• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: YULI INDRIYANA PUTRI NPM Jurusan Hukum Ekonomi Syari ah Fakultas Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: YULI INDRIYANA PUTRI NPM Jurusan Hukum Ekonomi Syari ah Fakultas Syariah"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KERIPIK DAN KELANTING DESA SIDODADI KECAMATAN

SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DITINJAU DARI HUKUM EKONOMI ISLAM

Oleh:

YULI INDRIYANA PUTRI

NPM. 13113129

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah

Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1441 H / 2020 M

(2)

ii

KERIPIK DAN KELANTING DESA SIDODADI KECAMATAN

SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DITINJAU DARI HUKUM EKONOMI ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

YULI INDRIYANA PUTRI

NPM. 13113129

Pembimbing I : Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag Pembimbing II : H. Nawa Angkasa, SH, MA

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1441 H / 2020 M

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

ABSTRAK

SISTEM PEMBAYARAN UPAH DI HOME INDUSTRI KERIPIK DAN KELANTING DESA SIDODADI KECAMATAN SEKAMPUNG

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DITINJAU DARI HUKUM EKONOMI ISLAM

Oleh:

YULI INDRIYANA PUTRI NPM. 13113129

Islam mendorong umat manusia untuk berproduksi dan menekuni aktifitas ekonomi dalam segala bentuk seperti pertanian, penggembalaan, berburu, industri, perdagangan dan bekerja dalam berbagai bidang keahlian yang dimiliki. Aktivitas yang dilakukan umat manusia yang menghasilkan benda, jasa atau pelayanan yang bermanfaat bagi kehidupan maka akan menjadikan makmur dan sejahtera.

Pertanyaan penelitian adalah bagaimanakah sistem pembayaran upah home

industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung

Timur ditinjau dari hukum ekonomi Islam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sistem pembayaran upah home industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung ditinjau dari ekonomi Islam. Manfaat Penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu ekonomi Islam tentang sistem pembayaran upah ditinjau dari ekonomi Islam dan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat luas tentang sistem pembayaran upah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan sifat penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini yaitu Ibu Ratna Catur selaku (memberi upah/mu’jir) dan Ibu Tunem, Ibu Tutik, Ibu Mulyani serta Ibu Sulis selaku Musta’jir (yang menerima upah/pekerja) di home industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisis data secara induktif, yaitu berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian dianalisis dan akhirnya ditemukan pemecahan persoalan yang bersifat umum.

Berdasarkan hasil penelitian bahwasannya sistem pembayaran upah di

home industri yaitu berdasarkan kesepakatan antara pemilik usaha dan pekerjanya

bahwa upah yang diterima adalah sistem harian namun dalam pemberian upah sering terjadi ketidaktepatan waktu, terkadang diberikan tiga hari sekali, lima hari sekali, bahkan satu minggu sekali. Pembayaran upah ditinjau dari ekonomi Islam yakni Kerja, Kompensasi, Efisiensi, Profesionalisme, Kecukupan, Pemerataan Kesempatan, Kebebasan, Kerjasama, Persaingan, Keseimbangan, Solidaritas, Informasi Simetri. Prinsip ekonomi harus dijalankan oleh pemberi kerja yang sesuai dengan kemampuan dalam bekerja yaitu kompensasi dan upah sesuai dengan pekerjaannya, mempunyai waktu yang efisien dalam menyelesaikan pekerjaan, bertanggung jawab dan mampu bekerjasama dalam menyelesaikan pekerjaannya.

(7)
(8)

viii MOTTO





















Artinya: dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah

mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)

pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (Q.S. Al-Ahqaf: 19)1

1

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahan, (Semarang: Toha Putra, 2008), 112.

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan rasa syukur kepada Allah SWT, peneliti persembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tuaku (Bapak Subagiyo dan Ibu Ena Riyatmi) yang senantiasa mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih sayang serta selalu berdo’a untuk keberhasilanku.

2. Suamiku (Yuli Ariebowo) dan anakku (Naura Assa Kinanti) yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan studiku

3. Adinda (Yana Apriana dan Khalifah Oktafiana) yang memberikan semangat kepada saya dan yang telah mewarnai kehidupan saya dengan penuh keceriaan.

4. Teman-teman S1 Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2013 yang telah membuat hidup saya bermakna dan dinamis.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, sebagai Rektor IAIN Metro, sekaligus selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah

3. Bapak Sainul, SH, MA, sebagai Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah 4. Bapak H. Nawa Angkasa, SH, MA, sebagai Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

5. Kepala Desa dan segenap warga Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.

(11)

xi

Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan dan diterima dengan kelapangan dada. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Syariah.

Metro, Juni 2020 Peneliti,

Yuli Indriyana Putri

(12)

xii

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

NOTA DINAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN... ix

HALAMAN KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Penelitian Relevan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Upah ... 11

1. Pengertian Upah ... 13

2. Dasar Hukum Upah ... 17

3. Syarat dan Rukun Upah ... 20

4. Manfaat Upah ... 20

5. Jenis Upah ... 23

B. Sistem Penetapan Upah dalam Islam ... 27

C. Sistem Pembayaran Upah ... 31

D. Home Industri ... 34

1. Pengertian Home Industri ... 34

2. Ciri-ciri Home Industri ... 35

(13)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 39

B. Sumber Data ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42

D. Teknik Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Gambar Umum Home Industry Keripik dan Kelanting di Desa Sidodadi Kec. Sekampung Kab. Lampung Timur ... 46

1. Sejarah Berdiri Home Industry Keripik dan Kelanting di Desa Sidodadi ... 46

2. Visi & Misi ... 47

3. Pelaksanaaan Produksi dan Pemasaran ... 48

4. Tenaga Kerja ... 49

B. Sistem Pembayaran Upah di Home Industry Pembuat Keripik dan Kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur. ... 53

C. Analisis Terhadap Sistem Pembayaran Upah di Home Industry Pembuat Keripik dan kelanting Ditinjau Dari Ekonomi Islam di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur ... 69

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Daftar Tenaga Kerja Home Industry Pembuat Keripik dan Kelanting

di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung ... 50 4.2. Daftar Tenaga Kerja Home Industry Pembuat Kelanting di Desa

Sidodadi Kecamatan Sekampung ... 51 4.3. Bagian Pemasaran Keripik dan Kelanting Desa Sidodadi ... 52 4.4. Bagian Pemasaran Kelanting Desa Sidodadi ... 52

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan 2. Outline

3. Alat Pengumpul Data 4. Surat Research 5. Surat Tugas

6. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi 7. Foto-foto Penelitian

8. Surat Keterangan Bebas Pustaka 9. Riwayat Hidup

(16)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam mendorong umat manusia untuk berproduksi dan menekuni aktifitas ekonomi dalam segala bentuk seperti pertanian, penggembalaan, berburu, industri, perdagangan, dan bekerja dalam berbagai bidang keahlian yang dimiliki. Aktivitas yang dilakukan umat manusia yang menghasilkan benda atau pelayanan yang bermanfaat bagi kehidupan maka akan menjadikan makmur dan sejahtera. Islam juga memberkati perbuatan duniawi dan memberi nilai tambah sebagai ibadah kepada Allah dan jihad dijalan-Nya.

Salah satu tujuan utama ajaran Islam adalah mengangkat manusia dari kemiskinan, segala kekurangan dan kelaparan, Rasulullah SAW diutus untuk menghapuskan perbudakan yang memaksa manusia hidup sengsara dan miskin, dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk beribadah dan penghidupan secara layak. Banyak cara yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya yaitu bekerja, maka dari itu semua orang berlomba-lomba dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari selain itu diperlukan manajemen yang berfungsi memberikan suatu pencerahan dan jawaban dari berbagai permasalahan yang terjadi pada suatu perusahaan baik secara internal maupun eksternal.1

1

(17)

Manusia mempunyai tipe dalam melakukan pekerjaan yaitu bekerja sendiri dan bekerja dengan orang lain. Bekerja sendiri ialah memiliki perniagaan atau melakukan kerja secara (freelance) tanpa perlu patuh pada waktu bekerja sedangkan bekerja dengan orang lain adalah bekerja yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai target yang ditentukan pemilik usaha, pimpinannya sesuai dengan syara-syarat tertentu yang dikenakan terhadap seorang pekerja, antara lain upah, kontrak kerja, pemberian tunjangan dan waktu bekerja. Maka tentulah seorang yang telah bekerja pada pemilik usaha dengan melakukan semua pekerjaan yang diberikan dan akan diberi upah tiap kali menyelesaikan pekerjaannya.

sebaAl-gaimana dalam firman Allah SWT dsebagai berikut:

َنوُنِمْؤُمْلاَو ُهُلوُسَرَو ْمُكَلَمَع ُهللَّا ىَرَ يَسَف اوُلَمْعا ِلُقَو

ۖ

ِِلِاَع َٰلَِإ َنوُّدَرُ تَسَو

َنوُلَمْعَ ت ْمُتْ نُك اَِبِ ْمُكُئِ بَ نُ يَ ف ِةَداَههشلاَو ِبْيَغْلا

Artinya : Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta

orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.2 (Q.S At-Taubah Ayat 105).

Hal itu karena manhaj adalah manhaj akidah dan amal yang menjadi bukti akidah itu. Tanda kesungguhan tobat mereka itu berarti adalah amal yang tampak yang dilihat oleh Allah, Rosul-Nya dan kaum mukmin sedangkan di akhirat mereka diserahkan kepada Allah yang tah Maha Mengetahui apa yang ghaib dan tak terlihat, yang

2

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahan, (Semarang : Toha Putra, 2008), h.112.

(18)

mengetahui apa yang dikerjakan oleh anggota tubuh dan yang tersimpan dalam hati. Penyesalan dan tobat bukanlah akhir dari segala-Nya. Namun berikutnya ada amal yang mengikuti penyesalan dan tobat itu. Maka amal itulah yang membenarkan atau mendustai perasaan-perasaan kejiwaannya, memperdalamnya, atau malah menghancurkannya setelah sebelumnya mencapai kebeningannya. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistis, yang tak cukup sekedar perasaan dan niat saja, selama tidak berubah menjadi gerakan nyata. Niat yang baik mempunyai tempat sendiri, namun ia sendiri tidak menjadi gantungan hukum atau balasan. Tapi, ia dihitung bersama dengan amal perbuatan sehingga niat itu menjadi penentu nilai amal perbuatan.3

Tafsir surat At-Taubah ayat 105 adalah pertama manusia diharuskan untuk bekerja sesuai dengan kehendak hati dengan memperhatikan manfaat pekerjaan yang dilakukannya. Serta untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kedua Allah dan Rosul-Nya akan melihat segala sesuatu yang dikerjakan manusia. Ketiga para mukmin akan menjadi saksi dari pekerjaan masing-masing kelak di akhirat. Keempat semua manusia akan dimintai pertanggungjawabnya di akhirat kelak, sesuai apa yang dikerjakannya di dunia.4 Nabi Muhammad SAW bersabda:

ُهللَّا َلاَق َلاَق َمهلَسَو يهْيَلَع ُهللَّا ىهلَص يييبهنلا ينَع ُهْنَع ُهللَّا ييضَر َةَرْ يَرُه يبَِأ ْنَع

َعَبَ ٌلُجَرَو َرَدَغ هُثُ يبِ ىَطْعَأ ٌلُجَر يةَماَييقْلا َمْوَ ي ْمُهُمْصَخ َنََأ ٌةَثلاَث َلَاَعَ ت

ْأَتْسا ٌلُجَرَو ُهَنََثَ َلَكَأَف اًّرُح

ُهَرْجَأ يهيطْعُ ي َْلََو ُهْنيم َفَْوَ تْساَف اًيريجَأ َرَج

Artinya : Abu Hurairah berkata bahwa Rasul bersabda firman Allah: ada tiga yang menjadi musuh Saya di hari kiamat, 1. Orang yang berjanji pada-Ku kemudian ia melanggarnya 2. Orang yang menjual orang merdeka lalu ia memakan hasil penjualannya 3. Orang yang

3

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil-Qur’an , (Bairut : Darusy-Syuruq, 1992), h. 30.

4

(19)

mempekerjakan orang lain yang diminta menyelesaikan tugasnya, lalu ia tidak membayar upahnya.5

Hadist di atas, terlihat bahwa Allah SWT memusuhi orang yang mendzalimi orang lain, namun dalam hadis ini ada penguatan terhadap tiga jenis praktik penzaliman (pelanggaran atas sumpah nama Allah, trafiking, (penjualan orang) dan tidak membayar upah pekerja). Penzaliman yang dilakukan dengan tidak membayar upah karena jiri payah dan kerja kerasnya tidak mendapatkan balasan dan itu sama dengan memakan harta orang lain secara tidak benar.6

Berdasarkan hadis dan ayat di atas dapat dipahami bahwa pemilik usaha hendaklah membayar upah kepada pekerjanya tepat pada waktunya setelah mereka selesai melakukan perkerjaannya. Apabila pemilik usaha tidak dapat membayar gaji sesuai kesepakatan, maka pemilik usaha wajib memberi tahu kepada pekerjanya bahwa usahanya memiliki problem terutama dalam hal keuangan.

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarga.7

5

Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), h. 41.

6

Ibid.

7

Achmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.1

(20)

Upah akan berhubungan dengan besarnya pekerjaan.8 Wajibnya bersegera memberi upah (gaji) kepada pekerja setelah mereka selesai bekerja, walaupun ia tidak meminta meskipun ia tidak berkeringat atau berkeringat tapi sudah kering. Keharusan untuk melakukan pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan atau batas waktu yang telah ditentukan, seharusnya tidak menunda nunda pemberian upah dari jadwal atau tenggang waktu yang telah disepakati. Menurut UUK No.13 Tahun 2003, dalam pasal 88 ayat 1 menjelaskan bahwa: setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.9

Penetapan upah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi kerja dan tenaga kerja, seperti yang terdapat pada sistem upah bagi hasil yang memberikan upah kepada para tenaga kerjanya berdasarkan kesepakatan yang ditentukan oleh persentase antara pihak yang terkait dan dengan memberikan bagian tertentu kepada pekerja dari hasil keuntungan yang diperoleh. Keberhasilan itu tentunya tergantung dari para tenaga kerja yang mempunyai kualitas dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja yang mempunyai prestasi dalam melakukan pekerjaannya, sewajarnya mendapatkan imbalan atau upah yang sesuai dengan yang dilakukannya, sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dalam menuju kesejahteraan.

Seseorang buruh harian hendaknya diberikan upah sesuai dengan akad perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak. Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur mayoritas penduduknya memiliki

8

Daryanto, Analisa Upah dan Bahan (Analisa Bow), (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), h. 2

9

Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta :Sinar Grafika, 2015), h 36.

(21)

profesi sebagai petani, buruh dan pedagang namun karena pada saat ini harga pertanian mengalami penurunan hal ini lah yang mendorong sebagian ibu-ibu rumah tangga yang suaminya berprofesi sebagai petani berkerja untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Home industry keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur mempunyai banyak tenaga kerja untuk menjalankan bisnisnya yaitu warga sekitar yang mayoritas pekerjanya adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki perkerjaan tetap.

Berdasarkan survey dapat diketahui bahwa Ratna selaku pemilik home

industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung

Lampung Timur sudah memiliki 12 pekerja. Pekerjaan yang dilakukan pekerja ditargetkan untuk menyelesaikan 100 bungkus perharinya dan setiap bungkus yang dihargai Rp 100 rupiah. Apabila hasil pekerja sehari 200 bungkus maka upah yang diterima adalah Rp 20.000. Pemilik home industri melakukan pembayaran upah dilakukan mingguan. Namun pada kenyataannya pemberian upah diterima oleh pekerja dua minggu sekali bahkan lebih dari 2 minggu hal ini dikarenakan pemberian upah terkendala pada pemasaran keripik dan kelanting tersebut, hasil produksi dipasarkan kepada distributor dan agen terlebih dahulu kemudian uang dari hasil pemasaran yang diterima oleh pemilik home industri dan selanjutnya dibagikan kepada pekerjanya sesuai hasil produksi yang pekerja selesaikan dan pembayaran upah disesuaikan dengan perjanjian waktu. Maka dalam hal ini pemilik kerja tidak mampu memberikan upah kepada pekerjanya sesuai

(22)

dengan perjanjian waktu yaitu pembayaran upah dilakukan mingguan atau 1 minggu hal ini bergantung pada hasil pemasaran keripik dan klanting.10

Pada kenyataannya terdapat pengingkaran yang dilakukan pemilik home industri terhadap pekerja bahwasannya akad perjanjian dalam sistem pemberian upah yang diberikan pemilik home industri kepada pekerja yaitu secara mingguan namun pada kenyataannya pemilik home industri tidak dapat merealisasikan sistem pemberian upah secara mingguan hal ini dikarenakan pemilik home industri menunggu hasil pemasaran dari keripik dan kelanting maka secara tidak langsung pekerja merasa dirugikan atas ketidaktepatan dalam pemberian upah kepada pekerja sehingga pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya dan mengakibatkan hutang piutang yang dilakukan pekerja dengan orang lain dan terkadang pekerja mengajukan pinjaman terhadap pemilik home industri namun terkadang diberikan dan terkadang tidak. Dalam agama Islam pemilik usaha memiliki kewajiban memberikan upah (gaji) kepada pekerja setelah mereka selesai melakukan pekerjaannya sesuai dengan akad yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, walaupun mereka tidak memintanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sistem pembayaran upah di home industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur ditinjau dari hukum ekonomi Islam.

10

Wawancara, Rusmiyanti selaku Pekerja Home Industri Keripik dan Kelanting Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur, Pada Tanggal 03 Januari 2019 Pukul 09.00 WIB.

(23)

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan penelitian dalam Skripsi ini adalah: “Bagaimanakah pemberian upah butuh di home industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur ditinjau dari hukum ekonomi Islam”?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk pemberian upah

butuh di home industri keripik dan kelanting di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur ditinjau dari hukum ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu ekonomi Islam tentang sistem pembayaran upah ditinjau dari ekonomi Islam.

a. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat luas tentang sistem pembayaran upah.

D. Penelitian Relevan

Penelitian relevan yaitu mengkaji terhadap penelitian orang lain yang digunakan untuk membandingkan kesimpulan berfikir dari hasil karya ilmiah. Penelitian relevan bertujuan untuk membedakan atau memperkuat hasil penelitian tersebut dengan penelitian yang telah ada.

(24)

Penulisan Skripsi ini peneliti menemukan beberapa Skripsi yang dapat dijadikan kajian terdahulu bagi penulis, sebagai berikut:

1. Siti Husnul Khotimah judul skripsi “Penetapan Upah Minimum DIY

Tahun 2009 Dalam perspektif Hukum ketenaga Kerjaan dan Dalam

Hukum Islam”, terdapat persamaan yaitu membahas tentang upah dan

ketentuan dalam memberikan upah menurut waktu, jenis pekerjaan dan prestasi yang dicapai (bonus), namun penelitian ini terdapat perbedaan yaitu penelitian ini membahas penetapan upah minimun pekerja sesuai dengan UMR yang ditetapkan DIY Tahun 2009 dan disesuaikan dengan hukum ketenagakerjaan menurut hukum Islam. 11

2. Agus Susilo judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam terhadap Upah

Karyawan CV. Candra Logam Desa Bendiljati Kulon Kecamatan

Sumbergempol Kabupaten Tulungagung”, terdapat persamaannya dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan, penelitian ini membahas sistem pemberian upah berdasarkan prestasi yang capai pekerja (karyawan) dan menggunakan sistem pemberian upah berdasarkan waktu yaitu bulanan. Namun penelitian ini terdapat perbedaan adalah sistem pemberian upah yang diberikan dan pemberian prestasi atau bonus kepada pekerja dengan tujuan untuk memberikan imbalan kepada pekerja untuk meningkatkan prestasinya disetiap bulannya.12

11

Siti Husnul Khotimah “Penetapan Upah Minimum DIY Tahun 2009 Dalam perspektif

Hukum ketenaga Kerjaan dan Dalam Hukum Islam”,Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

2012.

12

Agus Susilo “Tinjauan Hukum Islam terhadap Upah Karyawan CV. Candra Logam

Desa Bendiljati Kulon Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung”,Skripsi Universitas

(25)

3. Titis Putriana yang berjudul “Sistem pembayaran Upah dalam Pespektif

Ekonomi Islam Study Kasus Pengusaha Kasur di Desa Bumi Harjo

Kecamatan Batanghari Lampung Timur” terdapat persamaan yaitu

membahas tentang sistem pemberian upah yang diberikan kepada majikan atau pemberi kerja kepada pekerja dengan sistem harian sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah penjelasan dalam pemberian upah yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja sesuai dengan pekerjaan yang sudah dilakuakn dan sesuai dengan jabatan pekerja tersebut.13

Berdasarkan penulusuran pustaka yang peneliti lakukan dapat dipahami bahwa belum ada penelitian yang membahas tentang Sistem Pembayaran Upah Di home Industry keripik dan kelanting Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Lampung Timur di tinjau dari hukum ekonomi Islam.

13

Titis Putriana yang berjudul “Sistem pembayaran Upah dalam Pespektif Ekonomi Islam

Study Kasus Pengusaha Kasur di Desa Bumi Harjo Kecamatan Batanghari Lampung Timur”,

(26)

LANDASAN TEORI

A. Upah

1. Pengertian Upah

Upah merupakan hak pekerjaan yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang imbalan. Pembayaran upah akan ada dalam perjanjian awal dalam penentuan nominal. Apabila pembayaran upah tidak ditentukan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan, maka pembayaran upah dilakukan di tempat kerja atau kantor perusahaan.

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.1 Pendapat lain mengatakan bahwa upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja (tenaga kerja) atas jasanya dalam proses produksi. Islam memiliki beberapa ketentuan mengenai pengaturan upah, beberapa diantaranya adalah Rasulullah SAW telah melarang memperkerjakan pekerja tanpa menetapkan upahnya terlebih dahulu selain itu Rasulullah SAW, juga menuntun untuk berperilaku baik kepada

1

Achmad S. Rucky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan

(27)

pelayanannya bila ada yang sakit beliau berkunjung ke rumah pelayan tersebut.2

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa upah yang ditetapkan menurut jangka waktu harus dibayar disaat buruh mulai bekerja sampai saat berakhirnya hubungan kerja. Jika hubungan kerja berakhir sebelum waktunya dan suatu jangka waktu pembayaran, perusahaan wajib membayar upah untuk semua hari buruh atau kayawan bekerja.

Upah dapat dikatakan sebagai pembayaran atas jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha pemberian upah diberikan kepada pekerja kasar yang pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti pekerja pertanian, tukang kayu, tukang batu dan buruh kasar.3 Upah merupakan salah satu komponen penting dalam dunia ketenagakerjaan karena bersentukan langsung dengan kesejahteraan pekerja.4 Setelah buruh melakukan suatu pekerjaan maka ia akan mendapatkan hasil atas apa yang sudah buruh lakukan, hasil tersebut biasanya disebut upah atau gaji. Dalam upaya mencukupi kebutuhan hidupnya, seseorang sudah pasti harus menjalin kerjasama antar individu, antara individu dan kelompok atau antar kelompok dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama.5

2

Dewan Pengurus Nasional FORDEBI dan ADESY, Ekonomi dan Bisnis Islam, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h.237.

3

Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2015), h.350.

4

Edytus Adisu, Hak Karyawan Atas Gaji dan Pedoman Menghitung, (Jakarta : Niaga Swadaya, 2008), h.1.

5

Gasper Liaw, Administrasi Pembangunan Studi Kajian PKL, (Bandung : Aditama, 2015), h. 12

(28)

Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.6

Upah diberikan sebagai balas jasa atau penggantian kerugian yang diterima oleh pihak buruh karena atas pencurahan tenaga kerjanya kepada orang lain yang berstatus sebagai majikan. Aktivitas perburuhan dengan menggunakan tenaga manusia dapat dibenarkan dengan penerapan upah kerja yang merupakan salah satu bentuk ijarah dalam hukum Islam. Besaran upah harus ditetapkan melalui kesepakatan antara pekerja dan pengusaha yang didasarkan pada prinsip keadilan. Upah ditentukan kesepakatan antara pekerja dan majikan berdasarkan prinsip persamaan dan keadilan yang bertujuan untuk menjamin upah yang layak.

2. Dasar Hukum Upah

a. Al-Qur’an

Sumber hukum dalam Islam yang dipakai dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi adalah dengan menggunakan Al-Quran dan hadis. Al-Qur’an sebagai sumber dasar yang menjadi

6

(29)

pijakannya. Sumber hukum upah salah satunya diambil dari Al-Qur’an. Sebagaimana yang tersirat dalam Q.S Ahqaaf ayat 19 sebagai berikut :

َنْوُمَلْظُي َلا ْمُهَو ْمُهَلَمْعَا ْمُهَ يِ فَوُ يِلَو اْوُلِمَع اهِمِ ٌتَجَرَد ِ لُكِلَو

Artinya:” Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang

telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi

mereka balasan pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka

tiada dirugikan”. (Q.S Ahqaaf:19)7

Pekerjaan seseorang akan dibalas menurut berat ringan pekerjanya, karena Islam sangat menghargai keahlian dan pengalaman. Seorang yang telah bekerja pada pemilik usaha dengan melakukan semua pekerjaan yang diberikan dan akan diberi upah tiap kali menyelesaikan pekerjaannya. sebagaimana dalam firman Allah SWT sebagai berikut:

َنوُنِمْؤُمْلاَو ُهُلوُسَرَو ْمُكَلَمَع ُهللَّا ىَرَ يَسَف اوُلَمْعا ِلُقَو

ۖ

َٰلَِإ َنوُّدَرُ تَسَو

ِِلِاَع

َنوُلَمْعَ ت ْمُتْ نُك اَِبِ ْمُكُئِ بَ نُ يَ ف ِةَداَههشلاَو ِبْيَغْلا

Artinya : Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya

serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.8 (Q.S At-Taubah Ayat 105).

7

Q.S Ahqaaf :19

8

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahan, (Semarang : Toha Putra, 2008), h.112.

(30)

Tafsir surat At-Taubah ayat 105 adalah pertama manusia diharuskan untuk bekerja sesuai dengan kehendak hati dengan memperhatikan manfaat pekerjaan yang dilakukannya. Serta untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kedua Allah dan Rasul-Nya akan melihat segala sesuatu yang dikerjakan manusia. Ketiga para mukmin akan menjadi saksi dari pekerjaan masing-masing kelak di akhirat. Keempat semua manusia akan dimintai pertanggungjawabnya di akhirat kelak, sesuai apa yang dikerjakannya di dunia.9

b. Hadis

Nabi Muhammad SAW bersabda:

َر َةَرْ يَرُه يبَِأ ْنَع

َلاَق َلاَق َمهلَسَو يهْيَلَع ُهللَّا ىهلَص يييبهنلا ينَع ُهْنَع ُهللَّا ييض

َرَدَغ هُثُ يبِ ىَطْعَأ ٌلُجَر يةَماَييقْلا َمْوَ ي ْمُهُمْصَخ َنََأ ٌةَثلاَث َلَاَعَ ت ُهللَّا

َفَْوَ تْساَف اًيريجَأ َرَجْأَتْسا ٌلُجَرَو ُهَنََثَ َلَكَأَف اًّرُح َعَبَ ٌلُجَرَو

يهيطْعُ ي َْلََو ُهْنيم

ُهَرْجَأ

Artinya : Abu Hurairah berkata bahwa Rasul bersabda firman Allah: ada tiga yang menjadi musuh Saya di hari kiamat, 1. Orang yang berjanji pada-Ku kemudian ia melanggarnya 2. Orang yang menjual orang merdeka lalu ia memakan hasil penjualannya 3. Orang yang mempekerjakan orang lain yang diminta menyelesaikan tugasnya, lalu ia tidak membayar upahnya.10 Allah SWT memerintahkan kepada pada pemberi kerja (majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik dan dermawan kepada para pekerjanya.

9

Sulaeman Jajuli, Ekonomi dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta : Budi Utama, 2018), h.217.

10

(31)

c. Undang-Undang Ketenagakerjaan

Menurut Undang-Undang No 13 tahun 2003 yang berisi tentang Ketangakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelu, selama, sesudah masa kerja.11 Pasal 88 ayat 2 tentang upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluargnya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.12

Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteran pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarga. Hal ini untuk menjamin hak dasar para pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.

11

Pasal 1 Nomor (1) Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan , (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), h. 2

12

(32)

3. Syarat dan Rukun Upah a. Syarat Upah

Sebagai sebuah transaksi umum, al-ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun syarat-syarat akad ijarah sebagai berikut:

1) Syarat terjadinya akad. 2) Syarat kelangsungan akad.

3) Syarat sahnya Ujrah, Keabsahan sahnya Ujrah ditentukan dengan pelaku dan objek, sewa atau upah dan akadnya sendiri, yaitu:

a) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad. Tidak sah akadnya apabila salah seorang di antaranya terpaksa melakukan akad itu.

b) Objek akad harus jelas manfaatnya, Adanya kejelasan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan apabila mempekerjakan seseorang dengan jasanya.

c) Objek dari akad harus memenuhi secara syara’. Dipandang tidak sah apabila mempekerjakan seorang perempuan dalam keadaan haid untuk membersihkan masjid atau mengupah jasa seseorang untuk melaksanakan sholat fardhu dengan imbalan tertentu.

d) Kemanfaatan benda boleh menurut syara’ pemanfaatan benda harus digunakan untuk perkara-perkara yang dibolehkan syara’ dan juga tidak boleh mempekerjakan seseorang untuk berbuat maksiat. e) Tidak menyewa pekerjaan yang diwajibkan kepadanya seperti

menyewa seseorang untuk sholat, puasa dan yang lainnya.

f) Tidak mengambil manfaat kepada diri orang yang disewa tidak boleh menyewakan diri untuk perbuatan ketaatan sebab manfaat dari ketaatan tersebut adalah untuk dirinya, juga tidak mengambil manfaat dari sisa hasil pekerjaannya.

g) Manfaat dari benda atau jasa yang dipakai atau disewa harus sesuai dengan keadaan yang umum. 13

Syarat upah adalah harus adanya akad atau perjanjian antara pemberi kerja dan pekerja/buruh, sehingga dapat menentukan nominal dan bagaimana sistem pemberian upah, bagaimana kontrak kerja dan larangan dalam menggugurkan pekerjaan. Apabila keduanya

13

(33)

menyepakati perjanjian maka ujrah dapat dikatakan sah dan diperbolehkan, sahnya ujrah ditentukan dengan pemberi kerja dan pekerja. Akad yang disetujui tidak boleh ada unsur paksaan, kedua belah pihak bersedia dan rela untuk menjalin kerjasama kerja, pekerjaan yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran agama Islam dan kedua belah pihak harus sama-sama mendapatkan manfaat atas pekerjaan itu. Tidak boleh diantara mereka saling mendzolimi.

b. Rukun Upah

Rukun ijarah adalah ijab dan qobul antara lain:dengan menggunakan kalimat Al-ijarah, Al-isti’jar,Al-ikhtira’, dan Al-ikra. Adapun menurut Jumhur Ulama’, rukun ijarah ada (4) empat, yaitu: 1) Dua pihak yang berakad (Mu’jir dan Musta’jir).

2) Al-ma'qud'alaih (mahal-al-manfa'ah) tempat terjadinya manfaat. 3) Manfa'ah (manfaat barang atau jasa seseorang).

4) Ujrah (imbalan atau jasa)

5) Sighat (pernyataan penawaran dan penerimaan/al-ijab wa al-qabul).14

Hubungan buruh dengan majikan merupkan wujud hubungan muamalah yang diatur dalam syariat Islam, baik untuk pekerja maupun pemberi kerja untuk mengedepankan nilai-nilai luhur Islam dalam bermuamalah diantaranya nilai tauhid, taqwa, adil, jujur dan amanah.

c. Gugurnya Upah

Jika salah satu pihak (pihak yang menyewakan atau penyewa) meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal, asal yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa masih ada. Sebab

14

(34)

dalam hal salah satu pihak meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh ahli waris. obyek perjanjian sewa menyewa yang tidak menyebabkan putusnya perjanjian yang diadakan sebelumnya.

Upah tidak bisa dimiliki karena adanya akad, akan tetapi dengan pemenuhan manfaat dan tidak ada hak untuk memilikinya. Sesungguhnya sewa menyewa itu batal dengan adanya kematian.15 Menurut Hanafiyah, akad ijarah bisa rusah dengan adanya udzur. Apabila ada udzur namun akad tetap dilanjutkan maka akad tidak mengikat kedua belah pihak. Ibnu Abidin mengatakan bahwa setiap ada udzur yang mengakibatkan tidak terpenuhinya objek akad atau tetap dilanjutkan tapi membahayakan maka akad menjadi rusak dan tidak mengikat.16 Ulama Hanafiyah menjelakan bahwa terdapat tida udzur yang dapat merusak akad ijarah yaitu:

1) Udzur yang terjadi pada pihak penyewa seperti penyewa palit atau bangkrut sehingga tidak mampu membayar biaya sewa atau upah jasa atau pekerja.

2) Udzur yang terjadi pada pihak pemberi sewa misalnya adanya jatuh tempo utang yang tidak dapat terbayar kecuali dengan menjual barang yang ia sewakan maka akad akan menjadi fasakh.

3) Udzur yang terjadi pada barang yang disewakan, seperti orang yang menyewa kamar mandi ternyata didalamnya airnya habis karena sebab tertentu. Dalam kondisi seperti ini maka akad ijarah rusak dan tidak dapat dilanjutkan.17

Akad yang tidak menuntut jaminan, sehingga mesti mengembalikan

dan menyerahterimakannya kepada pemiliknya. Pekerja mendapatkan

upah dan tunjangan lainnya ketika pekerja dan pemberi kerja menyepakati perjanjian kerja tanpa ada unsur paksaan.

15

Abdullah Bin Mubarak Al-Bushi, Ensiklopedia Ijma' Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, (Bekasi : Darul Falah, 2012) h. 451

16

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.112.

17

(35)

4. Manfaat Upah

Upah dalam Islam ditentukan melalui negoisasi antara pekerja dan majikan berdasarkan prinsip persamaan dan keadilan, yang bertujuan untuk menjamin pembayaran upah yang layak atas apa yang telah diberikan kepada produksi. Manfaat upah sebagai berikut:

a. Bagi penerima upah, yaitu:

1) Sebagai penghasilan halal karena diberikan secara ikhlas oleh pemilik pekerjaan.

2) Dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. b. Bagi pemberi upah, yaitu

1) Melatih sikap atau mental untuk menghargai pihak lain. 2) Disenangi oleh pihak lain

3) Menjalin hubungan batin antara pemilik pekerjaan dan pekerja.18 Manfaat pemberian upah untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan pribadi serta untuk memenuhi biaya keperluan hidup lainnya. Upah merupakan hak (imbalan) orang yang sudah bekerja untuk orang lain yang diberikan secara ikhlas. Orang yang memperkerjakan harus membayar upah kepada orang yang bekerja, agama Islam menganjurkan agar membayar upah kepada orang yang bekerja.

5. Jenis Upah

Macam-macam upah, sebagai berikut: a. Sistem upah menurut waktu.

b. Sistem upah menurut prestasi, potongan, persatuan hasil. c. Sistem upah borongan.

d. Sistem upah premi.19

18

Solikhul Hadi, Fiqih, (Solo : Indonesia Jaya, 2006), h 13.

19

(36)

Pendapat lain mengatakan bahwa sistem pemberian upah ada beberapa macam, yaitu:

a. Sistem Upah Jangka Waktu.

b. Sistem Upah Potongan (Prestasi), sistem ini tujuannya adalah untuk mangganti sistem upah jangka waktu jika hasil pekerjaanya tidak memuaskan. Manfaat pengupahan dengan sistem ini adalah:

1) Buruh mendapat dorongan untuk bekerja giat. 2) Produktivitas semakin tinggi.

3) Alat-alat produksi akan dipergunakan secara intensif. Sedangkan keburukannya adalah:

1) Buruh selalu bekerja secara berlebih-lebihan.

2) Buruh kurang menjaga kesehatan dan keselamatannya.

3) Kadang-kadang kurang teliti dalam bekerja karena untuk mengajar jumlah potongan.

4) Upah tidak tetap, tergantung jumlah potongan yang dihasilkan. c. Sistem Upah Pemufakatan.

d. Sistem Upah Indeks.

e. Sistem Pembagian Keuntungan. f. Sistem Upah Borongan

g. Sistem Upah Premi h. Sistem Upah Bagi Hasil.20

Berdasarkan uraian ai atad apat dijelaskan bahwa

a. Sistem upah jangka waktu bahwasannya besarnya sistem upah ini ditentukan berdasarkan waktu kerja pekerja yaitu upah yang diberikan per jam, upah yang diberikan per hari, upah yang diberikan per minggu dan upah yang diberikan per bulan.

b. Sistem upah prestasi adalah sistem ini merupakan upah yang diberikan sesuai dengan prestasi atau jumlah barang yang bisa dihasilkan oleh masing-masing pekerja.

c. Sistem upah pemufakatan adalah upah pemufakatan ini maksudnya adalah suatu sistem pemberian upah dengan cara memberikan sejumlah

20

Arakal Salim G.P. Etika Intervensi Negara Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiiyah (Jakarta : Gramedia Utama, 2005), h. 78.

(37)

upah kepada kelompok pekerja tertentu, yang selanjutnya nanti kelompok pekerja tersebut akan membagi- bagikan kepada para pekerja lain.

d. Sistem upah indeks adalah Sistem upah indeks merupakan upah yang dibayarkan berdasarkan indeks biaya hidup. Hal tersebut berarti naik turunnya indeks biaya hidup akan turut dalam menentukan besarnya upah yang diterima oleh pekerja.

e. Sistem upah pembagian keuntungan adalah merupakan sistem upah yang diberikan sesuai dengan peningkatan atau penurunan jumlah produksi barang atau jasa.

f. Sistem upah borongan adalah upah borongan muncul disebabkan karena perusahaan tidak perlu menanggung resiko yang berkaitan dengan karyawan. Perusahaan juga tidak perlu menyeleksi dan mencari pekerja yang dibutuhkan. Untuk mengtasi hal tersebut, pada umumnya upah sistem borongan lebih mahal dibandingkan upah harian.Untuk besarnya upah yang diterima dalam sistem borongan ini ditentukan oleh jumlah barang yang dihasilkan oleh seorang pekerja atau sekelompok pekerja.

g. Sistem upah premi adalah sistem upah premi yaitu disediakan upah tambahan atau premi bagi karyawan yang mampu bekerja lebih baik h. Sistem upah bagi hasil adalah pemberian upah dengan memberikan

(38)

Undang-Undang keenagakerjaan pasal 89 tentang pengupahan yaitu ayat (1) adalah upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:

1. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota. 2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayan provinsi atau

kabupaten/kota. 21

Pemberian upah yang diberikan perusahaan atau majikannya sesuai dengan macam-macam sistem pembagian upah bertujuan untuk memberikan keadilan kepada pekerja atau buruh atas pekerjaannya.

6. Waktu Pemberian Upah

Masalah yang paling penting dalam ijarah adalah menyangkut pemenuhan hak-hak musta’jir, terutama sekali hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan, hak-hak atas jaminan sosial, dan hak atas upah yang layak. Untuk itu perlu dikaji tentang ketentuan hak-hak musta’jirterutama tentang upah. Pembayaran upah adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang menyewa atau mengupah seseorang untuk melakukan pekerjaan. Upah adalah hak yang harus diterima oleh orang yang dipekerjakan setelah pekerjaan itu selesai dilakukan. Dalam ketentuan Islam dikatakan apabila seseorang menyewa atau mengupah seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan maka hendaklah pembayaran upah itu mereka tentukan terlebih dahulu. Sedangkan pembayaran upahnya yang tidak ada aturan yang mengaturnya perlu ada perjanjian dan

21

(39)

dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk itu dalam perjanjian ijarah, penyewa dan yang memberikan jasa harus menetapkan kapan dan berapa jumlah upah atau sewa yang akan diterima, agar terjadi kesepakatan dan kerelaan diantara kedua belah pihak baik orang yang di sewa maupun orang yang menyewa, sehinga pekerjaan akan dilakukan dengan ihklas dan senang hati serta dapat mencegah terjadinya perselisihan.

Pembayaran ini dapat dipercepat dan dapat pula ditangguhkan. Menurut Mazhab Hanafi mensyaratkan mempercepat upah dan menangguhkan upah boleh dengan syarat adanya kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak.22

Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan untuk mempercepat dan menangguhkan pembayaran upah, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu tertentu, maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya seseorang memyewa sebuah toko untuk selama satu bulan, apabila masa satu bulan telah berakhir maka ia wajib membayar sewaan tersebut. Jika akad ijarah untuk pekerjaan, maka kewajiban untuk pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan tersebut.23

22

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Penerjemah Nor Hasanudin,(Jakarta : Pena Pundi Aksara CetI, 2006), h. 188.

23

(40)

Kemudian jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai penerimaan bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkan. Menurut Abu Hanifah dan Malik, wajib diserahkan secara angsuran, sesuai dengan manfaat yang di terima. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal, sesungguhnya ia berhak sesuai dengan akad itu sendiri, jika orang yang menyewakan menyerahkan ‘ain kepada orang yang menyewa , ia berhak menerima seluruh bayaran karena si penyewa sudah memiliki kegunaan (manfaat) dengan sistem ijarahdan ia wajib menyerahkan bayaran agar dapat menerima ‘ain (agar ‘aindapat diserahkan kepadanya). 24

Dalam pembayaran upah dianjurkan untuk mempercepat pembayarannya dan jangan menunda-nunda pembayaran upah tersebut. Salah satu norma ditentukan Islam adalah memenuhi hak-hak musta’jir. Islam tidak membenarkan jika seorang pekerja mencurahkan jerih payah dan keringatnya sementara upah tidak di dapatkan, dikurangi dan ditunda-tunda. 25

Selanjutnya, perlu diketahui juga kapan upah harus dibayarkan oleh para mu’jir. Untuk menjawab itu Nabi saw mengatakan dalam haditsnya. Diriwayatkan dari Umar r.a bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda:

24

Ibid

25

Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Penerjemah. Didin Hafidhuddun, dkk, (Jakarta: Robbani Press,1997), h. 403

(41)

َهَق َرَع ُف ِجَي ْنَأ َلْبَق ُه َرْجُأ ُرْي ِجَ ْلْا ْوُطْعُأ

(

بأ هاور

هجام ن

)

Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering. (H.R. Ibnu Majah).26

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi SAW memerintahkan, bayarkanlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya, artinya upah musta’jir dibayarkan secepatnya atau dengan kata lain selesai bekerja langsung menerima upahnya. Jika menyewa barang, maka barang sewaan di bayar ketika akad sewa, kecuali jika di dalam akad ditentukan lain manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.

Ada tiga golongan yang aku musuhi di hari kiamat yaitu: orang yang berjanji dengan nama-Ku, kemudian dia berkhianat, orang menjual manusia merdeka kemudian memakan harganya, dan orang yang mempekerjakan buruh lalu ia ambil tenaganya dengan cukup tetapi tidak memberikan upahnya. 27

Allah melarang penindasan dengan mempekerjakannya tetapi tidak membayar upahnya. Di samping itu Rasulullah sendiri pernah melakukan pengupahan terhadap seorang bekam, namun Nabi karena telah menggunakan jasanya tetap menunaikan upahnya, ada tiga golongan yang diancam dan di musuhi oleh Allah kelak. Salah satu diantaranya adalah majikan yang mempekerjakan seorang buruh kemudian tidak memberikan

26

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Tahqiq Isham Musa Hadi, Terjemahan Lengkap

Bulughul Maram (Petunjuk Rasulullah dalam Ibadah, Muamalah dan Akhlak), (Jakarta :

Akbarmedia, 2007), h. 24

27

(42)

haknya secara layak, tidak membayar upahnya padahal buruh telah memenuhi kewajibannya dengan semestinya.

B. Sistem Penetapan Upah dalam Islam

Islam sebagai agama Allah yang sempurna memberikan petunjuk kepada manusia tentang bidang usaha yang halal, cara berusaha dan bagaimana manusia harus mengatur hubungan kerja dengan sesama mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi kepentingan bersama dan dapat menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup bagi segenap manusia.28 Pekerjaan merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Allah SWT telah memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada manusia untuk melaksanakan tanggung jawab dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas.29

Pekerja (tenaga kerja) harus menerima upah secara adil dan layak. Besar upah akan mempengaruhi standar penghidupan para pekerja dan keluarganya sehingga dapat secara langsung mempengaruhi daya beli masyakarat secara keseluruhan. Turunnya daya beli dalam waktu panjang sangat merugikan industri yang menyediakan barang-barang konsumsi. Dalam perjanjian tentang upah kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil sehingga tidak terjadi tindakan zalim terhadap pihak lain dan juga merugikan kepentingan sendiri. Tindakan aniaya terhadap pekerja berarti pekerja tidak dibayar atau mendapat upah secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerjasama sebagai jatah dari hasil kerja mereka yang tidak mereka peroleh.30

28

Muhammad Anwar, Pengantar Kewirausahaan Teori dan Aplikasi, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014), h. 125

29

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h.7

30

(43)

Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan sesuatu. Jika dipandang dari sudut nilainya upah dibedakan menjadi dua yaitu upah nominal yaitu jumlah yang berupa uang dan upah riil, yaitu banyaknya barang yang dapat dibeli dengan jumlah uang itu.31 Pembagian upah perusahaan menggunakan sistem upah yang berbeda-beda. Tarif upah atau jasa pekerjaan dapat dinegoisasikan oleh kedua belah pihak penjual jasa dan pembeli jasa. Jasa pekerjaan salah sebuah komoditi yang diperdagangkan, tarif upah mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dalam dunia ekonomi. Upah akan berhubungan dengan besarnya pekerjaan.32

Sistem hubungan kerja dan upah sangat penting untuk mencari kesejahteraan, namun kesejahteraan seperti ini tidak hanya diukur oleh besaran pendapatan atau upah yan diterima, melainkan kesejahteraan yang lazim dinyatakan mencakup rasa aman lahir dan batin yang didalamnya terdapat pemenuhan kebutuhan berbagai macam kebutuhan secara utuh baik yang bersifat ekonomi maupun sosial.33 Upah yang dibayarkan pada setiap pegawai berbeda hal ini berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikulnya. Tanggungan nafkah keluarga bisa lebih dari pegawai yang lajang. karena mereka harus menanggung nafkah orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, agar mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup yang layak. 34

31

Soepomo, Pengantar Hukum Perburuan, (Jakarta : Djambatan, 2003), h.130

32

Daryanto, Analisa Upah dan Bahan (Analisa Bow), (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), h. 2

33

Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), h. 87

34

Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Surakarta :Glora Aksara Pratama, 2012), h. 202.

(44)

Upah merupakan hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Ujrah merupakan salah satu rukun ijarah, ujrah merupakan ’iwadh

(imbalan/pembanding) terhadap manfaat yang diterima oleh musta’jir.35 Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa waktu pembayaran

ujrah dapat dilakukan karena salah satu dari tiga sebab:

1. Disepakati dalam akad atau perjanjian ijarah bahwa ujrah harus dibayar secara tunai (naqd atau hal).

2. Keridaan (sukarelanya) musta’jir membayar ujrah secara tunai karena pada prinsipnya musta’jir berhak membayar ujrah secara tangguh.

3. Mulai dimanfaatkan mahal al-manfa’ah oleh musta’jir secara bertahap atau mu’jir memberi hak kepada musta’jir untuk memanfaatkannya.36 Pengupahan terdapat dua sistem, yaitu sistem pengupahan dalam ibadah dan pekerjaan, sebagai berikut:

1. Upah dalam ibadah, upah dalam perbuatan ibadah atau ketaatan, seperti dalam sholat, puasa, haji dan membaca Al-Qur an diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama karena berbeda cara pandangan terhadap pekerjan pekerjaan ini.

2. Upah dalam pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan dan besarnya pengupahan seseorang itu ditentukan melalui standar kompetensi yang dimilikinya, yaitu:

a. Kompetensi teknis, yaitu pekerjaan yang bersifat ketrampilan teknis, contoh pekerjaan berkaitan dengan mekanik perbengkelan, pekerjaa di proyek-proyek yang bersifat fisik, pekerjaan dibidang industri mekanik lainnya.

b. Kompetensi sosial, yaitu pekerjaan yang bersifat hubungan kemanusiaan.

35

Jaih Mubarok dan Hasanudin, Fiqih Muamalah Maliyah, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2018), h. 21.

36

(45)

c. Kompetensi manajerial, yaitu pekerjaan yang bersifat penataan dan pengaturan usaha, seperti maneger keuangan dan lainnya.

d. Kompetensi intelektual, yaitu tenaga dibidang perencanaan, konsultan, dosen, guru, dan lainnya.37

Pembagian sistem pengupahan terhadap suatu pekerjaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu upah dalam ibadah merupakan upah yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan melaksanakan ibadah tanpa mengharap sesuatu hanya dilakukan dengan keiklasan. Upah dalam pekerjaan merupakan upah yang diharapkan seseorang atau sekelompok orang terhadap pekerjaannya yang akan digunakan untuk segala kebutuhannya dan keluarganya dengan tujuan untuk kelangsungan hidupnya.

Pembagian upah secara adil dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Sesuai dengan prestasi kerja, untuk mengukur prestasi kerja.

2. Sesuai dengan kebutuhan karyawan, artinya cukup untuk hidup layak dengan keluarganya.

3. Sesuai dengan kemampuan perusahaan. Kalau suatu perusahaan memang tak mampu membayar upah tinggi, maka upah rendah pun sudah adil.38 Pembagian upah secara adil dapat dilakukan dengan prestasi kerja yang dilakukan oleh pekerja, upah yang diterima harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya. Kalau suatu perusahaan yang tidak mampu membayar upah tinggi, maka upah rendah pun sudah adil. Tetapi kalau perusahaan memang mampu membayar upah cukup tinggi padahal upah yang dibayar itu rendah berarti melanggar keadilan dan moral pancasila.

37

Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah, (Surabaya: Vira Jaya Multi Press, 2009), h. 89.

38

(46)

C. Sistem Pembayaran Upah

Sistem pembayaran upah dibayarkan sesuai dengan kesepekatan antara majikan (yang memberikan pekerjaan) dan pekerja atau buruh atas pekerjaan yang dilakukan tanpa merugikan salah satu pihak serta mementingkan asas keadilan kedua belah pihak.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2004 tentang ketenagakerjaan, untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.39 Perlindungan terhadap tenaga kerja diamanatkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang tertulis setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.40

Faktor yang menjadi sumber dari perbedaan upah pekerjaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu antara lain:

1. Perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan. 2. Perbedaan dalam jenis-jenis pekerjaan.

3. Perbedaan kemampuan keahlian dan pendidikan.

4. Terdapatnya pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan. 5. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja.41

Undang-Undang ketenagakerjaan pasal 88 tentang pengupahan yaitu untuk mewujudkan pengehasilan yang memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagai dimaksudkan dalam ayat (1), yaitu setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

39

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

40

Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003, Undang-Undang RI No. 13 Tahun. 2003

Tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), h.36 41

(47)

kemanusiaan. (2) Untuk mewujudkan penghasilan yng memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan pekerja/buruh.42 (3) yaitu kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat dua (2) meliputi:

1. Upah Minimun. 2. Upah kerja lembur.

3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.

4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan.

5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya. 6. Bentuk dan cara pembayaran upah.

7. Denda dan potongan upah.

8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah. 9. Struktur dan skala pengupahan yang proposional. 10. Upah untuk pembayaran pesangon.

11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan. 43

Ayat (4), yaitu pemerintah menetapkan upah minimun sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. 44 Undang-Undang ketenagakerjaan pasal 89 tentang pengupahan yaitu ayat (1) adalah upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:

1. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayan provinsi atau kabupaten/kota. 45

42

Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003, -Undang-Undang Republik Indonesia Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), h. 36 43 Ibid 44 Ibid 45 Ibid

(48)

Ayat (2) upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kehutuhan hidup yang layak, ayat (3) upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Dan ayat (4) Komponen serta pelaksanakan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. 46

Pekerja perlu mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah agar dapat ikut serta secara aktif dalam pembangunan yaitu dengan pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan nasional, namun tetap menjunjung nilai-nilai kemanusian. Pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja perlu adanya perlindungan hukum terhadap dunia kerja.

D. Home Industri

1. Pengertian Home Industri

Home industry atau usaha di rumah adalah tempat tinggal yang

merangkap tempat usaha, baik itu berupa usaha jasa, kantor hingga perdagangan. Pelaku home industri yaitu kalangan enterpreneur yang profesional dan pada saat ini terus berkembang. Untuk memiliki lokasi yang strategis untuk tempat berkembangnya usaha jenis rumahan tidak terlepas

46

(49)

dari kegiatan enterpreneur/kewirausahaan yang berperan membuka pola pikir ke depan masyarakat bahwa rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal namun dapat digunakan juga sebagai tempat mencari penghasilan.47

Home industri merupakan gabungan dari 2 kata yaitu home dan industri.

Home memiliki artian sebagai rumah atau tempat tinggal sedangkan industri

memiliki artian sebagai mengelola barang mentah atau barang setengah jadi menjadi barang yang memiliki nilai jual.48

Home industri merupakan tempat tinggal yang merangkap tempat

usaha, baik itu berupa usaha jasa, kantor hingga perdagangan rumah dalam mengembangkan usaha produk barang atau juga perusahaan kecil. Pelaku

home industri mempunyai desain enterpreneur dan profesional.

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 bahwa usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.49

47

Ambar Tegus Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, (Yogyakarta : Gava Media, 2004), h.83.

48

Hidjrahwati, Cerdas Sejak Dini, (Sleman : Budi Utama, 2019), h.51.

49

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah), (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 3.

(50)

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat peneliti jelaskan bahwa pengertian home industri sebagai berikut:

a. Home industri dapat dikatakan usaha kecil yang didalamnya terdapat pengembangan fungsi tempat untuk kegiatan ekonomi utama yang menjadi motor penggerak pembangunan, ialah agribisnis, industri manufaktur, sumber daya manusia, serta bisnis kelautan.

b. Home industri merupakan tempat pengembangan kawasan andalan untuk

dapat mempercepat pemulihan perekonomian melalui pendekatan wilayah atau daerah, ialah dengan pemulihan wilayah atau daerah untuk mewadahi program prioritas dan pengembangan sektor-sektor dan potensi.

c. Home industri dapat dikatakan kegiatan untuk pengembangan usaha yang

bertujuan untuk peningkatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam sektor perekonomian.

2. Ciri-ciri Home Industri

Adapun karakteristik dari home industri yang ada dalam kehidupan masyarakat, antara lain;

a. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya telah tetap tidak gampang berubah.

b. Lokasi/tempat usaha umumnya telah menetap tidak berpindah-pindah. c. Pada umumnya telah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha.

d. Sumberdaya manusia (pengusaha) mempunyai pengalaman dalam berwira usaha.

(51)

f. Sebagian besar belum bisa membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.50

Pendapat lain mengatakan bahwa karakteristik ciri-ciri home industri atau usaha kecil meliputi beberapa karakteristik antara lain:

a. Dikelolah oleh pemiliknya. b. Usaha dilakukan dirumah.

c. Produksi dan pemasaran dilakukan di rumah pemilik usaha d.Modal terbatas.

d. Jumlah tenaga kerjaterbatas.

e. Berbasis keluarga atau rumahan tangga. f. Lemah dalam pembukuan.

g. Sangat diperlukan manajemen pemilik.51

Uraian di atas dapat dipahami bahwa home industri yang mempunyai industri kecil dan rumah tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup besar dalam sector manufaktur dilihat dari ciri-ciri, jenis usaha dan sisi jumlah unit usaha dan daya serapnya terhadap tenaga kerja, namun lemah dalam menyumbang nilai tambah dan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan ekonomi.

3. Fungsi Home Industri

Suatu industri kecil pasti terdapat beberapa aspek yang dibutuhkan untuk bisa mendukung berjalanya suatu industri tersebut, diantaranya: modal, bahan baku, tenaga kerja, pemasaran, serta konsumen. Usaha kecil yang ada memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga.

Adapun fungsi home industri atau usaha kecil di antaranya:

50

Ambar Tegus Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model, h.95.

51

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Wates Kulon Progo merupakan tertinggi ke-2 penggunaan IUD di DIY dengan jumlah pada tahun

Program pengembangan kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa

Untuk materi mengenai pembuatan dan desain halaman dibagi menjadi 2 hari. Pada hari pertama, setelah peserta berhasil dalam instalasi Wordpress pada hosting peserta

Kata Kunci : dialect, Banyumasan dialect of Javanese, phonological process, phonetic transcription, verb nasalization, prefix, Assimilation, Syllable Structure

sehingga suatu server di internet yang menerima permintaan dari jaringan lokal akan mengenali paket datang menggunakan alamat IP gateway, yang biasanya mempunyai satu atau

Untuk mendapatkan sebuah ana- lisa yang terfokus dan memudahkan da- lam penyelesaian masalah khususnya korosi sebagai pengaruh dari tegangan terhadap ketahanan korosi dari material

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hasim selaku petugas PK Bapas Kelas I Makassar yang menangani klien anak yang mendapatkan pembinaan di BRSAMPK Toddopuli Makassar,

Tujuan yang akan dicapai adalah menghasilkan usulan perbaikan pada sistem produksi di area bonding composite untuk mengurangi pemborosan dengan menggunakan konsep