• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks dengan tipe histopatologis dan sifat klinis yang bermacam-macam. Sembilan persen dari seluruh pembengkakan pada kavitas oral merupakan tumor odontogenik dan 1% dari kelompok ini adalah ameloblastoma. WHO mendefinisikan ameloblastoma sebagai neoplasia polimorfik invasif yang sering memiliki pola folikular atau plexiform dalam stroma fibrosa (Dandriyal dkk., 2011).

Perilaku ameloblastoma digambarkan sebagai benigna tetapi agresif secara lokal dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Secara teori, ameloblastoma diyakini berasal dari sisa-sisa lamina dentalis, organ enamel yang sedang berkembang, selubung epitel kista odontogenik atau dari sel-sel lapisan basal oral mukosa (Dandriyal dkk., 2011). Lebih dari 80% kasus merupakan neoformasi intraosseus di mandibula di regio molar ketiga dan ramus (Infante-Cossio, 2013).

Dua puluh persen dari seluruh kasus ameloblastoma dapat ditemukan terjadi di maksila, terutama di regio kaninus atau molar. Pada mandibula, 70% kasus ditemukan di regio molar atau ramus asenden, 20% di regio premolar dan 10% di bagian anterior. Ameloblastoma memiliki frekuensi kejadian yang sama antara pria dan wanita. Ameloblastoma paling sering terjadi pada orang dewasa berusia 20-50 tahun, terutama pada dekade 4 dan 5 (Dandriyal dkk., 2011; DeLong dan Burkhart, 2013).

(2)

Pada tahun 1992 WHO mengklasifikasikan ameloblastoma berdasarkan patologi klinisnya ke dalam 3 subtipe, yaitu: multikistik /solid, unikistik, dan ekstraosseus/periferal. Pada tahun 2005, terdapat subtipe yang ditambahkan, yaitu desmoplastik. Ameloblastoma multikistik memiliki beberapa tipe, yaitu: folikular, pleksiform, acanthomatous dan granular. Ameloblastoma multikistik merupakan yang paling agresif dan terjadi pada 80% kasus ameloblastoma. Secara radiografis, umumnya terlihat unilokular atau multilokular (Fulco dkk., 2010; Dandriyal dkk., 2011).

Aspek malignansi pada ameloblastoma banyak diperdebatkan. Dua variasi maligna yang langka telah diidentifikasi, yaitu ameloblastic carcinoma dan ameloblastoma maligna (Guledgud, 2012). Kedua variasi ini menempati kurang dari 1% dibandingkan seluruh ameloblastoma (Golubovic, 2012).

Diagnosis ameloblastoma dilakukan secara histopatologis melalui biopsi, dan secara radiografis, melalui pengambilan radiografi panoramik, CT dan MRI.Tantangan terapeutiknya adalah untuk mencapai eksisi lesi lengkap dengan kemungkinan morbiditas paling kecil. Untuk tujuan ini, para ahli bedah diharuskan mengamati lokasi, ukuran dan subtipe ameloblastoma, termasuk usia pasien (Infante-Cossio dkk., 2013).

Perawatan ameloblastoma masih menjadi perdebatan karena perilaku agresif lokalnya dan tingginya angka rekurensi setelah perawatan. Perawatan ameloblastoma bisa berupa perawatan lokal atau radikal. Perawatan lokal berupa enukleasi atau marsupialisasi, sedangkan perawatan radikal berupa

(3)

mandibulektomi dengan reseksi marginal atau segmental dengan batas aman dan rekonstruksi defek tulang (Junquera dkk., 2003; Infante-Cossio, 2013).

Setiap perawatan memiliki indikasi yang berbeda-beda dengan risiko yang berbeda-beda pula. Misalnya, ameloblastoma solid/multikistik telah dikenali sebagai subtipe yang paling agresif, dengan rekurensi tinggi jika dirawat dengan eksisi lokal. Di sisi lain, ameloblastoma unikistik digambarkan memiliki angka rekurensi yang lebih rendah, dan enukleasi dengan kuretase dianggap cukup untuk perawatannya (Mendenhall dkk., 2007).

Setiap perawatan memiliki sisi lemah masing-masing. Perawatan lokal dapat meningkatkan resiko rekurensi (Mendenhall dkk., 2007). Lokasi ameloblastoma juga dapat berpengaruh pada keberhasilan perawatan, contohnya pada ameloblastoma periferal yang terjadi di gingiva atau mukosa alveolar, biasanya memberi respon yang baik terhadap perawatan lokal (Infante-Cossio dkk., 2013).

Gejala klinis ameloblastoma biasanya berupa pembengkakan yang tidak sakit (DeLong dan Burkhart, 2013). Hal ini menyebabkan banyak penderita yang baru menyadari adanya ameloblastoma setelah ameloblastoma membesar dan terlihat deviasi wajah yang signifikan. Pengetahuan mengenai distribusi ameloblastoma berdasarkan lokasi, usia, dan jenis kelamin pasien akan dapat memudahkan deteksi dini ameloblastoma sehingga mencegah tumor bertambah besar dan pasien terhindar dari perlunya perawatan radikal.

Penelitian angka kejadian ameloblastoma mendapatkan 0,6-5,6 kasus baru per 1 juta penduduk setiap tahunnya di Swedia, Afrika Selatan dan Nigeria (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Ras Kaukasus dan bangsa Asia (China, India,

(4)

Jepang, Melayu dan Thailand) memiliki perbandingan sebesar 24,8% : 38,4% (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Kejadian ameloblastoma di negara industri sebesar 27,7% (n=1102) dan di negara berkembang sebesar 39,1% (n=542) (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Di Indonesia penelitian mengenai kasus ameloblastoma masih jarang (Yulvie, 2012).

Angka prevalensi merupakan suatu perhitungan epidemiologi yang dapat berguna bagi perencana kesehatan. Angka prevalensi mencerminkan jumlah penderita (kasus lama dan baru) penyakit dalam periode atau saat tertentu (Pratiknya, 1986). Dikenal 2 macam prevalensi yaitu, angka prevalensi yang dihitung berdasar kenyataan pada saat tertentu, disebut juga point prevalence dan angka prevalensi yang dihitung berdasar kenyataan pada suatu periode tertentu, disebut juga period prevalence (Pratiknya, 1986). Prevalensi dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan pengobatan dan kebutuhan tempat tidur rumah sakit, serta membantu dalam merencanakan kebutuhan fasilitas kesehatan dan jumlah pengawas (Timmreck, 2002).

Survei prevalensi secara berulang pada institusi yang sama dapat digunakan untuk mendokumentasikan kecenderungan dalam epidemiologi penyakit dan mendemonstrasikan efektivitas kontrol penanganan penyakit tersebut. Survei prevalensi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem pengawasan yang berlangsung pada sebuah rumah sakit. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data penyakit yang teridentifikasi oleh peneliti dan data penyakit yang terdeteksi oleh sistem pengawasan rutin rumah sakit (Bennet dkk., 2007).

(5)

Pengetahuan mengenai angka prevalensi ameloblastoma dapat berguna dalam perencanaan rumah sakit dan dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian yang terkait dengan ameloblastoma. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian mengenai prevalensi ameloblastoma dan distribusi ameloblastoma serta perawatannya di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta. RSUP Dr. Sardjito merupakan Rumah Sakit Pendidikan tipe A yang merupakan rujukan tertinggi untuk daerah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan (Redaksi Rumah Sakit Dr. Sardjito, 2009).

RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang ideal untuk melakukan tinjauan mengenai suatu penyakit dan penanganannya. Penelitian mengambil jangka waktu 5 tahun dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2013. Penentuan jangka waktu tersebut berdasarkan pertimbangan ketersediaan data-data dan agar mendapatkan sumber data-data yang paling baru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, didapatkan rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana prevalensi ameloblastoma di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013.

2. Bagaimana distribusi ameloblastoma menurut usia, jenis kelamin, lokasi, jenis ameloblastoma dan perawatannya di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013.

(6)

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Mengetahui prevalensi ameloblastoma pada periode 2009-2013 di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

2. Mengetahui distribusi ameloblastoma menurut usia, jenis kelamin, lokasi, jenis ameloblastoma dan perawatannya di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Sebagai media informasi tentang prevalensi dan distribusi ameloblastoma serta perawatannya di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

2. Pengetahuan mengenai angka prevalensi dapat berguna dalam merencanakan pelayanan kesehatan publik dan dapat menggambarkan perawatan medis serta kebutuhan perlengkapan rumah sakit.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai ameloblastoma di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

(7)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai prevalensi dan perawatan ameloblastoma belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito berdasarkan pengetahuan penulis saat pembuatan skripsi ini. Sedangkan penelitian mengenai perawatan ameloblastoma yang sudah pernah dilakukan antara lain:

1. Pada tahun 2002 oleh Anita Kusumawati dengan judul Tinjauan Retrospektif Ameloblastoma Mandibula di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Selama 5 Tahun (Jan 1997 – Des 2001).

2. Pada tahun 2011 oleh Rusdiana dkk. dengan judul Profile of Ameloblastoma from a Retrospective Study in Jakarta, Indonesia.

3. Pada tahun 2013 oleh Chander dkk. dengan judul Enucleation & Resection in Surgical Management of Ameloblastoma – A Surgical Dilemma: Series of Eight Cases.

4. Pada tahun 2013 oleh Infante-Cossio dkk. dengan judul Treatment of Recurrent Mandibular Ameloblastoma.

5. Pada tahun 2014 oleh Akhtar dkk. dengan judul Treatment of Odontogenic Ameloblastomas & Their Long Term Follow Up At Tertiary Centre.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Namun, ada tantangan yang cukup besar yang dihadapi yaitu masalah dimensi dari data yang digunakan karena banyak teknik yang menggunakan representasi matriks dalam penerapannya

Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak, yang berarti ada hubungan antara kehilangan hubungan dengan teman-teman atau keluarga dengan kualitas hidup

28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui dimensi jingle iklan yaitu memorability, meaningfulness, likability, adaptability dan protectability memiliki

adanya paksaan dalam soal agama. 28 Menurut al-Zamakhsharī, melalui ayat ini, Allah menegaskan bahwa soal keimanan tidak bisa dijalankan dengan paksaan, tapi

Konteks pengetahuan ini berupa interaksi tatap muka antar individu yang bersifat kolektif. Berbeda dengan konteks originating, pola interaksi ini tercipta dengan terencana dan

Menginstruksikan KPA Satker terkait agar memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan Konsultan Pengawas atas kelalaiannya dalam melakukan pengawasan