• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin Spiritus, yang berarti bernafas atau angin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin Spiritus, yang berarti bernafas atau angin."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep spiritualitas

1.1. Pengertian Spiritualitas

Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin Spiritus, yang berarti bernafas atau angin. Jiwa memberikan kehidupan bagi seseorang. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan, 2005; Potter dan Perry, 2010). Menurut Florence Nightingale, spiritual adalah suatu dorongan yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004; Potter dan Perry, 2010). Saat ini, spiritualitas sering didefinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa terhubung dengan sesuatu yang lebih tinggi, alami, atau kepada beberapa tujuan yang lebih besar dari diri sendiri (Mauk dan Schmidt, 2004; Potter dan Perry, 2010).

1.2. Dimensi Spiritual

Spiritualitas mencakup seluruh aspek peribadi manusia dan merupakan sarana menjalani hidup. Dalam perspektif perawatan kesehatan holistik, jiwa, tubuh dan roh/spirit saling berhubungan dan berinteraksi dengan cara sangat dinamis di dalam seluruh “pribadi manusia”. Maka sangatlah sulit dan terkesan dibuat-buat apabila kita mencoba memisahkan ketiga dimensi ini. Akan tetapi, sangat bergunalah bagi penyedia perawatan kesehatan untuk membedakan ketiganya agar mereka dapat menilai dan memperlakukan pasien dengan tepat. Salah satu cara membedakan ketiga dimensi itu adalah sebagai berikut (Mansen, 1993; Taylor, 2002; dalam Young dan Koopsen, 2005):

1. Dimensi psikologis (jiwa) mencakup kesadaran diri (self consciousness) dan identitas diri

(2)

antarmanusia (dan berkaitan dengan emosi seperti rasa duka cita, rasa kehilangan, dan rasa bersalah) dan dialami jauh di lubuk jiwa.

2. Dimensi fisik (tubuh) merupakan kesadaran akan alam (world conscious). Aspek inilah yang memungkinkan seseorang merasa, melihat, mendengar, membau, meraba, dan disentuh orang lain.

3. Dimensi rohani (spirit) dideskripsikan sebagai daya yang menyatukan dalam diri manusia, mengintegrasikan, dan mengatasi dimensi lainnya. Dimensi ini juga diberikan sebagai kesadaran akan Tuhan (God-consciousness) atau berkaitan dengan kedewataan atau nilai-nilai mutlak. Dimensi ini menyangkut makna hidup, pemahaman manusia akan iman, dan hubungan intim pribadi manusia dengan Tuhan.

Salah satu masalah dari saling bertukaran antara spiritualitas dengan religi adalah di mana perawat mungkin menyatukan dimensi spiritual dengan dimensi psikososial. Hal ini dapat mengakibatkan pihak perawat tidak mampu mengenali harapan, kebutuhan, atau masalah spiritual yang disamarkan oleh emosi (Stoll, 1979; dalam Perry dan Potter, 2005). Seorang perawat mungkin mendiagnosa kebutuhan klien sebagai kebutuhan psikososial, ketika seharusnya kebutuhan tersebut berhubungan dengan kesehatan atau fungsi spiritual. Menyamakan spiritualitas dengan religi akan menghilangkan persfektif holistik klien dengan membatasi pandangan perawat tentang aspek dinamis kehidupan. Juga ketika dimensi spiritualitas dikurangi untuk mencakup hanya religi, intervensi keperawatan dapat distandardisasi dan tidak akan mengetengahkan kebutuhan aktual klien (Mensen, 1993).

Sosiologis 

Fisiologis  Psikologi

(3)

Skema 1. Dimensi spritual: pendekatan terintegrasi.

Farran et al. (1989) dalam Perry dan Potter (2005) lebih jauh mendefinisikan model penyatuan spiritualitas mereka dengan meringkaskan berbagai pandangan teoretis tentang spiritulitas.

Skema 2. Dimensi Spiritual: pendekatan penyataan

Selain itu, model penyatuan mencakup aspek perkembangan spiritualitas. Pertumbuhan spiritualitas terjadi hampir pada seluruh rentang kehidupan (Farran et al. 1989; dalam Perry dan Potter, 2005).

1.3. Karakteristik Spiritualitas

Menurut Hamid (2008) dalam upaya memudahkan pemberian asuhan keperawatan memperhatikan kebutuhan spiritual penerima pelayanan keperawatan, perawat mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengenal karakteristik spiritualitas yang disajikan sebagai berikut.

1. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self reliance: a. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).

Spiritual

Fisiologis 

Sosiologis

(4)

b. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).

2. Hubungan dengan alam harmonis:

a. Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim.

b. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki), mengabadikan, dan melindungi alam.

3. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:

a. Berbagai waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik. b. Mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit.

c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dan lain-lain). Bila tidak harmonis akan terjadi:

a. Konflik dengan orang lain.

b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi. 4. Hubungan dengan ketuhanan. Agamais atau tidak agamais

a. Sembahyang/berdo’a/meditasi. b. Perlengkapan keagamaan. c. Bersatu dalam alam.

Secara ringkas, dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya jika mampu:

1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan. 2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau

penderitaan.

3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta. 4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.

(5)

6. Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.

1.4. Hubungan spiritual, sehat, dan sakit

Agama merupakan petunjuk prilaku karena di dalam agama terdapat ajaran baik dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang, contohnya minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama dan akan berdampak pada kesehatan bila dikonsumsi manusia. Agama sebagai sumber dukungan bagi seseorang yang mengalami kelemahan (dalam keadaan sakit) untuk membangkitkan semangat untuk sehat, atau juga dapat mempertahankan kesehatan untuk mencapai kesejahteraan. Sebagai contoh, orang sakit dapat memperoleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari Tuhannya.

1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual menurut hidayat (2006), antara lain:

1. Perkembangan

Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan spiritual, karena setiap tahap perkembangan memiliki cara meyakini kepercayaan terhadap Tuhan.

2. Keluarga

Keluarga memiliki peran penting yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ras/suku

Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda, sehingga proses pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.

(6)

Keyakinan pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.

5. Kegiatan keagamaan

Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan dirinya dengan Tuhan, dan selalu mendekatkan diri kepada penciptanya.

1.6. Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual

Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual menurut Hidayat (2009) antara lain:

1. Pasien kesepian

Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.

2. Pasien ketakutan dan cemas

Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya, dan ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan.

3. Pasien yang menghadapi pembedahan

Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat menghawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.

4. Pasien yang harus mengubah gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke arah yang lebih baik, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.

(7)

1.7. Masalah Kebutuhan Spiritual

Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distres spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuaatan, harapan, dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebih dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusasaan, menolak kegiatan ritual, dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas, dan marah, kemudian didukung dengan tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur, dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2009). Distres spiritual terdiri atas:

1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang dicintai atau dari penderitaan yang berat.

2. Spritual yang khawatir, yaitu terjadi pertentangan kepercayaan dan sistem nilai seperti adanya aborsi.

3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan dalam kegiatan keagamaan.

2. Konsep Kecemasan 2.1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting

(8)

dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, Payapo, Maruhawa, Sianturi, Sumijatun, 2004).

May menyatakan dalam Stuard dan Laraia (2001); dalam Suliswati dkk (2004) bahwa aspek positif individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Pengalaman yang memicu terjadinya kecemasan dimulai sejak bayi dan berlangsung terus sepanjang kehidupan.

2.2. Tingkat Kecemasan

Peplau (1963 dikutip dari Stuart dan Sundeen, 1998; Purba dkk, 2008) mengidentifikasikan ansietas dalam 4 tingkatan. Setiap tingkatan memiliki karakteristik lahan persepsi yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menerima informasi/pengetahuan mengenai kondisi yang ada dari dalam diri lingkungannya. Tingkatan ansietas itu adalah sebagai berikut:

1. Ansitas ringan

Cemas yang normal yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2. Ansietas sedang

Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3. Ansietas berat

Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tenang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

(9)

4. Panik

Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalamai kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

Rentang Respon kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Sementara itu, Hall dan Lindzey (1993) dalam Purba dkk (2008) membagi ansietas atas tiga yaitu:

1. Ansietas realita, neurotik, dan moral adalah rasa khawatir akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat ansietasnya sangat tergantung kepada ancaman nyata.

2. Ansietas neurotik adalah rasa khawatir kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

3. Ansietas moral adalah rasa khawatir terhadap hati nuraninya sendiri. Individu yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.

(10)

Sue dkk. (dikutip dari Kartika, 1995; dalam Purba dkk, 2008) menyebutkan bahwa manifestasi ansietas terwujud dalam empat hal berikut ini:

1. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, sering kali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

3. Perubahan somatik, muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah, dan lain-lain. Hampir semua pasien ansietas menunjukan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot, dan tegangan darah.

4. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah dan perasaan tegang yang berlebihan. 2.3. Tanda dan Gejala

2.3.1 Respon fisik

Respon fisik yang mungkin ditemukan antara lain: 1. Sering nafas pendek

2. Nadi dan tekanan darah naik 3. Mulut kering 4. Anoreksia 5. Diare/konstipasi 6. Gelisah 7. Berkeringat 8. Tremor

(11)

2.3.2 Respon kognitif: 1. Lapangan persepsi menyempit

2. Tidak mampu menerima rangsangan luar 3. Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya

2.3.3 Respon prilaku dan emosi: 1. Perasaan tidak aman

2. Bicara berlebihan

3. Gerakan tersentak-sentak 2.4. Teori Kecemasan 2.4.1. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud dalam Suliswati dkk (2004) kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan untuk menanganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen.

2.4.1.1 Kecemasan Primer

Kejadian traumatik yang diawali sejak bayi akibat adanya stimulus tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.

2.4.1.2 Kecemasan subsekuen

Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat konplik emosi di antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud

(12)

menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.

2.4.2. Teori Interpersonal

Silivan dalam Suliswati dkk (2004) mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespons seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan prilaku itu.

Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kecemasan. Orang yang mempunyai prediposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.

2.4.3. Teori Prilaku

Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Prilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan.

(13)

Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu “approach” dan “avoidance”. Approach merupakan kecenderungan untuk melakukan atau menggerakan sesuatu. Avoidance adalah kebalikannya yaitu tidak melakukan atau menggerakan sesuatu melalui sesuatu.

2.4.4. Teori Keluarga

Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.

2.4.5. Teori Biologik

Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.

3. Konsep Preoperasi 3.1. Pengertian Preoperasi

Preoperasi merupakan tahap dalam proses pembedahan yang dimulai dari prabedah

(preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif). Prabedah atau praoprasi

merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan yang dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan barakhir sampai pasien berada di meja bedah. Intrabedah atau intraoperasi merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak pasien

(14)

ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ruang pemulihan. Pascabedah atau pascaoperasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Hidayat, 2009).

3.2 Jenis Pembedahan

3.2.1 Jenis pembedahan berdasarkan lokasi

Menurut Hidayat (2009) Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah thorak kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digesif, dan lain-lain.

3.2.2 Jenis pembedahan berdasarkan tujuan

Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi:

1. Pembedahan diagnostik, ditujukan untuk menentukan sebab terjadinya gejala dari penyakit, seperti biopsi, eksplorasi, dan laparatomi.

2. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit, misalnya pembedahan apendiktomi.

3. Pembedahan restoratif, dilakukan untuk memperbaiki deformitas atau menyambung daerah yang terpisah.

4. Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa menyembuhkan penyakit. 5. Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk bagian tubuh seperti

Referensi

Dokumen terkait

Web service merupakan sebuah perangkat lunak yang akan menjadi perantara dan mengatur lalu lintas data antar sistem. Selain itu juga web service tidak terpengaruh

Pemahaman makan sepuasnya atau all you can eat merupakan suatu konsep rumah makan dimana tamu yang datang dapat mengambil dan memilih sendiri dengan sepuasnya

Ekstrak bawang hitam dengan variasi pemanasan 15, 25, dan 35 hari memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena mengandung senyawa aktif flavonoid, tanin,

Jika setiap titik susud heksagon maupun pentagon mewakili atom karbon, hitung jumlah heksagon dan lubang pentagon, jumlah atom C persekutuan antara satu lubang pentagon

Saran dalam penelitian ini adalah Dosen sebaiknya menggunakan model pembelajaran tutor sebaya pada mata kuliah yang ada pada Prodi Tata Kecantikan, karena dengan model

19 Adapun tujuh dari tiga belas daftar aktivitas politik yang ditemukan oleh Dalton, dilakukan oleh Koalisi Hijau sebagai strategi menyikapi kebijakan politisasi Hutan

Hasil PCR 15 sampel DNA jagung yang berasal dari Jagung Lokal Biralle Bakka Didi asal Takalar, Sulawesi Selatan dan Jagung Karotenoid Syn 3 asal CIMMYT dengan

Implementasi pewarnaan graf fuzzy dengan pengembangan software matlab dapat menampilkan pembagian klasifikasi dengan warna yang sama sehingga dapat memberikan