkutan khusus di perairan daratan diberikan izin trayek atau izin angkutan khusus.

(7)

Bagian Kedua Golongan Retribusi

Pasal 3

Retribusi dalam Peraturabn Daerah ini digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. Pasal 4

(1). Perizinan dimaksud pada pasal 3 terdiri dari :

a. Izin Trayek, yaitu izin yang wajib dimiliki setiap kapal yang digunakan untuk melakukan kegiatan angkutan umum perairan daratan untuk mengangkut orang dan/atau barang dalam trayek tetap dan teratur pada lintas kabupaten/kota;

b. Izin Angkutan Khusus, yaitu izin yang wajib dimiliki setiap kapal yang dipergunakan untuk kegiatan Angkutan Khusus di perairan daratan dalam Daerah. (2). Izin trayek dimaksud ayat (2) hurup a berupa :

a. Izin Trayek baru;

b. Perpanjangan masa berlakunya izin trayek;

c. Perubahan Izin trayek berupa pengalihan pemilikan, penerusan, perpendekan, perpindahan trayek dan penggantian/peremajaan kapal.

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 5

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan frekuensi pelayanan pemberian perizinan. Bagian Keempat

Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif

Pasal 6

(1). Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan tertu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

(8)

(2). Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya administrasi perizinan, survey lapangan dan pengawasan serta pengendalian.

Bagian Kelima

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 7

(1). Struktur tarif dibedakan dalam golongan tarif retribusi berdasarkan jenis dan ukuran kapal.

(2). Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :

1. Izin Trayek Angkutan Orang :

a. Izin Trayek Baru atau pertama kali: 1). Kapal dengan isi kotor :

a). GT. 01 s/d GT. 06, Sebesar Rp. 65.000,00,- b). GT. 07 s/d GT. 15, Sebesar Rp. 95.000,00,- c). GT. 16 s/d GT. 25, Sebesar Rp. 110.000,00,- d). GT. 26 s/d GT. 50, Sebesar Rp. 125.000,00,- e). GT. 51 atau lebih, Sebesar Rp. 150.000,00,- 2). Motor Tempel, Sebesar Rp. 75.000,00,- b. Perpanjangan izin trayek angkutan orang :

1). Kapal dengan isi kotor :

a). GT. 01 s/d GT. 06, Sebesar Rp. 15.000,00,- b). GT. 07 s/d GT. 15, Sebesar Rp. 25.000,00,- c). GT. 16 s/d GT. 25, Sebesar Rp. 35.000,00,- d). GT. 26 s/d GT. 50, Sebesar Rp. 40.000,00,- e). GT. 51 atau lebih, Sebesar Rp. 50.000,00,- 2). Motor Tempel, Sebesar Rp. 30.000,00,- c. Perubahan Izin Trayek :

1). Kapal dengan isi kotor :

a). GT. 01 s/d GT. 06, Sebesar Rp. 50.000,00,- b). GT. 07 s/d GT. 15, Sebesar Rp. 65.000,00,- c). GT. 16 s/d GT. 25, Sebesar Rp. 90.000,00,- d). GT. 26 s/d GT. 50, Sebesar Rp. 115.000,00,-

(9)

e). GT. 51 atau lebih, Sebesar Rp. 125.000,00,- 2). Motor Tempel, Sebesar Rp. 65.000,00,- 2. Izin Trayek Angkutan Barang untuk kapal dengan isi kotor :

a). GT. 01 s/d GT. 06, Sebesar Rp. 15.000,00,- b). GT. 07 s/d GT. 15, Sebesar Rp. 20.000,00,- c). GT. 16 s/d GT. 25, Sebesar Rp. 25.000,00,- d). GT. 26 s/d GT. 50, Sebesar Rp. 30.000,00,- e). GT. 51 atau lebih, Sebesar Rp. 35.000,00,- 3. Izin Trayek Angkutan Barang untuk kapal dengan isi kotor :

a). GT. 01 s/d GT. 06, Sebesar Rp. 15.000,00,- b). GT. 07 s/d GT. 15, Sebesar Rp. 20.000,00,- c). GT. 16 s/d GT. 25, Sebesar Rp. 30.000,00,- d). GT. 26 s/d GT. 50, Sebesar Rp. 35.000,00,- e). GT. 51 atau lebih, Sebesar Rp. 40.000,00,- (3). Pelaksanaan Pemungutan Retribusi sebagaimana ayat (2) dilaksanakan oleh Dinas

Perhubungan.

Bagian Keenam Wilayah Pemungutan

Pasal 8

Retribusi yang terutang dipungut di dalam wilayah daerah tempat dikeluarkannya perizinan. Bagian Ketujuh

Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 9

(1). Masa Retribusi adalah jangka waktu berlakunya perizinan yang lamanya 1 (satu) tahun.

(2). Saat retribusi adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kedelapan Surat Pendaftaran

(10)

Pasal 10 (1). Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD.

(2). SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap seta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.

(3). Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Bagian Kesembilan Penetapan Retribusi

Pasal 11

(1). Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2). Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan/atau data yang

semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang maka dikeluarkan SKRDKBT.

(3). Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Bagian Kesepuluh Tata Cara Pemungutan

Pasal 12 (1). Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2). Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDKBT.

Bagian Kesebelas Sanksi Administrasi

Pasal 13

(1). Setiap keterlambatan perpanjangan izin trayek dikenakan sanksi administrasi sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif retribusi untuk setiap bulan keterlambatan.

(11)

(2). Izin trayek yang telah berakhir masa berlakunya mencapai 1 (satu) tahun atau lebih, tidak dapat diperpanjang lagi.

(3). Pemegang izin trayek dimaksud ayat (2), harus mengajukan permohonan izin kembali dengan memenuhi ketentuan sebagaimana izin trayek baru.

Bagian Kedua belas Tata Cara Pembayaran

Pasal 14

(1). Perpanjangan retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2). Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.

Bagian Ketiga Belas Tata Cara Penagihan

Pasal 14

(1). Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, STRD dan Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang (BUPLN).

(2). Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat belas K e b e r a t a n

Pasal 16

(1). Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB.

(2). Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(12)

(3). Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut.

(4). Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5). Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6). Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi, dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 17

(1). Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2). Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

(3). Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Bagian Kelima belas

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pasal 18

(1). Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.

(2). Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3). Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan oleh Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus ditertibkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(13)

(4). Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5). Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 19

(1). Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :

a. nama dan alamat wajib retribusi; b. masa retribusi;

c. besarnya kelebihan pembayaran; d. alasan yang singkat dan jelas.

(2). Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(3). Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.

Pasal 20

(1). Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2). Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

(3). Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampui dan oleh Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

Bagian Keenam belas Pengurangan, Keringanan dan

(14)

Pembebasan Retribusi Pasal 21

(1). Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2). Pemberian pengurangan keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan retribusi.

(3). Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Bagian Ketujuh belas Kadaluwarsa Penagihan

Pasal 22

(1). Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2). Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. diterbitkan Surat Teguran, atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB III

BIAYA OPERASIONAL/PEMUNGUTAN Pasal 23

(1). Terhadap Instansi pelaksana pemungutan retribusi dimaksud dalam Peraturan Daerah ini diberikan biaya operasional setinggi-tingginya 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan dan biaya pemungutan setinggi-tingginya 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan.

(15)

(2). Tata cara dan besarnya biaya operasional dan biaya pemungutan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB IV

KETENTUAN PIDANA Pasal 24

(1). Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.

(2). Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB V PENYIDIKAN

Pasal 25

(1). Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk penyidikan tindak pidana di bidang pajak daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2). Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, memberi, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

(16)

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 26

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 27

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Propinsi Kalimantan Selatan.

Ditetapkan di Banjarmasin pada tanggal 27 Pebruari 2002

(17)

Ttd

H.M. SJACHRIEL DARHAM

Diundangkan di Banjarmasin pada tanggal 26 Maret 2003

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN,

Ttd

H. ISMET AHMAD

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2003 SERI C NOMOR 2

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas IV dan V di SDN 1 Munggugebang Kabupaten Gresik dengan jumlah 45 siswa.Data dikumpulkan dengan

Sifat jaringan peer to peer digunakan untuk hubungan antara setiap komputer yang terhubung dalam jaringan komputer yang ada, sehingga komunikasi data terjadi

Agama Hindu oleh Masyarakat Bali bahkan pernah disebut sebagai Agama Tirtha atau Agama Air ( Paruman Pandita , 16-19 Nopember 1949) [1]; karena hampir tidak ada

Berdasarkan penelitian Bernard (2002) penentuan responden menggunakan metode Snowball dimulai dari pimpinan masyarakat adat atau disebut kepala suku, dalam hal ini

Gejala penyakit karat tampak pada daun, tangkai daun dan kadang-kadang pada batang, yang mula-mula terbentuk bercak-bercak dan kemudian berkembang menjadi bisul (pustul) yang

1) Kemudahan dalam memperoleh informasi mempunyai nilai yang lebih sempurna apabila dapat diperoleh secara mudah. Informasi dapat diperoleh dengan mudah jika sistem dilengkapi

 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Kalimantan Barat pada Triwulan I tahun 2014 (q-to-q) mengalami penurunan dibandingkan dengan Triwulan IV