• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Arab. Membosankan. Kenapa harus ada pelajaran seperti itu di sekolah ini? Tidak bisakah pelajaran itu diganti dengan pelajaran yang lebih wah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahasa Arab. Membosankan. Kenapa harus ada pelajaran seperti itu di sekolah ini? Tidak bisakah pelajaran itu diganti dengan pelajaran yang lebih wah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ahasa Arab. Membosankan. Kenapa harus ada pelajaran seperti itu di sekolah ini? Tidak bisakah pelajaran itu diganti dengan pelajaran yang lebih wah dan menarik. Seperti Bahasa Jerman atau Bahasa Mandarin misalnya. Setidaknya itu lebih berguna dari pada Bahasa Arab.

Abi Farukh. Beliaulah guru Bahasa Arab kami. Beliau menyuruh kami untuk memanggilnya dengan sebutan abi. Biar akrab, katanya. Sebenarnya kesalahan bukan berasal dari Abi Farukh. Kesalahan itu berasal dari bahasanya. Pelajarannya. Bahasa yang sangat tidak aku mengerti. Dan memang dari kecil pun aku tidak pernah dan tidak mau tahu dengan BAHASA ARAB. Tentu saja ketika pertama kali buku cetak ilmu itu disodorkan di depan mukaku, kaget aku. Apaan nih?!

Awalnya aku merasa lega karna Abi memberikan sebuah keistimewaan kepadaku. Keistimewaan sebab tidak mengerti pelajarannya. Katanya, lama-kelamaan aku akan bisa juga. Gimana mau bisa! Huruf hijaiyah saja aku nggak hapal. Akhirnya lama-kelamaan posisi keistimewaan itu terancam.

(2)

Terancam karna bulan depan akan diadakan tes tertulis di papan tulis satu persatu.

Kalau begini caranya, bisa hancur reputasi ku di depan abi. Gak lucu kan kalau tiba-tiba nilai bahasa arabku rendah. Soalnya selama ini nilai ulangan ku cukup tinggi dan memuaskan. Tentu saja itu bukan pekerjaanku. Itu pekerjaan Sheira, teman sebangkuku yang sangat terobsesi dan tergila-gila dengan bahasa arab. Sudah! Cukup! Aku bisa memikirkan cara untuk tes itu nanti. Jangan sekarang! Buat kepala tambah pusing saja.

“ana alhamdulilah bil kohir”

Suara Abi mulai membuyarkan lamunanku. Ku tatap lelaki yang kira-kira berumur tigapuluh tahun

tersebut. Kacamatanya yang mirip dengan

kacamata Harry potter sering kali membuatku tertawa geli. Ditambah lagi dengan baju bercorak kotak-kotak besar yang selalu dikenakannya kesekolah serta celana diatas pinggang. Mirip Jojon. Duh, Abi Farukh ..

“Zsa, kenapa cekikikan sendiri?” tangan Sheira menyenggolku pelan. Ternyata dari tadi dia memperhatikanku juga. Padahal biasanya kalau dalam kelas Bahasa Arab, gajah lewat pun tidak dihiraukannya.

(3)

“masak lo nggak tahu? Biasa lah” kulirik Abi Farukh sekilas lalu kembali cekikikan kecil.

“Dasar lo! Gimana mau pinter bahasa arab, kalau kerjanya gini terus” katanya lalu kembali menatap serius kearah Abi.

“Seribu tahun pun, gue nggak bakal ngerti pelajaran ini.” Kataku lalu kembali cekikikan.

Kulihat raut wajah Sheira. Terlihat sebentuk kekesalan disana. Namun mendadak wajahnya

cerah dan beberapa senyuman tergambar.

Kuperhatikan lagi dia dengan seksama. Dia sekarang tidak menatap abi. Kuikuti tatapan matanya. Oh my God! Matanya mentok di si jenius Baginda. Baginda raja bagi Sheira.

“Sher, jangan diliatin terus. Ntar mata lo bisa keluar” kataku nyengir lebar

Sheira menatap ku tajam. Lalu di hembuskan napasnya kuat-kuat. “Biarinlah, nggak usah mencampuri urusan percintaan orang” katanya lalu kembali menatap Baginda.

Ketika aku akan mengeluarkan suara membalas perkataan Sheira, Abi sudah mendekati bangkuku. Dengan sigap kukeluarkan buku tulis bahasa arab dan pura-pura menulis. Bukan. Bukan menulis. Tapi mencoret.

(4)

“kaiva halud?” tanyanya dengan wajah yang sangat ramah namun sangat mengerikan bagiku.

“hah?!” hanya itu yang dapat kuucapkan. Kaiva halud? Apaan tuh?

“kaiva halud?” ulang abi sekali lagi. Wajahnya masih saja ramah dan lembut.

Kulirik Sheira sekilas. Dia masih saja sibuk menatap Baginda. Kusenggol tangannya pelan, namun Sheira hanya berdecak sebentar lalu kembali menatap Baginda. Pasrah aku. Nggak ada lagi yang dapat kulakukan. Kecuali kembali menatap Abi yang sepertinya mulai tidak betah.

Aku hanya diam. Berusaha mencari bantuan. Bantuan pun datang, Dorin gadis didepanku memberi kode. Aku pun mengangguk paham dan mulai menjawab, “ana alhamdulilah bil kohir “ jawab ku lancar

“ Bagus. Kamu mulai pinter Zsa-zsa. Walaupun saya harus menunggu lama untuk mendengar jawaban kamu.” Jawab Abi lalu kembali ketempatnya.

Aku menghela napas lega. Lalu kulontarkan senyuman kearah Dorin. Dia berbalik tersenyum kemudian kembali memperhatikan Abi yang sudah mulai menjelaskan kembali.

(5)

“Syukur kenapa Zsa?” akhirnya Sheira bisa melepaskan pandangannya dari Baginda

“Makanya elo itu jangan liatin Baginda terus. Perhatikan dong teman sebangku lo” ujarku kesal “Sori deh, Zsa. Elo kan tahu gue naksir berat sama Baginda” katanya dengan nada penuh penyesalan yang sangat tidak sempurna. Liat aja, dia masih aja sempat-sempatnya cekikikan sendiri.

“Terus gimana? Ada yang berubah dari wajah Baginda?”

“Sepertinya sih ada. Kalau gue liat-liat lesung pipinya tambah dalam deh terus rambutnya udah rada panjang gitu. Jadi tambah cakep.” Katanya dengan mata berbinar-binar

“Teruss?”

Dan dengan antusiasnya Sheira menceritakan semua yang dia lihat dari diri Baginda hari ini. Mulai dari sepatu, kaos kaki, sampul buku, jam tangan dan bahkan warna tinta apa yang dipakai Baginda sepanjang hari ini saja dia tahu. Ck , ck, ck

. Sheira … Sheira …

(6)

“Say, hari ini kita belajar agama kan?” suara si tomboy Juni menghentikan langkahku yang baru saja akan meninggalkan kelas.

Ku tatap Juni sejenak. Lalu tersenyum, “Mana Juli?” tanyaku sambil sesekali celingak-celinguk Juni dan Juli. Dua cewek kembar yang mempunyai kebiasaan dan sifat yang sangat berbeda. Juni, cewek tomboy, suka hal-hal yang ekstrem dan berani. Dia hanya berbeda dua menit dari Juli. Juni lahir pada tanggal 30 Juni tepat jam duabelas malam kemudian dua menit berikutnya tepat tanggal 1 Juli lahirlah si cantik Juli. Matanya bulat dan bening. Senyumnya manis dan sangat menawan. Jalannya sangat persis seperti putri-putri keraton, lemah lembut. Bukan seperti Juni, kalau jalan ngangkang dan serba terburu-buru.

“Dia udah ngebut ke Lab Bahasa. Tadi gue suruh untuk nyari tempat buat kita.”

“ya udah, tunggu apalagi.” Kami pun mulai melintasi lorong-lorong sekolah yang ramai dipenuhi anak-anak.

Hari ini sekolah lebih cepat dibubarkan. Karna guru-guru dan murid akan melaksanakan sholat jumat. Namun tidak untuk kami.

(7)

Kami yang beragama non muslim selalu belajar agama setelah selesai jam pelajaran terakhir pada hari Jumat. Dan biasanya kami dikumpulkan di Lab Bahasa yang besarnya hampir dua kali kelas ku. Kalau dihitung-hitung agama Kristiani hanya duapuluh persen disekolah ini. Dari kelas satu sampai kelas tiga. Menyedihkan, memang. Tapi mau gimana lagi, itulah resikonya sekolah disekolah pemerintah. Eiit jangan salah sangka dulu, kami tetap menjujung toleransi antar umat beragama kok.

“kemana saja kalian?” Suara lembut Juli menyapa kami tepat diambang pintu Lab Bahasa.

“Dari kelas” jawabku singkat “mana bangku kami, Jul?”

Juli menunjukkan sebuah bangku tepat di depan meja guru. Posisi yang sangat aman. Sangat aman dimarahi maksudku. Keningku segera mengerut, gimana mau menggosip kalau keadaannya sangat strategis kayak gini.

“kok disitu, Jul?” ujarku bingung “kita kan mau menggosip, Gak asik di tempat itu”

“Mau gimana lagi, bangku belakang sudah pada direbut sama anak cowok dan kakak kelas tiga” kata Juli pasrah

(8)

“Pasti nih gara-gara elo yang lelet jalannya. Coba tadi cepatan dikit, pasti kita dapatin tuh bangku belakang” Juni udah sewot “elo itu memang nggak bisa diandalin!”

“Ya udah, besok lo aja yang ngambil bangkunya. Gue nggak mau lo suruh-suruh lagi” kata Juli nggak terima

“Emang. Gue nggak mau menerima akibat keleletan lo untuk kedua kalinya”

“Elo tuh emang nggak bisa menghargai usaha orang!”

“Berapa sih harga lo? Biar gue bayar!” sahut Juni sengit

“Loh-loh apa-apaan ini. Sempat-sempatnya kalian bertengkar dan dalam situasi genting kayak gini. Mending kita mikir sekarang, mikir untuk nggak mengeluarkan suara yang nggak penting selama pelajaran. Karna gue nggak mau diomelin sama Pak Situmorang.” Kata ku dengan kesal

“Sori zsa ..” kata mereka serentak

“nah gitu dong, kalau kalian kompak kuping gue kan nggak sakit.” Kata ku nyengir

Juni dan Juli nggak menjawab. Mereka hanya mendengus kesal. Dengusan yang dilakukan secara

(9)

bersamaan. Mereka memang sering kali melakukan hal yang sama dan dalam waktu yang sama pula. Juni dan Juli kembar identik. Tapi kembar identik kok bisa bertengkar setiap waktu ya? Setahuku, Kembar identik itu bisa merasakan dan memahami perasaan saudaranya yang lain. Tapi kembar identik yang satu ini cukup membuatku pusing dan ribet. Seorang lelaki tua nan beruban melangkah memasuki ruangan ini. Semua orang terdiam dan menahan napas. Ruangan yang tadinya ribut kayak pasar sekarang menjadi hening. Hening persis kuburan.

Dengan gayanya yang angkuh, Pak Situmorang menuju sebuah meja tepat didepanku. Sekarang aku dan Pak Situmorang saling berhadapan. Bisa dipastikan ketika dia menduduki kursi, orang yang pertama dilihatnya adalah aku. Perasaan ku mulai nggak enak, pasti akan terjadi sesuatu setelah ini. Yah, sesuatu.

“Zsa-zsa, silakan kamu pimpin doa didepan” Ujarnya tenang

“Hah?!”

“iya kamu” tunjuknya sekali lagi

Kan betul, apa ku bilang. Ternyata hal yang tidak enak itu ini. Memimpin doa didepan.

(10)

Jujur aku nggak suka dengan hal-hal seperti ini. Hal-hal yang mengharuskan ku untuk berdiri seperti boneka dihadapan orang banyak. Kata Juni,

aku menderita nervous syndrome. Yaitu sebuah

penyakit dimana dada terasa sesak dan tangan menjadi dingin ketika harus dihadapkan di depan orang banyak. Aku nggak pernah tahu ada penyakit bernama ‘nervous syndrome ‘. Jangan-jangan itu hanya karangan Juni saja.

Dengan langkah berat, aku melangkah kedepan ruangan. Dengan sudut mata dapat kulihat Juni dan

Juli sedang cekikikan kecil. Ugh, dasar, umpatku.

Dengan napas yang memburu, kutatap semua orang yang berada didepan ku saat ini. Dalam penglihatan ku mereka semua tiba-tiba berubah menjadi hantu kuburan yang sering diputar di stasiun TV swasta. Kutarik napas ku panjang dan mulai membuka suara, memulai doa. Namun suara ketukan pintu menghentikan tindakan ku. Aku menoleh, seorang cowok jangkung berdiri gugup diambang pintu. Dari seragamnya dapat kupastikan dia adalah murid kelas tiga.

Dengan sedikit berjingkat dia melangkah memasuki ruangan. Ketika dia berjalan tepat dihadapan ku,

(11)

“Ada apa?” tanya Pak Situmorang. Sebelah alisnya naik.

“Maaf, Pak saya terlambat” Ujarnya sopan dan lembut

Mataku masih nggak bisa terlepas dari wajah cowok itu. Jarang – jarang loh, ada kakak kelas yang cakep dan sopan kayak dia. Di sekolah seperti ini lagi. Keajaiban itu namanya.

“Kenapa bisa terlambat?” Ujar Pak Situmorang tanpa menatap wajah si cakep

“Tadi saya harus melaksanakan tugas piket kelas, Pak” katanya dengan penuh rasa sopan

Waaahh, udah cakep, sopan, bertanggung jawab lagi. Perfect banget nih cowok!

“ya sudah, silakan duduk” Ujar Pak Situmorang akhirnya.

Dengan langkahnya yang gagah, si cakep berjalan menuju bangku dideretan paling belakang. Teman-temannya ternyata sudah menyediakan sebuah bangku untuknya. Aku meliriknya sekilas. Dan saat itulah aku mendapatkan mata kami bertabrakan. Aku mengelak. Lalu menundukkan kepala. Dapat

kurasakan wajahku memanas. Panas malu.

(12)

supaya dia nggak terlalu memperhatikan wajah ku yang memerah.

“Mari kita bersatu dalam doa …” kataku kaku ***

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN TEORITIS PEmBANgUNAN mASYARAkAT PEkERJA Pengembangan konsep hak asasi manusia pada tataran hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan secara kelembagaan,

Berdasar hasil penelitian dan kesimpulan dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa PJKR yang menempuh mata kuliah pengajaran permainan net memiliki kemampuan gerak

Tujuan dari pembahasan Perencanaan dan Perancangan Taman Wisata Rawa Pening ini adalah untuk memperoleh judul tugas akhir yang layak dan jelas, sesuai dengan isu

Namun, dalam penanaman tanaman pare pada pratikum ini diketahui benih yang digunakan sudah kadaluarsa, sehingga menyebabkan banyak benih yang tidak berkecambah

Salah satu perusahaan pada industri AMDK yang memanfaatkan pangsa pasar tersebut adalah PT Syahid Global International yang baru mulai beroperasi pada pertengahan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intrakurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa program kependidikan Universitas Negeri Semarang sebagai pelatihan untuk

Breaking News TV One juga melanggar pasal 9 Pedoman Perilaku Penyiaran, karena tidak telah menayangkan gambar jenazah korban, dianggap melanggar kesopanan dan tidak