• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TURUT SERTA MELAKUKAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TANPA SURAT IZIN USAHA PERIKANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TURUT SERTA MELAKUKAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TANPA SURAT IZIN USAHA PERIKANAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 ARTIKEL

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TURUT SERTA MELAKUKAN USAHA

PENANGKAPAN IKAN TANPA SURAT IZIN USAHA PERIKANAN (Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk)

Disusun oleh:

RAHMADHANA DWI RAHMI 1610012111106

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG 2020

(2)
(3)

3

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TURUT SERTA MELAKUKAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TANPA SURAT IZIN USAHA PERIKANAN

(Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk)

Rahmadhana Dwi Rahmi1, Uning Pratimaratri1, Hendriko Arizal1 1

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email: rahmadhanadwi@gmail.com

ABSTRACT

Illegal fishing is often done without fishing permits, using fake permits, using prohibited fishing gear, fishing in areas that are not in accordance with the permit, and falsification of catch data. In this case what happened was fishing without a permit and using forbidden fishing gear by a Vietnamese fisherman NVT. The defendant violated Article 26 and Article 9 of Law Number 45 of 2009 concerning Fisheries. Formulation of the problem (1) How is the application of criminal acts against the perpetrators of criminal acts intentionally engaging in fishing efforts without a fishery business permit based on the decision Number 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk? (2) What is the judge's consideration in imposing a criminal act against a criminal in decision Number 5/Pid.Sus-PRK /2019/PN Ptk? This study uses a normative juridical approach, the source of data used in the form of secondary data which includes primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Data collection techniques were collected by study of documents and analyzed qualitatively. Conclusions of the results of the study (1) the application of a criminal offense against an offender is not in accordance with Law Number 45 of 2009 concerning Fisheries, the offender is sentenced to a fine of Rp.200,000,000.- (two hundred million rupiah) (2) Consideration The judge handed down the decision against the perpetrator Fisheries criminal offenses are based on juridical considerations and non-juridical considerations.

Keywords: SIUP, tools, capture, fisheries.

I. Pendahuluan A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara laut yang banyak menghasilkan ikan, karena ikan adalah sumber protein yang harus dimiliki oleh manusia. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara

apapun. Indonesia negara kepulauan yang mempunyai wilayah laut dengan luas sekitar 70% dari daratan yang memiliki keaneka ragaman suber daya hayati dan non hayati, salah satunya perikanan.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan perikanan adalah semua

(4)

4 kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya prapoduksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Penangkapan ikan illegal yang sering dilakukan adalah penangkapan ikan tanpa izin, menggunakan izin palsu, menggunakan alat tangkap yang dilarang, penangkapan di wilayah yang tidak sesuai izin, tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan, penangkapan ikan di wilayah perairan yang dilarang, serta penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang dilarang.

Untuk melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP), setiap perusahaan perikanan wajib memiliki izin usaha perikanan (IUP). Permohonan IUP kepada Direktur Jenderal Perikanan dengan menggunakan formulir model Permohonan-1 (Phn-1) dilengkapi persyaratan:

a. Rencana usaha;

b. Laporan keuangan dan pajak;

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); d. Akta pendirian untuk badan hukum

atau kartu tanda penduduk untuk usaha perseorangan;

e. Data personalia perusahaan

f. Pernyataan kesanggupan membayar pungutan perikanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. Penyajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)/analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), bagi usaha pembudidayaan ikan; dan

h. Rekomendasi dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, bagi usaha pembudidayaan ikan.

SIUP diproses setelah perusahaan perikanan yang mempunyai kegiatan usaha perikanan mengajukan permohonan dengan persyaratan surat permohonan, fotokopi KTP, pas foto dan analisis usaha.

Penelitian ini akan membahas tentang pertimbangan hakim terhadap tindak pidana turut serta dengan sengaja melakukan usaha penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan dan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang dilarang berdasarkan putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk. Dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjelaskan:

’’Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang

(5)

5 penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.’’

Pasal 92 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjelaskan:

“Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan dibidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”

Dan dalam Pasal 85 jo pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga menjelaskan:

“Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan

yang berada di kapal penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan, alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan persyaratan, atau standar yang ditetapkan untuk tipe alat tertentu dan/atau alat penangkapan ikan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Berdasarkan uraian di atas, adapun kasus tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi yaitu penangkapan ikan yang dilakukan oleh nakhoda kapal BV 93817 TS yang bernama NVT bersama-sama dengan NTT Nahkoda kapal BV 93816 TS yang berlayar dari Vietnam dengan tujuan perairan Indonesia dengan membawa 8 (delapan) orang anak buah kapal yang seluruhnya berkewarganegaraan Vietnam untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia. Setelah memasuki perairan Indonesia kapal yang dikemudikan NVT melakukan aktivitas penangkapan ikan, bertempat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Laut Cina Selatan, kapal tersebut ditangkap oleh Kapal Patroli KP Hiu Macan 01 pada saat sedang menarik jaring melakukan penangkapan ikan dengan bantuan kapal BV 93816 yang di Nakhodai oleh NTT dan setelah dilakukan pemeriksaan

(6)

6 ternyata kapal penangkap ikan yang dikemudikan oleh NVT tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan dan diatas kapal tersebut ditemukan alat penangkapan ikan yang dilarang Pair Trawl.

Berkaitan dengan perkara pidana dalam Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk ini merupakan kasus tindak pidana di bidang perikanan yang pelakunya didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan subsidaritas dengan susunan, yakni primer Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) jo Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 102 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pada putusannya, hakim menjatuhkan putusan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perikanan.

Atas dasar pemikiran dan uraian di atas inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul “Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Usaha Penangkapan Ikan Tanpa Surat Izin Usaha Perikanan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan pidana

terhadap pelaku tindak pidana turut serta melakukan usaha penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan berdasarkan putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk?

2. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana turut serta melakukan usaha penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan berdasarkan putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana turut serta melakukan usaha penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan berdasarkan putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menerapkan pidana terhadap pelaku tindak pidana turut serta melakukan usaha penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan berdasarkan putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk.

(7)

7 D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang mengkaji putusan pengadilan, teori hukum dan dapat berupa pendapat para sarjana. 2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh berbentuk dokumen atau buku-buku yang berhubungan dengan objek-objek penelitian. Data sekunder tersebut meliputi:

a. Bahan hukum primer dari:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. 2) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 3) Perkara putusan Pengadilan

Negeri Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk.

b. Bahan hukum sekunder, dengan mencari data pada sumber ke-2 yang mengetahui pokok

permasalahan berupa buku-buku dan jurnal.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk melalui internet, yang berhubungan dengan penelitian ini serta kamus-kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam usaha pengumpulan data penulis melakukan penelitian dengan cara penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan , beberapa buku, jurnal hukum, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, maksudnya suatu kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang disampaikan oleh responden secara tertulis atau lisan dan prilaku nyata.

II. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Penerapan Pidana terhadap Pelaku

Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Usaha Penangkapan Ikan Tanpa Surat Izin Usaha Perikanan Berdasarkan Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk

Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan tanpa

(8)

8 surat izin usaha perikanan dalam putusan Nomor 5/Pi.sus-PRK/2019/PN Ptk. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Pontianak yang memeriksa dan mengadili perkara pidana perikanan dengan acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa yang bernama NVT, lahir di Hal Hau, Nam Dinh-Vietnam, Umur 28 tahun tanggal 01 Agustus 1990, Jenis kelamin laki-laki, Kebangsaan Vietnam, Tempat tinggal Phuoc Tinh, Long Dien, Baria Vung Tau-Vietnam, Agama Kristen, Pekerjaan Nelayan/Nahkoda Kapal BV 93817 TS.

Putusan di sini akan di uraikan dan di pertimbangkan dengan unsur-unsur pasal yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya, dalam hal ini penulis terlebih dahulu akan menguraikan secara ringkas posisi kasus yang terdapat pada putusan nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk sebagai berikut:

Berdasarkan kasus yang ada di dalam putusan dimana berkaitan dengan tindak pidana perikanan yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan tahun 2006 yang mana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang

perikanan yaitu turut serta dengan sengaja melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan, yang tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), dan menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan (Pair Trawl) yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, melanggar Pasal 26 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 45 Tahun.

Awalnya terdakwa NVT yang merupakan Nakhoda kapal penangkapan ikan BV 93817 TS bersama-sama dengan NTT yang merupakan Nakhoda kapal penangkap ikan BV 93816 TS berlayar dari Vietnam dengan tujuan perairan Indonesia dengan membawa 8 (delapan) Orang Anak Buah Kapal yang seluruhnya berkewarganegaraan Vietnam untuk melakukan penangkapan ikan diwilayah perairan Indonesia. Setelah memasuki perairan Indonesia kapal yang dikemudikan NVT mulai melakukan penangkapan ikan, setelah beberapa hari melakukan penangkapan ikan pada hari Selasa tanggal 09 April 2019 sekira jam 08.40 Wib bertempat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Laut Cina Selatan, kapal yang dikemudikan terdakwa tersebut ditangkap oleh Kapal Patroli KP Hiu Macan 01 pada saat sedang menarik jaring melakukan penangkapan ikan

(9)

9 dengan bantuan kapal BV 93816 TS yang di Nahkodai oleh NTT dengan cara mengikatkan masing-masing ujung pukat/jaring kedua unit kapal setelah itu pukat/jaring ditebar kelaut kemudian baru ditarik searah dengan menggunakan 2 kapal selama ± 6 (enam) jam, selanjutnya jaring ditarik/dinaikkan untuk mengambil ikan dan dikumpulkan diatas kapal.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh saksi ECF, dan saksi GW yang bertugas di Kapal Patroli Hiu Macan 01 ternyata Kapal Penangkapan Ikan BV 93817 TS yang dikemudikan terdakwa tersebut tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan dan diatas kapal ditemukan barang bukti yaitu ikan campuran, 1 (satu) unit alat penangkap ikan Pair Trawl, 1 (satu) unit Wich, 1 (satu) unit Gardan, 1 (satu) unit Radio Super Star 2400, 1 (satu) unit GPS O NWA, 1 (satu) Unit Telepon Satelit Spaceon SPST-1100A, 1 (satu) Buah Bendera Vietnam.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, maka jaksa penuntut umum dalam Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk menuntut supaya majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutus:

1. Menyatakan Terdakwa NVT telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu

penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan tidak memiliki surat izin usaha perikanan (SIUP)” sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Dakwaan Kedua melanggar Pasal 85 jo Pasal 9 UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa NVT dengan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

3. Menyatakan barang bukti berupa:1 (Satu) Unit Kapal BV 93817 TS. Ikan Campur ± 9.856 Kg. 1 (Satu) Unit Alat Penangkap Ikan Pair Trawl. 1 (Satu) Unit Winch. 1 (Satu) Unit Gardan. 1 (Satu) Unit Radio Super Star. 1 (Satu) Unit Gps ONWA. 1 (Satu) Unit Telepon Satelit Spaceon SPST-1100 A. 1 (Satu) Buah Bendera Vietnam 4. Membebankan kepada Terdakwa

mebayar biaya perkara Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

B. Pertimbangan Hakim dalam Menerapkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Usaha Penangkapan

(10)

10 Ikan Tanpa Surat Izin Usaha Perikanan Berdasarkan Putusan Nomor 5/Pid.Sus-PRK/2019/PN Ptk 1. Pertimbangan yang bersifat yuridis

diantaranya : a. Dakwaan

Dakwaan yang diberikan oleh penuntut umum kepada pelaku tindak pidana penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan dalam putusan perkara nomor 5/Pid.sus-PRK/2019/PN Ptk yaitu ancaman pidana menyatakan terdakwa NVT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). b. Tuntutan

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, maka jaksa penuntut umum menuntut agar majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan: Menyatakan Terdakwa NVT telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara republik Indonesia dan tidak memiliki surat izin usaha perikanan (SIUP)” sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Dakwaan Kedua melanggar Pasal 85 jo Pasal 9 UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa NVT dengan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Menyatakan barang bukti berupa:1 (Satu) Unit Kapal BV 93817 TS. Ikan Campur ± 9.856 Kg. 1 (Satu) Unit Alat Penangkap Ikan Pair

Trawl. 1 (Satu) Unit Winch. 1 (Satu)

Unit Gardan. 1 (Satu) Unit Radio Super Star. 1 (Satu) Unit Gps ONWA. 1 (Satu) Unit Telepon Satelit Spaceon SPST-1100 A. 1 (Satu) Buah Bendera Vietnam. Membebankan kepada Terdakwa mebayar biaya perkara Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)

(11)

11 c. Alat Bukti

1. Keterangan Saksi

Dalam persidangan putusan perkara nomor 5/Pid.sus-PRK/2019/PN Ptk saksi yang dihadirkan berjumlah 3 (tiga) orang yang mana terdiri dari 3 (tiga) orang saksi diantaranya NVTr, NVTh, NTT. Ketiga saksi memberikan keterangan sesuai fakta yang sebenarnya dan menyatakan kebenaran yang fakta yang disampaikan oleh penuntut umum dipersidangan.

2. Keterangan Ahli

Dalam perkara ini ahli S memberikan keterangan bahwa alat penangkapan ikan Pukat Hela (Pair

Trawls) tersebut dilarang di operasikan

di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia karena dapat mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan, dimana ikan-ikan kecil belum waktunya ditangkap juga ikut tertangkap.

3. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidangkan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Menurut 184 KUHP keterangan terdakwa merupakan alat bukti. Bahwa dalam putusan perkara Nomor 5/Pid.sus-PRK/2019/PN Ptk semua keterangan

yang diberikan oleh saksi, terdakwa menyatakan tidak keberatan terhadap keterangan yang diberikan oleh saksi-saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum.

4. Barang Bukti

Adapun barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum dalam putusan 5/Pid.sus-PRK/2019/PN Ptk yaitu: 1 (Satu) Unit Kapal BV 93817 TS, ikan Campur ± 9.856 Kg, 1 (Satu) Unit Alat Penangkap Ikan Pair Trawl, 1 (Satu) Unit Winch, 1 (Satu) Unit Gardan, 1 (Satu) Unit Radio Super Star, 1 (Satu) Unit Gps ONWA, 1 (Satu) Unit Telepon Satelit Spaceon SPST-1100 A, 1 (Satu) Buah Bendera Vietnam

d. Pasal yang dilanggar

Berdasarkan dakwaan yang diberikan penuntut umum, pasal yang dilanggar yaitu Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 85 jo Pasal 9 UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2. Pertimbangan Hakim yang Bersifat Non Yuridis (sosiologis)

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, memperhatikan alat bukti, maka majelis hakim memperoleh fakta-fakta hukum, yaitu: Terdakwa bersama dengan kapal perikanan BV 93816 TS berangkat dari pelabuhan Baria Vung Tau-Vietnam

(12)

12 pada tanggal 19 Maret 2019 menuju ke WPPRI perairan Laut Cina Selatan untuk menangkap ikan. Saksi ECF, GW dan S, selaku ABK KP. Hiu Macan 01 melakukan penangkapan dan pemeriksaan Kapal Perikanan BV 93817 TS pada hari Selasa tanggal 09 April 2019, sekira pukul 08.40 WIB. Kapal perikanan BV 93817 TS tidak terdapat dokumen perizinan usaha perikanan yang sah dari Pemerintah Indonesia seperti Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), ditemukan alat tangkap ikan jenis pukat (jaring) trawl sebanyak 2 (dua) unit, alat bantu penangkap ikan berupa winch dan garden, terdapat muatan sejumlah ikan campuran di dalam palka dengan jumlah sekitar ±3.200 (tiga ribu dua ratus) Kg, jumlah awak kapal sebanyak 8 (delapan) orang warganegara Vietnam. Alat komunikasi yang ada di kapal tersebut adalah GPS, Radio dan Telephon Satelit. Kapal perikanan BV 93817 TS dalam operasi penangkapan ikan dilaut selalu berpasangan dengan kapal perikanan BV 93816 TS. Alat penangkap ikan jenis pair trawl tersebut dilarang dioperasikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia karena dapat mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan. Cara pengoperasian alat penangkapan ikan jenis pair trawl

tersebut adalah jaring dilempar / dijatuhkan ke laut oleh kapal BV 93817 TS selaku kapal utama, setelah seluruh bagian jaring trawl dilemparkan kelaut kemudian salah satu ujung tali pada jaring trawl dilemparkan ke kapal pasangannya BV 93816 TS, selanjutnya kapal utama bergerak bersama untuk membuka dan menarik jaring dengan pergerakan kapal searah dan kecepatan yang sama kira-kira ±2,5 mil/jam selama ±6 jam, dalam satu hari jarring tersebut diturunkan sebanyak dua kali. Ikan hasil tangkapan akan dibawa dan dijual ke Baria Vung Tau-Vietnam. Yang berwenang menerbitkan SIUP, SIPI dan SIKPI untuk kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT dan Usaha Perikanan Tangkap yang menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing adalah Direktur Jenderal Perikanan. Hingga saat ini antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Vietnam tidak ada perjanjian tentang pengelolaan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia.

Adapun hal-hal yang memberatkan yaitu:

1. Perbuatan terdakwa yang merupakan

illegal fishing sangat merugikan

masyarakat dan Negara Republik Indonesia

(13)

13 2. Perbuatan terdakwa merusak

keberlanjutan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

3. Pemerintah Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya memberantas

illegal fishing

Hal-hal yang meringankan: 1. Terdakwa mengakui terus terang

perbuatannya dan bersikap sopan di persidangan sehingga memperlancar jalannya sidang

2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari 3. Terdakwa belum pernah dihukum 4. Terdakwa sebagai tulang punggung

bagi keluarganya di Vietnam dalam mencari nafkah.

Berdasarkan tuntutan jaksa penuntut umum, unsur-unsur dalam Pasal 26 dan Pasal 9 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan telah terpenuhi, fakta-fakta dalam persidangan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, keadaan yang memberatkan, keadaan yang meringankan dan barang bukti yang telah dihadirkan dipersidangan hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Akan tetapi penjatuhan pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak sesuai dengan ketentuan pasal, dimana Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjatuhkan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus rupiah) dan dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjatuhkan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Dalam putusan hakim, hakim mengabulkan seluruh tuntutan jaksa, akan tetapi putusan ini tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan serta dampak yang ditimbulkannya. Karena ikan yang ditangkap oleh terdakwa dapat merugikan nelayan Indonesia dan alat tangkap yang digunakannya alat tangkap yang dilarang yang dapat merusak keberlanjutan sumber daya laut.

Sanksi yang diberikan terlalu ringan karena tidak sesuai dengan isi pasal yang dilanggar, dimana sanksi yang terberat dalam Pasal 85 dan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda

(14)

14 paling banyak Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Walaupun perbuatannya diancam dengan hukuman pidana penjara dan pidana denda, namun sepanjang belum ada perjanjian antara pemerintah RI dengan negara pelaku tindak pidana, maka hukuman pidana penjara tidak dapat diterapkan dalam perkara perikanan yang terjadi di ZEEI. Dasar hukumnya adalah Pasal 102 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan ketentuan tentang pidana penjara dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) hufuf b, kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara yang bersangkutan. Pasal 5 ayat (1) menyatakan wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan meliputi:

a. Perairan Indonesia b. ZEEI

c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang

potensial di wilayah Republik Indonesia.

Penulis tidak setuju dengan hukuman, yakni berupa denda yang dijatuhkan oleh hakim dalam putusan ini, karena denda yang jumlahnya terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan kerugian yang telah ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan terdakwa, hal tersebut tidak akan memberi efek jera kepada pelaku dan hal ini membuktikan bahwa hukum di Indonesia masih sangat lemah.

III. Penutup A. Simpulan

Berdasarkan permasalahan dan pembahasan pada skripsi ini, maka penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan pidana terhadap tindak

pidana turut serta melakukan penangkapan ikan tanpa surat izin usaha perikanan berdasarkan putusan nomor 5/pid.sus-prk/2019/pn ptk tidaksesuai dengan peraturan Undang-Undangan. Pelaku dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perikanan yang melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 85 jo Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

(15)

15 31 tahun 2004 tentang perikanan tetapiterdakwa hanya dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa hal yaitu: pertimbangan yang bersifat yuridis berupa surat dakwaan, tuntutan, alat bukti, barang bukti, dan pasal yang dilanggar, pertimbangan yang bersifat non yuridis berupa fakta-fakta yang ditemukan, serta memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

B. Saran

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dapat penulis berikan saran sebagai berikut:

1. Adanya perubahan dalam ratifikasi konvensi perserikatan bangsa-bangsa pada Pasal 73 ayat (3) tentang Hukum Laut (UNCLOS) agar dapat menerapkan pidana kurungan pengganti denda sehingga dapat berlaku hukum Indonesia bagi nelayan asing. 2. Mencegah terjadinya tindak pidana

perikanan yang dapat merusak keberlanjutan sumber daya ikan.

3. Memberi hukuman yang berat kepada pelaku agar tidak mengulagi kesalahannya yang dapat merugikan negara.

4. Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam mengatasi illegal fishing Daftar Pustaka

Bambang Sunggono, 2015, Metodologi

Penelitian Hukum, Raja Grafindo,

Jakarta

Djoko Tribawono, 2013, Hukum Perikanan Indonesia, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung

Erna Dewi, Penegakan Hukum Terhadap

Pelaku Pencurian Ikan Oleh

Warga Negara Asing di Wilayah Laut Teritorial Indonesia, 15

Oktober 2019,

http://repository.lppm.unila.ac.id.p df

Gatot Supramono, 2011, Hukum Acara

Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan, Rineka Cipta,

Jakarta

Muladi, Barda Nawawi Arief, 2005,

Teori-teori dan Kebijakan Pidana, P.T.

Alumni, Bandung

Nunung Mahmudah, 2015, Illegal Fishing, Sinar Grafika, Jakarta

Rusli Muhammad, 2016, Potret Lembaga

Pengadilan Indonesia, Raja

Grafindo, Jakarta

Teguh Prasetyo, 2016, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis urgensi dan implementasi keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan keuangan Desa di Desa

ujung atau bidang muka ko1om di sebe1ahnya. Ln = Bentang bersih balok. VD,b "' Gaya geser balok akibat be ban mali tak berfaktor. VL,b • Gaya geser ba1ok akibat beban hidup

Pasal 287 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya

Whereas duty ethics would urge such an agent to follow moral principles when she is in doubt as to what to do in a given situation, virtue ethics suggests that agents are guided

Tampaknya makna sejarah di atas lebih cendrung menjelaskan tentang pelaku dari suatu peristiwa yang melalui contoh tersebut, pelakunya adalah pohon dan manusia. Berbeda dengan

Ada juga tanaman yang mempunyai bunga sempurna,namun susunan morfologi bunga tidak memungkinkan terjadinya self pollination, misalnya terpisahnya bunga jantan dan bunga betina