• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan

1.1. Defenisi Pengetahuan

1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja tentang Perubahan Fisik dan Psikososial Pada Masa Pubertas

2.1. Pendidikan 2.2. Pengalaman 2.3. Sumber Informasi 2.3.1. Keluarga 2.3.2. Guru (Sekolah) 2.3.3. Teman Sebaya 2.3.4. Media Massa 2.3.5. Masyarakat 3. Remaja 3.1. Defenisi Remaja

3.2. Perubahan Fisik pada Masa Pubertas 3.3. Perubahan Psikososial pada Masa Pubertas

(2)

1. Pengetahuan

1.1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 1997).

1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan dalam diri seseorang, yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat melalui kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pedidik. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni: input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan); proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain); dan output (meningkatnya pengetahuan sehingga melakukan apa yang diharapkan) (Notoatmodjo, 2003). Jika pendidikan rendah, maka pengetahuan tentang hidup sehat, kebersihan pribadi, kebersihan lingkungan, makanan yang bergizi, cenderung kurang terutama kemampuan hidup sehat untuk dirinya sendiri (Resti, 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang rendah cenderung mempunyai pengetahuan yang rendah pula. Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bentuk pendidikan dapat berupa:

(3)

penyuluhan, ceramah, seminar, diskusi, pameran, iklan-iklan yang bersifat mendidik, spanduk, billboard.

b. Pengalaman

Sudarmita (2002) mengatakan bahwa pengetahuan dapat terbentuk dari pengalaman dan ingatan yang didapat sebelumnya. Notoatmodjo (2003) juga mengatakan pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa apa itu panas adalah setelah memperoleh pengalaman tangan atau kakinya kena panas. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.

c. Sumber Informasi

Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun media (Notoatmodjo, 2003). Sarwono (1997) juga menekankan kalau sumber informasi dari orang itu mempengaruhi pengetahuan seseorang, yang dipengaruhi antara lain: masyarakat, baik teman bergaul maupun tenaga kesahatan. Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif diperlukan alat bantu. Fungsi media dalam pembentukan pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan (Notoatmodjo, 2003).

(4)

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan terbentuknya pengetahuan remaja tentang perubahan fisik dan psikososial pada masa pubertas adalah:

2.1. Pendidikan

Pengertian pendidikan digunakan untuk menunjuk atau menyebutkan suatu jenis peristiwa yang dapat terjadi di berbagai jenis lingkungan. Jenis peristiwa ini ialah interaksi antara dua manusia atau lebih yang dirancang untuk menimbulkan atau berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau pematangan pandangan hidup pribadi. Jenis lingkungan tempat terjadinya interaksi ini dapat berupa keluarga, sekolah, tempat bermain, berolahraga atau berekreasi, ataupun tempat lain (Muzaham, 1995). Untuk memaksimalkan akses remaja terhadap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan mengenai kesehatan reproduksi dapat dilakukan dengan berbagai metode pendidikan, dalam upaya meningkatkan pengetahuan, kesadaran, perubahan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab di kalangan remaja (Wilopo, 2002). Pelaksanaan bentuk pendidikan ini antara lain dengan metode: penyuluhan, ceramah, seminar, diskusi dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3. Pengalaman

Sudarmita (2002) mengatakan bahwa pengetahuan dapat terbentuk dari pengalaman dan ingatan yang didapat sebelumnya. Notoatmodjo (2003) juga mengatakan pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Dikalangan remaja pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan yang mana di masa awal remaja terjadi banyak perubahan yang cepat diantaranya perubahan fisik yang berdampak pada proses pembentukan identitas diri

(5)

(psikososial). Dalam proses pembentukan identitas diri seorang remaja, di awali dengan terbentuknya konsep diri terlebih dahulu. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Harlock, 1999). Konsep diri terbagi dua yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ritandiyono & Ratnaningsih, 1996).

2.3. Sumber Informasi 2.3.1. Keluarga

Keluarga merupakan orang-orang yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari (Friedman, 1998). Orangtua merupakan “guru” yang utama, karena orangtua menginterpretasikan dunia dan masyarakat bagi anak-anak mereka. Keluarga memegang peranan penting dalam unsur pendidikan dan pembina bagi para remaja, karena keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama dalam pendidikan (Drajat, 1979 dalam Fatah, 2004). Keluarga telah lama dilihat sebagai konteks yang paling vital bagi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Keluarga memiliki pengaruh penting sekali terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri (Friedman, 1998).

Ketika seorang anak mulai menginjak masa remaja, ia mulai meninggalkan dunia keluarga dan memasuki ruang lingkup kehidupan yang lebih luas, yakni dunia luar, lingkungan sosial, lingkungan pergaulan. Suatu keinginan memberikan kesempatan belajar kepada anak dengan sendirinya tentang pahit

(6)

getirnya kehidupan, menghadapi dan mengatasi masalah sendiri. Namun dalam batas-batas tertentu anak masih tetap memerlukan campur tangan orangtua untuk mengubah dan mengarahkanya pada seluruh aspek perkembangan yang baik. Dengan kata lain, orangtua tetap menjadi sumber informasi utama dalam mempersiapkan anak menghadapi masa remaja (Gunarsa, 1993).

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (Yusuf, 2004).

Yusuf (2004) menjelaskan di dalam bukunya bahwa fungsi keluarga secara psikososiologis, yakni: pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya; sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis; sumber kasih sayang dan penerimaan; model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik; pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat; pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan; pemberi bimbingan dalam belajar ketrampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri; stimulator bagi pengembangan kemampuan anak mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat;

(7)

pembimbing dalam mengembangkan aspirasi; dan sumber persahabatan/ teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

2.3.2. Guru (Sekolah)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional maupun sosial (Yusuf, 2004). Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan bagi keluarga. Sekolah, terutama guru pada umumnya dipatuhi oleh murid-muridnya. Oleh sebab itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sehat, akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan pengetahuan anak murid. Kunci pendidikan di sekolah adalah guru, oleh sebab itu perilaku guru harus dikondisikan, melalui pelatihan-pelatihan, seminar, lokakarya, diskusi, pameran, penyuluhan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986, dalam Yusuf, 2004) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru subtitusi orangtua. Ada beberapa alasan, mengapa sekolah memainkan peran yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu: para siswa harus hadir di sekolah, sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan perkembangan “konsep diri”nya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, sekolah

(8)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses dan sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya, kemampuannya secara realistik (Yusuf, 2004).

Menurut Havighurst (1961, dalam Yusuf, 2004), sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogianya berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.

2.3.3. Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja (siswa) mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan pengetahuannya di masa pubertas yang dapat berlanjut kepada proses pembentukan kepribadian seorang remaja. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir ini, yaitu: perubahan struktur keluarga, dari keluarga besar ke keluarga kecil; kesenjangan antara genarasi tua dan generasi muda; ekspansi jaringan komunikasi di antara kawula muda; dan panjangnya masa atau penundaan memasuki masyarakat orang dewasa (Yusuf, 2004).

Mengkaji persahabatan di kalangan teman sebaya, banyak hasil penelitian menunjukkan, bahwa faktor utama yang menentukan daya tarik hubungan interpersonal di antara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam: minat, nilai-nilai, pendapat dan sifat-sifat kepribadian. Penelitian Kandel (Adam & Gullotta, 1983 dalam Yusuf, 2004) menunjukkan bahwa karakteristik

(9)

persahabatan remaja adalah dipengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis kelamin dan ras.

Yusuf (2004) mengemukakan, bahwa kelompok teman sebaya telah memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki bencana kerusakan psikologis selama masa anak, dan dapat mengembangkan hubungan baru yang lebih baik antar satu sama lainnya. Kelompok sebaya yang suasananya hangat, menarik dan tidak eksploitatif dapat membantu remaja untuk memperoleh pemahaman tentang: konsep diri, masalah dan tujuan yang lebih jelas; perasaan berharga; dan perasaan optimis tentang masa depan. Peran lainnya adalah membantu remaja untuk memahami identitas diri (jati diri) sebagai suatu hal yang sangat penting, sebab tidak ada fase perkembangan lainnya yang kesadaran identitas dirinya itu mudah berubah, kecuali masa remaja ini. Kelompok teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang berprilaku menyimpang, karena pengaruh teman sebayanya.

2.3.4. Media massa

Media massa merupakan alat atau sarana untuk memberikan atau mendapatkan informasi. Media massa terbagi atas dua bagian yaitu: media massa elektronik (televisi, internet dan radio); media massa cetak (koran, majalah, dan sejenisnya). Setiap media massa mempunyai kekuatan masing-masing. Tetapi pada prinsipnya media massa merupakan satu institusi yang melembaga dan berfungsi bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak sasaran agar tahu informasi (Kuswandi, 1996).

(10)

Ada beberapa unsur penting dalam media massa menurut Kuswandi (1996), yaitu: adanya sumber informasi, isi pesan (informasi), saluran informasi (media), khalayak sasaran (masyarakat) dan umpan balik khalayak sasaran

Peran media sangat berpengaruh bagi remaja dalam memberikan informasi tentang pengetahuan, gaya hidup dan cenderung memberikan penghargaan berlebihan untuk gaya hidup hura-hura dan glamour. Jenis media yang paling banyak digunakan oleh remaja adalah televisi, internet dan radio. Sebagian lainnya senang membaca majalah, koran, dan buku-buku (PKBI, 2002).

Peran media massa hampir setiap saat mensosialisasikan sebuah gaya hidup remaja, baik berupa tayangan sinetron, iklan yang ada di televisi maupun sajian yang tersedia dalam majalah. Media begitu gencarnya memberi hanya satu pilihan ideal yang tidak mungkin dapat dicapai semua remaja, akibatnya remaja ragu atas pendiriannya dan tidak ada jalan lain selain mengikuti arus tren (Bambang dalam Elandis, 2005).

2.3.5. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Kontjaraningrat dalam Effendy, 1998). Karena keluarga dan sekolah berada di dalam masyarakat, lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan remaja. Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku masyarakat tersebut sehingga akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh proses perkembangannya. Kenyataan menunjukkan

(11)

bahwa tidak sedikit kecenderungan ke arah penyimpangan perilaku dan kenakalan remaja, sebagai salah satu bentuk penyesuaian diri yang tidak baik, berasal dari pengaruh lingkungan masyarakat (Ali & Asrori, 2004).

3. Remaja

3.1. Pengertian Remaja

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya: tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Hurlock (1991, dalam Ali & Asrori, 2004) mengatakan istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan fisik, mental, emosional.

Remaja adalah anak yang berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Daradjat, 1975 dalam Ghifari, 2004). Remaja merupakan kelompok manusia yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan menuju masa pembentukan tanggung jawab (Basri dalam Ghifari, 2004).

Masa remaja, menurut Monks (1999), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: remaja awal, 15-18 tahun: remaja pertengahan, 18-21 tahun: remaja akhir. Masa remaja disebut juga masa dimana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain (Erikson dalam Gunarsa, 2003). Dari sudut psikologis adolensensia merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan-perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi dari pada ego, dalam

(12)

hubungannya dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya (Freud dalam Gunarsa, 2003).

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek fisik, kognitif maupun emosi (Ali & Asrori, 2004).

3.2. Perubahan Fisik pada Masa Pubertas

Selama pertumbuhan pesat masa puber, terjadi empat perubahan fisik penting di mana tubuh anak dewasa: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.

3.2.1. Perubahan Ukuran Tubuh

Perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak perempuan, rata-rata peningkatan per tahun dalam setahun sebelum haid adalah 3 inci, tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Jadi peningkatan keseluruhan selama dua tahun sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat pertumbuhan menurun sampai kiri-kira 1 inci dan berhenti sekitar delapan belas

(13)

Bagi anak laki-laki, permulaan periode pertumbuhan pesat tinggi tubuh dimulai rata-rata pada usia 12,8 tahun dan berakhir rata-rata pada usia 15,3 tahun, dengan puncaknya pada empat belas tahun. Peningkatan tinggi badan yang terbesar terjadi setahun sesudah dimulainya masa puber. Sesudahnya, pertumbuhan menurun dan berlangsung lambat sampai usia dua puluh atau dua puluh satu. Karena periode pertumbuhan yang lebih lama, anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan pada saat sudah matang (Hurlock, 1999).

Pertambahan berat tidak hanya karena lemak, tetapi juga karena tulang dan jaringan otot bertambah besar. Jadi, meskipun anak puber dengan pesat bertambah berat, tetapi seringkali kelihatannya kurus dan kering. Pertambahan berat yang paling besar pada anak perempuan terjadi sesaat sebelum dan sesudah haid. Setelah itu pertambahan berat hanya sedikit. Bagi anak laki-laki, pertambahan berat maksimum terjadi setahun atau dua tahun setelah anak perempuan dan mencapai puncaknya pada usia enam belas tahun, setelah itu pertambahan berat hanya sedikit (Hurlock, 1999).

3.2.2. Perubahan Proporsi Tubuh

Hurlock (1999) dalam bukunya mengungkapkan perubahan fisik yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Ini tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Barulah pada bagian akhir masa remaja seluruh daerah tubuh mencapai ukuran dewasa, meskipun perubahan besar terjadi sebelum masa puber usai.

(14)

Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang berkembang. Dengan bertambah panjangnya badan, ukuran pinggang berkurang sehingga memberikan perbandingan tubuh dewasa. Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak laki-laki yang lebih cepat matang biasanya mempunyai pinggul yang lebih lebar daripada anak yang lebih lambat matang, dan anak perempuanyang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang sedikit lebih besar daripada anak yang cepat matang (Hurlock, 1999).

Hurlock (1999) menjelaskan tidak lama sebelum masa puber, tungkai kaki lebih panjang daripada badan dan keadaan ini bertahan sampai sekitar usia lima belas tahun. Pada anak yang lambat matang, pertumbuhan tungkai kaki berlangsung lebih lama daripada anak yang cepat matang, sehingga tungkai kaki lebih panjang. Tungkai kaki anak yang cepat matang cenderung pendek, gemuk sedangkan tungkai kaki yang lambat matang pada umumnya lebih ramping.

Pola yang sama terjadi pada pertumbuhan lengan, yang pertumbuhannya mendahului pertumbuhan pesat badan, sehingga tampaknya terlalu panjang. Seperti halnya dengan pertumbuhan tungkai kaki, pertumbuhan lengan dipengaruhi oleh usia kematangan. Sampai pertumbuhan lengan dan tungkai kaki mendekati sempurna, barulah tercapai perbandingan yang baik dengan tangan dan kaki, yang keduanya mencapai ukurannya kematangan pada awal masa puber (Hurlock, 1999).

3.2.3. Ciri-ciri Seks Primer

Perubahan fisik ketiga adalah pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer, yaitu organ-organ seks (Yusuf, 2004).

(15)

Pada pria, gonad atau testes, yang terletak di dalam scrotum, pada usia empat belas tahun baru sekitar 10 persen dari ukuran matang. Kemudian terjadi pertumbuhan pesat selama satu atau dua tahun, setelah itu pertumbuhan menurun. Segera setelah pertumbuhan pesat testes terjadi, maka pertumbuhan penis meningkat pesat. Yang mula-mula meningkat adalah panjangnya, kemudian disertai secara berangsur-angsur dengan besarnya (Yusuf, 2004).

Kalau fungsi-fungsi organ reproduksi pria sudah matang, maka biasanya mulai terjadi ‘basah malam’, biasanya kalau anak laki-laki bermimpi tentang seksual yang menggairahkan, kalau kandung kemihnya penuh atau mengalami sembelit, kalau ia memakai piyama yang ketat atau kalau ia terselimuti dengan hangat. Banyak anak laki-laki tidak menyadari apa yang terjadi sampai ia melihat bercak-bercak pada alas tempat tidur atau piyama (Hurlock, 1999).

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber, meskipun dalam tingkat kecepatan berbeda. Berat uterus anak usia sebelas atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram; pada usia enam belas rata-rata beratnya 43 gram. Tuba falopi, telur-telur, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini. Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang adalah datangnya ‘haid’. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari sampai mencapai menopause, pada akhir empat puluhan atau lima puluhan tahun (Hurlock, 1999).

3.2.4. Ciri-ciri Seks Sekunder

Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Perkembangan seks sekunder membedakan pria dari wanita dan membuat anggota

(16)

seks tertentu tertarik pada organ jenis kelamin lain. Ciri ini tidak berhubungan dengan reproduksi meskipun secara tidak langsung ada juga hubungannya, yaitu karena pria tertarik pada wanita dan begitu pula sebaliknya. Inilah sebabnya mengapa ciri ini disebut “sekunder”, dibandingkan dengan organ-organ seks “primer” yang langsung berhubungan dengan reproduksi (Hurlock, 1999).

Dengan berkembangnya periode ini, penampilan anak laki-laki dan anak perempuan semakin berbeda. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan ciri-ciri sekunder secara berangsur-angsur seperti halnya dengan perkembangan lain pada masa puber, mengikuti pola yang dapat diramalkan (Hurlock, 1999).

Tabel 2.1. Ciri-ciri Seks Sekunder Pada Anak Laki-laki dan Perempuan Ciri-ciri seks sekunder yang penting

pada anak laki-laki:

Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada anak perempuan:

a. Rambut, rambut kemaluan timbul sekitar setahun setelah testes dan penis mulai membesar. Rambut ketiak dan rambut di wajah timbul kalau pertumbuhan rambut kemaluan hampir selesai, demikian pula rambut tubuh. Pada mulanya rambut yang tumbuh hanya sedikit, halus dan warnanya terang. Kemudian menjadi lebih gelap, lebih kasar, lebih subur dan agak keriting.

b. Kulit, kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-pori meluas.

c. Kelenjar, kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit semakin membesar dan menjadi

a. Pinggul, pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya tulang pinggul, dan berkembangnya lemak bawah kulit. b. Payudara, segera setelah pinggul

mulai membesar, payudara juga berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

c. Rambut, rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan

(17)

lebih aktif, sehingga dapat menimbulkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mulai berfungsi dan keringat bertambah banyak dengan berjalanya masa puber

d. Otot, otot-otot bertambah besar dan kuat, sehingga memberi bentuk bagi lengan, tungkai kaki dan bahun. e. Suara, suara berubah setelah rambut

kemaluan timbul. Mula-mula suara menjadi serak dan kemudian tinggi suara menurun, volumenya meningkat dan mencapai pada yang lebih enak. Suara yang pecah sering terjadi kalau kematangan berjalan pesat.

f. Benjolan dada, benjolan-benjolan kecil di sekitar kelenjar susu pria timbul sekitar usia dua belas dan empat belas tahun. Ini berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian menurun baik jumlahnya maupun besarnya.

terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting.

d. Kulit, kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan lubang pori-pori bertambah besar.

e. Kelenjar, kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f. Otot, otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai kaki.

g. Suara, suara menjadi lebih penuh dan lebih semakin merdu. Suara serak dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak perempuan.

3.3. Perubahan Psikososial pada Masa Pubertas

Pada waktu anak memasuki masa remaja terjadi perubahan yang hebat oleh pertumbuhan dan kematangan fisiknya. Perubahan fisik ini diikuti pula dengan perubahan psikologis. Bila ditinjau hubungan antara perkembangan psikososial dan perkembangan fisik, dapat terlihat bahwa perkembangan fisik

(18)

memberikan impuls-impuls baru pada perkembangan psikososial. Jadi hubungan ‘kausalitas’ ini berjalan dari aspek fisik ke aspek psikososial (Monks, 1999).

Gunarsa (1997) mengungkapkan penguasaan terhadap tubuhnya sendiri yang sudah dicapai sekarang mulai goyah. Kegoncangan ini mempengaruhi integrasi antara id, ego dan superego. Mekanisme pertahanan diri (defenses) antara lain sublimasi dari dorongan seksual yang tadinya sudah bisa terjadi dengan baik, kini mulai berubah dan menuntut perbuatan yang nyata dengan lawan jenis kelaminnya. Suatu hal yang mudah dipahami karena mereka berada pada masa genital. Fungsi ego kini berhadapan dengan peranan superego. Ego membentuk sintesa antara apa yang sudah lewat dan apa yang akan datang dengan norma-norma sendiri dalam usahanya menemukan identitas dirinya baik yang berhubungan dengan seks, maupun dengan anggota masyarakat, anggota keluarga, dan dengan kepastian mengenai jabatan atau pekerjaan yang akan dilakukan kelak.

Gunarsa (1997) dalam bukunya menjelaskan masa remaja yang berlangsung lama sebenarnya diberikan oleh masyarakatnya agar mampu mengintegrasikan dirinya dalam kehidupan dewasa. Pada remaja timbul pertanyaan-pertanyaan: “siapa saya?” dan “akan menjadi apa nanti?”, merupakan pertanyaan yang bersangkut paut dengan perkembangan psikososial dan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.

Masyarakat memang bisa membantu, mendorong dan memberi kesempatan secara cukup luas agar remaja bisa menjawab pertanyaan di atas. Di pihak lain masyarakat mewajibkan agar para remaja sendiri bisa menemukan jawaban untuk pertanyaan yang sama. Kekaburan oleh perubahan besar yang

(19)

dialami dalam diri sendiri, dan dorongan masyarakat yang tidak berfungsi positif bagi pembentukan identitas diri, menyebabkan timbulnya krisis identitas. Kalau remaja mengetahui siapa dirinya, mengetahui apa yang akan dan harus dilakukan, mengetahui kapan dan bagaimana harus melakukan maka ia mengetahui peranannya dalam masyarakat. Kalau remaja juga melibatkan diri terhadap sesuatu ideologi, maka berarti ia sudah mencapai identitas. Kalau terjadi sebaliknya, di samping terjadi kekaburan dalam identitas, juga akan terbentuk identitas yang negatif (delinquent) (Gunarsa, 1997).

3.3.1. Identitas Diri

Remaja berkeinginan untuk bebas dan kebebasan tersebut adalah sangat penting dan diperlukan dalam perkembangan individu. Untuk menyempurnakan ini, seorang remaja harus meninggalkan masa anak-anaknya dan orang-orang sering lebih dekat berhubungan dengan hal tersebut. Erikson mengidentifikasikan tugas utama dari masa ini adalah “sense of identity vs role confusion”, yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Pembebasan dari elemen kritis ini menghasilkan identitas (Yusuf, 2004). Remaja menginginkan untuk menjadi seseorang menurut jalannya dan mereka berusaha dengan cara yang berbeda. Konsep diri selalu berubah pada tahap ini dan dibentuk oleh tuntutan orang tua, kawan sebaya, guru dan lain-lainnya. Interaksi dengan yang lain membantu remaja menentukan siapa diri mereka dan dalam aturan apa mereka maju. Seorang remaja yang tidak mampu mengatasi kebingungannya dan membuat identitas diri bisa menjadi orang yang kebingungan atau kekacauan (confusion). Hal ini dapat berdampak kurang baik bagi remaja. Mereka dapat mengalami self-esteem yang rendah, kurang dapat menyesuaikan dirinya dan merasa asing dan mereka

(20)

menghadapi beberapa kesulitan dalam memasuki dunia dewasa (Thompson, 1995).

3.3.2. Rasa Keakraban

Perkembangan keakraban adalah berhubungan dengan proses mencari identitas diri, sebagai remaja yang menuju kedewasaan, mereka siap untuk menerima resiko dari berkelompok, berteman dan untuk membuat hubungan yang lebih dekat dengan lawan jenis. Penghindaran terhadap hal ini membuat remaja tersebut terasing atau terisolasi. Masa remaja adalah periode mencoba dan menguji. Ketidaksetujuan dengan orangtua, sering berputar di sekitar berpacaran, mobil keluarga, uang, berkelompok, tingkat sekolah, memilih teman, merokok, melakukan seks dan memakai obat (Thompson, 1995).

Orang dewasa yang mempengaruhi remaja harus berusaha untuk mengkreasikan suasana ketertarikan dan pemahaman. Para remaja harus tahu bahwa orang dewasa (yang lebih tua dari mereka) perhatian kepadanya. Mereka memerlukan praktik atau contoh dalam membuat keputusan, yang dimana menjadi respek walaupun mereka melakukan kesalahan. Orangtua harus membuat batasan dan berharap mereka memberi teguran tetapi yang mengikat (Thompson, 1995). 3.3.3. Citra Tubuh

Antara tubuh serta ciri-ciri fisik para remaja dengan gambaran tentang dirinya terdapat hubungan yang sangat penting. Selama masa kanak-kanak seseorang membentuk gambaran tentang dirinya. Persepsi tentang gambaran ini menunjuk kepada apa yang disebut body image (Sulaeman, 1995).

Pada remaja awal, seorang muda harus menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dramatis pada masa pubertasnya. Perhatian utama mereka adalah

(21)

perubahan fisik selama masa awal dan pertengahan remaja dimana hal tersebut faktor yang berperan membentuk egosentris atau kurang percaya diri. Seorang remaja akan suka membandingkan dirinya dengan teman sebayanya dan menciptakan apa yang telah diartikan sebagai sebuah “penonton khayalan”. Mereka percaya setiap orang melihat (memperhatikan) kepadanya. Keasyikan dengan diri sendiri ini adalah normal dan catatan untuk penggabungan yang tetap dan membuat perbaikan yang sering ditemui dalam kelompok remaja. Pada remaja akhir, lebih harus melengkapi pertumbuhan mereka dan memiliki sedikit kesadaran terhadap diri sendiri (Thompson, 1995).

Gambar

Tabel 2.1. Ciri-ciri Seks Sekunder Pada Anak Laki-laki dan Perempuan  Ciri-ciri seks sekunder yang penting

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahan data melalui SPSS.22, terkait Persamaan regresi berganda dan estimasinya, dapat diketahui persamaan regresi berganda dalam penelitian ini adalah:

Setelah didapatkan dan dimasukkan data meteorologi tersebut pada model, maka dengan model Gaussian yang sudah diprogram pada model bersama data lain akan dihitung rata-rata

Dapat diketahui pula bahwa selama 1 tahun terakhir hutan rakyat terdekat dalam masing-masing kecamatan merupakan pemasok bahan baku terkecil dari total

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka peneliti berasumsi bahwa Peran org tua dalam memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada anak remaja

Saat kita dihadapkan dengan pemilihan karir, maka akan timbul dalam diri, pekerjaan apa yang cocok dengan saya? Apakah saya harus menjadi guru? Apakah saya

Lusi Fausia, M.Ec yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak

Penyusunan laporan tugas akhir yang berjudul “Prediksi Perubahan Garis Pantai Dengan Pemodelan Numerik (Studi Kasus: Pantai Nusa Dua” ini merupakan proses akhir