• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Biologi Udang Vaname

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Biologi Udang Vaname"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Biologi Udang Vaname

Wyban dan Sweeney (1991) mengklasifikasikan udang vaname dalam filum: Arthropoda, kelas : Malacostraca, sub kelas: Eumalacostraca, superordo: Eucarida, ordo: Decapoda, subordo: Dendrobrachiata, famili : Penaeidae, genus : Litopenaeus serta dalam species : Litopenaeus vannamei. Udang vaname disebut udang putih karena berwarna putih bening dengan corak kebiru-biruan, mempunyai 10 kaki dan bagian karapas berkembang hingga menutupi seluruh kepala dan thorak. Ciri lain udang vaname adalah gigi pada rostrum bagian atas dan bawah dimana bagian ventral dari rostrum terdapat 2 gigi, sedangkan bagian dorsal terdapat 8-9 gigi. Selain itu pada udang vaname mempunyai telikum terbuka tanpa tempat penyimpanan sperma pada udang betina serta ciri antena yang panjang.

Udang vaname termasuk jenis omnivora atau pemakan detritus dan digolongkan sebagai organisme katadromous dimana udang vaname dewasa hidup di laut sedangkan udang muda akan berpindah ke daerah pantai. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan udang vaname merupakan tipe pemakan lambat, tetapi terus menerus dan mencari makan melalui organ sensor. Pemijahan udang vaname secara alami terjadi pada kolom air laut pada suhu 26-280C dengan

salinitas sekitar 35 ppt. Telur akan menetas menjadi larva dan mulai menyukai permukaan air laut. Selama berada di permukaan laut, larva akan mengalami perubahan bentuk mulai dari nauplius, zoea, mysis dan post larva. Pascalarva masih membutuhkan pergantian cangkang beberapa kali. Menurut Murtidjo (1989) pascalarva 14-20 udang vaname mulai mencari tempat di muara sungai. Setelah beberapa bulan di daerah estuari, udang dewasa akan kembali ke lingkungan laut dalam dan mengalami kematangan seksual, kawin serta bertelur (Wyban dan Sweeney, 1991).

(2)

Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Air beserta kandungan yang terlarut di dalamnya merupakan media bagi kehidupan organisme perairan. Setiap jenis organisme perairan dapat hidup dan melakukan semua aktifitas kehidupan dengan baik jika ditunjang oleh kualitas perairan baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kelangsungan hidup organisme perairan ditentukan oleh kualitas perairannya. Udang mempunyai kisaran kualitas air tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan aktifitas kehidupannya dengan baik.

Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan (Effendie, 2002). Faktor lingkungan merupakan hal yang paling mempengaruhi tingkat kelulusan hidup organisme secara langsung (Holliday, 1969). Jika salinitas diturunkan ternyata udang vaname masih tetap dapat hidup, tetapi masih dihadapkan pada tingkat kelangsungan hidup yang masih rendah (47%) selama pemeliharaan 125 hari pada salinitas 2-5 ppt (Green, 2004).

Pertumbuhan adalah sebuah perubahan ukuran dari individu, biasanya meningkat serta dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau energi (Wootton, 1995). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan tetapi jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan berlebih dari keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit atau penggantian

(3)

sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan resultantenya merupakan perubahan ukuran (Effendie, 2002).

Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa pendekatan dalam mempelajari pertumbuhan dapat dilakukan melalui : (1) model pertumbuhan metabolik, (2) model matematik yaitu penelaahan pertumbuhan melalui pendekatan persamaan matematik dan kurva, dan (3) analisa pada tingkat sel melalui penelaahan pertumbuhan melalui perkembangan sel (multiplication, regeneration dan hypertrophy). Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa aspek yang berkaitan dengan pertumbuhan individu terutama yang berkaitan proses fisiologis meliputi regenerasi, metamorfosa dan moulting. Regenerasi berkaitan dengan kondisi binatang/hewan yang memiliki kemampuan untuk menyusun kembali jaringan/bagian tubuh yang telah hilang, baik pada waktu proses fisiologis normal maupun rusak karena luka. Metamorfosa dihubungkan dengan reorganisasi jaringan pada stadia pasca embrio yang biasanya dialami suatu organisme dalam rangka mempersiapkan diri untuk hidup dalam suatu habitat yang berbeda. Pengertian moulting berkenaan dengan proses pelepasan secara periodik cangkang yang sudah tua dan pembentukan cangkang baru dengan ukuran yang lebih besar. Pada krustase (udang), pertumbuhan terjadi secara berkala setelah pergantian kulit. Pertambahan panjang dan bobot tubuh akan terhambat bila tidak didahului oleh ganti kulit.

Seperti halnya arthropoda lain, pertumbuhan udang vaname tergantung dua faktor yaitu frekuensi moulting (waktu antara moulting) dan peningkatan pertumbuhan (berapa pertumbuhan setiap moulting baru) (Wyban dan Sweeney, 1991). Kecepatan pertumbuhan merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun akan menurun apabila kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok (Wickins dan Lee, 2002). Hasil kajian Saoud et al., (2003) menyatakan bahwa laju pertumbuhan spesifik individu pascalarva udang vaname sebesar 3,69% selama 28 hari di tangki pemeliharaan bersalinitas 6 ppt. Sedangkan selama pemeliharaan 30 hari di tambak bersalinitas 35 ppt, ternyata laju pertumbuhan spesifik individu pascalarva udang vaname mencapai 15% (Budiardi, 2007).

(4)

Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah padatan dalam gram dari garam-garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut, setelah semua karbonat diubah menjadi oksida, semua bromide dan ion iodin sudah ditansformasikan sehingga ekuivalen dan semua bahan organik telah dioksidasi (Stickney, 1979). Definisi lain dari salinitas adalah konsentrasi total ion-ion yang terlarut di dalam air dan biasanya dinyatakan dalam satuan g/kg atau ‰. Terdapat 7 ion yang sangat berpengaruh dalam menentukan salinitas perairan, yaitu Na, K, Mg, Ca, Cl, sulfat dan bikarbonat (Boyd, 1982).

Salinitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam sifat kimia air dan keberadaanya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu pertumbuhan ikan. Salinitas merupakan faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan organisme yakni jumlah pakan yang dikonsumsi, laju pertumbuhan, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup (Kinne, 1964). Salah satu aspek fisiologis ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh (Holliday, 1969).

Perbedaan konsentrasi cairan tubuh ikan dengan konsentrasi lingkungannya akan mengganggu kelangsungan poses fisiologis yang normal dalam tubuh ikan. Untuk mengatasi hal tersebut ikan akan melakukan proses osmoregulasi. Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis tubuhnya berjalan normal (Rahardjo, 1980). Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan (Haliman dan Adijaya, 2005). Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik, dimana semakin rendah salinitas maka akan semakin rendah tekanan osmotiknya (Vernberg and Vernberg, 1972).

Sifat osmotik air tergantung pada ion-ion yang terlarut dalam perairan. Semakin tinggi jumlah ion yang terlarut dalam air maka salinitas dan kepekatan

(5)

osmotik larutan akan semakin tinggi sehingga semakin tinggi juga tekanan osmotik media. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik air laut yaitu Na+ dan Cl- dengan kandungan 30,61% dan 55,04% dari total seluruh ion yang terlarut di dalam air (Nybakken, 1988).

Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan respon kompensasi dari suatu organisme terhadap perubahan beberapa faktor lingkungan, sedangkan jika hanya dipengaruhi oleh satu faktor lingkungan disebut dengan aklimasi (Affandi dan Tang, 2002). Larva udang vaname diproduksi pada salinitas 28-35 ppt, tetapi pada stadia pascalarva salinitas yang digunakan biasanya lebih rendah. Sebelum dimasukkan ke tambak, pascalarva udang vaname harus diadaptasikan terlebih dahulu pada salinitas rendah secara gradual yang bertujuan untuk mengurangi resiko kematian akibat stres. Penurunan salinitas yang dilakukan tidak boleh lebih dari 1 atau 2 ppt per jam (Boyd, 1982). Krustase laut yang ditempatkan dalam air laut yang lebih encer akan mengalami kehilangan ion-ion melalui permukaan tubuh dan urin. Organisme tersebut bisa mati bila perubahan osmotik yang dialami sangat besar. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan sejumlah energi metabolik yang besar dan sebanding dengan laju kehilangan ion dari tubuh maupun urin (Lockwood, 1967 dalam Riani, 1990).

Pada salinitas yang diturunkan, udang masih dapat hidup dan tumbuh, hanya saja masih sangat tergantung pada stadia udang. Pascalarva 10 udang vaname dapat hidup lebih baik pada salinitas di atas 4 ppt dibandingkan pada salinitas 2 ppt, namun pada PL15 hingga PL20 dapat hidup hingga 1 ppt. Selain stadia umur,

aklimatisasi dan nutrisi, keberadaan unsur seperti kalium, kalsium dan sulfat juga mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang yang dibudidayakan di media bersalinitas rendah (Davis et al., 2002).

Mineral Kalsium dan Kalium

Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton, enzim dan kofaktor beberapa protein, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktifitas saraf. Tidak seperti hewan darat, krustasea air dapat memanfaatkan larutan mineral dalam air

(6)

(Deshimaru dan Yone, 1978; Wickins dan Lee, 2002). Kebutuhan kuantitas mineral adalah tidak tetap diantara individu spesies dan kondisi lingkungan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentrasi mineral yang terdapat pada air laut dan air tawar. Perbedaan kandungan konsentrasi ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut

Ion Konsentrasi (ppm)

Air Tawar* Air Laut#

Cl- 3-50 18.800 Na+ 2-100 10.770 SO42- 1-100 2.715 Mg2+ 1-70 1.290 Ca2+ 4-100 412 K+ 0,2-10 380 HCO3- 2-300 180 Br- - 67 H3BO3- - 26 Sr2+ - 8 Fe2+ 0,1-3 -

Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003) # = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006)

Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang bermuatan dua ion positif (Piliang, 2005). Kalsium mempunyai peranan penting dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99% kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau tulang. Penambahan kalsium pada kolam budidaya lewat pengapuran bertujuan untuk menetralkan ion Al, Fe, H, dan Mn, serta menambah unsur Ca dan Mg ke dalam perairan. Penetral utama dalam kapur yaitu karbonat (CO32-) yang

menghasilkan OH-, sehingga akan merangsang perombakan bahan organik menjadi dipercepat. Wickins dan Lee (2002) mengemukakan bahwa adanya kandungan kapur yang tinggi dalam perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan

(7)

udang. Untuk golongan penaeid alkalinitas yang diperlukan sekitar 150-200 mg/l CaCO3 (Wickins dan Lee, 2002).

Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energetik untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al., 2003).

Kalium adalah suatu elemen intraseluler yang penting. Ion ini sangat berpengaruh dalam metabolisme ketika pengeluaran energi dibutuhkan dalam rangka menjaga konsentrasi konstan gradien melewati dinding sel. Berbagai jenis bahan yang dibutuhkan sel dibawa melalui transpor aktif natrium (Na+) yang terhubungkan dengan transpor K+ di bagian dalam sel melalui sepasang pompa

ion. Sistem ini menggunakan energi dari ATP yang digambarkan sebagai Na+K+ATPase (Larvor, 1983). Ion kalium (K+) merupakan unsur pokok yang ditemukan sedikit dalam perairan payau dan tawar. Pada krustase aktifitas enzim tergantung konsentrasi K+ yang berperan mempertahankan keadaan konstan

dalam hemolim ketika terjadi fluktuasi salinitas lingkungan perairan (McGraw dan Scarpa 2003). Kandungan mineral yang terdapat dalam udang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006) Jenis Mineral Konsentrasi (mg/kg)

Natrium 2.240 Kalium 1.820 Fospor 1.370 Kalsium 390 Magnesium 340 Besi 30,89 Seng 15,60 Tembaga 1,93 Mangan 0,34

(8)

Berbagai penelitian melaporkan mengenai aklimatisasi ke media bersalinitas rendah, dan menunjukkan bahwa pemanfaatan kalium ternyata paling dominan berperan dalam peningkatan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname (Davis et al., 2002; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007). Roy et al., (2007 ) melaporkan bahwa adanya peningkatan K+ media secara signifikan meningkatkan persentasi penambahan bobot dan kelangsungan hidup benih udang vaname. Perlakuan yang dicobakan yaitu 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm. Hasil maksimal yang dicapai yaitu pada konsentrasi kalium 40 ppm, sehingga belum memenuhi kebutuhan kalium optimal. Penelitian lain mengungkapkan bahwa penggunaan senyawa yang mengandung kalium ternyata dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname setelah aklimatisasi (Davis et al., 2005). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kalium yang terkandungdalam bentuk larutan KCl atau campuran KCl dan MgCl2

dalam media menghasilkan nilai kelangsungan hidup benih udang vaname relatif sama, sedangkan pada media tanpa penambahan kalium memperlihatkan tingkat kelangsungan hidup benih udang vaname yang rendah.

Glukosa Darah sebagai Indikator Respon terhadap Stres

Perubahan lingkungan (enviromental changes) akibat perubahan salinitas perairan dapat mengakibatkan stres pada udang. Bila udang mengalami stres, udang tersebut menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al., 1980) dan katekolamin (Woodward, 1982). Sandnes dan Waagbo (1991) dalam Marzuqi et al., (1997) menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa pada tubuh yang dipicu oleh hormon kortisol dan katekolamin tersebut.

Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah

(9)

glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Piliang dan Djojosoebagio, 2000).

Fisika Kimia Air

Kelangsungan hidup udang sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang menjadi media tempat hidupnya. Bila kualitas air tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka kelangsungan hidup udang akan terganggu. Kualitas air dapat dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi. Salah satu parameter fisika perairan yang sangat berperan terhadap kehidupan organisme air adalah temperatur. Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan (Effendi, 2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Hirono (1992) dalam Budiardi (1998) menyatakan

suhu optimal bagi pertumbuhan udang antara 28-320C.

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman suatu perairan dan mewakili konsentrasi ion-ion hidrogen (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). Udang dapat hidup baik pada pH 6-9 (Boyd, 1991). Konsentrasi pH air akan berpengaruh terhadap nafsu makan udang dan reaksi kimiawi di dalam air. Selain itu pH air yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam ganti kulit dimana kulit menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Chien, 1992).

Stickney (1979) menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut akan membahayakan organisme air karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena penyakit dan bahkan kematian. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang optimum bagi udang adalah di atas 4 mg/l (Liao dan

(10)

Huang, 1975 dalam Chien, 1992). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.

Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-)

(Wheaton, 1977 dalam Budiardi, 1998). Boyd (1991) mengemukakan bahwa alkalinitas yang baik bagi udang hendaknya lebih dari 20 mg/l CaCO3. Kesadahan

menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta ion logam polivalen lainya. Kesadahan air yang paling utama adalah ion Ca2+ dan Mg2+, oleh karena itu

hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air (Boyd, 1982). Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar 20-150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney, 1979).

Amoniak merupakan salah satu hasil sampingan dari proses perombakan bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Kandungan amoniak sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amoniak menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NH4

yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis (Widigdo dan Soewardi, 1999). Konsentrasi amoniak dalam air sangat tergantung pada pH, suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka kandungan amoniak akan meningkat relatif lebih tinggi daripada amonium, serta meningkatkan daya racunnya terhadap udang. NH3 relatif lebih rendah daripada NH4+ pada perairan

yang bersalinitas dan sadah (Stickney, 1979). Toksisitas amoniak meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif aman

untuk udang Penaeus sp adalah di bawah 0,1 mg/l (Liu, 1989).

Gambar

Tabel  1.  Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut
Tabel 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006)  Jenis Mineral  Konsentrasi (mg/kg)

Referensi

Dokumen terkait

Kondensor merupakan salah satu peralatan penting dalam sebuah proses di power plant khususnya pada sistem PLTU Bukit Asam yang fungsinya adalah untuk mengkondensasikan uap

belakangan udah mulai banyak anggotanya, nggak cukup kalau buat di rumah gitu, terus kita nyewa gedung, pernah nyewa di Balai Widya, terus pernah di polisi itu,

Hasil penelitian menunjukkan: (l) rerata skor hasil belajar sis- wa melalui pembelajaran metode pemecahan masalah lebih tinggi secara signifikan dibanding yang melalui

Selain itu, dengan tidak adanya formalin pada buah impor menandakan pengawetan buah yang digunakan untuk buah impor yang beredar di pasar modern kota Ambon

Dengan adanya masalah pemasaran dan pelatihan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Surabaya maka dibutuhkan peran serta pemerintah khususnya Dinas Koperasi

Suatu pengendalian pr%yek yang eekti memerlukan teknik dan met%de. Suatu pengendalian pr%yek yang eekti memerlukan teknik dan met%de. 'isalnya! pada suatu

Kelompok Kontrol Negatif (K-) Pemberian minum dan pakan BR-1 sebanyak 20 gram/hari/tikus setiap hari selama 28 hari. Kelompok I Pemberian minum, pakan BR-1 sebanyak

Kesimpulan: Ibu dan balita dengan status gizi kurang (underweight) memiliki tingkat kecukupan asupan energi, lemak, karbohidrat, zink dan zat besi lebih rendah dibandingkan