• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN Forestry Socio and Economic Research Journal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN Forestry Socio and Economic Research Journal"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 17 Nomor 3, Desember Tahun 2020

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Ministry of Environment and Forestry

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI Research, Development and Inovation Agency

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

BOGOR - INDONESIA

p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221 TERAKREDITASI RISTEKDIKTI No. 21/E/KPT/2018

JURNAL

PENELITIAN

SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN

Forestry Socio and Economic Research Journal

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan V

ol.17, No.3, Desember 2020 : 153-219

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Ministry of Environment and Forestry

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI Research, Development and Inovation Agency

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

(2)

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan telah terakreditasi berdasarkan Keputusan Kementerian Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) Nomor 21/E/KPT/2018, termasuk peringkat kedua (Sinta-2), berlaku mulai 2016 sampai dengan 2020. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan memuat karya tulis ilmiah dari hasil-hasil penelitian bidang sosial, ekonomi dan lingkungan kehutanan yang meliputi aspek: sosial-ekonomi kemasyarakatan, sosiologi kehutanan, politik dan ekonomi kehutanan, studi kemasyarakatan, kebijakan lingkungan, ekonomi kehutanan/sumber daya hutan, ekonomi sumber daya alam, ekonomi pertanian, ekonomi ekoturisme, furniture value chain, kehutanan masyarakat, kebijakan kehutanan, kebijakan publik, perubahan iklim, ekologi dan manajemen lansekap, konservasi sumber daya

alam, kebakaran hutan dan lahan, global climate change, konservasi tanah dan air, agroklimatologi dan lingkungan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Terbit pertama kali

tahun 2001, terakreditasi tahun 2006 dengan Nomor 60/Akred-LIPI/P2MBI/12/2006. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan terbit dengan frekuensi tiga kali setahun (April, Agustus, Desember).

Forestry Socio and Economic Research Journal (FSERJ) is an accredited journal, based on the decree of Ministry of Research, Technology and Higher Education (RISTEKDIKTI) Number 21/E/KPT/2018 with Second Grade (Sinta-2) from 2016 to 2020. This journal publishes result research in forest socio-economics and environment which cover: socio-economics on community, sociology forestry, political and economic on forestry, social studies, environmental policy, forest resource economics, natural reources economics, agricultural economy, ecotourism economy, furniture value chain, community forestry, forestry policy, public policy, climate change, ecology and landscpae management, conservation of natural resources, land and forest fire, global climate change, soil and water conservation, agroclimatology and environment, mitigation and adaptation to climate change. First published in 2001, accredited by LIPI in 2006 with Number 60/Akred-LIPI/ P2MBI/12/2006. FSERJ is published three times annually (April, August, and December).

Penanggung Jawab (Advisory Editor) : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim DEWAN REDAKSI (EDITORIAL BOARD) :

Ketua (Editor in Chief) : Dr. R. Deden Djaenudin, S.Si, M.Si. (P3SEKPI) Redaktur (Managing Editor) : Dana Apriyanto, S.Hut., M.T., M.Sc. (P3SEKPI)

Initial Reviewer : Dr. Nunung Parlinah, S.Hut., M.Si. (P3SEKPI)

Editor Bagian (Section Editors) : 1. M. Iqbal, S.Hut,M.Si. (P3SEKPI) 2. Andri Setiadi K, S.E. (P3SEKPI) 3. Ramawati, S.Hut., M.Sc. (P3SEKPI) 4. Shella, A.Md. (P3SEKPI)

Mitra Bestari (Peer Reviewers) : 1. Prof. Ir. Yonariza,M.Sc.,Ph.D. (Manajemen Sumber Daya Hutan, Universitas Andalas)

2. Prof. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. (Kebijakan Kehutanan, Mitigasi, REDD+, Adaptasi Perubahan Iklim dan

Furniture Value Chain, CIFOR)

3. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.Sc. (Kebijakan Kehutanan, IPB) 4. Dr. Ir. Boen M. Purnama, M.Sc. (Ekonomi dan Sumber Daya Hutan, IPDN) 5. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.Sc. (Ekonomi dan Manajemen Lanskap, IPB)

6. Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. (Kebakaran Hutan dan Lahan, Perusakan Lingkungan Hidup dan

Global Climate Change, IPB)

7. Prof. Bahruni (Forestry Economic Science, IPB)

8. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, M.S. (Fakultas Kehutanan, IPB)

9. Prof. Dr.Ir. Didik Suharjito, M.S. (Sosiologi Kehutanan dan Kehutanan Masyarakat, IPB) 10. Prof. Dr. Ir. Irsal Las, M.S. (Agroklimatologi, BBSDLP Kementerian Pertanian) 11. Prof (r). Dr. Herman Hidayat (Sosiologi, sosiologi perkotaan), LIPI) 12. Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.S. (Konservasi Tanah dan Air, MKTI)

13. Dr. Ir. Frida Sidik, M.Sc. (Mangrove, Konservasi Sumber Daya Pesisir, Perubahan Iklim, Kementerian Kelautan dan Perikanan)

14. Drs. Edi Basuno, M.Phil., Ph.D. (Sosiologi Pertanian, CIVAS)

15. Dr. I Wayan Susi Dharmawan, S.Hut., M.Si. (Hidrologi dan Kesuburan Tanah, Pusat Litbang Hutan) 16. Dr. Nurul Laksmi Winarndi (Climate Change Adaptation, UI)

17. Dr. Mety Ekayani,S.Hut, M.Sc. (Resources Economics, Ecotourism Economics, Environmental Policy, IPB) 18. Dr. Sahara, S.P., M.Si. (Ekonomi Regional, Transformasi Pasar, Supply and Value Chain, IPB)

19. Dr. Ir. Erwidodo, M.S. (Ekonomi pertanian, Puslitbang Sosial ekonomi pertanian) Anggota Dewan Redaksi (Reviewers) : 1. Dr. Ir. Satria Astana, M.Sc. (Ekonomi SDA & Lingkungan, P3SEKPI)

2. Drs. Lukas R. Wibowo, M.Sc., Ph.D. (Sosiologi Lingkungan, P3SEKPI) 3. Ir. Subarudi, M. Wood.Sc. (Sosiologi Kehutanan, P3SEKPI)

4. Dr. Fitri Nurfatriani, S.Hut, M.Si. (Ekonomi SDA & Lingkungan, P3SEKPI) 5. Dr. Ir. Retno Maryani, M.Sc. (Kebijakan Publik, P3SEKPI)

6. Dr. R. Deden Djaenudin, S.Si., M.Si. (Ekonomi SDA & Lingkungan, P3SEKPI) 7. Drs. Bugi Kabul Sumirat, M.Phill. (Sosiologi Lingkungan, P3SEKPI) 8. Aneka Prawesti Suka, S.Sos., M.SE., M.A (Sosiol Ekonomi, P3SEKPI) 9. Mega Lugina, S.Hut., M.For.Sc. (Ekonomi SDA & Lingkungan, P3SEKPI) 10. Dr. M. Zahrul Muttaqin, S.Hut., M.For.Sc. (Ekonomi SDA & Lingkungan, Biro KLN) REDAKSI PELAKSANA (EDITORIAL TEAM) :

Penyunting Bahasa (Copy Editors) : 1. Dana Apriyanto, S.Hut., M.T., M.Sc. (P3SEKPI) 2. Drh. Faustina Ida Harjanti, M.Sc. (Ditjen KSDAE) 3. Drs. Haryono (P3SEKPI)

4. Diny Darmasih, S.Hut., M.E. (P3SEKPI) Penyunting Tata Letak (Layout Editor) : Suhardi Mardiansyah (Badan Litbang dan Inovasi) Sekretariat (Secretariat) : 1. Fulki Hendrawan, S.Hut. (P3SEKPI)

2. Parulian Pangaribuan, S.Sos. (P3SEKPI) Diterbitkan oleh (Published by):

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change)

Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (Research, Development and Innovation Agency) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ministry of Environment and Forestry)

SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN

Forestry Socio and Economic Research Journal Volume 17 Nomor 3, Desember Tahun 2020

(3)

p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221 No. 21/E/KPT/2018

JURNAL

PENELITIAN

SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN

Forestry Socio and Economic Research Journal Volume 17 Nomor 3, Desember Tahun 2020

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Ministry of Environment and Forestry

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI Research, Development and Innovation Agency

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

(4)

Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada mitra bestari (peer reviewers) yang telah menelaah naskah-naskah yang dimuat pada edisi Vol. 17 No. 3, Desember Tahun 2020. Mitra Bestari dimaksud adalah:

1. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.Sc. 2. Prof. Dr.Ir. Didik Suharjito, M.S. 3. Drs. Edi Basuno, M.Phil., Ph.D. 4. Dr. Ir. Frida Sidik, M.Sc.

(5)

p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221 No. 21/E/KPT/2018

JURNAL

PENELITIAN

SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN

Forestry Socio and Economic Research Journal Volume 17 Nomor 3, Desember Tahun 2020

DAFTAR ISI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PANDANARUM UNTUK MEWUJUDKAN SDGs EKOSISTEM DARATAN

(Pandanarum Village Community Empowerment to Actualize Sustainable Development Goals of the Terrestrial Ecosystem)

Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti ... 153-164 MODEL STRATEGI PRIORITAS PROGRAM PENGEMBANGAN

KAPASITAS SDM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Priority Strategy Model of Human Resource Capacity Development on Forest and Land Fire Control)

Mochamad Asep Maksum & Dicky Iskandar Zulkarnain ... 165-175 PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP KUALITAS KELEMBAGAAN

KAWASAN WISATA JUMIANG, KABUPATEN PAMEKASAN

(Employee Perceptions of Institutional Quality of Tourism Area in Jumiang, Pamekasan District)

Campina Illa Prihantini & Lutfiyanto ... 177-192 POTENSI DAYA TARIK EKOWISATA MANGROVE DI DESA

KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU

(Potential Attractions of Mangrove Ecotourism in Karangsong Village, Indramayu Regency)

Mayda Susana, Cecep Kusmana, & Hadi Susilo Arifin ... 193-208 PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PETANI DALAM

BUDI DAYA TANAMAN KOPI BERBASIS AGROFORESTRI

(Improvement of Knowledge and Actions of Farmers in Agroforestry-based Coffee Cultivation)

Ahmad Thoriq, Wahyu K. Sugandi, Rizky Mulya Sampurno, & Mochamad Arief

Soleh ... 209-219 INDEKS PENULIS ... 221 INDEKS KATA KUNCI ... 222

(6)
(7)

JURNAL PENELITIAN SOSIAL DAN EKONOMI KEHUTANAN

p-ISSN: 1979-6013

e-ISSN: 2502-4221 Terbit : Desember 2020

Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya UDC(OSDCF) 574.4(594.59)

Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No. 3, hal. 67-164

Kabupaten Blitar memiliki ekosistem daratan yang potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, rendahnya komitmen pemerintah menyebabkan kerusakan lingkunganseperti banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara. Kondisi tersebut mendorong lahirnya komunitas “Sahabat Menanam” pada tahun 2015 yang berupaya mengatasi kerusakan ekosistem daratan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Tulisan ini mendeskripsikan upaya Sahabat Menanam dalam memberdayakan masyarakat Pandanarum. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Sahabat Menanam berhasil memberdayakan masyarakat Pandanarum yang ditunjukkan dengan kemandirian masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan kapasitas untuk melestarikan ekosistem daratan secara mandiri dan berkelanjutan.

Kata kunci: Sahabat Menanam; pemberdayaan masyarakat.

UDC(OSDCF) 331.101.262:630*43

Mochamad Asep Maksum & Dicky Iskandar Zulkarnain Model Strategi Prioritas Program Pengembangan Kapasitas SDM Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No. 3, hal. 165-175

Penyiapan sumber daya manusia (SDM) pengendalian Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam upaya pengendalian karhutla. Penelitian bertujuan merumuskan strategi prioritas pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla dalam mendukung efektivitas pengendalian karhutla di Indonesia. Model strategi prioritas dibangun melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process, melibatkan wawancara beberapa pakar yang mewakili pemangku kepentingan terkait. Penelitian menghasilkan bahwa prioritas strategi pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla adalah dengan memperkuat kapasitas kelembagaan pengendalian karhutla berbasis desa. Penelitian juga mengindikasikan perlunya optimalisasi peran dan keterlibatan pemerintah daerah dan pemerintah desa. Kata kunci: Analytic hierarchy process; kapasitas

kelembagaan; kebakaran hutan dan lahan. UDC(OSDCF) 630*967:907.2(594.59)

Campina Illa Prihantini & Lutfiyanto

Persepsi Karyawan terhadap Kualitas Kelembagaan Kawasan Wisata Jumiang, Kabupaten Pamekasan

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No. 3, hal. 177-192

Kawasan wisata Jumiang terletak di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Sejak terbentuk kelompok sadar wisata (pok-darwis), kawasan wisata Jumiang banyak melakukan perbaikan, terlebih dalam ketersediaan fasilitas dan atraksi wisata. Hal ini bertujuan untuk menarik wisatawan yang jumlahnya menurun beberapa tahun silam.Keberadaan Pok-Darwis menjadi ujung tombak keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata Jumiang. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan fokus analisis persepsi kelembagaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas kelembagaan Pok-Darwis Kawasan Wisata Jumiang masih memiliki kelemahan, seperti dalam hal penguatan kelembagaan. Namun, keefektifan kelembagaan kawasan wisata Jumiang dapat dikatakan efektif. Kata kunci: Persepsi; kelembagaan;sadar wisata; Jumiang.

UDC(OSDCF) 630*907.2(594.53)

Mayda Susana, Cecep Kusmana, & Hadi Susilo Arifin Potensi Daya Tarik Ekowisata Mangrove di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No. 3, hal. 193-208

Penelitian dilakukan di kawasan ekowisata mangrove Karangsong. Penelitian bertujuan untuk menganalisis potensi daya tarik ekowisata mangrove Karangsong dengan menggunakan metode Analisis Daerah Operasi-Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tahun 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ODTWA di kawasan mangrove Karangsong memiliki potensi pengembangan ODTWA kawasan yang tinggi dengan nilai sebesar 6.565. Potensi tersebut diantaranya adalah tempat rekreasi santai menikmati flora, fauna, ekosistem mangrove, fotografi, pendidikan dan penelitian, dan menyusuri mangrove dengan berperahu atau jalan setapak (track).

Kata kunci: ADO-ODTWA; mangrove; ekowisata; Karangsong.

(8)

Teknik budi daya kopi berperan dalam peningkatan produktivitas biji kopi. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi pengetahuan dan tindakan petani dalam budi daya kopi. Data yang digunakan adalah primer dan sekunder yang kemudian disajikan secara deskriptif. Tingkat pengetahuan petani tentang budi daya kopi, 78% petani baik, 18% sedang, dan 4% masih rendah. Hanya 54% petani yang melakukan tindakan dengan menerapkan teknik budi daya kopi sesuai anjuran. Tingkat pengetahuan petani berkolerasi dengan usia dan pengalaman usaha tani, sedangkan tindakan petani berkorelasi dengan tingkat pendidikan. Pelatihan memberikan kontribusi peningkatan pengetahuan petani, dari 76% menjadi 84,5%.

(9)

FORESTRY SOCIO AND ECONOMIC RESEARCH JOURNAL

p-ISSN: 1979-6013

e-ISSN: 2502-4221 Date of issue: December 2020 Keywords given are free term. The abstracts sheet may be reproduced

without permission or charge

UDC(OSDCF) 574.4(594.59)

Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti

Pandanarum Village Community Empowerment to Actualize Sustainable Development Goals of the Terrestrial Ecosystem Forestry Socio and Economic Research Journal

Vol. 17 No. 3, p. 153-164

Blitar Regency has a potential terrestrial ecosystem to improve community welfare. However, the government's low commitment to manage terrestrial ecosystem can cause environmental damage such as floods, landslides, and rising temperatures. This condition led to establish “Sahabat Menanam” community in 2015, which seeks to overcome damage of terrestrial ecosystems through community empowerment approach. This study describes the efforts of Sahabat Menanam to empower the Pandanarum community by using qualitative methods. Data was collected through participant observation, in-depth interviews, and documentation. The study shows that Sahabat Menanam has succeeded in empowering the Pandanarum community, which is demonstrated by community independence through increasing knowledge and capacity to conserve terrestrial ecosystems independently and sustainably. Keywords: Sahabat Menanam; community empowerment.

UDC(OSDCF) 331.101.262:630*43

Mochamad Asep Maksum & Dicky Iskandar Zulkarnain Priority Strategy Model of Human Resource Capacity Development on Forest and Land Fire Control

Forestry Socio and Economic Research Journal Vol. 17 No. 3, p. 165-175

Forest and land fire control human resources are the spearhead in efforts to prevent and control forest and land fire in the field. This study aims to formulate a priority strategy for developing human resource capacity in supporting the effectiveness of fire control in Indonesia. The priority strategy model is developed through systems approach by using Analytical Hierarchy Process method. This study concludes that the priority of the current strategy is through strengthening village based institutional capacity. This study also indicates the need to optimize the role and involvement of local and village governments.

Keywords: Analytic hierarchy process; institutional capacity; forest and land fires; systems approach; village/ community-based.

UDC(OSDCF) 630*967:907.2(594.59) Campina Illa Prihantini & Lutfiyanto

Employee Perceptions of Institutional Quality of Tourism Area in Jumiang, Pamekasan District

Forestry Socio and Economic Research Journal Vol. 17 No. 3, p. 177-192

The Jumiang tourism area is located in Pademawu Subdistrict, Pamekasan District. Since the tourism awareness group (pok-darwis) was formed, the tourist area of Jumiang is now making many improvements, especially in the availability of tourist facilities and attractions. This is aimed at attracting the number of tourists that declined in the past few years. The existence of Pok-Darwis is certainly the spearhead of the sustainability of the management of the Jumiang tourist area. This study uses qualitative analysis with a focus on institutional perception analysis. The results of the analysis show that the institutional quality of Pok-Darwis for the Jumiang Tourism Area still has weaknesses, such as in terms of institutional strengthening. However, the institutional effectiveness of the Jumiang tourism area can be said to be effective.

Keywords: Perception; institutional; tourism awareness; Jumiang.

UDC(OSDCF) 630*907.2(594.53)

Mayda Susana, Cecep Kusmana, & Hadi Susilo Arifin Potential Attractions of Mangrove Ecotourism in Karangsong Village, Indramayu Regency

Forestry Socio and Economic Research Journal Vol. 17 No. 3, p. 193-208

This research was conducted in Karangsong mangrove ecotourism. This study aims to analyze the potential attractiveness of ecotourism by using Analysis of the OperatingArea-Objectsand Natural Tourist Attractions (ADO-ODTWA) method, which was developed bythe Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation in 2003. The results showed that the potential objects for ODTWA Karangsong mangrove area has a high potential for developing ODTWA areas with a value of 6,565. These potentials include relaxing recreation places to enjoy flora, fauna and mangrove ecosystems, photography, education and research, and walking along the mangrove area by boating or walking trails. Keywords: ADO-ODTWA; mangrove; ecotourism;

(10)

Coffee cultivation techniques play an important role in increasing coffee productivity. The purposes of this study was to obtain information on the knowledge and actions of farmers in coffee cultivation. The data are primary and secondary which are then presented descriptively. The level of farmers' knowledge on coffee cultivation are as follows: 78% are having good knowledge, 18% are moderate, and 4% are still low. However, only 54% of farmers took action by applying recommended coffee cultivation techniques. The farmer's level of knowledge correlates with the age and experience of farming, while the farmer's actions correlate with the level of education. The training contributed to increasing farmers' knowledge, from 76% to 84.5%. Keywords: Knowledge; action; agroforestry; coffee cultivation.

(11)

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No.3, Desember 2020: 153-164 p-ISSN 1979-6013

e-ISSN 2502-4221

Terakreditasi Nomor 21/E/KPT/2018

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PANDANARUM UNTUK

MEWUJUDKAN SDGs EKOSISTEM DARATAN

(Pandanarum Village Community Empowerment to Actualize Sustainable Development Goals of the Terrestrial Ecosystem)

Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti

Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Socio Justicia No. 1 Bulaksumur, Sleman, DI Yogyakarta, Indonesia;

E-mail: mrezahdy@gmail.com; ekazunilusiastuti@ugm.ac.id

Diterima 19 Desember 2019, direvisi 24 September 2020, disetujui 24 September 2020

ABSTRACT

Blitar Regency has a potential terrestrial ecosystem to improve community welfare. However, the government's low commitment to manage terrestrial ecosystem can cause environmental damage. For example, damage to the terrestrial ecosystem in Pandanarum Village due to deforestation has caused natural disasters such as floods, landslides, and air temperature rise. Not only in Pandanarum village, but also the surrounding villages were also affected by the disaster. This condition led to establish an environmental-loving community called Sahabat Menanam in year 2015. Sahabat Menanam is doing some efforts to overcome the terrestrial ecosystem damage in Pandanarum through community empowerment approach. This study aims to describe the efforts of Sahabat Menanam in empowering Pandanarum community, by using qualitative methods. Data was collected through participant observation, in-depth interviews, and documentation. The study shows that Sahabat Menanam has succeeded in empowering the Pandanarum community, which is demonstrated by an independent community through increasing knowledge and capacity to conserve terrestrial ecosystems. After the community becomes an independent society, efforts to conserve terrestrial ecosystems can be carried out in a sustainable manner by community elements themselves with or without intervention from Sahabat Menanam.

Keywords: Sahabat Menanam; community empowerment.

ABSTRAK

Kabupaten Blitar memiliki ekosistem daratan yang potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komitmen pemerintah yang masih rendah untuk mengelola ekosistem daratan menyebabkan banyak terjadi kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, kerusakan ekosistem daratan di Desa Pandanarum akibat penggundulan hutan menyebabkan bencana alam banjir, tanah longsor, dan meningkatnya suhu udara. Tidak hanya Pandanarum, desa-desa di sekitarnya juga terdampak bencana. Kondisi tersebut mendorong lahirnya komunitas pecinta lingkungan bernama Sahabat Menanam pada tahun 2015. Sahabat Menanam berupaya mengatasi kerusakan ekosistem daratan di Pandanarum dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan upaya Sahabat Menanam dalam memberdayakan masyarakat Pandanarum. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Sahabat Menanam berhasil memberdayakan masyarakat Pandanarum yang ditunjukkan dengan kemandirian masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan kapasitas untuk melestarikan ekosistem daratan. Setelah tercapai kemandirian, upaya pelestarian ekosistem daratan mampu dilakukan secara berkelanjutan oleh elemen masyarakat dengan atau tanpa intervensi dari Sahabat Menanam.

Kata kunci: Sahabat Menanam; pemberdayaan masyarakat.

(12)

I. PENDAHULUAN

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola untuk menjaga kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya (Bappenas, 2017). Poin 15 SDGs membahas tentang ekosistem daratan. Tujuannya adalah untuk membangun ekosistem daratan, yakni melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan; mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degadrasi lahan; dan menghentikan kerusakan keanekaragaman hayati.

Pembangunan ekosistem daratan penting dilakukan karena berdampak langsung terhadap lingkungan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan dasar seperti air, tanah, dan udara bersih menjadi hal utama yang dibutuhkan manusia. Beberapa dekade terakhir banyak terjadi kerusakan ekosistem daratan akibat ulah manusia seperti alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan pencemaran lingkungan. Kerusakan ekosistem daratan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup, baik karena terjadinya pencemaran maupun terkurasnya sumber daya alam yang dapat menimbulkan ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi, dan terganggunya sistem alami (Rahman, 2015). Alasan ekonomi menjadi faktor penyebab tindakan tersebut. Oleh karena itu, selama kebutuhan ekonomi belum tercukupi maka perusakan lingkungan masih tetap dilakukan.

Di Kabupaten Blitar, kewenangan pengelolaan ekosistem daratan ada di tangan pemerintah, yakni Dinas Lingkungan Hidup dan Perhutani. Kedua instansi tersebut

memiliki tanggung jawab dalam mengelola ekosistem daratan khususnya hutan, sumber mata air, dan daerah aliran sungai (DAS). Upaya pemerintah masih belum mampu menyelesaikan persoalan ekosistem daratan seperti dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan semakin meningkatnya luasan lahan kritis yang berarti kerusakan ekosistem daratan di Kabupaten Blitar semakin meningkat. Prihatin dengan kondisi tersebut, Sahabat Menanam, sebuah organisasi masyarakat sipil pecinta lingkungan, tergerak untuk mengatasi kerusakan ekosistem daratan di Kabupaten Blitar. Menurut Sahabat Menanam, pembangunan ekosistem daratan membutuhkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Upaya ini merupakan bentuk mobilisasi sumber daya yang tidak hanya berbentuk interaksi antara gerakan dan otoritas yang diterima tetapi juga dengan langkah-langkah strategis (Suwarno, 2016).

Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah strategis yang ditempuh Sahabat Menanam untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian ekosistem daratan. Sahabat Menanam memfasilitasi masyarakat agar mandiri sehingga memiliki posisi tawar di samping pemerintah dan sektor swasta dalam pengelolaan ekosistem daratan. Tujuannya adalah mendorong sinergitas antar-aktor pembangunan untuk mewujudkan SDGs pembangunan ekosistem daratan. Berawal dari situ dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana proses Sahabat Menanam Tabel 1 Luas lahan kritis Kabupaten Blitar

Table 1 Critical land area of Blitar Regency

Tahun (Year) Luas (Area) (Ha)

2013 2.381

2014 2.381

2015 2.381

2016 17.481

2017 44.433

(13)

memberdayakan masyarakat Pandanarum dapat dapat mandiri melestarikan ekosistem daratan.

II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Juli-Agustus 2019 di Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Desa Pandanarum dipilih karena merepresentasikan pembangunan ekosistem daratan di kawasan pegunungan, terutama pada upaya rehabilitasi hutan dan sumber mata air melalui pemberdayaan masyarakat.

B. Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan metode kualitatif untuk menggali proses pemberdayaan masyarakat dalam membangun ekosistem daratan di Desa Pandanarum. Secara bertahap penulis berusaha memahami fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan, meniru, mengkatalogkan, dan mengelompokkan objek studi (Patilima, 2005). Informan dalam penelitian ini yaitu pengurus Sahabat Menanam sebanyak tiga orang, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar, Wakil Kepala Administratur KPH Perhutani Blitar, dan tiga orang anggota kelompok masyarakat Desa Pandanarum. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasanah (2016) menjelaskan bahwa observasi partisipan dilakukan dengan cara mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang diobservasi untuk mengeksplorasi subjek. Wawancara digunakan untuk menggali informasi yang terlihat mata dan juga informasi yang tersembunyi di balik diri subjek penelitian (Subadi, 2006). Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2011).

C. Kerangka Konseptual

Penelitian mengacu pada konsep pemberdayaan masyarakat menurut Soetomo. Soetomo (2011) menjelaskan bahwa pemberdayaan sebagai proses yang bertujuan pada transformasi masyarakat. Transformasi yang dimaksud adalah perubahan kondisi ketidakberdayaan masyarakat menjadi masyarakat mandiri dalam mengupayakan kesempatan dan wewenang untuk mengelola pembangunan di samping aktor lain yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Soetomo (2011) menjelaskan ada beberapa proses yang dilalui untuk menciptakan kemandirian masyarakat, yaitu:

1. Bottom-up, menempatkan strategi pembangunan yang berasal dari bawah yakni perumusan terkait program ditentukan oleh identifikasi masalah dan kebutuhan dari dan oleh masyarakat. 2. Social inclusion, diwujudkan melalui

upaya perubahan pola relasi sosial dalam struktur sosial masyarakatnya. Asumsinya adalah dorongan perubahan struktural mampu menghilangkan diskriminasi institusional pada seluruh lapisan masyarakat terhadap akses dan partisipasi.

3. Variasi lokal, didasarkan pada potensi dan permasalahan yang berbeda di masyarakat. Dengan demikian, pola pelaksanaan pembangunan masyarakat yang cocok dan berhasil diterapkan dalam masyarakat tertentu, tidak ada jaminan berhasil di masyarakat lain yang kondisinya berbeda.

4. Proses belajar, dijelaskan sebagai proses pengembangan kapasitas masyarakat. Dalam pemberdayaan, masyarakat diposisikan sebagai subjek yang harus mampu melaksanakan kewenangan pengelolaan pembangunan.

5. Pembagian akses, dimaksudkan sebagai pelimpahan kesempatan

155

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum Untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan ...(Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti)

(14)

kepada masyarakat untuk melakukan pengambilan keputusan dalam pembangunan sejak tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, hingga pelaksanaan.

6. Keberlanjutan, muncul dari asumsi mekanisme top down yang menimbulkan ketergantungan akibat kebiasaan menunggu program dari pemerintah. Oleh karena itu, intervensi terkait inisiatif dan kreativitas dilakukan untuk memunculkan kemandirian masyarakat

7. Transformation, sebagai tujuan perubahan pada kondisi masyarakat yakni dari ketidakberdayaan menjadi masyarakat berdaya.

D. Analisis Data

Penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif untuk menggambarkan hasil penelitian melalui data yang dikumpulkan (Sugiyono, 2011). Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan dan setelah pengumpulan temuan lapangan. Hasil wawancara, observasi partisipan, dan dokumentasi ditriangulasikan sehingga menghasilkan kesimpulan berdasarkan kategorisasi data. Setelah didapatkan

kesimpulan, temuan dituliskan secara deskrptif yang diinterpretasikan dari konsep pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Soetomo dan konsep SDGs poin 15 tentang ekosistem daratan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lemahnya Fungsi Pemerintah

Sumber daya manusia yang dimiliki KPH Blitar tidak sebanding dengan luas wilayah hutan di Kabupaten Blitar. KPH Blitar hanya memiliki 12 personel Polisi Hutan Mobil (Polhutmob) untuk mengawasi hutan di KPH Blitar seluas 57.000 hektare yang terbentang dari daerah Kalipare, Malang hingga Popoh, Tulungagung. Dengan demikian maka satu personel bertugas menjaga wilayah seluas 4.750 hektare. Ketimpangan yang begitu tinggi membuat komposisi perbandingan tanggung jawab pengawasan dan pengamanan hutan setiap Polhutmob menjadi tidak ideal (Suara.com, 2016). Alhasil, pembalakan liar dan alih fungsi lahan terjadi begitu masif.

Gambar 1 memperlihatkan kawasan hutan lindung yang berubah menjadi lahan kosong di kawasan pegunungan di atas

Sumber (Source): Dok. Sahabat Menanam, 2019.

Gambar 1 Lahan kritis di Hutan Lindung Blitar Selatan

(15)

Desa Pandanarum. Alih fungsi hutan untuk komoditas tanaman semusim seperti tebu dan jagung menjadi penyebabnya. Setiap memasuki masa panen, kondisi kritis kawasan hutan terlihat jelas. Tidak ada tanaman keras untuk menyangga air tanah sehingga terjadi banjir dan tanah longsor pada musim penghujan. Hal ini menjadi latar belakang civil society (kelompok masyarakat), khususnya Sahabat Menanam dan Masyarakat Desa Pandanarum untuk berkontribusi menyelesaikan persoalan ekosistem daratan.

B. Proses Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan ekosistem daratan di Desa Pandanarum tidak serta-merta dilakukan, melainkan melalui proses fasilitasi dan pendampingan oleh Sahabat Menanam hingga masyarakat menjadi mandiri. Proses pemberdayaan dilakukan sejak tahun 2015 hingga sekarang. Proses pemberdayaan diilustrasikan pada Tabel 2.

Banyak proses yang dilalui hingga masyarakat mandiri melakukan pembangunan ekosistem daratan. Untuk mencapai kemandirian, Sahabat Menanam menerapkan aspek-aspek berikut dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

1. Pendekatan Berbasis Masyarakat

Akar Rumput

Sahabat Menanam memulai pembangunan ekosistem daratan di Kabupaten Blitar pada tahun 2015. Tindakan ini berawal dari kelemahan pengelolaan ekosistem daratan oleh

Pemerintah Kabupaten Blitar sehingga Sahabat Menanam berinisiatif melakukan upaya penyelesaian masalah ekosistem daratan. Upaya tersebut diawali dengan melakukan gerakan lingkungan penanaman bakau di Pantai Pasur. Tujuannya adalah untuk mendorong pembangunan ekosistem daratan dari pemerintah dan masyarakat. Aksi tersebut berhasil dan Pemerintah Kabupaten Blitar akhirnya turun tangan. Pada tahun-tahun setelahnya, mulai muncul upaya penanganan lahan kritis di berbagai desa oleh pemerintah maupun masyarakat.

Di Desa Pandanarum, inisiasi pembangunan ekosistem daratan muncul dari keresahan dan kepedulian masyarakat. Masyarakat berkeinginan untuk melakukan upaya mandiri tanpa terhambat birokrasi.

“Ada kerusakan lingkungan di sini, banyaknya pembalakan liar mengakibatkan gundulnya hutan. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat terpaksa mencuri kayu hutan karena desakan ekonomi. Selain itu, kondisi sepanjang jalan Pandanarum yang gersang menjadi masalah bertambahnya suhu panas di daerah sini”. (Wawancara dengan Wira

Sentosa – Sekretaris LMDH Pandanarum, 8 Agustus 2019).

Ada keinginan dari masyarakat Pandanarum untuk memperbaiki ekosistem daratan di daerahnya. Keinginan tersebut muncul setelah adanya dampak yang dirasakan oleh masyarakat berupa cuaca panas, rawan banjir, dan tanah longsor akibat kondisi ekosistem daratan yang kritis. Masyarakat Pandanarum kemudian meminta fasilitasi Sahabat Menanam dalam pembangunan ekosistem daratan. Fasilitasi

157 Tabel 2 Tahap pemberdayaan masyarakat Pandanarum

Table 2 Pandanarum community empowerment phase

Tahun (Year) Kegiatan (Activities)

2015 Sosialisasi dan koordinasi penyelesaian persoalan ekosistem daratan 2016 - Reboisasi di pinggir jalan desa

- Peningkatan kapasitas melalui Program Sekolah Petani 2017 - Reboisasi di kawasan hutan lindung dan lereng pegunungan

- Monitoring dan evaluasi hasil penanaman 2018 Reboisasi di sumber mata air

2019 Kemandirian masyarakat melakukan reboisasi di lahan-lahan kritis desa melalui Program Adopsi Pohon

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum Untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan ...(Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti)

(16)

yang dilakukan cukup unik karena dilakukan secara informal dan egaliter. Sahabat Menanam masuk ke dalam forum-forum warga, perlahan mengarahkan obrolan terkait kelestarian ekosistem daratan. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Upaya demikian mampu mendorong rasa tanggung jawab masyarakat terhadap lahan kritis di daerahnya.

2. Melibatkan Masyarakat Secara

Inklusif

Burchardt, Le Grand, & Piachaud (2002) menyatakan ada empat aspek yang dapat diidentifikasi dari proses inklusi sosial yakni aspek konsumsi (consumption) ketika individu memiliki kekurangan kapasitas untuk membeli barang dan jasa; aspek produksi (production) yakni ketika individu tidak mampu mengakses pekerjaan; aspek keterlibatan (involvement) yakni partisipasi individu dalam diskursus organisasi dan politik nasional; aspek interaksi sosial (social interaction) dengan dukungan keluarga dan kelompok.

Keterlibatan dalam pembangunan ekosistem daratan tidak sepenuhnya mencakup keseluruhan elemen masyarakat lokal. Dalam setiap kegiatan pembangunan ekosistem daratan di manapun, Sahabat Menanam tidak memaksa dan mewajibkan masyarakat untuk ikut. Sahabat Menanam hanya mengajak dan menanamkan kesadaran kepada masyarakat lokal, terlepas masyarakat mengikuti atau tidak.

“Keterlibatan masyarakat sebenarnya terbatas yang tahu Sahabat Menanam. Partisipasi terbesar dari karang taruna sama LMDH, untuk masyarakat di luar itu belum. Banyak warga yang cenderung

acuh terhadap Sahabat Menanam karena banyak juga organisasi yang masuk di Pandanarum”.

(Wawancara dengan Masudin Harun – Kepala Desa Pandanarum, 12 Agustus 2019).

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekosistem daratan di Desa Pandanarum lebih banyak dari karang taruna dan Lembaga Msayarakat Desa Hutan (LMDH). Kecenderungan masyarakat yang minim kesadaran terhadap kelestarian lingkungan menyebabkan masyarakat yang sering berkontribusi hanya terbatas pada orang-orang dengan kepedulian melestarikan lingkungan. Akan tetapi, dengan kelompok yang sudah memiliki kesadaran tersebut, pembangunan ekosistem daratan mampu dilakukan secara rutin hingga saat ini.

3. Menguatkan Variasi Lokal dalam Pembangunan

Variasi pembangunan ekosistem daratan sampai saat ini sebatas penanaman sesuai karakteristik kawasan. Pembangunan ekosistem daratan difokuskan di kawasan lereng gunung, tepi jalan, sumber mata air, dan hutan lindung. Sahabat Menanam membagi tanaman menjadi tiga kategori yaitu tanaman perintis, tanaman produktif, dan tanaman hias. Tanaman perintis bertujuan sebagai tanaman penyangga ekosistem, yakni yang memiliki manfaat secara ekologi mengikat air tanah, namun kurang memiliki manfaat secara ekonomi. Tanaman produktif dan tanaman hias digunakan sebagai tanaman yang mampu bermanfaat secara ekonomi. Secara ekologi, tanaman produktif dan tanaman hias memiliki kualitas di bawah tanaman perintis.

Tabel 3 Variasi tanaman untuk reboisasi

Table 3 Variations of plant types for reforestation

Kawasan reboisasi (Reforestation area) Jenis tanaman (Category of plants) Lereng pegunungan Tanaman perintis: ketapang, beringin, dan glodok tiang Tepi jalan Tanaman perintis/hias: trembesi dan kenanga

Sumber mata air Tanaman produktif: buah-buahan Hutan lindung Tanaman perintis, produktif, dan hias

(17)

Pembagian jenis tanaman merupakan strategi untuk mengajak masyarakat melakukan reboisasi. Alasan yang digunakan adalah bahwa kerusakan ekosistem daratan diakibatkan oleh permasalahan ekonomi. Oleh karena itu, Sahabat Menanam mengupayakan penanaman yang bermanfaat secara ekonomi. Cara yang dilakukan Sahabat Menanam adalah memberikan dua jenis tanaman dalam setiap penanaman. Tanaman perintis sebagai tanaman wajib dan tanaman produktif atau tanaman hias sebagai pelengkap. Tujuannya, mengganti komoditas yang merusak hutan dengan komoditas tidak menganggu fungsi hutan namun masih memiliki nilai ekonomi.

4. Mengutamakan Proses Belajar Sosial

Banyak hal yang dilalui dalam proses pemberdayaan masyarakat. Proses tersebut dilakukan sebagai sarana belajar sosial untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Kapasitas masyarakat menjadi penting karena masyarakat diposisikan sebagai subyek yang mampu melaksanakan upaya pembangunan secara mandiri. Menurut Soetomo (2011), proses pemberdayaan masyarakat dimulai dari identifikasi, koordinasi, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Hasil reboisasi belum terlihat hingga saat ini karena banyaknya kegagalan penanaman akibat faktor alam dan kesengajaan warga merusak. Kegagalan tersebut pada prosesnya mampu menjadi sarana masyarakat untuk belajar dan memperbaiki pelaksanaan pembangunan ekosistem daratan.

Berawal pada tahun 2015, masyarakat Pandanarum mulai resah dengan kerusakan lingkungan di wilayahnya. Kondisi desa terasa panas meskipun secara geografis wilayahnya cukup tinggi. Melalui karang taruna, masyarakat berkeinginan melakukan pembangunan ekosistem daratan tetapi tidak memiliki sumber daya. Kurangnya dukungan dari pemerintah desa menyebabkan karang taruna mencari cara untuk melakukan

pembangunan ekosistem daratan tanpa terkendala birokrasi.

Sahabat Menanam dikenal sebagai komunitas yang gemar menanam dan membagikan tanaman secara gratis. Mengetahui hal tersebut, anggota karang taruna mengunjungi Sahabat Menanam dan disepakati untuk melakukan pertemuan dengan warga Desa Pandanarum. Tujuannya untuk membahas permasalahan lingkungan secara bersama-sama. Diskusi dilakukan dalam forum yang biasa diselenggarakan masyarakat yaitu slametan.

Reboisasi pertama kali dilakukan di pinggir jalan Desa Pandanarum dengan menanam 300 pohon trembesi. Jenis trembesi dipilih karena sifatnya mengikat tanah dan membentuk peneduh. Sifat tanaman demikian mampu menjadi penahan angin, memperkuat jaringan tanah, dan meneduhkan jalan. Jenis trembesi juga mampu menjadi penahan turunan air (run off) dari pegunungan ke dataran rendah. Selama ini, kondisi tersebut yang menjadikan Desa Pandanarum sebagai pemasok air banjir saat musim penghujan.

Bulan Juli 2016, Sahabat Menanam menyelenggarakan Program Sekolah Petani dengan menyewa kebun kakao milik warga. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong kemandirian dan keberlanjutan masyarakat Pandanarum mengelola potensi di daerahnya. Program ini mengajarkan wirausaha yang berorientasi kelestarian lingkungan dengan cara bertani organik. Pertanian organik mampu meminimalkan pengeluaran dan meningkatkan hasil tanpa merusak tanah seperti bahan kimia.

Program Sekolah Petani hanya dilaksanakan selama satu kali masa panen. Terbatasnya SDM Sahabat Menanam menjadi alasan program ini tidak dilanjutkan. Meski demikian, hal tersebut tidak menjadi alasan terhentinya pembangunan ekosistem daratan. Pada tahun 2017 reboisasi tetap dilakukan sebagai wujud kesadaran masyarakat untuk membangun ekosistem

159

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum Untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan ...(Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti)

(18)

pegunungan. Pemerintah desa mulai berpartisipasi secara langsung dalam upaya penanaman dengan memberikan anggaran kegiatan lingkungan kepada karang taruna. Salah satu upaya reboisasi dilakukan di Puthuk Jaya. Kawasan ini berada di lereng pegunungan yang minim vegetasi sehingga gersang dan rawan longsor. Tujuan penanaman di Puthuk Jaya adalah merehabilitasi lahan untuk menahan air pada saat hujan. Animo desa wisata membuat masyarakat ikut-ikutan untuk membangun desa wisata.

Masyarakat ingin mengembangkan Puthuk Jaya sebagai bumi perkemahan. Masyarakat melakukan reboisasi besar-besaran. Hal tersebut mengakibatkan kegagalan penanaman. Hampir semua tanaman yang ditanam sulit berkembang sampai sekarang. Kesalahan teknis penanaman menjadi penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman di Puthuk Jaya. Suhu panas akibat minimnya pohon peneduh menjadi penyebab utama.

Reboisasi dilanjutkan pada bulan April 2018. Dari hasil evaluasi, lokasi reboisasi dialihkan ke sumber mata air dengan tujuan untuk menjaga cadangan air tanah tetap lestari. Sumber mata air ini merupakan

sumber pengairan warga. Pohon buah-buahan dipilih karena selain mampu mengikat air tanah, juga dapat menghasilkan buah. Hasil penanaman di lokasi ini lebih terlihat dibandingkan di Puthuk Jaya. Faktor alam memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi sumber mata air yang teduh dan basah mendukung pertumbuhan tanaman.

Pada tahun 2019, Desa Pandanarum menerapkan mekanisme penanaman yang berbeda. Karang taruna sebagai penggerak utama mengalami kevakuman setelah reorganisasi pada akhir 2018. Pemerintah Desa Pandanarum kemudian secara langsung melaksanakan pembangunan ekosistem daratan melalui Program Adopsi Pohon. Pemerintah Desa Pandanarum selaku pengadopsi melakukan kerja sama penanaman dengan Sahabat Menanam. Penyediaan bibit dan perawatan dilakukan Sahabat Menanam dengan jaminan tanaman akan hidup. Pengadopsi mengganti biaya jasa pembibitan dan perawatan sesuai kesepakatan.

5. Pembagian Akses Kepada Masyarakat

Sahabat Menanam memiliki akses pengelolaan ekosistem daratan dari Sumber (Source): Dok. Sahabat Menanam, 2016

Gambar 2 Penyelenggaraan program Sekolah Petani

(19)

pemerintah. Mereka meneruskan wewenang tersebut secara penuh kepada masyarakat melalui kader, yakni orang yang memiliki pengaruh di desa mitra Sahabat Menanam. Tujuannya, pengelolaan ekosistem daratan mampu dilakukan masyarakat sebagai aktor utama.

Kader meneruskan kepada masyarakat yang berkenan dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan pemantauan dan memberikan kepercayaan kepada kader sebagai penggerak masyarakat. Wewenang berupa perawatan, pengelolaan, dan pemanfaatan hasil diberikan kepada kepala desa, karang taruna, dan LMDH. Sejauh ini Sahabat Menanam belum melihat hasil langsung penanaman karena wewenang tersebut dilakukan hanya sebatas pengecekan dan perawatan paska-tanam.

6. Menjaga Keberlanjutan Pembangunan

Untuk mencapai keberlanjutan pembangunan ekosistem daratan, Sahabat Menanam mendorong kemandirian masyarakat. Intervensi dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat melalui proses belajar sosial. Dengan cara tersebut, masyarakat mampu menemukan pola tindakan dalam upaya menyelesaikan masalah. Sebelum melakukan intervensi, Sahabat Menanam mengidentifikasi kesadaran dan pemahaman masyarakat. Hal itu bertujuan untuk melihat seberapa jauh inisiatif masyarakat dalam upaya penyelesaian masalah. Upaya intervensi disesuaikan dengan tingkat inisisatif masyarakat. Dengan demikian, pembangunan ekosistem daratan mampu dilakukan sejalan dengan masyarakat.

Sinergi antar-kelompok masyarakat dan dukungan pemerintah menjadi kunci keberlanjutan meskipun mengalami pasang surut dalam prosesnya. Salah satu penyebabnya adalah konflik organisasi karang taruna karena rekrutmen perangkat desa. Rekrutmen dianggap tidak

merepresentasikan aspirasi masyarakat, terutama karang taruna. Dampaknya, inisiatif Karang Taruna Pandanarum terhadap pembangunan ekosistem daratan menurun. Meskipun pembangunan ekosistem pegunungan masih berjalan namun inisiasi dan pembiayaan dilakukan oleh Pemerintah Desa Pandanarum. Hal tersebut didasari adanya pemahaman secara sinergis, ketika salah satu aktor tidak mampu maka aktor lain yang mengambil alih.

7. Terciptanya Kemandirian Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat berdampak pada perubahan kondisi masyarakat Desa Pandanarum. Dalam mekanisme pembangunan ekosistem daratan, masyarakat memiliki akses untuk membangun dan mengelola ekosistem daratan. Ada sinergi antara karang taruna, LMDH, dan pemerintah desa. Masyarakat juga pernah melakukan kesepakatan kerja sama dengan Perhutani melalui LMDH. Hal tersebut untuk memanfaatkan lahan hutan milik Perhutani dengan melakukan pengayaan lingkungan selain tanaman di hutan lindung dan hutan produksi. Kuatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kelestarian lingkungan berdampak pada peningkatan posisi tawar masyarakat. Pada tahun 2018, LMDH membatalkan alih fungsi lahan hutan untuk ditanami tebu oleh PTPN. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan pada masyarakat yang semula minim kepedulian terhadap kelestarian ekosistem daratan menjadi sadar pentingnya menjaga ekosistem daratan.

C. Kemandirian Masyarakat Melestari-kan Ekosistem Daratan Turut Men-dukung SDGs Poin 15

Upaya Sahabat Menanam memberdayakan masyarakat Pandanarum secara tidak langsung menerapkan kegiatan yang mendukung tercapainya target SDGs Poin 15 tentang ekosistem daratan. Hal tersebut dijelaskan pada Tabel 4.

161

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum Untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan ...(Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti)

(20)

Tabel 4 Capaian pembangunan ekosistem daratan Desa Pandanarum terhadap target SDGs

Table 4 Achievement of Pandanarum Village land ecosystem development towards SDGs target

Target SDGs ekosistem daratan

(Target of SDGs of terrestrial ecosystem)1) Capaian tahun 2019 (Achievement in 2019)

Pada tahun 2020, memastikan bahwa konservasi, restorasi, dan penggunaan yang berkelanjutan dari ekosistem terrestrial dan air daratan dan pelayanannya, khususnya hutan, rawa, pegunungan, dan daratan, sejalan dengan kewajiban di bawah perjanjian internasional

- Pembangunan ekosistem daratan sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku - Ada pendampingan kepada masyarakat dan kerja

sama untuk mendukung keberlanjutan ekosistem daratan di pegunungan, hutan, dan sumber mata air Pada tahun 2030, memerangi desertifikasi, merestorasi

lahan dan tanah terdegradasi, termasuk lahan yang kena dampak desertifikasi, kekeringan, kebanjiran, dan berupaya untuk mencapai dunia yang terdegradasi secara netral

- Reboisasi dilakukan di wilayah hutan lindung yang dimanfaatkan untuk budidaya tebu, jagung, dan yang menjadi tanah kosong

- Reboisasi dilakukan di wilayah lereng pegunungan dan bukit untuk mengurangi risiko banjir

Pada tahun 2020, mengenalkan upaya-upaya yang dapat mencegah pengenalan dan secara signifikan mengurangi dampak dari invasi spesies asing terhadap ekosistem tanah dan air yang dapat mengurangi jumlah spesies prioritas

Sahabat Menanam rutin melakukan sosialisasi, pendidikan lingkungan, dan gerakan sosial tentang upaya menyelesaikan permasalahan ekosistem daratan

Pada tahun 2030, memastikan konservasi ekosistem daratan, termasuk keanekaragaman hayati, agar dapat meningkatkan kapasitasnya untuk memberikan manfaat yang esensial bagi pembangunan berkelanjutan

Upaya pemberdayaan sudah dilakukan untuk mencapai kemandirian masyarakat lokal dalam mengelola dan memanfaatkan ekosistem daratan secara berkelanjutan

Melakukan aksi segera dan signifikan untuk mengurangi degradasi natural habitat, menghambat hilangnya keanekaragaman hayati, dan pada tahun 2020, melindungi dan mencegah kepunahan spesies terancam/langka

Aksi nyata dilakukan masyarakat dan Sahabat Menanam melalui reboisasi di lahan-lahan kritis. Hal tersebut bertujuan mengembalikan habitat hewan seperti kera di hutan lindung Blitar Selatan.

Melakukan aksi segera untuk mengakhiri perburuan dan penjualan spesies flora dan fauna yang dilindungi dan mengatasi, baik penawaran maupun permintaan produk satwa liar ilegal

Upaya disinggung melalui pendidikan lingkungan. Untuk aksi secara langsung terkait flora dan fauna dilindungi belum pernah dilakukan.

Mendorong pembagian keuntungan yang adil dan setara yang berasal dari pemanfaatan sumber-sumber genetika dan mendukung akses yang layak terhadap sumber-sumber tersebut sebagaimana disepakati

Kesepakatan kerja sama dilakukan LMDH dengan Perhutani untuk mengelola hutan. Ada pembagian hasil sesuai kesepakatan yang sudah dilakukan. Pada tahun 2020, mengintegrasikan nilai ekosistem

dan keanekaragaman hayati ke dalam perencanaan nasional dan lokal, proses pembangunan, dan strategi pengentasan kemiskinan

Upaya pemberdayaan masyarakat oleh Sahabat Menanam mampu mengadvokasi pemerintah melakukan pembangunan ekosistem daratan multi aktor. Hal tersebut diwujudkan dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati No. 37 Tahun 2017 tentang Gerakan Blitar Menanam

Pada tahun 2020, mendukung pengimplementasian manajemen yang berkelanjutan untuk semua tipe hutan, menghambat deforestasi, merestorasi hutan terdegradasi, dan secara substansial meningkatkan aforestasi dan reforestasi secara global

Upaya yang dilakukan, khususnya di hutan, menerapkan perhutanan sosial dengan cara pengelolaan hutan secara berkelanjutan oleh pemerintah, Perhutani, dan LMDH

(21)

Dalam prosesnya, pelestarian ekosistem daratan yang dilakukan masyarakat hingga tahun ini secara tidak langsung mendukung target SDGs Poin 15. Semua target SDGs Poin 15 sudah dilakukan oleh masyarakat, meskipun dalam beberapa aspek masih berproses.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Pembangunan ekosistem daratan tidak hanya merupakan tugas pemerintah karena ruang lingkup ekosistem daratan untuk kesejahteraan seluruh manusia. Meski memiliki sumber daya, pemerintah akan kewalahan apabila melakukan upaya secara sendiri dan terus-menerus. Perlu adanya peran aktor lain, terutama masyarakat untuk mendukung proses pembagunan ekosistem daratan. Tidak semua masyarakat sadar akan pentingnya menjaga ekosistem daratan. Oleh karena itu, diperlukan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mendukung tercapainya SDGs ekosistem daratan. Pemberdayaan masyarakat di Desa Pandanarum tidak secara langsung mengacu target SDGs, tetapi mampu mendorong masyarakat sebagai subjek pembangunan ekosistem daratan. Hal tersebut tidak lepas dari peran Sahabat Menanam selaku fasilitator yang menjadi penting karena mampu mendorong keberlanjutan pembangunan ekosistem daratan.

B. Saran

Pemerintah hendaknya melakukan upaya pemberdayaan masyarakat untuk mendorong keberlanjutan pembangunan ekosistem daratan. Dengan cara ini, pemerintah dan masyarakat mampu memperoleh manfaat dari kelestarian ekosistem daratan. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan seperti program pemberdayaan berbasis lingkungan yang bernilai ekonomi. Tujuannya untuk mengajak masyarakat berkenan melestarikan lingkungan. Selain

itu, perlu juga dibuat kebijakan insentif untuk fasilitator pemberdayaan sebagai apresiasi karena fasilitator merupakan garda terdepan yang turut membantu pemerintah melakukan asertif ke masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

(ACKNOWLEDGEMENT)

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Sahabat Menanam, warga Desa Pandanarum, Sarman (Wakil Kepala Administratur KPH Blitar), dan Krisna Triatmanto (Kepala DLH Kab. Blitar) yang telah mengizinkan terselenggaranya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. (2017). Metadata indikator tujuan

pembangunan berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia pilar pembangunan lingkungan Hidup. Jakarta:

Kementerian PPN.

Burchardt, T., Le Grand, J., & Piachaud, D. (2002). Introduction. In J. Hills, J. Le Grand, & D. Piachaud (Eds.), Understanding social exclusion (pp. 1–12). Oxford: Oxford University Press. Dishut Jatim. (2018). Kehutanan dalam angka

Provinsi Jawa Timur 2013-2017. Surabaya:

Dinas Kehutanan Jawa Timur.

Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi (sebuah alternatif metode pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). Jurnal at-Taqaddum, 8(1), 21–46.

Patilima, H. (2005). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Rahman, A. (2015). Gerakan sosial masyarakat peduli lingkungan. Jurnal Equilibrium Pendidikan

Sosiologi, 3(2), 175–184.

Soetomo. (2011). Pemberdayaan masyarakat

mungkinkah muncul antitesisnya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Suara.com. (2016). Perhutani akui pesisir

selatan Jatim sangat rawan pembalakan liar. Diakses dari https://www.suara.com/

bisnis/2016/01/31/232017/perhutani- akui-pesisir-selatan-jatim-sangat-rawan-pembalakan-liar.

163

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pandanarum Untuk Mewujudkan SDGs Ekosistem Daratan ...(Muhammad Reza Hudaya & Eka Zuni Lusi Astuti)

(22)

Subadi, T. (2006). Metode penelitian kualitatif. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendidikan:

pendekatan, kuantitatif, kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suwarno, J. (2016). “Gerakan Muncar Rumahku” dan strategi mobilisasi sumber daya pada gerakan sosial penyelamatan lingkungan.

(23)

165 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 17 No.3, Desember 2020: 165-175

p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221

Terakreditasi Nomor 21/E/KPT/2018

MODEL STRATEGI PRIORITAS PROGRAM PENGEMBANGAN

KAPASITAS SDM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN

(Priority Strategy Model of Human Resource Capacity Development on Forest and Land Fire Control)

Mochamad Asep Maksum & Dicky Iskandar Zulkarnain

Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jl. Prada Samlawi No. 1 Rumpin, Bogor 16350, Indonesia; E-mail: masep.m@gmail.com; iqbalabimanyu@gmail.com

Diterima 26 November 2019, direvisi 2 Oktober 2020, disetujui 27 Juli 2020 Oktober 2020

ABSTRACT

Preparing qualified human resources is one important aspect that needs to be considered in efforts to control forest and land fire. Forest and land fire control human resources, especially those at the site level are the spearhead in efforts to prevent and control forest and land fire in the field. The current human resource capacity development program is considered not optimal in supporting the forest and land fire control program effectively. This study aims to formulate a priority strategy for developing human resource capacity in supporting the effectiveness of forest and land fire control in Indonesia. The priority strategy model is developed through a systems approach by using Analytical Hierarchy Process method by involving interviews with several experts representing relevant stakeholders. This study concludes that the priority of the strategy in developing the capacity of human resources in forest and land fire control is through strengthening village/community-based institutional capacity. This study also indicates the need to optimize the role and involvement of local and village governments in increasing the capacity of human resources related to forest and land fire control on a village/community-based, and the need to prioritize the fulfillment of the input dimension compare to the process and output-outcome dimensions.

Keywords: Analytic hierarchy process; institutional capacity; forest and land fires; systems approach; village/ community-based.

ABSTRAK

Penyiapan sumber daya manusia (SDM) pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam upaya pengendalian karhutla, karena mereka yang berada di lapangan dan terkait langsung dengan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla. Program pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla saat ini dinilai belum optimal dalam mendukung pengendalian karhutla secara efektif. Penelitian bertujuan merumuskan strategi prioritas pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla dalam mendukung efektivitas pengendalian karhutla di Indonesia. Model strategi prioritas dibangun melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process, melibatkan wawancara beberapa pakar yang mewakili pemangku kepentingan terkait. Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa prioritas strategi saat ini dalam pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla adalah dengan memperkuat kapasitas kelembagaan pengendalian karhutla berbasis desa/masyarakat. Penelitian juga mengindikasikan perlunya optimalisasi peran dan keterlibatan pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam peningkatan kapasitas SDM pengendalian karhutla berbasis desa/masyarakat, dan perlunya prioritasisasi pemenuhan dimensi input dibanding dimensi proses dan dimensi output-outcome.

Kata kunci: Analytic hierarchy process; kapasitas kelembagaan; kebakaran hutan dan lahan.

(24)

I. PENDAHULUAN

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia terjadi hampir setiap tahun. Kebakaran tersebut lebih tinggi intensitasnya pada tahun-tahun kering atau minim curah hujan, seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 dan 2014-2015. Kebakaran berulang dengan intensitas cukup tinggi mendatangkan dampak kerugian besar, baik terhadap ekonomi, sosial, keselamatan jiwa manusia, maupun terhadap lingkungan. Khalwani, Bahruni, & Syaufina (2015) memberikan gambaran mengenai dampak kebakaran hutan dan lahan dari aspek ekonomi dengan pendekatan nilai ekonomi total, bahwa nilai kerugian akibat kebakaran hutan seluas 4.364, 24 ha di Taman Nasional Sebangau terestimasi senilai Rp134 miliar. Nilai ekonomi total tersebut merupakan nilai yang hilang akibat kerusakan berupa dampak lingkungan dan biaya yang timbul, dengan parameter yang dihitung yaitu nilai kerusakan kayu potensial, nilai kerugian hasil hutan non kayu, nilai kerugian sektor perikanan, nilai kerugian transportasi, nilai kerugian kesehatan masyarakat, nilai kerusakan habitat tumbuhan dan satwa liar, nilai karbon yang hilang, dan nilai kegiatan pemadaman (Khalwani et al., 2015).

Secara global, faktor iklim merupakan faktor utama terjadinya karhutla (Aldersley, Murray, & Cornell, 2011). Akibat meningkatnya intensitas dan frekuensi kejadian iklim ekstrim seperti El Nino maka diperkirakan kekeringan yang menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menjadi ancaman yang semakin nyata (Ditjen PPI, 2015). Selain faktor iklim, perilaku manusia merupakan penyebab lain karhutla, dan khusus di Indonesia, aktivitas manusia memberikan kontribusi terbesar terhadap kejadian karhutla (Saharjo, 2016). Tantangan fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global dan konsekuensi pertumbuhan penduduk dengan berbagai aktivitasnya berkonsekuensi terhadap

perlunya upaya strategi peningkatan atau optimalisasi sumber daya pengendalian karhutla, termasuk sumber daya manusia (SDM).

Kapasitas SDM dalam pengendalian karhutla di Indonesia dinilai belum sesuai harapan sebagaimana disebutkan dalam beberapa literatur. Sukrismanto, Alikodra, & Saharjo (2011) menjelaskan bahwa selama ini karhutla kurang dapat terkelola dengan baik di antaranya disebabkan masih lemahnya koordinasi antar-organisasi dalam pengendalian kebakaran hutan/ lahan di Indonesia. Bantuan layanan di antara organisasi dalam pengendalian kebakaran belum efektif, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/ kota sebagaimana diindikasikan oleh Friskarini & Kasnodihardjo (2013) di Provinsi Jambi serta Meiwanda (2016) dan Harun (2016) di Provinsi Riau. Di tingkat masyarakat, beberapa hasil penelitian turut mendukung asumsi bahwa kapasitas SDM masyarakat berupa kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan kelembagaan masih menjadi salah satu penyebab utama terus berulangnya kejadian karhutla dan berperan besar dalam upaya pengendaliannya di banyak negara, termasuk di Indonesia (Evayanti & Zulkarnaini, 2014; Fischer, Kline, Ager, Charnley, & Olsen, 2014; Gan, Jarrett, & Johnson, 2015; Ganteaume et al., 2013; Kosoe, Osumanu, & Barnes, 2015; Muttaqin, Husin, & Safrida, 2015; Nurdianto, Mardhiansyah, & Oktorini, 2016; Sapkota, Shrestha, Jourdain, & Shivakoti, 2015).

Pengendalian karhutla di Indonesia dilakukan melalui enam kegiatan utama, yaitu perencanaan, pencegahan, penanggulangan/pemadaman, penanganan pasca, koordinasi kerja, dan status kesiagaan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.32/MenLHK/Setjen/ Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan). Berulangnya

(25)

karhutla setiap tahun mengindikasikan belum optimalnya upaya-upaya pengendalian karhutla di Indonesia. Demi optimalnya seluruh kegiatan pengendalian karhutla, sebagai bagian dari kegiatan pencegahan, pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla merupakan salah satu prioritas pogram Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI, 2015). Pengembangan kapasitas SDM telah disepakati secara umum sebagai konsep yang berhubungan erat dengan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan SDM, kemudian diperluas dengan konsep pemberdayaan (Pusdiklat SDMLHK, 2016).

Program-program pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla di Indonesia dinilai belum efektif dan belum berkontribusi secara signifikan dalam mengendalikan karhutla di Indonesia (Maksum, Maarif, Syaufina, & Zuhriana, 2019). Maksum, Maarif, Syaufina, & Zuhriana (2018) mengidentifikasi bahwa permasalahan utama dalam pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla mencakup rendahnya kapasitas SDM, belum optimalnya peran pihak/stakeholder terkait, program peningkatan kapasitas tidak sinergis dan tidak berkelanjutan, serta rendahnya tingkat kesadaran dan motivasi pelaksanaan tugas. Aktivitas pengembangan kapasitas, khususnya SDM masyarakat (Masyarakat Peduli Api/MPA) belum memiliki pola yang jelas. Koordinasi dan sinergitas aktivitas pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla di antara para stakeholder belum berjalan dengan baik. Hasil kegiatan evaluasi pasca-diklat (EPD) pengendalian karhutla yang dilakukan Pusat Diklat SDM LHK di Kalimantan Tengah menemukan bahwa kurangnya koordinasi dan sinergitas program di antara instansi/stakeholder menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya hasil diklat. Masalah koordinasi dan sinergitas tersebut menyebabkan tidak tepat sasarannya peserta

diklat dan kurangnya pola pembinaan terhadap para alumni diklat (Pusdiklat SDMLHK, 2016).

Penelitian ini bertujuan merumuskan model strategi prioritas pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla. Penggunaan kata “model” lebih mengarah pada sebuah abstraksi atau penyederhanaan rancangan strategi kondisi nyata yang mampu menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta perilaku keseluruhannya sesuai dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan (Purnomo, 2012). Penelitian ini mensinergikan dua hasil penelitian sebelumnya, yaitu strategi pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla berdasarkan pendekatan analisis kualitatif Soft System Methodology (SSM) yang dirumuskan Maksum et al. (2018) dan status keberlanjutan program pengembangan kapasitas SDM karhutla yang di antaranya menghasilkan pilar/dimensi dan atribut penting atau sensitif (menggunakan metode Multidimensional Scalling/MDS) (Maksum et al., 2019). Rumusan kedua hasil penelitian tersebut digunakan sebagai input untuk membangun struktur hierarki prioritas strategi dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP telah diterima dan digunakan oleh banyak peneliti untuk membantu menyusun pemikiran dalam pengambilan keputusan secara hierarkis disertai dengan kemudahan penerapan dan pemahamannya (Bhushan & Rai, 2004).

II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Desember 2018. Lokasi pengambilan data wawancara responden ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan responden, terutama yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Cianjur, dan Palangkaraya.

B. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui wawancara responden pakar serta pengisian kuesioner.

167

(26)

Responden pakar yang diwawancarai sekaligus pengisi kuesioner berjumlah 10 orang, yang berasal dan dinilai mewakili pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla. Mereka berasal dari praktisi/widyaiswara, penyelenggara diklat, Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL), Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, non government organisation (NGO) internasional bidang pengembangan kapasitas SDM, Pemerintah Daerah, Manggala Agni (MA), dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan responden pakar adalah sesuai kriteria yaitu: 1) mempunyai pengalaman dan atau pendidikan yang memadai dan relevan; 2) memiliki reputasi dan kredibilitas yang baik dalam mewakili stakeholder; dan 3) kesediaan waktu dan komunikatif untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner.

Sumber daya manusia yang menjadi objek penelitian adalah pelaksana teknis pengendalian karhutla sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/menLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 05/ PERMENTAN/KB.410/1/2018. Sumber daya manusia pengendalian karhutla terdiri atas anggota Brigdal Karhutla Manggala Agni, Satuan Kerja Dalkarhutla Provinsi/Kabupaten/Kota, Brigdalkar Unit Pengelolaan, dan masyarakat.

C. Metode dan Analisis Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh prioritas strategi pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla adalah AHP, yang merupakan teori pengukuran melalui analisis perbandingan berpasangan berdasarkan pada penilaian para ahli untuk memperoleh skala prioritas (Saaty, 2008). Hasil review literatur secara sistematis oleh Russo & Camanho (2015)

terkait kriteria dalam AHP menunjukkan bahwa teknik AHP terutama digunakan untuk menimbang kriteria dan memilih serta memberi peringkat alternatif, sementara asal sumber masalah jarang terungkap, jenis informasi yang dicari tidak ditentukan, sebagian besar lebih tersifat teknikal. Oleh karenanya maka kriteria yang digunakan dalam analisis penelitian ini tidak terlepas dari penggunaan metode sebelumnya (SSM dan MDS), sebagai hasil dari pencarian akar masalah sebagaimana yang telah diteliti oleh Maksum et al. (2018) dan Maksum et al. (2019).

AHP menggunakan perangkat lunak Expert Choice versi 11. Tahapan-tahapan penggunaan metode AHP mengikuti Saaty (2008). Tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan jenis informasi yang dicari. Masalah yang dirumuskan adalah bagaimana prioritas strategi pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla dan jenis pengetahuan yang dicari adalah prioritas strategi pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla.

2. Menstrukturkan hierarki keputusan. Struktur hierarki keputusan yang akan dibangun terdiri atas:

a. Goal (G), yaitu strategi prioritas pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla.

b. Kriteria (K), merupakan dimensi atau pilar program pengembangan kapasitas SDM pengendalian karhutla. Kriteria ditetapkan berdasarkan hasil capaian tujuan penelitian sebelumnya dengan metode MDS, yaitu terdiri atas input (K1), proses (K2), dan output-outcome (K3). Kriteria K1 terdiri atas elemen-elemen: sistem rekrutmen, sarpras, pendanaan, sistem penganggaran, kurikulum/pedoman, kelembagaan pengelola program, pendapatan personil, status kepegawaian personil.

Gambar

Tabel 1 menunjukkan semakin  meningkatnya luasan lahan kritis yang  berarti kerusakan ekosistem daratan di  Kabupaten Blitar semakin meningkat
Gambar 1 memperlihatkan kawasan  hutan lindung yang berubah menjadi lahan  kosong di kawasan pegunungan di atas
Table 2  Pandanarum community empowerment phase
Tabel 3  Variasi tanaman untuk reboisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas peneliti mengambil pendapat atau kesimpulan bahwa identitas diri tidak berpengaruh terhadap perilaku konsumtif yang dilakukan oleh siswa-siswi SMA Negeri

Mengacu pada PP. Nomor 24 Tahun 2005, se- bagai pertanggungjawaban pemerintah terhadap DPR maka pada akhir tahun anggaran pemerintah menerbitkan laporan keuangan yang terdiri

Upaya represif adalah sebuah upaya yang dilakukan BNN Kabupaten Kediri pada saat penyalahgunaan narkotika sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment)

Dzikir adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkannya

Sedangkan pada Catatan Atas Laporan Keuangan kabupaten kudus, informasi tersebut berada dalam Bab VI yang sudah sesuai dengan PSAP no.. 4 yaitu diungkapkan dalam

Limbah isi rumen dari rumah potong hewan (RPH) yang belum terkelola secara optimal memungkinkan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Salah satu alternatif pengolahan limbah

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pihak BMT AL-Hikmah Mlonggo, manager marketing dan manager cabang menyatakan bahwa penanganan pembiayaan

[r]