• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BULU AYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PAKAN IKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN BULU AYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PAKAN IKAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BULU AYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PAKAN IKAN

Lusi Herawati Suryaningrum

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No.1, Bogor 16154

E-mail: lusihera@yahoo.co.id ABSTRAK

Bulu ayam merupakan hasil samping industri pemotongan ayam yang cukup potensial sebagai alternatif bahan baku pakan ikan. Industri perunggasan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Populasi ayam pedaging di Indonesia pada 2010 mencapai 1.249.952.000 ekor. Setiap satu ekor ternak unggas yang dipotong, didapatkan bulu sebanyak ± 6% dari bobot hidup dengan bobot potong ± 1,5 kg dan rata-rata umur pemotongan 35 hari. Sehingga ketersediaan dan kontinuitas bahan baku bulu ayam ini cukup terjaga. Kandungan protein bulu ayam kering lebih tinggi dibandingkan bungkil kedelai dan tepung ikan, yaitu sekitar 80%-90%. Akan tetapi tingkat kecernaan proteinnya rendah, karena sebagian besar terdiri atas protein dalam bentuk keratin yang sukar larut dalam air dan sulit dicerna. Pemanfaatan bulu ayam sebagai bahan baku pakan ikan, harus didahului beberapa perlakuan untuk memecah ikatan sulfur dari sistin yang membentuk keratin dalam bulu ayam. Perlakuan tersebut antara lain secara fisika dengan temperatur dan tekanan, perlakuan kimia dengan menggunakan asam dan basa, perlakuan biologis dengan enzim atau mikroba, serta kombinasi ketiganya. Bulu ayam yang telah mengalami perlakuan dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan.

KATA KUNCI: bulu ayam, protein kasar, pakan ikan PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan komponen penting, bahkan merupakan kunci keberhasilan dari usaha budidaya. Komponen biaya pakan mencapai 60%-70% dari total biaya produksi (Kamarudin & Usman, 2008). Harga pakan ikan komersil yang terus meningkat dari waktu ke waktu membawa masalah serius bagi para pembudidaya. Upaya untuk mendapatkan sumber bahan baku pakan alternatif terus-menerus dilakukan.

Intensifikasi budidaya perikanan menuntut ketersediaan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai, tepat waktu, mudah, murah, dan berkesinambungan. Budidaya sistem intensif yang menuntut padat tebar per satuan luas yang tinggi membuat ruang gerak ikan menjadi sangat terbatas dan pakan alami tidak sempat tumbuh lagi, sehingga dibutuhkan pakan tambahan atau pakan buatan (Mudjiman, 2009). Soeseno dalam Herawati (2005) menyatakan bahwa dalam budidaya ikan dengan pemberian pakan buatan, produksi dapat dinaikkan sampai dua kali lipat dari produktivitas semula. Tentu harus dipertimbangkan juga mengenai efisiensi pakan sehingga tidak membuat biaya produksi melonjak yang berakibat pada kecilnya margin keuntungan yang diterima oleh para pembudidaya. Bulu ayam yang merupakan hasil samping industri pemotongan ayam cukup potensial untuk digunakan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan1. Jumlah ayam yang dipotong meningkat setiap tahunnya (Tabel 1). Tepung bulu ayam memiliki kandungan protein kasar relatif tinggi. Murtidjo (2001) menyatakan bahwa protein kasar yang terkandung dalam tepung bulu ayam sebesar 86,50%. Sedangkan informasi dari Rebafka & Kulshresta (2009) menyebutkan sekitar 90%.

Tulisan ini bertujuan mengulas potensi bulu ayam, keterbatasan dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Ulasan ini bermanfaat untuk mengevaluasi potensi hasil samping bulu ayam sebagai bahan pakan ikan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

(2)

HASIL DAN BAHASAN Potensi Bulu Ayam

Bulu ayam merupakan hasil samping industri pemotongan ayam, terdapat dalam jumlah yang sangat besar (Tabel 1). Menurut Packham dalam Adiati et al. (2004), dari hasil pemotongan setiap ekor ternak unggas, didapatkan bulu sebanyak ± 6% dari bobot hidup dengan bobot potong ± 1,5 kg.

Besarnya jumlah bulu ayam ini tentu saja menjadi masalah bagi lingkungan. Tidak hanya di Indonesia, masalah hasil samping bulu ayam ini juga menjadi isu di Inggris dan Amerika (Riyadi, 2010). Kebanyakan pelaku penghasil hasil samping bulu ini mengatasinya terutama dengan membakar atau mengubur, yang justru menimbulkan masalah baru. Pembakaran akan menyebabkan pencemaran udara dan penguburan akan menimbulkan pencemaran tanah mengingat di dalam bulu ayam terkandung keratin yang sukar terdekomposisi oleh proses alamiah. Produsen bulu yang kurang bertanggung jawab bahkan membuangnya ke bak penampungan sampah umum atau dibuang ke daerah aliran sungai. Di daerah industri pemotongan ayam Kebon Pedes, Bogor, hal ini sudah menjadi masalah lingkungan, masyarakat sekitar mengeluhkan bulu ayam yang banyak menumpuk di pinggir sungai, menimbulkan bau tidak sedap dan mencemari air sungai (Sugita et al., 1995). Sementara itu,

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Populasi (000) ekor*) 811189 797527 891659 902052 991281 1249952 Bobot potong (000) ton1) 1070769 1355796 1515820 1533488 1685178 2124918 Daging yang dipasok (000) ton2) 803077 1016847 1136865 1150116 1263883 1593689 Produksi bulu (000) ton3) 64246 81348 90949 92009 101111 127495

Uraian Tahun

Tabel 1. Populasi ayam ras pedaging dan perkiraan potensi bulu ayam di Indonesia

Keterangan :

*) BPS (2011)

1 ) Bobot potong = populasi x 1,32 (rataan bobot potong di lapang)

2 ) Bobot daging setara dengan 75% dari bobot potong

3 ) Produksi bulu unggas kering setara dengan 6% dari bobot potong

64246

81347

90949 92009 101110

127495

2005 2006 2007 2008 2009 2010

(3)

warga Kampung Mageru Kidul, Sragen, mengeluhkan hasil samping bulu ayam di rumah salah satu warga setempat yang menebarkan bau tak sedap (Anonim, 2010).

Penerapan teknologi pengolahan bulu ayam yang tepat akan membawa manfaat besar, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan juga sebagai sumber protein alternatif pengganti tepung ikan dan bungkil kedelai dalam pakan ikan. Mengingat kedua bahan utama dalam formulasi pakan tersebut masih sangat tergantung pada impor.

Nutrien, Asam Amino, dan Keratin yang Terkandung dalam Tepung Bulu Ayam

Bulu ayam harus ditepungkan terlebih dahulu untuk dapat dijadikan sebagai bahan pakan. Menurut Rasyaf (1993), tepung bulu ayam mengandung protein kasar cukup tinggi, yakni sekitar 82%-91%. Anonim (2003) menyebutkan protein kasar yang terkandung dalam tepung bulu ayam sekitar 80%-91% dari bahan kering (BK). Perbandingan komposisi nutrien dari TBA (tepung bulu ayam) yang lebih tinggi dari TI (tepung ikan) danTBK (tepung bungkil kedelai) terdapat pada Tabel 2.

Widodo (2002) menyebutkan bahwa bahan makanan sumber protein harus mengandung asam amino esensial yang lengkap yaitu metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, lisin, valin, dan fenil alanin. Jika suatu bahan pakan kekurangan salah satu jenis asam amino, maka harus dilengkapi oleh bahan pakan yang lain. Perbandingan komposisi asam amino esensial TBA, TI, dan TBK disajikan pada Tabel 3.

Sayangnya kecernaan protein dari tepung bulu ayam ini relatif rendah, hal ini dikarenakan protein kasar tersebut sebagian besar terdapat dalam bentuk keratin yang tidak mudah dicerna. Keratin merupakan protein serat yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat pada rambut, kuku, dan semua produk epidermal (Harouwitz, 1984). Kecernaan tepung bulu ayam rendah karena adanya asam amino sistin yang saling berikatan membentuk ikatan disulfida, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Keratin tidak larut dalam pemanasan alkali dan tidak larut dalam saluran pencernaan atau pankreas (Underhill, 1952), untuk memanfaatkan bulu ayam sebagai bahan pakan maka ikatan-ikatan kimia terutama disulfida harus diputuskan agar bulu dapat dicerna.

Teknologi yang selama ini banyak digunakan untuk mendekomposisi terutama ikatan disulfida dalam TBA ada beberapa macam, yaitu: perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan, perlakuan kimia dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCl), perlakuan enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme (fermentasi), serta kombinasi ketiga metode tersebut. Teknologi fermentasi adalah teknologi yang selama ini paling banyak digunakan untuk mendekomposisi keratin dalam bulu ayam. Beberapa mikroba yang sering dipakai dalam fermentasi bulu ayam adalah: Bacillus,

Steptomyces, Mocus, dan Rhyzopus (Grazziotin et al., 2006).

Sumber : http://www.krjogja.com

(4)

Perlakuan di atas dilakukan sebelum bulu ayam dikeringkan dan dijemur. Tepung bulu yang dihasilkan dinamakan tepung bulu terolah atau terhidrosis.

Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dalam Formulasi Pakan Ikan

Tacon et al. (1983) menyebutkan bahwa TBA dapat menggantikan tepung ikan sampai 30% pada formulasi pakan ikan nila dengan penambahan asam aminoMethioni ne atau Histidine atau L-Lisin atau gabungan dari 3 asam amino tersebut sekaligus dan mendapatkan rasio efisiensi lebih tinggi jika dibandingkan dengan formulasi tanpa penambahan asam amino. Somseueb & Boonyaratpalin (2001) melaporkan bahwa hidrolisat TBA dapat menggantikan tepung ikan maksimal sebanyak 25% dalam formulasi pakan untuk ikan lele, disebutkan juga bahwa pertambahan bobot, sintasan, FCR, dan retensi protein semakin menurun dengan pertambahan TBA dalam formulasi pakan. Subtitusi TI dengan TBA pada level 25% memberikan laju pertumbuhan terbaik tapi tidak berbeda nyata dengan level 0% dan 50%. Laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang mengandung 0%, 25%, dan 75% TBA terfermentasi tidak berbeda nyata. Tapi ikan yang diberi pakan dengan komposisi 25% TBA menunjukan laju pertumbuhan yang paling mirip dengan kontrol (0% TBA). Penelitian yang dilakukan oleh Arunlertaree & Rakyuttithamkul (2006) menyatakan bahwa hidrolisat TBA yang diperoleh melalui proses fermentasi menggunakan ragi roti dapat menggantikan TI sampai dengan

Tabel 2. Komposisi nutrien tepung bulu ayam, tepung ikan, dan tepung bungkil kedelai

Sumber: (*) NRC (1994); (**) SNI (1992); (***) Sosroamidjojo (1991)

Bulu ayam*) Ikan**) Bungkil kedelai***)

Berat kering 93,3 - 88,4 Serat kasar 0,9 1,5-3 10,4 Protein kasar 85,8 45-65 42,7 Lemak 7,21 8-12 9 Kadar abu 3,5 20-30 11,5 Ca 1,19 2,5-7 -P 0,68 1,6-4,7 -Tepung (%) Nutrien

Bulu ayam Ikan Bungkil kedelai

Arginin 5,57 4,21 3,14 Histidin 0,95 1,74 1,17 Isoleusin 3,91 3,23 1,96 Leusin 6,94 5,46 3,39 Lisin 2,28 5,47 2,69 Metionin 0,57 2,16 0,62 Fenilalanin 3,94 2,82 2,16 Treonin 3,81 3,07 1,72 Triptofan 0,55 0,83 0,74 Valin 5,93 3,90 2,07 Asam amino esensial Tepung (%)

Tabel 3. Komposisi asam amino pada TBA, TI, dan TBK

(5)

25% dalam formulasi pakan ikan lele. Mula-mula TBA difermentasi dengan ragi roti dan tepung ubi kayu dengan persentase sama dengan persentase TBA dalam formulasi pakan, selama 48 jam, diaduk setiap 4 jam sekali. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Persentase TBA dalam pakan untuk setiap perlakuan adalah 0% (A) sebagai kontrol; 25% (B); 50% (C); 75% (D); 100% (E). Kadar protein kasar pakan buatan berkisar antara 30%-32%. Ikan perlakuan ditebar sebanyak 20 ekor dengan bobot sekitar 70±0,5 g ke dalam akuarium kapasitas 120 L dengan sistem resirkulasi dan aerasi. Ikan diberi makan 2 kali sehari setiap jam 9 pagi dan jam 4 sore. Sampling dilakukan setiap 2 minggu untuk menghitung jumlah ikan dan total biomassa. Penelitian dilakukan selama 8 minggu. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan digunakan uji jarak berganda Duncan untuk menentukan perbedaan pada setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa retensi protein pada ransum yang mengandung 25% TBA tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan 0% dan 50% TBA, akan tetapi lebih tinggi daripada ransum dengan TBA sebanyak 75% dan 100%. Hasil penelitian Anggriana et al. (1999) melaporkan bahwa TBA dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung ikan sebanyak 50% dalam pakan buatan. Ikan yang digunakan adalah gurami (Osphronemous gouramy) dengan bobot rata-rata 2 g dan panjang rata-rata 2,5 cm. Ikan dipelihara dalam 20 buah akuarium dengan ukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm dan didisi air sebanyak 60 L. Padat penebaran ikan sebanyak 15 ekor per akuarium. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan A (100% TI + 0% TBA), perlakuan B (75% TI + 25% TBA), perlakuan C (50% TI + 50% TBA). Perlakuan D (75% TI + 25% TBA) dan perlakuan E (0% TI + 100%) dalam pakan buatan berkadar protein 40,77% dengan frekuensi pemberian pakan empat kali. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian TBA dan TI berpengaruh terhadap laju sintasan (94,70%) dan laju pertumbuhan (4,24%) serta pertumbuhan panjang (4,58 cm) dari benih ikan gurami. Penggunaan TBA 100% dalam pakan, tidak memberikan laju sintasan dan laju pertumbuhan, serta pertambahan panjang yang maksimal bila dibandingkan dengan penggunaan 50% TBA. Hal ini diduga karena perlakuan C (50% TI + 50% TBA) merupakan kombinasi TI dan TBA yang paling sesuai. Arunlertaree & Moolthongnoi (2008), telah mengadakan penelitian mengenai TBA terfermentasi untuk menggantikan TI dalam ransum ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Ikan dipelihara dalam 15 akuarium dengan padat tebar 4 ekor/akuarium selama 12 minggu. Bobot ikan yang digunakan 120,0±5,0 g. Komposisi TBA/TI dalam tiap perlakuan adalah 0/100 (A), 25/75 (B), 50/50 (C), 75/25 (D), dan 100/0 (E). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menyatakan bahwa TBA dapat menggantikan TI pada level 25%-50% pada formula pakan nila (Oreochromis niloticus).

Sumber: http://www.elmhurst.edu

(6)

PENUTUP

TBA yang melimpah dan kandungan proteinnya yang tinggi membuat TBA cukup potensial untuk digunakan sebagai alternatif pengganti TI dalam formulasi pakan ikan. Adanya keratin yang cukup tinggi dapat didekomposisi menggunakan beberapa metode, terutama melalui teknologi fermentasi. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, TBA terolah/terhidrolisis terbukti mampu menggantikan peran TI secara parsial dalam berbagai level, di dalam formulasi pakan ikan.

DAFTAR ACUAN

Anonim. 2003. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 25(6).

Anonim. 2010. Warga Keluhkan Hasil samping Bulu Ayam. http://www.krjogja.com. Diakses tanggal 15 juli 2011.

Anonim. 2011. Harga daging ayam broiler merangkak naik. http://www.obrolanbisnis.com. Diakses tanggal 15 juli 2011.

Adiati, U., Puastuti, W., & Mathius, I-W. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan ternak ruminansia. Wartazoa, 14(1).

Anggriana, T., Rostika, R., & Rustikawati, I. 1999. Pengaruh Tepung Bulu Ayam dan Tepung Ikan dalam Pakan terhadap Laju Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). http:/ /bbat-sukabumi.tripod.com. Diakses tanggal 15 Juli 2011.

Arunlertaree, C. & Rakyuttithamkul, Ek. 2006. Utilization of Fermented Feather Meal as a Replacement of Fish Meal in the Diet of Hybrid Clarias Catfish. Kasetsart J. (Nat. Sci.), 40: 436-448 .

Arunlertaree, C. & Moolthongnoi, C. 2008. The Use Of Fermented Feather Meal For Replacement Fish Meal In The Diet Of Oreochromis Niloticus. Environment and Natural Resources J., 6(1).

Grazziotin, A., Pimentel, F.A., de Jong, E.V., & Brandelli, A. 2006. Nutritional Improvement of Feather Protein by Treatment with Microbial Keratinase. Animal Feed Science And Technology, 126: 135-144. Herawati, V.E. 2005. Manajemen Pemberian Pakan Ikan. Pengembangan Mata Kuliah. Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Kamarudin & Usman. 2008. Pemanfaatan Tepung Anak Ayam (DOC) untuk Mensubstitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Budidaya. Media Akuakultur, 3(1).

Mudjiman, A. 2009. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Depok.

National Reserach Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th edition. National Academic Press. Washington D.C.

Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rasyaf, M. 1993. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rebafka, F. & Kulshrestha, A. 2012. Adding Value to Feathermeal. www.Ge-oro.de/templates/imagines/ news/48.pdf. Diakses 5 Januari 2012.

Riyadi, S. 2010. Sustainable Design, Manfaat Bulu Ayam sebagai Green Material. http:// o2indonesia.files.wordpress.com/2010/03/27109029_uts.pdf. Diakses tanggal 15 Juli 2011. Somsueb, P. & Boonyaratpalin, M. 2001. Use of Feather Meal in Hybrid Clarias Catfish Feed (Clarias

macrocephalus x Clarias gariepius). Technical Paper No. 5/2001. Feed Quality Control and Development

Division, Department of Fisheries. Bangkok.

Sosroamidjojo, M.S. 1991. Ternak Potong dan Kerja. Yasaguna, Jakarta.

Sugita, P., Tohir, D., & Fatma, Z. 1995. Sistem pengolahan bulu dan hasil samping cair industri potong ayam (studi kasus pada industri pemotongan ayam Kebon Pedes, Bogor). Akta Kimia, 5(1). Tacon, G.J., Jauncey, K., Falaye, A., Pantha, M., MacGowan, I., & Stafford, E.A. 1983. The Use of Meat

and Bone Meal, Hydrolyzed Feather Meal and Soybean Meal in Practical Fry and Fingering Diets For Oreochromis niloticus. International Symp. On Tilapia in Aquaculture, Nazareth, Israel, Tel Aviv, Israel, p. 356-365.

Gambar

Tabel 1. Populasi ayam ras pedaging dan perkiraan potensi bulu ayam di Indonesia
Gambar  2. Bulu  ayam  yang  meresahkan  warga
Gambar  3. Ikatan  disulfida  yang terdapat  dalam  keratin

Referensi

Dokumen terkait

Pada perlakuan A3B3 (30% limbah bulu ayam : 70% limbah kulit kacang tanah) memiliki nilai kekuatan tarik terendah yaitu 0.4686 N, hal ini disebabkan karena serat pada bulu ayam yang

Kematian pada pakan perlakuan A dan C diduga tidak disebabkan oleh keracunan pakan karena pakan tersebut merupakan pakan dibuat dari bahan baku yang umum

Kematian pada pakan perlakuan A dan C diduga tidak disebabkan oleh keracunan pakan karena pakan tersebut merupakan pakan dibuat dari bahan baku yang umum

Pada kertas dengan komposisi serat dan selulosa yang seimbang membuat ikatan serat yang terbentuk lebih panjang karena menurut (Wulandari, 2013) kandungan serat pada bulu

pemotongan ayam terbebani dalam penanganan terhadap bulu ayam Penanganan diserahkan kepada kelompok karang taruna Peralatan dan mesin untuk mengolah limbah bulu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan nilai kandungan protein dalam pakan buatan yang ditambahkan dengan hidrolisat tepung bulu ayam dan untuk

Kematian pada pakan perlakuan A dan C diduga tidak disebabkan oleh keracunan pakan karena pakan tersebut merupakan pakan dibuat dari bahan baku yang umum

Kematian pada pakan perlakuan A dan C diduga tidak disebabkan oleh keracunan pakan karena pakan tersebut merupakan pakan dibuat dari bahan baku yang umum